Negentropy || 23/1

By sukathaitea

968 554 1K

Negentropy itu kalian. Kalian itu apa? Ya nggak tahu. Kok tanya saya? -Nyai Somad More

Let Me Introduce You To Some New Thangs
Let Me Introduce You To Some New Thangs
Surat Terbuka Untuk Readers
Tukang Bakso atau Intel?
Tatang, Aku Padamu!

Echan dan Tekadnya

97 48 96
By sukathaitea

"Gue mau mata-matain Mang Somad. Siapa yang mau ikut gue?"

"Oh shit! Here we go again!"

Tekadnya sudah bulat. Di bawah rindangnya pohon trembesi, Echan mendeklarasikan niatnya untuk memata-matai Mang Somad. Bagai agen rahasia, Echan dengan wajah seriusnya bermaksud mencari pasukan untuk menjalankan misinya.

"Echan, lo kapan sadarnya sih?" Jihad tampak pasrah. Alih-alih mendapat dukungan, Echan justru mendapat cibiran.

"Chan, akhir-akhir ini gue jadi emosian gara-gara lo," ucap Junaidi.

"Kesabaran lo kan emang tipis, Jun," timpal Jeno.

"Oh iya bener."

"Jadi siapa yang mau ikut gue?" Echan bersuara.

"Echan, lo mulai lagi," Jamal melengos.

Bagi Junaidi, tidak ada ajakan yang lebih konyol daripada ajakan Echan barusan. Memata-matai Mang Somad, katanya. Yang benar saja. Entah film apa yang ditonton Echan semalam sampai tercetus ide konyol seperti itu.

"Dengerin, yeoreobun! Sekali ini aja lo pada bantuin gue. Gue nggak bisa tidur nyenyak mikirin ini. Asli, gue penasaran banget."

"Ya Rabb, berilah hamba kesabaran lebih untuk mengatasi hamba-Mu yang satu ini," Junaidi langsung berdoa, memohon agar diberi kesabaran lebih oleh Yang Kuasa, dan serentak diamini oleh Jamal dan Chandra.

"Al-Fatehah," sambung Jihad.

Bukannya merespon ajakan Echan, mereka justru menggelar doa bersama, memohon agar kawannya yang otaknya nampak tinggal setengah ini agar diberi kesadaran. Melihat teman-temannya berdoa bersama, Echan malah ikut-ikutan berdoa.

"Kok lo ikutan, Chan?" tanya Mark.

"Nggak tahu. Pengen aja," jawabnya.

"Besok gue minta tolong sama Kak Kun buat nge-ruqyah lo deh, Chan. Makin hari kelakuan lo makin tersesat," ujar Chandra. Wajahnya nampak cemas.

"Mohon maaf nih, gue masih berjalan di jalan yang benar," sahut Echan.

"Gue pernah lihat orang nge-ruqyah sih. Apa gue praktekin disini aja ya?" Jeno tiba-tiba berinisiatif. Lalu dengan cekatan, menarik kepala Echan hingga Echan hampir terjungkal.

"Bismillahirahmanirahim..." Jeno nampak khusyuk melafalkan ayat-ayat suci yang dipelajarinya hanya dengan modal mendengar.

"Lo belajar dimana?" tanya Jihad.

"Youtube."

Lalu secara tiba-tiba, Echan kejang-kejang. Dia berteriak, melompat-lompat, dan terjadilah kegaduhan di antara ketujuh bujang itu.

"LAH BENERAN KESURUPAN ANJIR!!!" Jamal panik.

"Eh buruan, siapapun, panggil emaknya!" -Jihad

"Panggil Pak Ustadz-lah anjir! Ngapain panggil emaknya?!" Jeno ikutan panik. Padahal tadi dia percaya diri sekali.

Mark maju. "Saha iye teh?" tanyanya.

"Aing maung..." jawab Echan.

Junaidi menepuk jidatnya. "Mampus Si Echan kesurupan harimau!"

"Eh, rekam-rekam! Buruan!" usul Mark.

"Saya bisa bahasa Indonesia," Echan masih kesurupan.

"Oh iya, Mbah. Maaf mengganggu," jawab Mark.

Sebenarnya mereka ingin lari, tapi gengsi lantaran istilah akhir-akhir ini yang berbunyi "harus lakikkk!"

Iya, harus laki! Laki-laki macam apa yang meninggalkan temannya yang kesurupan seorang diri? Kemana perginya harga diri dan solidaritas? Begitu pikir mereka. Jadi, tanpa berniat kabur, mereka tetap setia menemani Echan yang raganya sedang dipinjam maung.

Dengan mata terpejam, Echan bersuara, "Kawanmu ini butuh bantuan. Kenapa nggak dibantu?"

