Crimson Ties Behind the Scene...

By TazKingdom

86.7K 4.8K 499

Memasuki Chukyo Gakuen merupakan kebanggaan bagi siapapun. Namun dibalik sekolah elite tersebut menyimpan ban... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22 (New Story)
Chapter 23 (New Story)
24 A: Minato's Story (New Story)

Chapter 4

3.2K 227 29
By TazKingdom

Di suatu bangunan, dengan cahaya-cahaya lampu yang menyinar sepanjang ruangan berderet lukisan-lukisan, bahkan seni-seni ukir maupun patung dari berbagai macam daerah di Provinsi Jepang. Karya-karya tersebut bukanlah karya yang berasal dari pelukis kawakan atau handal dari daerah dataran barat atau manapun. Lukisan maupun seni tersebut berasal dari karya-karya anak SD maupun SMP yang berbakat, dan berada di daerah Jepang. Namun, bukan hanya sembarang anak SD, SMP, maupun SMA yang bisa mengikuti ajang perlombaan sekaligus pameran ini. Anak-anak yang bisa mengikuti acara ini hanyalah anak-anak yang memiliki bakat seni tinggi di dalam dirinya. Oleh karena itu, bagi para penggila seni, ajang ini merupakan ajang berbakat. Terutama bagi anak-anak sekolahan.

Seorang anak berambut—panjang—pirang sedang memandang nanar ke depan. Ia memandang kumpulan orang tua dan juri yang sedang memandang kagum suatu lukisan. Kosong. Hanya itulah yang bisa dirasakan oleh anak berambut pirang tersebut, ketika tidak ada satupun pengunjung yang mendatangi tempat disimpannya karyanya. Ini sungguh menyebalkan. Semua orang hanya terpaku pada satu lukisan yang menampilkan dua sosok wajah yang diguratkan oleh cat kanvas. Satu dengan wajahnya yang dicat berwarna merah, dan satu lagi kuning. Ha—ah, Walaupun, diakui gambar tersebut unik, dan terkesan berbeda dari tampilan-tampilan seni lainnya, anak berambut panjang—pirang tersebut tidak akan mengakui kelebihan gambar tersebut.

"Waaaahhhh, gambarmu indah sekali senpai," terdengar suara anak kecil dari arah belakang anak berambut pirang tersebut. Matanya berbinar-binar takjut, memandang lukisan yang dimiliki sang anak berambut pirang tersebut.

Anak kecil berambut pirang membalikan badannya. Ia memandang anak berambut merah yang dua tahun lebih muda darinya berdiri di belakangnya. Anak ini… anak berambut pirang tersebut mengepalkan kedua tangannya. Tidak disangka orang yang sekarang ini sedang dibenci oleh dirinya adalah orang yang berdiri di depannya. Dia benar-benar sialan! Dia adalah orang yang mendekati dirinya. Dia adalah orang yang meminta dirinya untuk diajari, dan dia yang telah merenggut semua cita-cita anak berambut pirang tersebut.

"Selamat..," kata anak berambut pirang tersebut dengan perasaan bitter. "Selamat kau telah memenangkan perlombaan ini..," lanjutnya, ketika senyuman hambar tersirat di bibir sang pemilik rambut pirang.

Mata anak berambut merah tersebut membelalak sejenak. "Arigatou…," katanya dengan perasaan sangat senang karena telah mendapatkan kata-kata yang paling ditunggunya dari senpai ter-favorite-nya. Ia tidak menyadari jika seulas kebencan tersirat di diri orang yang paling dikaguminya.

Crimson Ties Behind the Scene

Disc: Masashi Kishimoto

Rat: M

Pairing: SasuNaru

Warn: Penuh flashback (sesuai judul), OOC, miss typo, dll

Don't like, don't read!

Chapter 4: Cemburu

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" Itachi berteriak sekeras-kerasnya di pagi hari cerah ini.

Naruto yang sedang tertidur langsung terbangun, dan merubah posisi menjadi terduduk. "Apa?! APA?!" seru Naruto dengan kondisi yang masih setengah mengantuk. "Apa?!" lanjutnya, ketika dia melihat ke kiri dan kanan—panik.

Jari telunjuk Uchiha sulung menunjuk ke arah tembok. "Li—lihatlah!" katanya, dengan suara gemetar. "Lihatlah!" lanjut Uchiha sulung, ketika Naruto mengedipkan matanya—melihat ke arah yang ditunjukan oleh jari telunjuk Uchiha sulung.

Pemuda berambut pirang memandang tembok di depannya. Ia melihat jika di tembok-tembok di sekitarnya terdapat foto-foto atau poster yang menampilkan gambar sosok berambut panjang berwarna pirang yang bisa dibilang ya… termasuk jajaran cowok-cowok tampan. Oh, man! Foto siapa itu? Naruto berdiri dari atas lantai. Dengan takut-takut, dia berjalan ke arah Itachi. A—apa ini? Masaan Naruto pernah lihat orang yang ada di dalam poster itu, tetapi siapa ya? Naruto mencoba mengingat-ingat cowok di dalam poster-poster yang memenuhi markasnya—bingung sendiri.

Naruto berdiri di samping Uchiha sulung.

"Ki—kita ada yang me-nerror!" gumam Uchiha sulung dengan ekspresi wajah tegang. Ia mengalihkan perhatiannya pada wajah Naruto.

Te—terror?

Naruto mengedipkan matanya—tiga kali—ketika matanya pun memandang mata onyx Uchiha sulung. "Ki—Ki—Kita ada yang me-nerror?!" Naruto membeo, mengulang perkataan Uchiha sulung.

Kedip.

Naruto dan Itachi saling pandang.

Kita ada yang me-nerror?

Naruto dan Itachi saling pandang.

Kedip.

Naruto dan Itachi saling pandang.

Kita ada yang me-nerror?

Naruto dan Itachi saling pandang.

Kita ada yang me—

"KYAAAAAAAAAAAA!" teriak Naruto dan Itachi secara bersamaan, mulai ababil alias ABG labil plus out of character. Tanpa pikir panjang mereka langsung berpelukan kayak teletubies.

Oh man. Oh God. Oh yeah. Ini benar-benar hebat! Siapa yang mengira jika markas manusia pembokat seperti mereka akan ada yang me-nerror? Itachi dan Naruto mulai berputar-putar, tertawa sambil bergenggaman tangan—sinting. Hahaha.. Hahaha.. mereka tertawa kesenangan—merasa hebat sendiri karena di jaman seperti ini masih di-terror, tidak menyadari jika foto-foto tersebut bukan hanya di markas mereka, tetapi di setiap gedung yang dihuni oleh asrama-asrama lainnya juga.

Naruto melepaskan genggaman tangannya pada Itachi. Ia berlari ke arah sahabatnya yang masih terbaring di atas lantai beralas kain sarung. "Nagato, Nagato bangun!" seru Naruto sembari mengguncang-guncangkan bahu Nagato—semangat. "Kau tahu? Kau tahu? Kau tahu? Kita ada yang me-nerror!" katanya—tidak penting.

"Ughhhh..," gumam Nagato ketika matanya masih terpejam, dan posisi tidur miring. Ia memegang perutnya—mulas.

Naruto berhenti mengguncang-guncangkan tubuh Nagato. "Kau kenapa Nagato?" tanyanya, khawatir, langsung lupa dengan foto tidak jelas yang tersimpan di sepanjang dindingnya.

Itachi menghela napas—berat, nan pengertian. "Aku tahu terror ini memuakan dan membuat sakit perut..," gumam Uchiha sulung pada Nagato, serius. "Narsisme, terlalu percaya dirisme, brutalisme, dan arrogant—

"CUKUP, ITACHI UCHIHA!" seru Nagato—lengkap banget manggil nama Itachi, menghentikan perkataan Itachi yang semakin membuat sakit perut. "Aku mohon cukup..," gumam Nagato sambil merintih tidak jelas. "Ooookkkkkk.. A—aku benar-benar ti—tidak tahan..,"seru Nagato, ketika dia merasakan perutnya semakin sakit, dan membuang 'sesuatu' yang sudah ada di ujung tanduk. Ia berguling-guling di atas lantai kesakitan.

Naruto mengalihkan perhatiannya pada Itachi. "Uchiha Itachi, bagaimana ini?" tanya Naruto pada ketua asrama pembokatnya. "Na—Nagato ingin buang air besar..," lanjutnya, dengan ekspresi sedih. "Dia sepertinya terkena penyakit disentri..," kata Naruto, sambil mengelus pundak Nagato, menenangkan sahabatnya.

Itachi mengangkat sebelah alisnya.

Haduuuh, gimana nggak sakit perut? Kerjaan mereka cuman makan ramen saja. Itachi menerawang ke depan. Ia mengingat kasus beberapa hari lalu. Kasus dimana dia telah membawa makanan untuk dua anak asuhannya. Ha—ah, kasus yang benar-benar nista dan menyentuh sanubarinya yang paling terdalam, hingga Itachi pun ingin melempar meja rasanya.

Flashback.

"HUWEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!" Naruto mewek sambil duduk di atas lantai, mirip kayak bocah lima tahun ketika meminta balon kepada ibunya. "RAMEEEENNNN!" teriak Naruto—berlebihan. "Ramennnnnnnn!" lanjutnya, ketika Uchiha sulung sibuk memijat-mijat pelipisnya—sakit kepala dengan tangisan dan teriakan Naruto.

"Sabar, Nar! Sabar..," gumam Nagato sambil memeluk Naruto. Ia pun menghapus air mata yang terdapat di sudut matanya—berlebihan.

