Dreaming Alone [Published]

By vanilla-twilights

1.1M 74.2K 2.9K

[Sudah terbit] ❝Is it me that you see when you fall asleep? Cause I know it's you I dream about every night.❞... More

prologue
i. who likes monday?
ii. caught in the act
iv. saturday night
v. some advice
vi. she should let him love her
vii. the pain
viii. punishment
ix. thank god it's friday
x. why did he leave her alone?
xi. plans
xii. but i can't swim!
xiii. puberty hits him like a truck
xiv. fortunately he's here
xv. is he the one?
xvi. you're not good at tidying things up
xvii. can't help but smile
xviii. two hundred problems and a misunderstanding
xix. never been worse
xx. you're so unbelievable
xxi. a thousand miles
xxii. he should've been my mother
xxiii. emergency alert, i have nothing to wear!
xxiv. this dress makes me look like ariana grande
xxv. under a trillion stars
epilogue
bonus chapter: devan's point of view
announcement!
another announcement

iii. can you stop playing with my feelings?

53.7K 3.3K 134
By vanilla-twilights

Status: Edited

Bel tanda pulang sekolah akhirnya berdering juga, murid-murid yang sejak delapan jam yang lalu terkungkung di dalam gedung bercat putih ini akhirnya berhamburan keluar bagai menghirup udara segar. Kabar baiknya, hari ini hari Jumat. Hari dimana berakhirnya siksaan fisik, mental, dan batin berakhir.

Oke, yang terakhir itu terdengar agak terlalu berlebihan.

"Kay, Mai! Hari ini musik ngumpul nggak?" tanyaku pada kedua temanku yang sedang repot memasukkan barang-barang mereka ke dalam tas.

Setiap hari Jumat memang jadwalnya anak-anak musik ngumpul. Aku, Kayla, Maira, Rafa, dan Ben ikut ekskul musik. Kecintaanku terhadap musik adalah alasan kenapa aku ikut ekskul ini. Alasan lainnya adalah, banyak cogan. Jujur, aku dan Kayla sering banget fangirling sama anak-anak musik. Mulai dari yang seangkatan sampai kakak kelas. Like, who doesn't like cogan?

"Rin, Kay, Mai, gue duluan ya! Mau saman dulu," pamit Adira pada kami bertiga. "Salam buat Kak Adlan."

"Halaah katanya setia sama Ben, kok sekarang sama Adlan?" tanggapku.

"Tahu nih mending Ben buat gue," celetuk Zetta yang mengundang tatapan tajam dari Adira. "Hahaha canda Dir, mana mungkin gue demen sama bocah kayak Ben gitu."

"Serah lo deh ah Ta. Ya udah gue mau saman dulu, entar dimarahin sama kakaknya. Byeee Raisa pergi dulu!" kata Adira sambil memberikan kiss bye-nya.

"Ih Raisa juga ogah disamain sama lo!" kata Kayla sambil menjulurkan lidahnya pada Adira.

"Oh iya, Resta nge-LINE gue katanya hari ini musik, ya udah yuk cepetan entar telat." Maira langsung melangkahkan kakinya menuju ruang musik, diikuti oleh aku dan Kayla.

Ruang musik terletak di lantai satu, berseberangan dengan lab multimedia yang kini sedang penuh dengan anak-anak ekskul IT. Saat aku, Kayla, dan Maira masuk ke ruangan, ruang musik sudah ramai dan sangat berisik dengan anak-anak yang asyik sendiri dengan alat musiknya masing-masing, mayoritas mereka sedang memainkan gitar.

Aku juga sebetulnya lumayan bisa memainkan gitar, tapi Kak Tita, kakak kelasku menganjurkanku untuk jadi vokal. Mungkin karena permainan gitarku tidak begitu baik dibandingkan yang lainnya. Akhirnya aku pindah ke vokal bersama Kayla dan Maira.

"Tenang semua." Suara berat Kak Wildan terdengar ke seluruh penjuru ruang musik yang luas. Semua yang sedang sibuk sendiri langsung mengalihkan perhatiannya ke sang ketua ekskul musik. "Hari ini buat yang kelas 10, kita bakal ngetes kalian satu-satu."

"Maksudnya kak?" seorang cowok yang tak kukenal namun yang kutahu bernama Bima bertanya.

"Kita mau liat gimana bakat lo masing-masing. Sekarang mulai dari yang gitar dulu. Buat yang gitar bakal dinilai sama gue dan Gilang. Jadi, tunjukkan yang terbaik," tantangnya sambil menyilangkan tangannya di dada.

Kami langsung berpandangan satu sama lain karena ini begitu mendadak. Aku bahkan tidak tahu harus menyanyikan lagu apa nanti.

"Nggak usah panik," suara lembut Kak Tita terdengar. "Bawain aja lagu yang kira-kira menurut kalian, kalian tuh keren banget kalo bawain lagu itu. Genrenya bebas. Yang udah siap, silakan maju ke depan."