"Hah? Gimana maksudnya, Mbah?" Mark bertanya balik.

"Kamu pikir saya tidak dengar apa yang sedari tadi jadi topik pembicaraan kalian?!"

"Apa coba?" tanya Jamal.

"Mang Somad itu intel..." Echan yang masih kesurupan, berbisik pelan di telinga Mark. Membuat Mark spontan mundur selangkah. Ngeri juga, pikirnya.

"Oh, Mbah nguping kita ya? Sopankah begitu, Mbah?!" Junaidi malah marah-marah.

"Tutup mulutmu, Junaidi! Saya penunggu pohon ini! Berani kamu sama saya?!"

"Jun, jangan ngawur, please. Masa dedemit lo ajak gelud?" bisik Jihad.

"Kalian semua harus dengarkan anak ini! Kalau tidak, saya akan mengikuti kalian sampai..."

"Sampai kapan?" tanya Jeno.

"Sampai saya capek," katanya. Lalu tertawa. Tawa yang mirip tokoh antagonis di channel Ikan Terbang.

"Duh, Mbah. Gimana kalau Mbah saya kasi sesajen selama setahun?" Chandra malah berniat menyogok.

"Anjir malah nawar," Mark menepuk jidat.

"Jangan ajak saya bernegosiasi, kisanak!" tawaran Chandra ditolak mentah-mentah.

"Iyain aja deh, biar cepet," usul Jihad.

"Ya udah, iya. Sekarang Mbah keluar. Kasihan nih si Echan, udah tersesat, makin tersesat," ujar Jamal.

Lalu sejurus kemudian, Echan kembali mencak-mencak sambil memejamkan mata. Setelah itu, ia tumbang. Iya, Echan pingsan.

"Woy, bangun!" Junaidi menepuk-nepuk pipi Echan.

Perlahan tapi pasti, Echan membuka matanya. Silau serasa menusuk. Lalu tepat saat membuka matanya, Echan mendapati dirinya tengah berbaring dikelilingi kawan-kawannya.

"Saha iye?" Mark kembali memastikan.

"Aing Echan."

Mendengar itu, kawan-kawannya langsung bernapas lega. Terutama Jeno, yang langsung bersandar pada batang pohon sambil memegangi dadanya. "Untung aja nih bocah sadar. Nggak lagi-lagi deh gue sok iye nge-ruqyah orang," gumam Jeno.

"Yok lah pindah. Disini ada penunggunya," Jamal bergidik ngeri.

"Gue kenapa emang woy?" tanya Echan yang nampak kebingungan.

"Badan lo diambil alih Maung," jawab Jihad.

"Lah serem anj-"

Belum sempat kalimat Echan sampai pada ujungnya, Mark segera menyela, "jangan ngomong kasar disini! Lo tadi kesurupan penunggu pohon ini."

"Serius lo?!"

"Nggak percaya? Mal, keluarin bukti rekamannya."

"Sebelum itu, bisa nggak kita pergi dulu dari sini? Jangan sampe habis ini Junaidi yang kesurupan," usul Jamal, lalu dibalas dengan pelototan mematikan dari Junaidi.

"Jujur, Junaidi lebih serem daripada Maung," Jihad berterus terang.

"Setan aja diajak berantem sama dia. Junaidi doang emang," Chandra geleng-geleng.

Lalu tanpa menambah lebih banyak dialog, mereka memutuskan pergi meninggalkan tempat itu.

***

Matahari telah terbenam beberapa waktu lalu. Kini, ditemani dua gelas kopi dan petikan gitar, Echan dan Lukas duduk di teras rumah Lukas. Kebetulan rumah mereka hanya dibatasi pagar kayu yang memungkinkan Lukas dan Echan bisa nongkrong bersama kapan saja.

Berbalut kaos putih polos dan sarung kotak-kotak yang dipakai shalat Isya berjamaah di surau tadi, Lukas menghembuskan asap rokoknya ke udara.

"Rokok, Chan?" tawarnya.

"Nggak. Nggak biasa ngudud gue."

Lukas menarik kembali sebungkus rokok dengan merk mirip nama jalan di Yogyakarta itu. "Eh terus gimana? Mereka percaya?"

"Percaya, mungkin? Soalnya akting gue tadi meyakinkan banget," Echan nampak percaya diri.

Lukas tertawa terbahak-bahak, hingga berujung dirinya yang batuk akibat tersedak ludahnya sendiri. "Gila! Gokil banget lo, Chan! Bisa-bisanya lo pura-pura kesurupan."

Echan pun ikut tertawa. "Spontan aja sih. Tapi kalau dipikir-pikir, kasian juga setan-setan disana gue fitnah."