Itachi benar-benar tidak pernah habis pikir dengan pola pikir Naruto. Di saat dirinya menukarkan bahan-bahan makanan mewah (Chapter 3) dengan ramen, Naruto malah menangis. Ia sampai melempar sayuran, daging, bahkan segala macam bahan makanan tersebut ke atas lantai ketika matahari terbit. Ramen! Ramen! Ramen! Pemuda berambut pirang tersebut terus berteriak, mencari-cari ramennya yang jumlahnya sekoper dan telah menghilang—ditukar. Gila! Rupanya Naruto benar-benar pecinta ramen. Dia hanya rela makan ramen dibandingkan dengan makanan lainnya.

Mau bukti?

Lihat aja, nih!

"Diam, Naruto! Aku mohon diamlah, dan berhentilah menangis!" teriak Itachi, mulai terkena gejala migraine. "Aku bersumpah akan membuatkanmu steak, tumisan sayuran atau apapun yang kau mau asalkan kau berhenti menangis!" seru Itachi, menawarkan Naruto dengan makanan-makanan sehat sekaligus enak.

Naruto berhenti menangis. Ia memandang Itachi yang juga sedang memandangnya.

Pandang.

Itachi dan Naruto saling pandang.

Pandang.

Itachi dan Naruto saling pandang.

Pan—

"Huweeeeee RAMEEENNNN!" teriak Naruto, kembali menangis. Ia ingin ramennya sekarang juga. "RAMEEEENNNNNN!" lanjut Naruto dengan kepala didongakan, ketika Nagato memandang Itachi dengan wajah penuh dendam dan mulut dimanyunkan, seperti menyalahkan Itachi karena telah membuat Naruto lebih menangis.

Nagato memeluk Naruto. Ia menyandarkan kepalanya di pundak Naruto. "Sabar, Nar!" gumam Nagato sambil mengelus-elus punggung Naruto. "Kita memang anak tiri, dan selalu akan seperti itu..," lanjutnya, dengan tangisan Bombay. "Orang yang mengajak kita gabung jadi pembokat dan diharap menyayangi kita tidaklah menyayangi kita..," lanjutnya, sebelum membenamkan wajahnya di pundak Naruto. "Tragis..," gumam Nagato—menyedihkan.

Mendengar perkataan Nagato, Itachi menjadi membatin. Kedua anak yang sedang berpelukan tersebut tidaklah tahu jika ramen mereka ditukar dengan bahan makanan oleh Itachi. Mereka hanya tahu ramen tersebut telah ditukar oleh penjahat yang menyusup ke markas mereka. Ha—ah, sebenarnya Itachi menukarkan bahan makanan karena dia tidak mau asrama lain kelaparan atau dirinya menjadi seorang pencuri. Dia benar-benar tidak tahu jika pemuda berambut pirang tersebut adalah pecinta ramen, sehingga malam itu dia hanya menyerang level rendah kedua asrama, dan menukar ramen tersebut dengan bahan makanan. Tidak mengambil atau mencuri. Tetapi menukar! Ingat itu!

"Baik, baik!" seru Itachi, habis kesabaran Mengiyakan keinginan Naruto dan Nagato daripada otaknya pecah karena gila. "Aku akan membuatkan ramen untuk kalian!" lanjutnya, ketika dia mengingat dia telah mengambil tepung juga dari kantin.

Naruto dan Nagato berhenti menangis. Mereka memandang Itachi dengan mata berbinar-binar. "Be—benarkah?" tanya mereka, takjub. "Benarkah kau akan membuatkan mie ramen untuk kami?" tanya mereka lagi, berharap Itachi tidak berbohong pada mereka.

Itachi memutar kedua bola matanya. Bagus banget! Dia mulai seperti orang tua yang memiliki dua anak manja. Hahaha. Sekarang kesulitannya semakin bertambah. Dia harus membuat ramen dari tepung mula dengan kondisi dia tidak punya dapur untuk masak, dan skill memasak yang tidak memadai untuk membuat ramen.

Great!

Hidup Itachi semakin hebat, ketika malam nanti dia mulai kembali menyusup ke dapur sekolah untuk memasak.

Tahu gitu nggak usah ditukar!

Baru kali ini Itachi merasa menyesal hanya karena masalah sepele.

End Flashback.

Setelah Uchiha sulung hampir gila karena beberapa malam dia harus mengendap-endap, dan belajar masak ramen dari bahan bakunya, hidupnya semakin lebih 'bermakna' ketika berhadapan dengan makan pagi, siang, malam dengan ramen. Ha—ah, apa boleh buat? Akibat tidak punya waktu untuk membuat makanan lain, jadi dia terpaksa ikut keinginan kedua anak manja tersebut. Ya, Tuhan… jika dia masih berada di kediaman Uchiha, pasti dia sudah sakit perut karena tidak terlalih makan tidak sehat setiap harinya. Entah bagaimana caranya Naruto dan Nagato tetap bertahan memakan ramen. Terjelas mau ramen itu enak atau tidak, mereka tetap memakannya. Terlebih Naruto. Jika sudah melihat ramen, dia lupa akan segalanya.

Itachi menghela napas kembali. "Ha—ah, jika begitu hanya ada satu cara..," gumam Itachi, pasrah jika harus berhadapan dengan penyakit sakit perut.

Naruto mengerutkan keningnya. "Sa—Satu cara? Apa itu?" tanya Naruto pada Uchiha sulung.

"Ikuti aku!" ajak Uchiha sulung pada Nagato dan Naruto untuk keluar markas.

Dengan sigap, Naruto membantu Nagato untuk bangun dari atas lantai. Setelah itu, dia mulai melangkahkan kakinya menuju ke luar markas, ketika matanya menatap sesuatu yang kecil di atas lantai beralas semen.

Cat minyak?

Batin Naruto, ketika melihat wadah cat minyak berwarna yang terdapat di atas lantai.

.

.

"Senpai..," lirih pemuda berambut hitam yang tidak lain dan bukan adalah Nagato. "Aku bersumpah akan memanggilmu senpai seumur hidup tapi jangan memperlakukan aku seperti ini..," lanjutnya, dengan suara sedih setengah mati. "Huweeeeee..," Nagato mewek, ketika dirinya merasa Itachi begitu kejam. "Mana mungkin aku mau 'mengeluarkannya' jika dipandangi seperti ini?" lanjutnya, sambil menangis. Memandang Naruto dan Itachi dengan ekspresi miris. Naruto sweatdrop sebelum memandang Itachi dengan mata berbinar-binar, meminta agar Itachi mencari jalan keluar lain.

Naruto melihat keadaan Nagato. Ia pingin sekali tertawa, tetapi itu terlalu kejam untuk Nagato. Hahaha. Posisi Nagato sekarang sangat lucu di mata Naruto. Pemuda tersebut sedang berjongkok di atas sebuah lubang sambil membuka celana. Lubang tersebut tidak terlalu besar maupun kecil, penting bisa digunakan Nagato untuk membuang 'sesuatu' di dalam tubuhnya. Mhm… sebenarnya itu bukan lubang sembarangan. Lubang tersebut digali khusus, spesial, cuma-cuma, tanpa bayaran oleh Naruto dan Itachi. Baik, bukan? Hohoho. Siapa dulu? Itachi dan Naruto. Dua orang gila tersebut pun senyam-senyum sendiri, merasa bangga dengan ide mereka yang begitu brilliant (bagi mereka sendiri).

Itachi memandang Nagato dengan ekspresi datar. Mampus, nih, anak! Nasibnya benar-benar apes. Kamar mandi yang biasanya digunakan tiba-tiba tidak ada airnya. Selain itu, tidak mungkin Itachi mengajak Naruto dan Nagato mengendap-endap ke kamar mandi yang lain. Selain karena ada 'sesuatu' yang dijaga oleh Uchiha sulung, diapun tidak mau mengambil urusan atau berebutan dengan anak-anak asrama lain yang akan bersiap-siap ke sekolah, dan menggunakan kamar mandi.

"Baiklah!" seru Itachi—tenang. "Naruto, balik kanan, GRAK!" serunya, memberi komando pada Naruto, seperti sedang upacara.

Naruto dan Itachi pun secara bersamaan memberikan ketenangan pada Nagato sembari membalikan badan mereka.

Ha—ah, mudah-mudahan Nagato segera menyelesaikan masalahnya!

.

Beberapa saat kemudian..

"Sudah belum Nagato?" tanya Naruto dan Itachi pada Nagato karena mereka menunggu Nagato begitu lama.

Nagato sweatdrop mendengar pertanyaan Naruto dan Itachi.

Naruto dan Itachi membalikan badan untuk melihat keadaan sahabatnya.

"Na—Nagato?" tanya Naruto.

Bukannya tenang, Nagato malah semakin ingin menangis ketika melihat posisinya sekarang. Berjongkok di atas lubang sambil buka celana. Lalu.. Astaga! Untuk apa mereka diam disitu? Mereka itu sedang mengawasi Nagato atau apa? Nagato hampir tidak mengerti pola pikir Uchiha sulung dan Naruto. Dia tidak tahu jika Itachi dan Naruto mengaja Nagato takut-takut Nagato pingsan ketika sedang membuang air besar di atas tanah. Hahaha. Intinya, sih Naruto dan Itachi tidak ingin menemukan Nagato di dalam posisi miris seperti masuk ke dalam lubang ketika sedang buang air besar. Sungguh menyedihkan, tetapi entah kenapa Itachi dan Naruto menganggap itu lucu!

Nagato memasang wajah memelas ketika dua teman seperjuangannya memandang dirinya. "A—aku tidak mempunyai posisi enak untuk melakukannya..," bisik Nagato, miris.