Seorang cowok kurus jangkung mengambil gitarnya dan duduk di kursi yang sudah disediakan di depan. Cewek-cewek langsung fangirling enggak jelas. Jelas, karena ini orang gantengnya pake banget. Apalagi alisnya. Ya Tuhan.

Namanya Devano Erlangga, anak kelas 10 IPA 1. Panggilannya Devan. Aku tahu dia, tapi dia nggak tahu aku. Sepertinya. Yang jelas aku dan dia itu bisa dibilang beda kasta. Dia populer, dan aku sebaliknya.

"Eh eh," Kayla mencolek-colek bahuku. "Liat deh pacar gue lagi main gitar OMG."

Aku melihat kedepan dan kagum akan kepiawaiannya dalam memetik senar-senar gitar itu. Gila. Aku kalah telak.

"Pacar? Nyapa aja nggak berani, udah bilang pacar. Ckck." Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. "Udah sih sama Rafael aja, udah paling bener itu."

"Dih jijik gue sama dia."

"Sampe lo berdua jadian, lo bayar gocap sama gue. Deal?"

"Deal."

Aku sedang sibuk bersalaman sama Kayla untuk taruhan tadi, tiba-tiba Maira berdecak.

"Yah, berkurang deh populasi cogan single di sekolah kita," katanya.

Aku dan Kayla saling berpandangan.

"Emang kenapa Mai?"

"Masa si Devan udah taken, nggak seru banget. Liat aja nih statusnya." Maira menunjukkan ponselnya.

"Ya elah kan cuma buat fangirling doang," kataku.

"Tetep aja nggak seru!"

Semua bertepuk tangan dengan meriah, lebih meriah dari biasanya karena memang Devan dipuja oleh cewek-cewek seantero sekolah. Aku tak habis pikir. Maksudku dia emang ganteng, tapi menurutku mereka agak terlalu berlebihan. Bahkan salah satu temanku ada yang mengemis-ngemis minta diantar pulang sama dia. Mungkin Devan memang baik, jadi ia bersedia untuk mengantar cewek itu pulang.

Setelah semua pemain gitar maju, kini giliran anak-anak vokal yang maju. Jantungku berdebar. Ini bukan kali pertamanya aku bernyanyi di depan umum, tapi jika dalam satu ruangan berisi semua teman sekolah melihatmu, itu lebih mendebarkan daripada bernyanyi di depan seribu orang yang tidak dikenal.

"Siapa yang mau maju duluan?" tanya Kak Wildan.

"Aku!" aku memandang ke arah suara itu. Cewek dempulan yang waktu itu minta dianterin sama Devan.

"Oke, Viola. Maju kedepan. Yang nilai gue sama Farhan." Kak Tita memegang buku berwarna hijau tua yang mungkin berisi penilaian penampilan kami semua.

Viola langsung maju dengan gaya super pedenya. Aku jadi iri. Kapan aku punya kepercayaan diri sebesar itu? Kepercayaan diriku hanya sebesar kutil. 

Ia mulai menyanyikan lagu All of Me-nya John Legend yang sempat nge-hits banget beberapa waktu lalu.

My head's under water

But I'm breathing fine

You're crazy and I'm out of my mind

Cause all of m—

"Oke makasih Viola, itu cukup." Kak Tita menuliskan sesuatu di bukunya.

Aku melihat Viola mendengus kesal, sepertinya ia tidak suka nyanyiannya dipotong. Ia mengibaskan rambut panjang lurusnya dan kembali ke tempat duduknya semula bersama beberapa cowok di belakang.

"Selanjutnya?" Kak Farhan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

"Lo aja, Rin!" bisik Kayla sambil mendorongku ke kanan.

"Ih apaan gue ga mau!" sanggahku.

"Ih, cepetan lo aja, Arin!" Maira yang berada di samping kananku mendorongku ke arah sebaliknya.

Dan terjadilah aksi dorong-mendorong, tak sadar kalau dari tadi banyak orang memerhatikan kami dengan tatapan aneh. Termasuk kakak-kakak di depan.

Mampus, batinku.

"Kamu yang di tengah, maju ke depan," tunjuk Kak Tita.

"Aku, Kak?" aku menunjuk diriku sendiri.

"Iya, kamu... Hmm... Arinda kan?" katanya sambil mengingat-ingat.

Hebat! Akhirnya ada juga yang mengingat namaku.

"I-iya Kak."

Dengan langkah ragu aku mulai maju ke depan ruangan. Darahku seperti mengalir semua ke tanganku, membuat tanganku bergetar. Aku benar-benar gugup. Dan aku sama sekali tidak tahu harus menyanyikan lagu apa.

Dan semua mata memandang ke arahku.

Ya Tuhan, tolong aku.

"Almost is Never Enough, Rin!" teriak Resta.

"Ayo, tunggu apa lagi?" kata Kak Farhan.