Tawa Lukas semakin kencang. Bahkan mungkin suaranya sampai di warung mie ayam Mas Tio. Bagi Lukas, 70% hidup Echan dihabiskan dengan menjadi pelawak dadakan bagi tetangga sekitar. Sisanya adalah menjadi samsak tinju Junaidi. Sudah rahasia umum bahwa Junaidi dan Echan ibarat Tom and Jerry-nya kampung itu.

"Bentar. Gue mau tanya dulu ke anak-anak. Mereka jadi bantuin gue apa kagak. Tapi prediksi gue sih mereka bakal bantuin," Echan nyengir lalu mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi whatsapp lalu membuka roomchat grup bernama Alumni Tadika Mesra 69.

"Goodluck, dude."

Alumni Tadika Mesra 69

Jadi siapa yang mau bantuin gue?

Jenoyaaa
Tanya Jamal coba.

Jamal si Onta
Gue ngikut Jihad.

Ahmad Jihad Saifuddin
Aing ngikut rame deh.

Marketing
Chandra, nongol lu.

Chandra Holang Kaya
Saudara Junaidi, bagaimana keputusan anda?

Junaidi Kang Gebuk
G. Mks

Lah?

Jamal si Onta
HAHA SIAL GUE NGAKAK!

Junaidi Kang Gebuk
Teruntuk saudara Ehsan, untukmu urusanmu,untukku urusanku.

Kok gitu sih anj--
Lo pada nggak takut digentayangin?!

Junaidi Kang Gebuk
Kagak takut gue mah.
Tadi aja hampir gue ajak gelud tuh.

Ahmad Jihad Saifuddin
Iye anjir, luar biasa.

Tapi kan lo pada bilang mau bantuin gue.

Chandra Holang Kaya
Nggak, pencitraan itu.

Tega bener:(

Echan left the group

Marketing
Hayolo Echan ngambek

Jenoyaaa
Heh, bujukin! Kasian ntar kaga punya temen.

Jamal si Onta
Hadeh, biasalah

Junaidi Kang Gebuk
Idih

Ahmad Jihad Saifuddin
Gue nggak ikut-ikutan loh ya

Chandra Holang Kaya
Asyik! Ada keributan!
Otw beli popcorn satu truk.

Echan melongo, lalu mengumpat setelahnya. "Jancuk!" umpatnya.

Lukas yang sedang asyik memainkan gitarnya, spontan menghentikan genjrengannya lalu menoleh. "Kenape lo?"

Echan menghembuskan nafasnya kesal. "Sia-sia dong akting kesurupan gue tadi."

"Lah? Temen-temen lo nggak mau bantuin?" tanya Lukas.

"Pada males," Jawab Echan. Ia mendadak lesu, tak bersemangat sama sekali. Padahal tadi dia yakin kalau aktingnya cukup manjur untuk mengelabui bujang-bujang itu.

"Coba mana gue lihat responnya!"

Tanpa menunggu persetujuan dari Echan, Lukas dengan semena-mena merebut ponsel Echan dari genggaman pemiliknya. Lalu sepersekian detik kemudian, alih-alih turut prihatin, Lukas justru tertawa keras sambil memegangi perutnya. "Untukmu urusanmu, untukku urusanku! Sialan, humor gue anjlok! Junaidi bener-bener ya!"

Echan tak ikut tertawa. Laki-laki itu malah duduk berpangku tangan sambil menekuk wajahnya. Mencoba memutar otak, siapa tahu saja dia menemukan cara lain. Dan tak lama setelahnya, Echan menjentikkan jarinya. "Kas, kan lo temen gue juga. Ngerangkap jadi tetangga pula. Lo aja lah yang bantuin gue," bujuk Echan tiba-tiba, tak lupa memasang ekspresi seperti kucing jalanan yang minta dipungut. Biar meyakinkan, pikirnya. Tapi, tetap saja. Sekali tengil, tetaplah tengil.

"Bapak Muhammad Junaidi pernah berkata, untukmu urusanmu, untukku urusanku. Kayaknya itu bakal jadi motto gue sekarang," jawab Lukas, sambil menempelkan kedua telapak tangannya.

"Semua cowok sama aja!"

"Lo juga cowok, bego!" balas Lukas.

"Gue doang yang beda!" ketusnya.

"Bego!" jawab Lukas sambil mendorong Echan. Berhubung badan Lukas lumayan bongsor, Echan akhirnya terjungkal.

"Emakkkk!" adunya. Lalu seperti Wonder Woman si superhero yang datang ketika dipanggil, Ibunya Echan muncul dengan daster motif bunga, tak lupa pisau bau bawang di tangannya.

"Emak, Echan dijorokin Lukas!" Echan mendramatisir keadaan.