Itachi memandang Nagato dengan ekspresi datar. Lalu, ia merasa hape-nya bergetar. Oh, yeah! Ini waktunya dia masuk sekolah. Alarm di hape-nya udah bunyi. Ha—ah, ya udahlah! Waktunya untuk serius. Itachi yang sok serius tanpa mikir panjang langsung hilang fokus terhadap Nagato. Ia tidak tersenyum, maupun apapun. Ia hanya memandang anak-anak seperjuangannya dengan ekspresi datar.

"Ya udah lah, ya~" kata Itachi, tiba-tiba tidak peduli. "Ini waktunya masuk sekolah, kau urusi temanmu itu!" katanya, enteng banget. Setelah itu, tanpa ba—bi—bu, Uchiha sulung pergi meninggalkan Nagato dan Naruto.

Mendengar perkataan seenaknya Uchiha sulung, mata Naruto terbelalak. "A—apa?!" serunya. Ia melihat Nagato—Itachi secara bergiliran sebelum akhirnya memutuskan untuk melihat punggung Uchiha sulung. "Kau mau pergi begitu saja?!" tanyanya, ketika Itachi melenggang pergi tanpa mendengar teriakan Naruto. "Hei, kau ketua yang tidak bertanggung jawab! HEI!" seru Naruto sampai akhirnya Itachi memasuki markas, dan menghilang dari pandangan.

"—SIAL!" umpat Naruto, kesal. Ia menendang udara di depannya.

Lalu?

Naruto memandang temannya dengan ekspresi Nagato. "Jadi, kita harus bagaimana?" tanya Naruto dengan wajah miris, ketika wajah Nagato sudah membiru nahan buang air besar—mengerikan.

Nagato memanyunkan bibirnya, dengan air mata yang sudah ada di sudut matanya kembali. "A—aku mau kamar mandi..," gumam Nagato, seperti bocah lima tahun yang menginginkan ibu ketika ditinggal di mall.

.

Ha—ah, sabar ya Nagato!

Tazmaniadevil

Lantai empat..

Kelas satu..

"Apa kau sudah mendengarnya?" terdengar seorang pemuda yang mulai bergosip tidak jelas. Pemuda yang dibayar Author cuman untuk bergosip di kelas yang sedang dihuni oleh anak-anak kelas satu.

"Iya, katanya foto-foto yang tersebar di setiap asrama adalah foto Deidara-senpai dari level atas asrama hitam..," jawab teman sebangku pemuda tersebut. Tertarik dengan topik pembicaraan yang dibawakan temannya. "Apa pihak wakil murid dan sekolah sudah menemukan siapa pelaku yang menempelkan foto-foto itu?" tanyanya, ketika masih ada beberapa hal yang membuat dirinya penasaran.

"Belum..," jawab pemuda tersebut pada teman—sebelah—bangkunya. "Tidak ada jejak sama sekali selain foto-foto itu..," informasinya—sok tahu banget, tetapi benar-benar tahu.

Teman sebelah bangkunya ngangguk-ngangguk—mengerti. "Paling pasti adalah orang-orang yang mempunyai kamera di sekolah ini..," komentarnya, mulai menambah bumbu pada gosip hot yang sedang beredar di pagi hari ini.

Ha—ah, kedua orang tersebut terus bergosip, ketika bangku mereka bersebelahan. Mereka tidak menyadari ada orang yang duduk di depan mereka sedang sibuk mendengarkan obrolan mereka. Sasuke Uchiha. Dengan ekpresi serius dia mendengarkan setiap obrolan di sekelilingnya. Chk, bukan bermaksud dia senang bergosip atau apapun. Ia memasang wajah serius, mendengarkan, dan menaruh kedua tangannya di bawah dagu, dengan sikut bertopang di atas meja, ketika matanya menatap lurus ke depan. Informasi. Itulah hal yang sedang digali pemuda Uchiha tersebut dari orang-orang sekelilingnya. Sedikitpun dia tidak boleh tertinggal informasi mengenai sekolah ini.

Krieeetttt..

Terdengar bunyi kursi yang digeserkan dari arah sebelah Uchiha bungsu.

Sasuke mengalihkan perhatiannya pada pemuda di sebelahnya. Pemuda yang memiliki rambut merah, berwajah baby face dan memakai seragam asrama putih. Sasori Sabaku. Jika tidak salah pemuda yang duduk di sebelah Sasuke adalah pemuda yang berasal dari level bawah, dan pernah seperahu dengannya, ketika perjalanan menuju ke Chukyo Gakuen. Mhm.. mungkin karena anak baru, sehingga dia menjadi anak anak level bawah. Haha. Dengan kata lain, menurut orang-orang Sasuke adalah orang sangat beruntung karena baru saja masuk asrama sudah berada di level menengah (semua anak baru—kecuali Sasuke—berada di level rendah terlebih dahulu sebelum naik level ke level menengah atau atas. Bisa dibilang asrama hitam melakukan diskriminasi, tetapi, siapa yang berani lawan Uchiha?).

Oh, iya!

Sebelum berbicara lebih lanjut mengenai alur cerita ini, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai kelas-kelas yang terdapat di Chukyo Gakuen. Sistem yang ada di dalam kelas sih sederhana. Seluruh anak yang berasal dari asrama hitam dan asrama putih diberi jadwal oleh pihak sekolah—melewati ketua asrama, dan dibagikan oleh ketua asrama pada masing-masing anggota asramanya. Sehingga, anak-anak yang berasal dari anak asrama hitam—putih terpaksa harus masuk ke dalam kelas yang sama, dan belajar bareng. Eits! Tetapi, mereka tidak boleh bertukar kelas atau bertengkar di dalam kelas. Kenapa? Karena jika mereka bertengkar di dalam kelas, terlebih ketika melakukan pertengkaran di depan guru, hukuman yang didapatkan akan sangat berat. Dikeluarkan adalah sangsi terberatnya. Alhasil, walaupun asrama putih dan hitam sekelas, akan terlihat gank-gank-an yang terdapat di dalam kelas. Bahkan, sampai formasi bangku pun sampai tersusun berdasarkan warna asrama mereka.

Tidak enak?

Itulah yang dirasakan oleh Uchiha bungsu.

Oh, lalu bagaimana caranya Nagato, dan Naruto bisa ikut belajar di Chukyo Gakuen?

Mereka mendapatkan jadwal dari Uchiha Itachi—'ketua' mereka. Sedangkan Uchiha sulung diberikan jadwal oleh kepala sekolah setelah dirinya dipanggil oleh kepala sekolah ke ruangannya. Hei, mereka tidak mendapatkan asrama bukan berarti keluar sekolah. Kepala sekolah mengijinkan Nagato dan Naruto untuk tinggal di dalam sekolah selagi mereka tidak melanggar aturan-aturan yang berada di dalam sekolah. Oleh karena itu, ya.. bisa dibilang mereka masih bisa tetap sekolah, walaupun akan banyak ketidaknyamanan yang mereka terima disaat mereka belajar di kelas.

Maksudnya?

Ya, seperti yang pernah dikatakan sebelumnya, posisi Naruto dan Nagato adalah posisi yang paling rendah di mata murid-murid. Kekuasaan mereka dianggap minoritas dan paling lemah. Oleh karena itu, orang-orang seperti Nagato, Naruto, dan Itachi kerap kali menjadi sasaran penyuruhan atau tindasan yang dilakukan oleh anggota asrama-asrama lain. Namun, dikarenakan level atas setiap saat ingin dilayani, mereka selalu menggunakan kekuasaan mereka untuk memerintah para pesuruh spesial. Alhasil, lambat laun pesuruh-perusuh tersebut menjadi terlihat seperti pelayan pribadi untuk para level atas macam Kyuubi, Obito, Shisui, dan lain-lainnya yang jumlah orangnya tidaklah terlalu banyak. Hahaha. Jika lebih dicermati tampaknya di tahun sebelumnya (tahun sebelum kedatangan Nagato dan Naruto) Uchiha sulung sangat bekerja keras untuk melayani seluruh orang-orang yang di level atas.

Krieeettt…

Terdengar bunyi pintu yang terbuka.

Sasuke tersadar dari lamunannya. Astaga! Dia hampir gila karena merindukan kedua sahabatnya—terlebih Naruto. Ia memandang ke arah pintu. Dia melihat sosok pemuda berambut hitam dan pirang yang berjalan menuju depan kelas. Namun, pakaian yang digunakan oleh dua pemuda tersebut berbeda. Kedua pemuda tersebut memakai baju warna oranye. Melihat sosok tersebut mata Sasuke terbelalak. Astaga! Kenapa Naruto dan Nagato masih berada di sini? Bukankah harusnya mereka sudah pulang, dan bersenang-senang di kampung halaman mereka? Bagi Sasuke, hari pertamanya belajar di Chukyo Gakuen merupakan hari yang penuh kejutan.

"Waah, orang-orang yang memakai baju oranye itu siapa?"

"Kau lupa? Baju itu mirip sekali dengan baju yang dikenakan Uchiha Itachi pada saat di upacara untuk penerimaan anak baru. "

"Sssttt, jangan banyak bicara! Setahu aku mereka itu adalah dua anak yang tidak mendapatkan asrama."

Seluruh orang-orang di dalam kelas mulai berbisik-bisik ketika sosok Naruto dan Nagato mulai memasuki kelas. Mereka berbisik-bisik sambil memandang ke arah Sasuke, Naruto, dan Nagato secara bergiliran karena mereka ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh ketiga orang yang terkenal selalu bersama tersebut—semenjak masuk Chukyo Gakuen—ketika dipisahkan dan dipertemukan kembali oleh pihak sekolah, maupun para pihak level atas.

"Na—Naruto, Nagato?" gumam Sasuke, berbicara pada dirinya sendiri ketika Naruto sedang berusaha membantu Nagato yang sedang sakit perut untuk berjalan.

