Pengantin Untuk Hantu ✅

Galing kay WFPublisher_Wisteria

161K 15.7K 420

Almara, wanita berusia 20 tahun yang hidup berdampingan dengan kekayaan. Namun semuanya berubah semenjak adik... Higit pa

Prolog
Bingung
Dunia Hantu
Buaya Darat
Partner Kerja
Terlupakan
Tamu Tak Diundang
Tentang Ruha dan Mura
Siapa Sres?
Sakit
Dirawat Suami
Pantai
Kenangan Lama
Percaya
Teror?
Aneh
Zerio?
Ada Apa Di Masa Lalu?
Mimpi Nyata
Sahabat Lama
Perlahan Terkuak
Memilih Pergi
Pembunuh
Salah Paham
Tawaran (Lagi)
Pengorbanan
Kembali

Epilog

7.3K 724 93
Galing kay WFPublisher_Wisteria

Epilog

21 Juli 2021

Almara masuk ke dalam mobilnya yang ada di parkiran. Dia baru saja selesai bekerja di kantor yang sekarang sudah menjadi miliknya.

Almara menghidupkan mesin mobilnya dan segera menginjak gas mobil. Dia keluar dari parkiran dan melaju di jalan raya.

Dia mengetuk layar handphone 3 kali dan terlihatlah wallpapernya yang merupakan foto Ruha dan dirinya yang diedit. Dia menscrenshoot video yang ada di hp Ruha dan mengeditnya. Setidaknya hanya itu yang dimiliki Almara.

Sudah lewat 5 tahun, tapi Almara masih belum bisa melupakan Ruha. Hatinya tidak pernah beralih dari Ruha sama sekali. Dia sering menolak pria yang ingin mendekatinya dengan alasan sudah menikah.  Toh memang benar jika dia sudah menikah dengan Ruha. Cincin yang diberikan Ruha saja masih tersemat di jari manisnya selama 5 tahun.

Almara menatap layar handphonenya sekilas yang menampilkan waktu. Malam itu pukul 10 malam. Almara segera melajukan mobilnya agar segera pulang.

Tringgg

Handphone Almara yang ada di dashboard berdering menandakan ada telepon masuk. Dia mendapati nomor Damar yang menelponnya. Almara mengambilnya sambil tetap fokus ke jalanan meskipun saat itu sedang sepi.

"Halo.."

"Kakak lagi dimana?"

"Udah dijalan pulang. Kenapa?" Almara mengerutkan dahi bingung saat terdengar bisikan disana.

"Jangan bilang kamu lagi ngadain pesta di rumah?!"

"Ih, enggak! Aku lagi belajar kelompok sama temen kampus."

"Kamu tuh kebiasaan selalu pesta di rumah. Kamu pikir kakak cari uang buat pesta kamu? Berhenti ngambur-ngamburin uang cuma buat hal kayak gitu!"

Almara mengembuskan napasnya kasar. Damar memang sering mengadakan pesta di rumah mereka dengan mengundang banyak teman kampusnya. Dia tidak pernah suka dengan hal seperti itu. Almara akan memarahi Damar habis-habisan dan membuat Damar malu di depan teman-temannya.

Merasa kesal, Almara langsung mematikan hpnya dan meletakkannya kembali kr dahsboard mobil.

Di perempatan jalan, Almara melihat sepasang kakek nenek sedang menyebrang jalan. Hatinya perlahan menghangat.

"Kalau aja kamu gak ngilang waktu itu, pasti kita bakalan ngerasain tua sama-sama." Gumam Almara sambil tersenyum tipis.

Senyum Almara sirna saat melihat sebuah truk yang seperti lepas kendali dari belakang kakek nenek tersebut. Dengan cepat Almara melajukan mobilnya, lebih laju dari truk yang lepas kendali.

Brukkk

Mobil Almara lebih dulu menabrak truk tersebut dari sisi kanan sehingga truk tersebut miring. Kakek dan nenek yang tadinya menyebrang terlonjak kaget karena suara benturan yang begitu keras. Orang-orang mulai berkerumunan mendekati mobil Almara dan truk tersebut.

Di dalam mobil, Almara berusaha menggerakkan tangannya. Kepalanya sudah berlumuran darah karena terbentur ke setir mobil. Wajahnya juga banyak terluka karena pecahan kaca menghantam tepat ke wajahnya.

"Ayo cepat keluarkan dia!" Teriakan seorang pria setengah tua sambil membuka pintu mobil Almara.

Orang-orang mengangkat Almara dan membawanya keluar dari mobil. Tubuh Almara dibaringkan ke tepi jalan dan diberi pertolongan pertama oleh wanita berjilbab hitam. Dia membalutkan perban ke luka di kepala Almara dan menekannya pelan agar pendarahan di kepala Almara berhenti.

Almara menatap langit yang saat itu bertabur banyak bintang. Dalam keadaan seperti itu pun dia masih membayangkan wajah Ruha.