Ibunya geleng-geleng. "Terusin, Kas!" teriak Ibunya Echan dari pintu dapur rumahnya. Bukannya menentang, wanita itu malah mendukung.

"Siap, Mak!" Lukas tertawa kegirangan.

"Emak gue itu!" Echan tak terima.

"Bagilah," Lukas nyengir. "Gue kan kagak punya emak," sambungnya.

Ekspresi Echan langsung berubah. "Waduh, gelap."

Lukas hanya mesem-mesem. "Iya-iya, emak gue emak lo juga," final Echan.

Emak lo emak gue juga. Entah mengapa kalimat itu mendadak menjalarkan kehangatan. 12 tahun hidup tanpa sosok Ibu, Lukas tak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Sejak wanita yang akrab disapanya Emak itu datang memberinya pelukan hangat sesaat setelah pemakaman Ibunya, sejak saat itu pula ia menyadari bahwa hidup memang tak pernah jauh-jauh dari perkara menyambut dan merelakan.

Dan Echan, pernah sekali perasaan kesal menghampirinya. Kala itu, hujan deras disertai petir menjadi pengiring tidurnya. Listrik yang kebetulan mati, semakin menambah kesyahduan malam itu. Tapi tidak bagi Lukas. Bocah itu menyelinap ke kamar Echan, kemudian berlari menghambur ke dalam selimut Echan. Echan yang sudah tertidur, sontak terbangun dengan cara yang sangat tidak aesthetic.

Echan bahkan mengusir bocah itu, menyuruhnya kembali ke rumahnya di malam mencekam itu. Namun saat Lukas mulai menangis dan berkata ia takut petir dan takut sendirian, hatinya luluh. Echan kemudian bersedia berbagi kamar dengannya. Dan sejak hari itu, mereka sering berbagi apapun. Bagi Echan, Lukas bukan lagi sekedar tetangga berisik yang kalau masuk ke ruangan tamunya selalu ada segelas kopi yang tinggal ampasnya, melainkan saudara, sahabat, tempat berbagi cerita perihal lika-liku kehidupan.

Lukas adalah anak satu-satunya di keluarganya. Dan menyekolahkannya hingga menjadi orang sukses suatu hari nanti adalah impian bapaknya. Kendati harus bekerja menjadi office boy di sebuah kantor swasta, bapaknya berhasil membiayai pendidikannya sampai sejauh ini.

Lukas juga bukan tipe anak tidak tahu diri yang berleha-leha saat bapaknya banting tulang demi biaya pendidikannya. Bengkel Mas Zafran adalah saksi bisu betapa Lukas juga berusaha keras agar tak terlalu membebani bapaknya. Jika ada waktu senggang, bengkel Mas Zafran adalah tujuannya. Meski hanya membantu memperbaiki motor yang mogok, atau hanya sekedar mengganti oli mesin, ia bersyukur hasilnya masih cukup untuk membeli kebutuhan-kebutuhannya seperti rokok, kopi, atau mungkin beberapa balok tempe di lapak sayur milik orangtua Junaidi. Selagi masih bisa bernafas, Lukas akan terus berusaha. Paling tidak, untuk uang jajan, ia tak lagi meminta pada bapaknya.

Malam semakin larut. Udara semakin dingin. Namun dua laki-laki itu masih enggan beranjak. Ada satu kalimat yang berbunyi ; harimu begitu sulit sehingga untuk bernapas pun rasanya kamu kesulitan. Kadang, ada saat-saat dimana Lukas merasa bahwa kalimat itu memang benar adanya. Tapi Echan, anak itu akan merangkulnya dan berkata bahwa semua baik-baik saja. Katanya, manusia bisa melakukan kesalahan sewaktu-waktu. Orang lain melakukannya juga. Alih-alih menjadi lemah, kita justru bisa belajar dari kesalahan. Mungkin itu hanya sekedar kalimat biasa, tapi dampaknya luar biasa. Tidak apa-apa.

To be continued
.

.

.

"Bagilah. Gue kan kagak punya emak." -Lukas

Ekspresi Echan waktu tahu akting kesurupannya sia-sia ̄へ ̄

Continue Reading

You'll Also Like

87.2K 8.1K 32
Supaporn Faye Malisorn adalah CEO dan pendiri dari Malisorn Corporation yang memiliki Istri bernama Yoko Apasra Lertprasert seorang Aktris ternama di...
1M 76.2K 57
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...
731K 58.7K 63
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...
56.3K 6.8K 33
"Saat kamu kembali, semua cerita kembali dimulai." Kisal Sal dan Ron kembali berlanjut. Setelah banyak yang terlalui. Mereka kembali bersama. Seperti...