"Hoi, Sasuke!" beberapa orang yang memakai seragam jas asrama hitam menyapa Uchiha bungsu. Mereka berdiri di samping Sasuke. "Tidakkah kau ingin bergabung dengan kami?" tanya orang tersebut pada Sasuke, ketika Uchiha bungsu hanya memandang tajam sekaligus terkejut sosok Nagato dan Naruto.

Uchiha bungsu melihat ke arah orang-orang yang menyapanya. Ia melihat sosok pemuda dengan rambut panjang—hitam kecokelatan, dengan warna mata lavender. Di sebelah orang tersebut berdiri pemuda dengan rambut seperti nanas, dan mulut yang selalu menguap—ngantuk. Mereka memakai jas asrama hitam, dan tampak mencoba untuk bersahabat dengan Sasuke. Ya, mereka… kalau si rambut nanas tidak dipaksa oleh pemuda rambut panjang kecokelatan tersebut untuk mendatangi Uchiha. Ha—ah, tetapi Sasuke tidak sebaik yang mereka kira. Uchiha bungsu cenderung memandang dua orang di sebelahnya dengan ekspresi datar.

Kedua pemuda yang berada di samping Sasuke mengangkat sebelah alis mereka. Ini orang kenapa tidak berbicara? Orang ini hanya memandang kedua pemuda di sampingnya sambil berekspresi datar. Ha—ah, setahu mereka para Uchiha yang masuk ke dalam Chukyo Gakuen cenderung friendly dan tidak sombong, walaupun pendiam. Tidak terlalu stoic seperti ini. Apalagi yang namanya Obito. Hoooh, orang itu sangatlah bersahabat dan paling periang dibandingkan Itachi dan Shisui.

Naruto dan Nagato berhenti melangkahkan kaki mereka. Kedua mata mereka memandang ke arah deretan bangku yang berada di depan mereka. Seluruh bangku yang dideretkan tampaknya sudah hampir dipenuhi oleh anak-anak asrama putih dan hitam. Dari banyak orang-orang yang terdapat di dalam kelas tersebut, Naruto dan Nagato menelik orang-orang di depannya sampai pada akhirnya mata Naruto dan Nagato tertuju pada sosok mata onyx berambut emo yang sedang memandang mereka berdua.

Ketika Naruto memandang Sasuke, ia mengedipkan kedua matanya. Ia melihat jika dua orang pemuda sedang berbicara dengan Sasuke. Dua orang teman baru, ya? Nagato mengangguk-angguk mengerti. Oh… teman ba—eh? Dua orang teman baru?! Naruto mengerutkan keningnya. Matanya membulat—tiba-tiba merasa terkejut. Hahaha. Itu tidak mungkin! Naruto tersenyum miris. Matanya menerawang ke atas lantai, ketika otaknya sibuk menduga yang tidak-tidak mengenai Sasuke. Tidak mungkin bukan Sasuke dengan secepat itu menemukan teman? Nagato dan Naruto untuk mendekati Sasuke sangatlah sulit. Ini, kenapa orang-orang itu bisa berada di samping Uchiha bungsu?

Perasaan cemburu yang tidak beralalasan muncul di benak Naruto. Entah pikiran gila apa yang merasuki dirinya. Ia merasa jika Sasuke akan menggantikan sosok Nagato dan Naruto dengan orang lain.

Mata Uchiha bungsu yang sejak tadi memandang dua orang di sampingnya teralihkan pada Naruto dan Nagato. Ia beranjak dari kursi untuk berjalan ke arah Nagato dan Naruto. "Kenapa kalian masih ada di sini?" tanya Uchiha bungsu kepada Naruto dan Nagato setelah berdiri di depan mereka berdua.

Nagato tersenyum lebar memandang Uchiha bungsu. "O—oowwww!" seru Nagato sambil menepuk pundak Uchiha bungsu. "Akhirnya, kita bisa bersama kembali..," lanjutnya, ketika Sasuke hanya terdiam sembari memandang Nagato dengan ekspresi datar. Setelah itu, Nagato hendak memeluk Sasuke ketika perutnya merasa sakit kembali.

Dan?

Nagato pun memutuskan untuk menunda acara peluk-pelukannya bersama Sasuke. Ia meringis kesakitan sembari memegang perutnya.

Beberapa detik kemudian…

Mata Nagato yang sempat terpejam menahan sakit perut terbuka. Ia melihat ke arah Naruto yang sejak tadi tidak aktif, walaupun telah berhasil menemui Sasuke di hari pertama mereka belajar di Chukyo Gakuen. Mata Nagato melihat jika Naruto memandang ke arah dua pemuda yang sempat berbicara dengan Sasuke sebelum mereka datang. Mata biru Naruto yang biasanya cerah dan berbinar-binar kini begitu tajam dan gelap. E—eh? Ada apa dengan Naruto? Apakah penyakit sakit perut yang diderita Nagato menular pada Naruto? Kenapa sejak tadi Naruto tetap memandang dua pemuda berambut nanas dan berambut panjang hitam kecokelatan tanpa ekspresi.

"Naruto, kau baik-baik saja, kan?" tanya Nagato, takut Naruto kesambet setan. "Kok, pasang wajah seperti i—

GRAP!

Naruto memegang pergelangan tangan Sasuke dengan erat, hingga membuat seluruh orang di dalam kelas langsung terkejut—heran dengan kecepatan tangan Naruto.

Pemuda berambut pirang tersebut menarik tubuh Uchiha bungsu, hingga secara kasar tubuh Sasuke mendekat ke arah Naruto. Bibir merah muda sekaligus hidung Naruto mulai menyentuh wajah Uchiha bungsu. Ia mengendus, mencium, dan menikmati aroma Uchiha bungsu, hendak mencari sesuatu. Tidak ada yang berubah. Aroma Uchiha bungsu masilah seperti dulu. Berbau cologne sekaligus sabun bayi. Maskulin tetapi tidak banyak tingkah.

Tidak bisa bergerak.

Hembusan napas Naruto pada leher, wajah, dan telinga Uchiha bungsu membuat Sasuke terdiam. Ia merasa jika Naruto seperti binatang liar yang sedang mencoba merasakan bau korbannya. Great! Semakin lama Sasuke terdiam, semakin erat genggaman tangan Naruto pada Uchiha bungsu. Terlebih, ketika Naruto mulai mencoba bergumam tidak jelas di lehernya.

"Leher ini..," bisik Naruto, perlahan namun sangat berbahaya. "Apakah pernah ada yang menyentuhnya?" tanyanya, dengan sangat mengintimidasi. Ujung hidungnya dieluskan pada kulit leher Sasuke. "Oh, tentu saja tidak boleh!" Naruto menjawab pertanyaannya sendiri. "Karena..," Naruto menghembuskan napas di leher Uchiha bungsu, hingga Sasuke merasakan bulu kuduknya mulai berdiri. "Tidak ada yang boleh menyentuh apa yang sudah dicap oleh seorang Uzumaki."

Seluruh orang yang berada di dalam kelas—selain Nagato dan Sasuke, menelan ludah mereka sendiri alias merasa geli plus ngeri, ketika melihat pemandangan intim sesama pria di depan mereka.

Mata biru Naruto terbuka lebar, dan menyiratkan sorot mata tajam. Ia memandang ke arah pemuda berambut nanas, dan panjang kecokelatan yang masih terpaku di tempat—sebelum Sasuke meninggalkan mereka berdua. Brengsek! Jadi, orang-orang ini yang akan menggantikan posisinya dengan Nagato? Pemuda berambut pirang tersebut membuka mulutnya. Tanpa banyak basa-basi, ia menancabkan giginya pada kulit leher Sasuke, ketika matanya terus menatap tajam dua pemuda yang sudah dicap sebagai musuhnya—mengisyaratkan jika hanya seorang Naruto yang bisa mendekati Sasuke. HANYA SEORANG NARUTO!

"Sssshh..," Sasuke mendesis pelan—merasakan gigi Naruto.

Merasakan rasa perih yang sangat menyengat untuk pertama kalinya menyengat kulit lehernya membuat Sasuke memejamkan matanya sejenak, dan mendesis. Ia merasakan kemarahan Naruto dari gigitan tersebut. Damn, seharusnya Sasuke mendorong atau menjauhkan dirinya dari Naruto. Tetapi, sikap Naruto seperti magnet tersendiri, sehingga membuat Naruto berbuat seenaknya. Bahkan, kuku-kuku jari Naruto yang mulai menancab pada kulit pergelangan tangannya, merobek kulit tersebut hingga berdarah, dan tetesan-tetesan darah tersebut ke atas lantai tidaklah membuat Sasuke bergeming.

"Mine..," bisik Naruto, sangat pelan dan berbahaya sambil menjilati tetesan darah yang berada di leher Uchiha bungsu.

GRAP!

Nagato menarik pundak Naruto dengan cukup kasar. Sehingga, membuat badan Naruto menghadap dirinya.

"Nar, aku sakit perut..," gumam Nagato pada Naruto dengan wajah miris,ketika mata Naruto sudah teralihkan pada dirinya.

Mendengar perkataan Nagato, genggaman tangan Naruto pada Sasuke melonggar. Dengan secepat kilat, Nagato memisahkan tangan Naruto dari tangan Sasuke sebelum menarik pemuda bermarga Uzumaki tersebut untuk pergi keluar kelas—menjauhi Uchiha bungsu, dan orang-orang yang sedang memandang mereka bertiga dengan horror.

Nagato menghela napas—berat. "Ayo, Naruto!" ajak Nagato, dengan tergesa-gesa meninggalkan Sasuke di dalam kesendirian dan tatapan orang-orang di belakangnya.

.

Beberapa saat kemudian..