"Udah telpon ambulan belum?" Tanya wanita berjilbab hitam yang menekan luka di kepala Almara.

"Udah, bentar lagi ambulan datang." Jawab salah satu pria yang tadi mengangkat Almara.

"Kak, bertahan, ya? Gak lama lagi ambulannya datang." Ucap wanita tersebut sambil menatap Almara.

Almara diam tidak mampu menjawab. Mulutnya seakan telah diberi lem sehingga menyulitkannya untuk sekedar mengucapkan terima kasih. Namun kejadian tadi membuatnya berusaha membuka mulut.

"Kakek.."

"Apa, kak?" Wanita itu mendekatkan telinganya ke mulut Almara karena suara Almara tidak begitu jelas.

"Kakek sama nenek tadi.. gimana.. keadaannya?" Tanya Almara pelan namun masih terdengar di telinga wanita tersebut.

"Mereka baik-baik aja, kak. Jangan ngomong dulu, kak. Takutnya nanti kakak tambah sakit."

Almara tersenyum tipis. Setidaknya pengorbanan yang dilakukannya tidak sia-sia. Dia tidak bisa membayangkan jika kakek dan nenek tadi tertabrak truk.

Tidak lama kemudian terdengar mobil ambulan. Almara masih mempertahankan kesadarannya sampai dia kini sudah berada di dalam mobil ambulan.

Di dalam ambulan, Almara dipakaikan alat oksigen pernapasan. Dia masih bisa melihat 2 perawat laki-laki dan perempuan yang sibuk memeriksa keadaannya.

"Jangan pingsan, kak." Ucap perawat perempuan itu yang masih terdengar jelas di telinga Almara.

Memakan waktu kurang lebih 10 menit, kini mereka sampai di rumah sakit. 2 perawat itu segera mendorong ranjang darurat ke dalam rumah sakit menuju ruang UGD.

"Siapkan semuanya."

Almara tertegun saat mendengar suara yang familiar di telinganya. Dia sudah berada di ruang UGD dan para perawat perempuan memakaikan banyak alat di tubuhnya.

Seorang dokter yang memakai masker menatap wajah Almara, begitu juga sebaliknya. Mereka terkejut secara bersamaan. Mata dokter itu menyiratkan banyak kekhawatiran dan mata Almara menyiratkan banyak kebingungan.

Seorang perawat menyuntikkan bius ke lengan Almara. Mata Almara melemah dan hampir tertutup rapat. Setetes air mata keluar bersamaan dengan matanya yang tertutup rapat.

***

"Kak, bangun dong."

"Maafin Damar karena sering pesta di rumah. Damar janji gak akan gitu lagi. Udah 2 hari loh kakak gak bangun. Masa kakak mau ninggalin Damar lagi?"

Almara berusaha mati-matian menahan senyumnya. Dia sebenarnya sudah sadar sejak 5 menit yang lalu. Tapi dia tidak membuka matanya karena ingin mendengar Damar yang menangis memintanya untuk bangun.

"Selamat siang."

Almara langsung membuka matanya saat mendengar suara seorang pria. Dia beranjak duduk dan memperhatian dokter tersebut. Tapi sedetik kemudian bahunya merosot.

Semua orang terkejut memperhatikan Almara yang baru sadar tapi sudah beranjak duduk.

Sadar semua mata menatapnya, Almara langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal kemudian kembali berbaring.

"Kakak udah sadar?!" Pekik Damar sambil menggenggam erat tangan Almara.

"Hm." Jawab Almara singkat karena seperti sedang main film. Sudah tahu jika dirinya bangun tapi masih ditanya.

Dokter pria tersebut mulai memeriksa kembali keadaan Almara.

"Mainan kakak mana?" Celetuk Almara tiba-tiba sambil menatap Damar.

"Mainan apa?" Tanya Damar sambil mengerutkan dahinya.

Almara ikut mengerutkan dahinya kemudian menggelengkan kepalanya. Entah kenapa pertanyaan itu tiba-tiba muncul di pikirannya dan mulutnya refleks bertanya.

"Kondisi kamu belum sepenuhnya pulih karena benturan di kepala kamu sangat keras, jadi kamu harus lebih lama di rawat inap."

"Dok, siapa dokter yang mengoperasi saya?"

"Itu Dokter Ruha."

"Saya mau ketemu Dokter Ruha sekarang." Ucap Almara sambil beranjak duduk.

Dia yakin jika yang dilihatnya sebelum operasi adalah Ruha. Dia sangat yakin dan ingin memastikan sekali lagi.

"Baik, nanti saya panggilkan."

Setelah dokter itu pamit keluar, Damar menatap Almara lama. Almara yang ditatap seperti itu mengerutkan dahinya bingung.

"Banyak orang yang ngucapin makasih ke kakak karena udah ngorbanin diri sendiri demi kakek dan nenek yang nyebrang jalan. Semua hadiah itu dari orang-orang buat kakak." Ucap Damar sambil menunjukkan tumpukan kado di atas sofa yang tidak jauh dari ranjang Almara.