Aku menarik nafas panjang dan mulai menyanyikan bait pertama lagunya Ariana Grande itu. Kalau suaraku sebagus Ariana, mungkin kepercayaan diriku akan bertambah dua ratus kali lipat. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Aku Arinda, bukan Ariana.

Aku berharap Kak Tita akan menghentikanku secepatnya. Tapi nyatanya, tidak ada yang menghentikanku. Tanganku bergetar hebat sekarang, bahkan bibirku juga ikut bergetar.

Dan fyuh, akhirnya aku menyelesaikan lagu itu tanpa melakukan sesuatu yang memalukan.

Aku menunduk, takut akan reaksi teman-temanku akan seperti Viola tadi, diam saja. Atau bahkan lebih buruk.

Plok! Plok! Plok!

Apa aku tidak salah? Aku mendengar suara tepuk tangan.

"Eh? Suara kamu bagus, Arinda. Cuma coba deh lebih pede lagi," komentar Kak Tita sambil tersenyum hangat ke arahku. "Dan ekspresinya, jangan kaku gitu. Dibawa santai aja," sarannya.

Aku hanya bisa tersenyum malu dan berjalan kembali ke tempatku.

"Rin, tukeran pita suara sama gue, yuk," kata Angga, seorang cowok yang sebelumnya duduk di sebelahku.

"Lo kan cowok, pea."

"Oh iya, lupa hehe."

-:-:-

Seperti biasa aku menunggu Mama untuk menjemputku di depan pos satpam. Tiba-tiba ada seorang cowok  yang tampak familiar dengan jaket abu-abu duduk di sebelahku. Tunggu dulu.

Itu Dika.

"Nda," panggilnya.

Berbeda dengan orang kebanyakan, Dika selalu memanggilku dengan sebutan 'Nda', bukannya 'Rin'.

"Apaan," jawabku sekenanya.

Dengan melihat dirinya saja, aku jadi mengingat peristiwa kemarin di rumah Zetta, juga pembicaraan dia dan Rafa. Dan hati ini kembali berdenyut sakit ketika berada di dekatnya.

"Jutek amat sih, Nda. Gue salah apa sih sama lo?"

Ya, sebetulnya nggak ada sih.

"Banyak. Lo kan jahat," jawabku berusaha terlihat sedang bergurau meski keadaan hatiku sekarang adalah kebalikannya.

"Iya deh Arinda yang cantik," katanya. "Apa kata lo aja."

Aku tahu itu hanyalah sebuah gurauan, tapi jantungku berdetak lebih cepat berkali-kali lipat hanya karena kata-kata tak berarti yang diucapkan olehnya.

Plis, Arinda. Nggak usah bawa perasaan.

"Nda, lo jago main gitar kan ya?" tanya Dika sambil menggaruk-garuk tengkuknya.

"Nggak jago, cuma bisa kunci-kunci dasar doang."

"Ah, gue pernah liat lo main gitar jago banget, jangan sok litotes deh."

Andika Chandra, can you stop playing with my feelings?

"Terserah lo aja, gue cuma bilang yang sejujurnya. Emangnya kenapa sih?"

"Lo mau nggak, ngajarin gue main gitar?" tanyanya dengan mata berbinar, aku menatapnya tak percaya.

Dika minta aku mengajarinya cara bermain gitar?

"Hmm... Boleh aja sih, tapi kapan?" tanyaku.

"Senin sore di ruang musik. Boleh nggak?" tanyanya dengan wajah memohonnya. Tolong, jangan tunjukkan padaku wajah itu. Aku tidak akan bisa menolaknya.

Aku mengangguk pelan.

"Thanks, Nda! Eh, gue pulang dulu ya. Udah mendung nih." Dika berdiri dan mengacak rambutku.

Sial, sekarang aku harus olahraga jantung lagi.

"Iya, hati-hati ya."

Apakah aku salah menyutujuinya?

-:-:-

a.n

i changed the group name to camaraderie (in the chapter 1) bc twas too weird lmao

vanilla

Continue Reading

You'll Also Like

3.8K 2.8K 25
Ini cerita yang aku benci, tentang bagaimana jiwa ku kembali ketempatnya, kenangan kembali bersinggah di hatiku, bagaimana aku dapat kembali menemuka...
2.8K 1.4K 43
Hanya seseorang yang ingin bercerita mengenai kehidupannya melalui diksi yang dirangkai sedemikian rupa menjadi sebuah puisi. Hi, readers! Jangan lup...
2.3K 1.6K 20
"Kita bertemu karena sebuah janji, dan kita hanya akan berpisah karena sebuah takdir." -SetaLyna •°•°•°•°•°•°🌛☀️🌜•°•°•°•°•°•° Sejak kedua orang tua...
266 96 6
Kisah tentang seorang Nayanika Zeline Anagata. Tentang perjuangannya mendapatkan kasih sayang orang tua. Tentang perjuangannya mendapatkan cinta dari...