Setelah Nagato dan Naruto pergi…

Uchiha bungsu berhenti untuk memandang ke arah pintu. Rasa perih yang ditorehkan Naruto, dan sejak tadi tidak dirasakannya mulai membakar kulitnya. Ia memandang sejenak luka yang terdapat di pergelangan tangannya. Matanya memincing, ketika melihat luka tersebut. Jangan bercanda! Tidak mungkin seorang Naruto adalah psikopat yang sangat protektif pada dirinya. Mhm… benarkan tidak mungkin jika Naruto si normal menyukai dirinya?

"Ini tidak mungkin..," gumam Sasuke, dengan ekspresi sangat datar—tidak ada rasa sakit atau apapun yang tersirat dari wajahnya.

Hening.

Hening.

Sasuke menerawang. Bukan saatnya memikirkan yang tidak-tidak. Dia harus berpikir pakaian yang dikenakan oleh Naruto, dan kenapa dua sahabatnya masih berada di dalam sekolah. Oh, jika dilihat oleh Sasuke, Naruto—Nagato pastilah berada di tempat yang sama dengan kakaknya. Pembantu level atas? Sasuke mulai menghayal jika Naruto disuruh yang tidak senonoh oleh anak-anak leverl atas. Ia memikirkan jika Naruto akan memakai pakaian maid a la Eropa, dan bersuara sangat manis, ketika menyapa Obito, atau Shisui.

Bangsat..

Jangan bermain-main denganku..

Batin Sasuke tiba-tiba emosi sendiri—termakan oleh imajinasi tidak masuk akalnya sendiri. Setelah itu, tanpa sadar pemuda Uchiha tersebut pun menjilat darah yang di pergelangan tangannya.

Pelayan?

Level atas?

Majikan?

Sasuke menyunggingkan senyuman menyebalkan nan iblis ketika membayangkan hal itu semua.

Level atas, ahn?

Lucu juga!

.

"Lepaskan, Nagato!" perintah Naruto pada Nagato, ketika dia terus menyeret Naruto dengan cara memegang pergelangan tangannya, hingga mencapai sebuah lorong kelas yang cukup jauh dari kelasnya sekarang.

Nagato berhenti menarik tangan Naruto. Ia melepaskan genggaman tangannya pada Naruto sebelum memandang Naruto dengan tatapan bingung. "Tadi, kamu sadar nggak, sih?" tanya Nagato pada Naruto. "Tadi, kamu sadar nggak sih kamu ngelakuin apa?" tanyanya lagi, ketika Naruto hanya terdiam. "Lihat ini!" seru Nagato sambil menarik tangan Naruto dan melihat kuku-kuku di sebelah tangan kanan Naruto yang terdapat bercak merah di sekitarnya.

Naruto menatap kuku-kuku jarinya. Di sana terdapat bercak merah yang membuat mata biru Naruto membulat. Da—darah? Kenapa ada darah di tangannya? Naruto membuka-tutup mulutnya. Ini gila! Ini pasti bukan darah. BUKAN! Tidak mungkin ini darah! Ini pasti adalah cat air, tinta atau apapun! Dengan ekspresi panik, Naruto melihat ke arah Nagato dan kuku-kukunya secara bergantian sebelum melangkah mundur secara perlahan, dan membalikan badannya. Ia segera berjalan cepat menjauhi Naruto. Pemuda Uzumaki tersebut benar-benar menyangkal apa yang telah dilakukannya pada Sasuke.

Tidak mungkin!

Ini benar-benar tidak mungkin!

Tidak mungkin dia melukai seseorang..

Terlebih..

Seorang Sasuke!

Naruto membatin—frustasi. Dia semakin mempercepat langkahnya.

Dan?

"Naruto, kau mau kemana?" seru Nagato, memanggil nama temannya yang sudah berlari—menelusuri koridor menjauhi dirinya. Sedangkan Naruto terus melangkahkan kakinya, hendak bolos sekolah.

.

Poor Naruto!

Tazmaniadevil

Sebuah gedung..

Salah satu ruang kelas tiga..

BRAK!

Pintu kelas terbuka dengan sangat kasar.

Tap.. Tap.. Tap..

Seorang pemuda berambut merah memasuki ruang kelas. Aura yang dipancarkannya, dan ekspresi wajahnya sungguh menyeramkan, sehingga membuat anak-anak kelas tiga berlevel rendah maupun menengah langsung pergi keluar kelas—takut dengan sosok Kyuubi yang sedang tidak mood untuk beramah-tamah. Pemuda berambut merah tersebut berjalan ke arah bangkunya. Ia menyimpan tas di atas meja sebelum menghempaskan diri ke atas bangku.

"Rupanya ada yang memiliki mood yang buruk di pagi hari ini..," terdengar suara Obito yang duduk di samping Kyuubi. "Apakah kau sudah menemukan orang-orang yang kau cari Kyuubi?" tanyanya pada Uzumaki sulung dengan ekspresi menyelidik.

Tanpa dipedulikan oleh kedua pihak, Uchiha sulung yang sedang merapihkan dan menyusun buku-buku yang dibawa Obito ke atas meja mencuri dengar. Di dalam sudut matanya, ia melirik ke arah wajah Kyuubi yang tampaknya tidak suka dengan pertanyaan Obito, namun tetap bersikap santai, seolah-olah terlalu menjatuhkan harga dirinya jika memperlihatkan emosi di depan musuhnya, yaitu Obito—ketua dari asrama hitam.

Obito menatap Kyuubi—tajam. "Sebaiknya..," Obito menarik napas dalam-dalam. "Selain memikirkan orang yang telah mengacaukan malam penyambutan anak baru, kau pun harus memikirkan tanggung jawabmu karena telah melukai salah satu anak buahku..," katanya, pada Kyuubi, sehingga membuat telinga Kyuubi sedikit panas, ketika mendengar ucapan Obito.

Kyuubi merubah posisi duduknya menjadi lebih nyaman untuk memandang pemuda yang duduk di sebelah bangku—samping kanannya. Bibirnya menyunggingkan senyuman berbahaya. Tenang, namun berbahaya. "Kau harus berhati-hati dalam berbicara Obito..," Kyuubi menghela napas—berat. Setelah itu, dia berdiri dari atas bangku, dan berdiri di samping Uchiha sulung—berhadapan dengan Obito. "Kau telah melakukan suatu penuduhan terhadap anak level atas yang berasal dari asrama lain..," Kyuubi menatap Obito tajam. "Kau ingin menyulut api peperangan yang sangat panas, ahn?" tanyanya dengan nada sing a song, terdengar bercanda namun berbahaya, ketika senyuman lebar tersirat di bibirnya.

"Aku telah mendengar pengaduan dari anak buahku..," bisik Obito dengan nada tajam—memberitahukan ketidaksukaannya atas tindakan Kyuubi yang seenaknya.

Kyuubi menatap Obito. Pria di depannya ini sangat berani dan lancang. Dia memang mempunyai kekuasaan yang sangat besar di Chukyo Gakuen. Tetapi, Kyuubi tidak pernah peduli orang yang berkuasa atau tidak. Siapapun yang berani menekannya, dan menjelaskan kebenaran pada dirinya tidak akan pernah Kyuubi maafkan. Kenapa? Aturan Kyuubi hanya satu. Uzumaki Kyuubi selalu benar dan tidak pernah salah. Simple bukan? Ya, sangat simple untuk sang Uzumaki Kyuubi. Ha—ah, untung saja ini masih pagi, sehingga otak Kyuubi masih jernih karena baru saja selesai mandi, sehingga tidak langsung menyerang Obito dengan cara sangat kasar.

Kyuubi menyondongkan tubuhnya. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Obito, dan menatap mata Obito dari jarak sangat dekat, sehingga Obito bisa melihat pantulan dirinya dari mata merah—kehijauan milik Uzumaki sulung. Sedangkan, pemuda yang berdiri di samping Obito dan sedang sibuk menata buku Obito di atas meja langsung terdiam, memincingkan matanya, memperlihatkan ketidaksukaannya atas kedekatan wajah Kyuubi dengan Obito.

"Jadi, kau lebih percaya terhadap anak level bawah?" bisik Kyuubi—sangat pelan. "Sebaiknya kau jaga sikap ketika berbicara denganku atau aku akan membuat fitnah yang dilontarkan oleh anak buahmu menjadi kenyataan..," Kyuubi mulai bersilat lidah. Membalikan fakta yang sebenarnya. "Seperti..," Kyuubi mendekatkan bibirnya pada telinga Obito. "Membuat anak buahmu tersebut benar-benar kehilangan seluruh jari-jarinya, atau lebih parah…," desah Kyuubi di telinga Obito. "Kepalanya.."

"Tidakkah kau berpikir jika kau Presiden Sekolah yang tugasnya mengayomi seluruh a—

"Obito, aku sedang berusaha melaksanakan tugasku dengan baik..," sanggah Kyuubi, memotong perkataan Obito. "Jika kau cukup pintar, kau tidak akan berani mengatakan hal tidak-tidak padaku hanya karena telah mendengar pengaduan dari anak level bawah asramamu, dan tanpa bukti sedikitpun..," lanjut Kyuubi, ketika Itachi dan Obito secara bersamaan mengerutkan kening mereka. "Mau bagaimanapun kau telah berurusan dengan orang yang salah..," lanjut Kyuubi sambil menjauhkan wajahnya dari wajah Obito.

Mata Obito memincing tajam dan sengit. "Salah adalah salah..," katanya, dengan tegas. "Tidak peduli dia berasal dari level bawah, tetap harus dibela Uzumaki Kyuubi..," kata Obito, mencoba untuk membela diri sekaligus hak anak buahnya.