"Orang-orang baik banget sama kakak, gak kayak kamu." Sindir Almara yang membuat Damar mengalihkan pandangannya.

"Iya, maaf. Aku janji bakalan nurut terus sama kakak."

Almara memegang kepalanya sambil mengerjapkan matanya berkali-kali. Kepalanya terasa sangat berat seakan ditimpa beton.

"Kakak kenapa?" Tanya Damar dengan paniknya.

Tenggorokan Almara terasa sangat sakit dan panas dan dia mulai batuk. Betapa terkejutnya Damar saat Almara batuk darah begitu banyak. Dengan cepat dia berlari keluar dari ruang rawat Almara untuk segera memanggil dokter.

Lagi-lagi yang terakhir kali ditatap Almara adalah Ruha. Kali ini dia yakin jika semuanya bukan halusinasi yang biasa menghantuinya. Sentuhan tangan Ruha di pipinya terasa sangat nyata. Raut wajah panik sama persis seperti beberapa tahun yang lalu saat dirinya sakit. Ruha sama sekali tidak berubah. Akhirnya doanya didengar setelah sekian lama menunggu Ruha kembali padanya.

***

Almara tidak menurunkan senyum di bibirnya sejak ia sadar 1 jam yang lalu. Matanya terus mengikuti dokter yang setengah wajahnya tertutup masker.

Sedari tadi mereka hanya saling diam dengan dokter tersebut yang sibuk memeriksa keadaan Almara.

Saat tangan dokter itu akan membenarkan selang infus di tangan Almara, tiba-tiba Almara menggenggam tangan dokter itu. Dia perlahan menurunkan masker yang menutupi setengah wajah dokter tersebut.

"Kamu beneran Ruha, kan?"

Dokter yang dipanggil Ruha itu langsung memeluk Almara dengan erat. Sejak tadi jantungnya hampir terlepas dari tempatnya karena kondisi Almara yang tiba-tiba drop dan memuntahkan banyak darah. Dia sudah berpikir macam-macam takut Almara akan meninggalkannya. Dia tidak mampu lagi berkata-kata semenjak Almara sadar 1 jam yang lalu.

"Siapa yang ngizinin kamu buat ninggalin aku 5 tahun yang lalu? Siapa juga yang ngizinin kamu buat gak ketemu sama aku?" Tanya Almara sambil melepaskan pelukannya.

"Maaf, Almara. Aku gak punya pilihan lain." Ucap Ruha sambil mengusap lembut pipi Almara.

"Selama 5 tahun ini aku ngabisin waktu buat nunggu kamu. Kalau dari awal aku tahu kamu kerja di rumah sakit ini, aku pasti udah nemuin kamu."

"Aku sering lihat kamu diam-diam. Tapi aku gak berani ketemu kamu secara langsung."

"Kenapa?" Tanya Almara sambil mengerutkan dahinya.

"Aku takut kamu gak bisa lupain aku. Dulu aku minta kamu buat hidup bahagia tanpa aku. Kesannya kayak egois kalau aku tiba-tiba datang di kehidupan kamu lagi."

Almara langsung memukul lengan Ruha setelah mendengar penjelasannya.

"Gimana mau bahagia kalau orang yang bisa buat bahagia aja pergi." Ucap Almara sambil menatap Ruha.

"Maaf."

"Gak usah minta maaf. Aku mau kita nikah." Ruha membulatkan matanya kaget setelah mendengar ucapan yang spontan keluar dari mulut Almara.

"Jangan nolak. Kamu juga udah jadi manusia, kan?" Tanya Almara.

Memang benar jika Ruha sudah menjadi manusia seutuhnya dan bisa menua. Tapi kenapa tiba-tiba Almara ingin menikah dengannya?

"Kamu serius?" Tanya Ruha yang membuat Almara langsung menganggukkan kepalanya dengan mantap.

"Kali ini kita nikah di dunia manusia, bukan lagi di dunia hantu."

Ruha dan Almara tersenyum. Mereka memang harus menikah sekali lagi agar sah di dunia. Sekali lagi mereka saling berpelukan untuk melepas rindu yang lama terpendam dalam hati mereka.

                                    *TAMAT*

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

561K 85.3K 74
Cocok untuk kamu peminat cerita dengan genre #misteri dan penuh #tekateki, juga berbalut #action serta #scifi yang dilatarbelakangi #balasdendam. Kas...
6.3M 484K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
11.2K 1.4K 42
Ada seorang gadis dari Nusantara bernama Arum. Dia pergi ke negeri China demi menggapai cita-citanya yang sangat nyeleneh. Apa cita-cita tersebut? Da...
20.4K 2.1K 41
[COMPLETED] Dikucilkan, diberikan makian, bahkan tak sungkan beberapa orang justru telah mengejeknya tidak karuan tentang sosok Anya Alegreya, anak...