"Menuduh anak level atas asrama lain hanya karena pengaduan seseorang itu sangat menyakitkan, Obito, kawanku..," Kyuubi menatap Obito dengan ekspresi sok sedih, berpura-pura terlihat terluka. "Kau benar-benar ingin membuat perang asrama putih dan hitam didasari pembelaan pada anak level bawah?" tanyanya sambil tersenyum miris, namun dipandang Obito dengan ekspresi menjijikan. "Ini benar-benar suatu pembelaan, atau kau benar-benar ingin mencari perkara dengan anak asrama putih?" Kyuubi menghela napas—sejenak.

Obito menatap Kyuubi dengan penuh kemarahan.

Orang ini..

Batin Obito—tidak percaya pemuda Uzumaki sangat brengsek dan tidak punya hati. Dia tahu jika Kyuubi pasti adalah orang yang mematahkan jari salah satu anak buahnya, hingga terpaksa harus dibawa ke rumah sakit yang tersedia di sekitar pulau tempat Chukyo Gakuen berada. Namun, tidak ada bukti yang bisa membawa Kyuubi ke meja hijau. Sialan! Ini benar-benar menyebalkan.

"Cih!" desis Obito—kalah berbicara. Ia segera beranjak dari kursi, hendak keluar kelas untuk menghilangkan emosinya pada Kyuubi.

Beberapa saat kemudian..

Setelah Obito pergi..

Itachi memandang pemuda yang berdiri di sampingnya dari sudut matanya. Ia memandang Kyuubi dengan ekspresi datar. "Apa Tuan Muda masih mencari sosok misterius itu?" tanya Kyuubi, ketika dia sudah memastikan hanya dirinya yang dan Kyuubi yang ada di dalam kelas, alias tidak ada yang mencuri dengar.

Kyuubi memandang Itachi dengan sengit, dan senyuman iblis yang tersirat di bibirnya. "Bukan urusanmu, babu!" hina Kyuubi—seenaknya, melontarkan celaan yang sangat kasar pada Itachi.

Mendengar celaan Kyuubi, Itachi hanya membalas celaan tersebut dengan tawa kecil. Ia menatap Kyuubi, dan mendekatkan wajahnya pada Uzumaki sulung—seolah-olah meniru tingkah yang dilakukan Kyuubi pada Obito. "Bagaimana jika seorang babu merupakan orang yang kau cari, Tuan muda Kyuubi?" sindir Itachi dengan nada bermain-main.

Kyuubi tertawa, walaupun dia menjadi sedikit panas dengan perkataan Itachi. "Lucu sekali jika itu benar!" tawanya, tidak memperlihatkan emosi sama sekali.

Lalu?

Diam.

Diam.

Suasana menjadi hening sejenak, ketika mata Kyuubi dan Itachi saling bertatapan dari jarak yang sangat dekat. Bukan. Bukan dekat. Melainkan, terlalu dekat, sehingga hidung mereka nyaris bersentuhan.

Itachi menjauhkan wajahnya dari wajah Kyuubi. "Hahaha, bercanda!" tawanya sambil memijat-mijat lehernya sendiri—sok grogi. "Aku hanyalah seorang pembantu, dan tidak mungkin bukan dilihat oleh anak level atas seperti dirimu, Tuan muda Kyuubi..," Itachi memandang sejenak lantai di bawahnya. "Benarkan…," Itachi mendongakan kepalanya untuk memandang Uzumaki sulung. "Tuan mudaku?" bisiknya, pada pemuda yang menatap dirinya dengan tatapan tajam.

Tidak berbicara. Kyuubi hanya memandang mata Itachi yang lagi-lagi menatap dirinya dengan tatapan tajam. Apa maksud dari omongan Itachi? Apakah dia menantang dirinya? Hahaha. Apakah orang di depannya ini ingin membuat lelucon dengan dirinya? Ya, ini adalah suatu lelucon bagi Kyuubi. Bagaimana jika dirinya terbawa omongan Itachi, dan dengan bersusah-susah menyelidiki 'pembantu' seperti Uchiha sulung? Astaga! Jika Itachi tidak terbukti sebagai pengacau, seluruh sekolah akan mentertawakan dirinya karena tidak memakai logika atas penyelidikan kekacauan yang terjadi di penyambutan anak baru. Namun, bagaimana jika orang yang di depannya benar-benar tersangka?

Kyuubi benar-benar terlalu berprinsip untuk memegang harga dirinya secara baik-baik.

GREEKKKK!

Terdengar bunyi pintu kelas digeser.

"KAK TACHI! KAK TACHI!" seru Nagato, pada Uchiha sulung, ketika mata Kyuubi menyipit—memandang kedatangan sahabat adiknya. "NARUTO BOLOS!" lapor Nagato pada Uchiha sulung. Wajah Nagato tampak memucat, dan seperti benar-benar berusaha mencoba menahan sakit perut.

Bolos?

Naruto bolos?

Kyuubi memandang Nagato secara bergiliran. Dia melihat seragam yang dikenakan Nagato. Owh, adiknya belum pulang, dan keluar dari Chukyo Gakuen? Cukup mengagumkan. Mental yang sama seperti pemuda di sampingnya. Mental yang sangat kuat, sehingga menjadi seorang pembantu pun mereka sanggup. Jadi derajat adiknya sudah sama dengan Uchiha Itachi? Kyuubi mendengus—mentertawakan nasib adiknya sendiri. Semua hal yang berada di sini tidaklah bisa disalahkan pada orang lain. Apa yang didapatkan, itulah kemampuanmu. Ya, jika seseorang berada di level rendah, bahkan sangat rendah sekalipun, itu bukanlah kesalahan orang lain, melainkan kesalahan sendiri.

"Maafkan atas ketidaksopananku karena berani berbicara padamu..," kata Uchiha sulung dengan suara lembut dan terkesan menghormati. "Permisi!" pamit Itachi pada Kyuubi.

Itachi pun mulai melangkahkan kakinya untuk menghampiri Nagato.

"Heh, babu!" panggil Kyuubi—seenaknya. Sehingga, membuat langkah Itachi terdiam—menanti perkataan Kyuubi selanjutnya. "Bilang pada anak buahmu, temui aku..," kata Kyuubi, memberi perintah pada Itachi untuk memanggil Naruto agar bisa menghadap pada dirinya. "Untuk mendapatkan detensi atas kebolosannya di kelas pertama..," lanjut Kyuubi, dengan nada yang datar.

Mendengar perkataan Kyuubi, Itachi hanya memutar kedua bola matanya. Ia tidak membalas perkataan Uzumaki sulung, dan lebih memilih untuk fokus pada Nagato dan Naruto tanpa menyadari jika Kyuubi tersenyum sinis—menatap punggung Uchiha sulung.

.

Dasar, Kyuubi!

Tazmaniadevil

Pemuda berambut merah dengan wajah baby face memandang ke arah bangku yang tersedia di taman—dekat gedung untuk anak-anak kelas tiga. Ia sedang mencari angin, dan berusaha menghilangkan rasa kesalnya atas peristiwa di kelas tadi ketika matanya menangkap sosok pemuda berambut panjang—pirang—yang sedang terduduk di atas bangku taman, dengan memakai seragam asrama hitam. Sebelum dia menghampiri pemuda berambut pirang tersebut, pemuda berambut merah menatap sekaleng cola dingin yang dia dapatkan di kantin, ketika sedang mondar-mandir tidak karuan.

CESSSSSS!

Pemuda berambut merah tersebut menempelkan kaleng dingin di pipi pemuda berambut pirang yang tampaknya sedang melamun—sendirian.

Sang pemuda berambut pirang terkejut. Ia menatap pemuda berwajah baby face, alias Sasori dengan mata membulat. "Aissshhh, apa yang ka—Sasori?" katanya, cukup terkejut dengan kemunculan Sasori. Kemarahan pemuda tersebut tiba-tiba lega, ketika melihat sosok Sasori.

Melihat pemuda berambut pirang tersebut, Sasori tersenyum tipis. Deidara. Dia adalah senior sekaligus teman Sasori semenjak SD, hingga SMP. Pemuda tersebut sangat dikagumi oleh Sasori—semenjak mereka pertama kali bertemu. Deidara sangat pandai melukis. Dia selalu membuat orang-orang terpukau dengan lukisannya—terutama Sasori. Ha—ah, Sasori masih merekam setika karya yang dibuat Deidara. Satupun dia tidaklah lupa karena Sasori begitu mengagumi pemuda tersebut.

"Kenapa tidak masuk kelas?" tanya Sasori pada senpai-nya. Ia berjalan ke arah depan Deidara, dan duduk di samping pemuda berambut pirang tersebut.

Deidara menggilingkan kepalanya. "Tidak apa-apa..," jawabnya. Ia menatap pepohonan di depannya dengan cara menerawang.

Sasori menatap Deidara dengan khawatir. Tampaknya banyak sekali hal yang dipikirkan pemuda di sampingnya ini. Apakah fofo-foto yang ditempelkan seseorang di sepanjang sudut ruangan yang membuat Deidara menjadi melamun seperti ini? Ha—ah, menurut gosip yang beredar, foto-foto tersebut menyebar dari kantin, kamar mandi, hingga lorong kelas. Mengerikan. Sasori bergidik ngeri ketika memikirkan perasaan Deidara yang pastilah kacau karena ulah penerror tidak bertanggung jawab tersebut.

Sasori tersenyum. Ia mengelus pundak Deidara. "Ha—ah, kau tidak usah terlalu memikirkan hal-hal tidak penting..," kata Sasori, memberi semangat pada kakak kelasnya. "Kau fokuslah terhadap pelajaran sekolahmu, Dei…," lanjutnya, ketika Deidara terus kehilangan fokus.

Deidara menatap Sasori. "Sasori..," panggilnya, terhadap pemuda berambut merah yang duduk di sebelahnya.

Sasori menatap Deidara lekat-lekat. "Ya?" jawabnya.

Deidara menatap sejenak ke depan sebelum kembali menatap Sasori. Ia seperti ragu untuk bertanya atau berkata sesuatu. Alhasil, Deidara hanya menghela napas berat sebelum tersenyum tipis. "Tidak jadi..," jawabnya, dengan pelan, sehingga membuat Sasori mengerutkan kening—semakin heran dengan sikap Deidara.

.

Ada apa dengan Deidara?

Tazmaniadevil

Hari pertama masuk sekolah pun diakhiri dengan sesuatu hal yang biasa. Anak-anak belajar, istirahat pada siang hari, dan kembali pulang ke dalam asrama mereka masing-masing. Semua berjalan semestinya, kecuali bagi Nagato, Itachi, dan Naruto. Mereka bertiga harus mengurusi rasa sakit perut yang diderita oleh Nagato. Ha—ah, obat-obatan yang dipunyai Nagato rupanya tidak mempan untuk rasa sakit perut Nagato sendiri. Sedangkan Naruto, tidaklah membawa obat-obatan. Dia malah cenderung membawa ramen yang sudah diberikan Itachi pada orang-orang ketimbang obat-obatan. Alhasil, mereka hanya membatin—miris, hingga waktu menjelang malam.

Ini benar-benar hari sial bagi Itachi.

Pertama, dia harus mencari kemana perginya Naruto yang bolos sekolah.

Kedua, dia juga harus ikutan bolos sampai Naruto ketemu di sore harinya.

Ketiga, penyakit Nagato tidak kunjung sembuh.

Itachi yang sudah kehabisan ide untuk mengatasi rasa sakit perut Nagato mulai berpikiran gila. Malam ini adalah malam peperangan untuk kedua kalinya. Peperangan yang diadakan oleh kedua asrama besar cukup berbahaya karena melibatkan anak level atas. Seharusnya, Itachi beristirahat dengan tenang ketika kedua asrama tersebut sedang ribut di luar. Tetapi, ketika Nagato sedang di dalam keadaan seperti ini masa dia harus diam saja? Sial! Kenapa dia menjadi ikut-ikutan peduli pada dua orang bocah ini? Seharusnya Itachi tidaklah usah terlalu memikirkan, dan bersikap tidak peduli. Ha—ah, rupanya hati nurani Itachi terlalu besar untuk membiarkan Nagato tenggelam dalam rasa sakit perutnya.

"Aku mau mencari angin dulu…," ijin Itachi—beranjak dari atas lantai sembari meninggalkan Nagato dan Naruto.

Naruto dan Nagato menganggukan kepala mereka, ketika mendengar perkataan Itachi. Mereka tidak terlalu banyak berbicara.

Dan?

Itachi pun pergi meninggalkan dua anak buahnya.

.

Beberapa saat kemudian..

Setelah Itachi pergi..

Naruto memandang Nagato. Setelah Itachi pergi, Naruto mempunyai suatu ide yang cukup bagus. Ia bisa mengajak Nagato untuk pergi ke kamar mandi, daripada menggunakan lubang yang digali. Setelah itu, Naruto bisa mencoba untuk menyusup ke dalam kamar kesehatan, dan mengambil beberapa obat-obatan yang bisa digunakan untuk kesembuhan Naruto. Apapun akan Naruto lakukan. Bahkan jika harus melewati orang-orang yang berasal dari asrama hitam dan putih, lalu berkelahi dengan orang-orang tersebut.

"Jika begitu ayo kita keluar mencari kamar mandi..," ajak Naruto pada sahabatnya, ketika waktu untuk keluar dari markas sudahlah tiba.

Mendengar perkataan Naruto, mata Nagato terbelalak. Ia memang sudah melakukan tindakan nista dengan cara membuang air besar di dalam semak-semak. Tetapi, dia akan lebih nista lagi jika melanggar aturan yang diberikan Itachi bersama temannya, dan mencelakakan sahabatnya. Tidak bisa! Nagato tidak mungkin membiarkan Naruto mengalami bahaya karena dirinya. Ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu dengan Naruto.

"Tidak usah..," jawab Nagato dengan suara pelan—menahan sakit.

Naruto yang merasa kasihan dan iba pada temannya langsung menarik tangan Nagato agar bangkit dari atas lantai. "Ayo, ikut!" ajak Naruto dengan sekuat tenaga—membawa Nagato ke tempat lebih nyaman untuk menyelesaikan masalahnya.

Dengan perasaan enggan, mau tapi takut, Nagato pun mengikuti Naruto yang rupanya penuh semangat untuk membawa Nagato ke kamar mandi yang nyaman.

Ha—ah, mudah-mudahan semua berjalan lancar..

Doa Nagato, berharap tidak terjadi sesuatu yang bodoh.

.

Mudah-mudahan!

Tazmaniadevil

Malam ini adalah malam pertama kali level atas turun tangan dalam peperangan. Mereka berperang untuk mendapatkan daerah ruang olah raga. Ya, awalnya daerah tersebut dimiliki oleh daerah asrama putih. Dikarenakan daerah asrama hitam ingin mendapatkan fasilitas spa yang terdapat di dalam ruangan tersebut, sehingga Obito memutuskan untuk menyerang. Hahaha. Sebenarnya, Obito dan anak-anak asrama hitam lainnya cuman ingin bergaya aja. Mereka terlalu terpengaruhi oleh film-film yang kemarin malam mereka tonton, dan menampilkan nikmatnya berkeringat di dalam ruangan spa tersebut sambil menikmati segelas juice lemon.

Baru pertama kali fokus Kyuubi akan peperangan terusik. Matanya terus melihat ke kiri-kanan, memastikan ada sosok asing yang hadir di dalam peperangan ini. Namun, tidak ada. Semua yang ada adalah orang-orang yang sibuk baku-hantam, bahkan bersenda gurau, memaki-maki sambil bertarung. Kyuubi hampir putus asa, dan memutuskan untuk berkonsentrasi pada pertarungannya sampai pada saatnya dia menangkap sosok pemuda berambut pirang yang menjauhi area peperangan secara perlahan, dengan cara diikuti secara diam-diam oleh sosok berambut merah.

Deidara?

Gumam Kyuubi—mengenal sosok pemuda yang secara mengendap-endap atau diam-diam menghindari serangan, dan berusaha untuk pergi dari area peperangan.

Kyuubi pun memutuskan untuk menyerang orang-orang yang menyerangnya secara cepat. Ia hendak menyusul Deidara sembari menghindari lawan-lawannya.

Dan?

"Kau mau kemana, Kyuubi?" teriak seseorang yang berada di dekat Kyuubi. Orang tersebut adalah Shisui, dan orang tersebut menarik tangan anak level menengah yang hendak memukulnya, sebelum menjatuhkan anak tersebut ke atas tanah dengan satu tangan.

Kyuubi memandang Shisui. "Bukan urusanmu!" jawabnya, sembari menggerakan badannya ke samping untuk menghindari tendangan, hingga orang yang menendang dirinya hanya menendang udara—tidak jelas.

Setelah Kyuubi melumpuhkan beberapa orang yang menyerangnya, pemuda tersebut pun segera berlari ke arah yang dia tuju, yaitu sosok pemuda berambut pirang dan merah.

Di saat Kyuubi sudah menghilang dari hadapan Shisui..

"Orang itu..," gumam Shisui—tidak pernah bisa memahami wakilnya yang selalu bersikap seenaknya dalam bertindak. Ia hendak menyusul Kyuubi, ketika dirinya dihadang oleh saudaranya sendiri, Obito.

Damn!

Batin Shisui, di saat kedua ketua asrama kini saling berhadapan, dan membuat pertarungan tersebut menjadi daya tarik sendiri bagi orang-orang di sekeliling mereka, sehingga banyak sekali yang mencoba untuk menyelesaikan pertarungan secara cepat hanya untuk menonton pertarungan besar di antara kedua asrama.

Tazmaniadevil

Dengan santai, dan memegang banyak kunci di tangannya pemuda bermata onyx menelusuri lorong di salah satu gedung yang terdapat di Chukyo Gakuen. Di saat orang-orang sibuk berperang, pemuda tersebut sibuk mendatangi ruangan kesehatan. Obat-obatan. Pemuda tersebut mencoba mencari obat untuk anak buahnya. Chk, ini sih bukan antara majikan dan anak buah. Mana ada majikan mencarikan obat untuk anak buahnya sendiri? Pemuda bermata onyx nyaris tertawa sendiri karena dirinya sudah diluar batas sifatnya—semenjak kedatangan dua anak tersebut.

"Mengasuh orang benar-benar membuatku gila..," batin pemuda tersebut—miris pada dirinya sendiri. Dia berhenti melangkahkan kakinya, ketika di depannya terdapat sebuah ruangan kesehatan yang ternyata cahaya lampunya tidak dinyalakan sama sekali.

Harus cepat..

Sebab..

Sebentar lagi ruangan ini pasti banyak digunakan..

Prediksi pemuda tersebut sebelum menggunakan kunci untuk membuka pintu ruangan kesehatan, ketika pintu tersebut ternyata tidaklah terkunci.

"Tidak terkun—

"Kaget, bukan?" terdengar suara dari arah belakang pemuda tersebut.

Pemuda yang tidak lain dan tidak bukan adalah Uchiha Itachi membalikan badannya, setelah berhasil menenangkan jantungnya yang hampir copot karena kemunculan sosok mengejutkan di belakangnya. Ia membalikan badan untuk melihat ke arah seorang wanita berambut pirang, dengan wajah yang cantik, walaupun sudah termasuk golongan orang dewasa yang berumur, dan memakai jas putih a la dokter. Wanita tersebut tersenyum tipis ketika melihat kemunculan pemuda di depannya. Pemuda yang pernah dirawatnya sewaktu pemuda tersebut pertama kali menginjakan kaki di Chukyo Gakuen.

"Sudah lama sekali aku tidak melihatmu..," kata wanita tersebut dengan senyuman menyebalkan. "Gakki (bocah)..," lanjutnya, ketika Itachi hanya memandang sang wanita dengan epresi datar.

"Tsunade..," gumam Itachi—menyebutkan nama wanita di depannya tanpa embel-embel kesopanan sama sekali.

Tazmaniadevil

Sasori melangkahkan kakinya untuk mendekati pintu kamar mandi. Perasaannya yang biasa tenang entah kenapa menjadi berdebar-debar tidak karuan. Secara perlahan, pemuda berambut merah tersebut pun menggerakan tangannya ke arah knop pintu kamar mandi. Apa yang akan terjadi setelah dirinya membuka pintu ini? Pemandangan yang mengerikan atau sesuatu yang biasa? Sasori menghela napas sebelum membuka pintu tersebut, dan masuk ke dalamnya.

Di saat Sasori sudah di dalam ruangan kamar mandi, matanya terbelalak dengan sangat besar. A—astaga! Apa ini? Sasori melihat Deidara sedang mencoba untuk menempelkan foto-fotonya sendiri. Apa yang sedang dilakukan oleh pemuda berambut pirang tersebut? Jangan bilang pelaku terror tersebut adalah Deidara sendiri? Tidak mungkin! Tidak mungkin Deidara melakukan tindakan yang tidak jelas seperti itu.

"Dei, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Sasori dengan suara bergetar—menahan ketakutan dan keraguan.

Deidara berhenti mengerjakan pekerjaannya. Ia menatap Sasori dengan tatapan tajam. "Tidak bisakah kau berhenti mengikutiku?" tanyanya, dengan sinis. Ekspresi baik-baik, dan bersahabat milik pemuda tersebut hilang begitu saja.

Sasori mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu, Dei?" tanyanya, tidak mengerti dengan pertanyaan Deidara.

Deidara menatap Sasori—jijik. Pemuda ini selalu saja mengikuti dirinya sampai-sampai orang-orang di sekitar Deidara tahu dimana ada Sasori, disitulah ada Deidara. Itu sungguh memuakan! Awalnya, Deidara tidaklah keberatan memiliki teman atau sahabat yang lebih muda dari dirinya. Tetapi, semakin lama Deidara bersama Sasori, dia merasa pemuda berambut merah tersebut seperti benalu. Meminta diajarkan segala hal, lalu merebut segala hal yang dipunyai Deidara dengan seenaknya. Sungguh menjijikan! Deidara tidak akan pernah memaafkan benalu seperti Sasori.

"Apa kau lupa peristiwa beberapa tahun lalu?" bisik Deidara, dengan nada sangat berbahaya. "Peristiwa yang sungguh membekas dan sampai matipun aku tidak akan pernah melupakannya..," katanya, pada Sasori, dan membuat pemuda berambut merah tersebut membatu di tempat.

Peristiwa beberapa tahun lalu?

Sasori mencoba mengingat-ingat peristiwa beberapa tahun lalu. Peristiwa dimana dia mencoba untuk ikut lomba melukis untuk pertama kalinya pada masa SMP. Di dalam lomba tersebut, Deidara mencoba untuk membujuk guru agar Sasori boleh ikut lomba tersebut bersama dirinya, dan menemani dirinya karena selama ini Deidara selalu merasa bosan ketika harus berlomba sendirian—melawan sekolah lain. Lomba tersebut sangatlah bergengsi. Seluruh anak-anak berbakat dari SMP, hingga SMA mengikuti lomba tersebut, sedangkan Sasori hanyalah anak amatiran yang masih perlu banyak belajar untuk melukis. Namun, bagi Sasori suatu keajaiban telah terjadi. Dia telah memenangkan lomba tersebut, dan berhasil mengalahkan guru melukisnya sendiri—Deidara. Ya, semua kemenangan tersebut cukup dibayar mahal oleh Sasori. Semenjak hari kemenangan tersebut, hubungan dirinya dengan Deidara menjadi renggang. Deidara tidaklah terlalu dekat dengan dirinya seperti dulu, walaupun mereka sesekali berbicara.

Ha—ah, hal tersebut berlanjut hingga, Deidara lulus, dan Sasori tidak pernah lagi mendengar kabarnya selain mendengar kabar jika Deidara telah masuk ke dalam Chukyo Gakuen, atau SMA idaman untuk para anak laki-laki di Jepang—terlebih Konoha.

Sasori membuka-tutup mulutnya. Tidak percaya pikiran Deidara bisa sepicik itu. "Ya, Tuhan, Dei..," kata Sasori, dengan suara semakin bergetar. "Itu hanya kompetisi..," lanjutnya, ketika Deidara masih memandangnya dengan pandangan permusuhan. "Pasti ada yang menang atau ka—

"AKU TIDAK TERIMA!" teriak Deidara sambil melempar foto-foto di tangannya ke arah wajah Sasori. Ia berteriak memotong perkataan Sasori. "Aku tidak akan terima jika kalah dari orang idiot seperti dirimu..," lanjutnya, dengan mata penuh kebencian.

Sasori tidak bergeming, walaupun diteriaki dan dimaki oleh Deidara. Ia tidak akan membalas kemarahan dan sakit hatinya dengan cara yang sama kasarnya dengan Deidara. "Bukan aku yang menilai, Dei..," "A—aku hanya ingin seperti dirimu," bisik Sasori—secara perlahan. "Di mataku kau adalah orang terhe—

"Ada apa ini?" terdengar suara dari arah belakang Sasori. Suara yang berasal dari arah pintu. "Apa maksud dari semua ini, Deidara?" tanya orang tersebut, ketika melihat foto-foto yang tertempel di dinding, dan tercecai-berai di atas lantai. "JAWAB!" bentak orang tersebut dengan suara yang sangat keras.

Mendengar suara lantang, dan berwibawa di belakangnya, Sasori langsung tahu siapa pemilik suara tersebut. Astaga! Ini semakin rumit saja. Tidak Sasori duga jika Kyuubi Uzumaki akan datang ke dalam kamar mandi ini. Apa yang dilakukan orang ini? Mengikuti dirinya, hingga ke kamar mandi? Sasori tidak akan mempedulikan Kyuubi terlebih dahulu. Fokusnya hanya pada Deidara, alias pemuda berambut pirang yang berasal dari asrama hitam.

"Deidara-senpai, dengarkan a—

"Dia pelakunya!" tuduh Deidara tanpa ragu. Ia menunjuk Sasori dengan jari telunjuknya, dan tatapan penuh intimidasi. "Orang brengsek ini adalah yang telah menempeli seluruh foto-fotoku, Kyuubi..," lanjutnya, ketika Kyuubi menatap Deidara dengan ekspresi datar—tidak termakan atmosfir menegang yang terjadi di antara Deidara dan Sasori.

Sasori pelakunya?

Mata Sasori terbelalak. Tidak menyangka Deidara sebegitu membencinya, hingga bertindak sampai sejauh ini. "Senpai..," lirih Sasori, dengan suara sangat pelan—menahan rasa kecewa, sedih, dan luka yang tiba-tiba menyayat hatinya.

"Sabaku Sasori adalah pelakunya.." bisik Deidara—pelan, nan penuh kebencian—berusaha meyakinkan Kyuubi akan tuduhan tidak benarnya.

Mendengar perkataan Deidara, Kyuubi hanya memperlihatkan senyum tipis. Berbahaya, tetapi tidak dapat terbaca. Astaga! Orang ini, benar-benar sulit ditebak. Baik Deidara, maupun Sasori tidak dapat membaca apa yang ada di pikiran Kyuubi. Ha—ah, senyuman tersebut tidaklah sampai disitu. Semakin lama, senyuman Kyuubi semakin lebar, seperti memberi ejekan kepada salah satu orang di antara Deidara dan Sasori.

.

Apakah yang ada di pikiran Kyuubi?

Tidak ada satupun yang tahu.

.

Di dalam salah satu cubical..

Salah satu tempat dimana Deidara, Kyuubi, dan Sasori sedang bersitegang..

Naruto dan Nagato memandang horror pemandangan di depannya. Mereka membalikan badan ke arah kloset untuk melihat jika terdapat dua orang di dalam cubical yang sama dengan mereka. Kedua orang tersebut salah satunya memiliki rambut berwarna biru, berwajah manis—kecewek-cewekan, salah satunya lagi berambut merah, duduk di atas kloset tertutup, dan mulutnya sedang ditutup oleh pemilik rambut berwarna biru tersebut. The heck! Apa yang sebenarnya terjadi di dalam cubical ini. Nagato dan Naruto tidak mengerti kenapa mereka bisa berdesak-desakan di dalam cubical. Mereka hanya mengerti, ketika sedang menyusup masuk ke dalam kamar mandi, ada orang ikut masuk juga, dan mereka pun berusaha mencari cubical yang terbuka dari semua cubical yang tertutup. Alhasil, mereka masuk ke dalam cubical tersebut tanpa menyadari jika di dalam cubical sudah ada dua orang yang sedang bersembunyi juga.

The heck!

Batin mereka yang ada di dalam cubical—miris.

Bersambung..

Continue Reading

You'll Also Like

760K 75.9K 53
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
83K 12.2K 28
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...
283K 3.3K 78
โ€ขBerisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre โ€ขwoozi Harem โ€ขmostly soonhoon โ€ขopen request High Rank ๐Ÿ…: โ€ข1#hoshiseventeen_8/7/2...
36.4K 5.4K 20
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG