Am I Antagonist?

By luckybbgrl

2.6M 380K 21.2K

Ara adalah gadis penikmat novel yang selalu terbawa perasaan dengan apa saja yang ia baca. Sebuah novel berju... More

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
bukan update! (revisi)
enam belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
dua puluh enam
dua puluh tujuh
dua puluh delapan
dua puluh sembilan
tiga puluh
tiga puluh satu
tiga puluh dua
tiga puluh empat
tiga puluh lima
tiga puluh enam
tiga puluh tujuh
Tiga Puluh Delapan
tiga puluh sembilan
empat puluh
empat puluh satu
empat puluh dua
empat puluh tiga
empat puluh empat
empat puluh lima
empat puluh enam
empat puluh tujuh
empat puluh delapan
empat puluh sembilan
lima puluh
lima puluh satu

tiga puluh tiga

42.4K 7.2K 560
By luckybbgrl

"Penampilan selanjutnya, penampilan dari kelas Sebelas IPS satu!"

Bara, Vano, Ricard, dan Leo masuk satu persatu ke atas panggung. Menempati posisinya masing-masing dengan wajah datar mereka kecuali Vano yang tersenyum lebar.

Suara riuh para murid perempuan memenuhi aula saat melihat keempat cowok itu memasuki panggung. Beberapa anak juga berbisik membicarakan vokalis yang belum menampakkan diri.

"Ih, Agam mana?"

"Agam vokalis-nya?"

"Harusnya iyalah, kan mereka kalo nge-band selalu berlima."

"Tapi tadi Agam udah ikut fashion show tuh."

"Ya terus kenapa? Emang gak boleh ikut dua lomba? Di peraturan kan gak ada ketentuan kayak gitu."

"Iya juga sih, tapi kenapa dia gak muncul sekalian ya?"

"Lagi siap-siap kali. Kan tadi dia habis fashion show. Ganti baju."

"Ih, mereka pasti bawain lagu rock. Bayangin Agam make hitam-hitam, Oemji!"

"Heh, gak sabar!"

"Put your loving hand out~, baby~"

"Cause I'm beg~gin~"

Suara Rea yang menyanyikan lirik pembukaan lagu 'Beggin' terdengar tanpa menunjukkan sosoknya yang masih ada di samping panggung, membuat bisikan-bisikan terdengar dari tempat duduk penonton.

"Eh, suaranya cewek."

"Loh, bukan Agam vokalis-nya?"

"Suara siapa, anjir?"

"Bagus ya?"

Suara pukulan drum dan genjrengan gitar elektrik itu terdengar, diikuti suara dari keyboard yang Leo mainkan. Bebarengan dengan itu, Rea berjalan masuk ke atas panggung sambil membawa microphone berwarna full hitam di tangan kanannya.

"I'm beggin, beggin you-u-u-u.
So put your loving hand out, baby~"

Suara berat Rea terdengar memenuhi aula, meredam bisikan-bisikan para gadis yang tidak menyangka bahwa posisi yang biasanya diisi oleh Agam diganti oleh gadis itu. Sebagian para cowok juga kaget melihat gadis yang dulunya pendiam dan hanya terfokus pada Nathan, sekarang dengan percaya diri tampil di atas panggung membawakan lagu ber-genre pop-rock.

"I'm beggin, beggin you-u-u-u.
So put your loving hand out, darlin."

"Riddin high, when i was queen.
And play it hard and fast cause i had everything."

Rea langsung memilih berdiri di bagian paling depan panggung dan menyanyi dengan suara berat sambil membungkukkan sedikit tubuhnya.

"I walked away, but you warned me then.
But easy come and easy go, and it would end."

Sembari menyanyikan lirik tersebut, Rea melangkah mundur kemudian beralih ke sisi lain panggung tapi tetap mengincar posisi di bagian paling depan panggung dengan tubuh sedikit membungkuk lagi.

"So, any time I need ya, let me go.
Yeah, any time I feed you, get me? No.
Any time I see you, let me know.
But I planted that seed, just let me grow."

Rea menegakkan tubuhnya sembari melempar microphone-nya secara rendah sekaligus memindahkan benda itu dari tangan ke tangan kiri dan langsung menyanyikan lirik selanjutnya dengan intonasi cepat.

"I'm on my knees while I'm beggin'.

Cause I don't want to lose you-u-u." 

Gadis itu menaikkan tangannya dan membuat gesture seolah menunjuk seseorang saat kata terakhir di lirik bagian itu.

"Hey, yeahh," matanya terpejam saat menyanyikan bagian itu seolah sangat menikmatinya.

"Ratatata," Rea menaikkan kaki kanannya yang cedera pada sound system yang ada di bagian depan panggung, gadis itu membungkukkan seluruh tubuhnya dan menundukkan kepalanya dalam hingga membuat rambutnya yang tergerai bebas jatuh ke depan. Dengan cepat ia juga mendongak lagi membuat rambutnya terlempar ke belakang dengan indah, selanjutnya ia langsung menegakkan tubuhnya dan berpindah tempat.

"I'm beggin', beggin' you.
And put your loving hand out baby.
I'm beggin', beggin' you.
And put your loving hand out darlin'."

Vera, duduk di tempatnya yang tepat di tengah. Tidak terlalu dekat maupun jauh jaraknya dari panggung. Gadis itu memperhatikan penampilan Rea di atas panggung untuk pertama kalinya selama ia mengenal gadis itu.

Gadis yang menganggapnya sahabat, tapi entah bagaimana ia menganggapnya. Sahabat?

"I need you to understand.
Tried so hard to be your girl. T
he kind of girl you want in the end.
Only then can I begin to live again."

Vera menikmati penampilan gadis itu, untuk ukuran kali pertama seseorang tampil di atas panggung. Rea terlihat sangat hebat dan mampu menguasainya dengan baik.

Tidak salah selama masa SMP ia mengagumi gadis itu karena kepribadiannya yang baik kepada siapapun. Rea terkenal dengan hidupnya yang jauh dari kata kekurangan, dulu ia selalu banyak didekati teman sekelas mereka karena Rea hobi sekali mentraktir.

Gadis itu mentraktir siapapun, entah yang dekat dengannya, yang tidak terlalu dekat, bahkan yang tidak dikenal sekalipun. Ia sendiri juga pernah ditraktir Rea meski tidak terlalu dekat.

Dulu setiap kali ia ingin mendekati Rea agar berteman lebih akrab, waktunya tidak tepat. karena gadis itu tidak pernah sendiri, anak-anak sekelas sudah seperti lintah yang menempel padanya.

Ia ingin sekali berteman dekat dengan Rea saat SMP, bukan karena materi seperti teman-temannya yang lain. Masalah materi pun ia tidak kalah. Tapi karena ia merasa jika berteman dengan Rea, ia mendapatkan teman yang tulus dan baik.

"I used to be.
The shadow of my life.
Was hangin' over me.

A broken girl.

But I don't know.
Won't even stand the devil's dance.

To win my soul."

Sampai entah apa alasannya, Rea dijauhi ketika ia menolak mentraktir salah satu temannya untuk pertama kalinya. Karena itu, satu kelas jadi membicarakan hal yang tidak mungkin terjadi pada gadis itu, yaitu kebangkrutan keluarganya.

Tanpa sengaja saat ia pergi ke kamar mandi, ia mendengar suara isakan tangis yang tak disangka adalah suara tangis milik Rea.

Entah se-kesepian apa, tapi saat itu ia sedikit terkejut karena sejak saat itu Rea malah menempel padanya.

Ia senang, orang yang ia kagumi dan jadikan teman mau memulai berteman dengannya duluan.

"What we doin'? 
What we chasin'?

What about 'em, why the basement?

Why we got good shit, don't embrace it?
Why the feel for the need to replace me?
You on a runway track from the good.
I want to paint in the pictures any way we could, react.
Like the heart in a trash where you should.
You done gave it away, ya had it 'til you took it back."

Bahkan ketika masuk SMA, meski berbeda kelas, Rea tetap menempel kemanapun kepadanya. Selalu bersikap seolah-olah ia tidak bisa apa-apa tanpanya.

Ia senang? Tentu saja. Tapi entah kenapa, semakin lama ia semakin muak dan iri terhadap gadis itu.

Apapun, Rea bisa memilikinya tanpa berusaha dengan keras.

Baju bermerek, sepatu dan tas limited edition, serta barang-barang keluaran terbaru. Semuanya.

Termasuk Nathan.

"But I keep walkin' on.
Keep rockin' dawns.
Keep walking forward.
Now the court is yours.
Keep browsin' halls.
'Cause I don't wanna live in a broken home.
Boy I'm beggin'."

Rea berdiri dan berhenti di tengah-tengah panggung. Di akhir lirik itu ia bernyanyi dengan mata terpejam.

"Mhh ye-e-e-ah.
I'm beggin', beggin' you."

Suara pukulan drum Vano terdengar setiap kali Rea menjeda kalimatnya. Baru kemudian suara alat musik lainnya terdengar setelah pukulan kedua Vano selesai.

"So put your loving hand out baby.
I'm beggin', beggin' you.
So put your loving hand out darlin'."

Rea melangkah maju sambil menyibak rambutnya yang berantakan ke belakang, kemudian berhenti dengan tubuh sedikit membungkuk.

"I'm fightin' hard.
To hold my own
Just can't make it all alone.
I'm holdin' on
I can't fall back.
I'm just a con about to fade to black."

Rea maju semakin ke depan, kemudian berjongkok dengan tersenyum dan menyodorkan microphone-nya ke arah penonton dan meminta mereka untuk menyanyikan lirik selanjutnya.

"I'm beggin', beggin' you.
Put your loving hand out baby.
I'm beggin', beggin' you.
So put your loving hand out darlin'."

Rea mengarahkan microphone-nya ke arah mulutnya dan mulai berdiri sembari menyanyikan lirik selanjutnya.

"I'm beggin', beggin' you.
So put your loving hand out baby.
I'm beggin', beggin' you.
So put your loving hand out darlin'."

Rea berhenti di tengah panggung, kakinya terasa sedikit berkedut walau hanya dibuat berjalan seperti biasa.

"I'm beggin', beggin' you.
So put your loving hand out baby.
I'm beggin', beggin' you.
So put your loving hand out."

Bait terakhir ia nyanyikan dengan suara lebih lembut, menyesuaikan dengan musik pengiring yang tidak se-intens tadi.

Tepukan tangan meriah dan teriakan riuh mereka dapatkan ketika penampilan mereka benar-benar berakhir.

"Thanks, semuanya!" Rea berucap sambil sedikit berteriak dengan tangan kanan yang terangkat tinggi-tinggi. Membuat teriakan yang ia dapatkan semakin kencang.

Ia tidak menyangka, bahwa penampilannya disambut baik bahkan oleh para gadis. Apalagi mengingat riwayat Rea dan juga dirinya sendiri dalam dunia pergosipan lingkungan SMA Binar Mulia sungguh sangat menggeramkan bahkan untuk dirinya sendiri.

Setelahnya, kelima orang yang baru saja tampil segera turun dari panggung. Rea langsung menghampiri Savita yang sedari tadi menonton dari samping panggung dengan raut wajah yang kelewat lega.

"Buset, jantung gue, Sav!" Rea langsung menyenderkan tubuhnya ke Savita dengan tangan kanan yang memegang dada sebelah kirinya.

"Lo keren banget, kok," Savita menepuk-nepuk pundak Rea bangga.

"Rea!"

Rea menegakkan tubuhnya mendengar seseorang memanggilnya, kepalanya menoleh ke kanan kiri kemudian berhenti dan tersenyum lebar saat menangkap bahwa Vanya-lah pemilik suara itu. Gadis itu melangkah mendekat ke arah keduanya dengan senyuman lebar, bajunya sudah berganti menjadi celana jeans dan sweater soft merah muda.

"Kamu keren banget!" Vanya menggenggam kedua tangan Rea dan melonjak kecil. Rea yang mendengar pujian untuknya melebarkan matanya berbinar.

"Oh ya?"

"Iya!" Vanya mengangguk cepat. "Tadi aku nonton dari depan. Kamu kayak gak pernah sakit kaki sama sekali. Lincah banget gerakkannya."

"Iya dong," dengan bangga Rea menjawab.

"Emang kaki kamu beneran udah nggak sakit?" tanya Vanya sambil menatap Rea dengan kedua alis terangkat.

"Udah... enggak?" jawab Rea ragu diiringi senyumannya yang meluntur.

"Lah kok malah balik tanya?" tanya Vanya lagi bingung mendengar nada bicara Rea yang seperti melontarkan pertanyaan.

Rea tersenyum sekilas ke arah Vanya sebelum membalikkan badannya menatap ke arah yang lain. Ia ingin berbohong soal keadaan kakinya, tapi jika ia berbohong pasti Savita mengomelinya habis-habisan saat ia meminta ditemani ke UKS nanti. 

Savita dan Bara sedari tadi memperhatikan Rea yang tengah berbincang dengan Vanya, menyimak perbincangan keduanya. Sedikit mengernyit curiga dengan jawaban Rea, pasti kaki gadis itu sakit lagi mengingat pergerakannya yang terlihat lebih lincah dari orang yang baru saja mengalami cedera kaki.

Setelah selesai penampilannya, ia memang ingin meminta Savita untuk menemaninya ke UKS untuk mengganti perban elastis. Ia sedikit tidak nyaman dengan kakinya yang terasa berdenyut.

"Ayo kita foto!" Rea menatap bergantian ke arah Bara, Vano, Ricard dan Leo.

"Savita, fotoin ya?" Rea menoleh lagi ke arah Savita, meminta tolong pada gadis itu untuk memfotonya bersama para anak cowok.

"Mau foto dimana?" tanya Savita sembari mengeluarkan handphone-nya dari saku.

"Di luar aja, kalo di sini takut ganggu," jawab Rea sembari menarik tangan Savita untuk segera keluar dari area dekat panggung diikuti Bara, Vano, Ricard, dan Leo. Meninggalkan Vanya yang berdiri menatapi mereka.

Agam yang sedari tadi memperhatikan dari jauh mendekat ke arah Vanya, menepuk pundak gadis itu pelan tapi mampu membuat gadis itu sedikit kaget. "Ayo keluar juga," ajaknya dengan wajah datar, sebelum melangkah lagi. Vanya hanya diam memperhatikan punggung Agam.

Cowok itu menghentikan langkahnya dan menoleh saat menyadari Vanya tidak segera mengikuti. "Ayo, nunggu apa lagi!" Vanya buru-buru mengangguk dan mendekat ke arah Agam, selanjutnya keduanya melangkah keluar bersama menghampiri Savita yang tengah memotret band kelas XI IPS 1 hari ini.

Rea berdiri di tengah-tengah, di samping kirinya ada Bara dan Vano sedangkan di sebelah kanannya terdapat Ricard dan Leo. Gadis itu memasang wajah tersenyum lebar, sedangkan yang lain memilih memasang wajah datar kecuali Vano yang memilih tersenyum miring.

"Satu... dua... ti...ga!"

Cekrek

"Ganti gaya!"

Ricard menaikkan keduanya tangan merangkul Rea dan Leo, gadis itu melirik tangan Ricard sekilas tapi kemudian membiarkkannya. Bara yang tanpa sengaja tersenggol tangannya saat merangkul Rea menoleh dengan kening berkerut kesal. Tangan kanan Bara terangkat di belakang tubuh Rea, ia mencubit kecil lengan Ricard sampai membuat cowok itu melepaskan rangkulannya pada Rea dan juga Leo.

"Sakit, anjir!" Ricard mendelik ke arah Bara sembari mengusap-usap lengan kirinya yang dicubit Bara tadi.

"Apa?" Bara hanya menatap Ricard seolah tidak terjadi apa-apa dengan alis terangkat sebelah. Kemudian cowok itu kembali menghadap ke depan dengan senyum miring tipis dan tangan kanan yang merangkul pundak Rea.

Rea yang menyadari apa yang dilakukan Bara hanya tersenyum, entah mengapa ia jadi terbiasa dengan perhatian Bara.

Usai mengambil beberapa foto, Rea memilih berjalan mendekat ke arah Savita dengan tersenyum lebar hendak melihat hasil potretan gadis itu.

"ANJIR, sakit!" gadis itu mengumpat saat baru sekali melangkahkan kaki kanannya. Semua yang berada di sana melotot melihat Rea yang meringis sambil berjongkok dengan kaki kanan di selonjorkan.

"Lo kenapa, Re?" Savita mendekat dan berjongkok di samping gadis it dengan raut wajah khawatir, Vanya juga mendekat tapi memilih hanya membungkuk untuk melihat kondisi Rea.

"Tuh kan!" Savita mengerutkan keningnya kesal sembari memukul lengan Rea. "Udah gue bilangin pake sepatu tinggi kek gini tuh ide buruk buat lo!"

"Ya mau gimana lagi, kan-"

"Alesan aja. Kan lo udah bilang gak bakal banyak tingah. Tadi apa coba?"

"Itu gak-"

"Itu banyak tingkah buat orang yang cedera tau gak? Lihat kaki lo jadi sakit lagi kan. Dibilangin ngeyel sih," Savita mulai mengomel saat tahu apa yang terjadi pada gadis itu sambil mengerutkan kening kesal. 

Savita langsung berusaha melepaskan sepatu kanan Rea dengan pelan. Rea cemberut sambil menatap was-was kakinya yang tengah dipegang oleh Savita, takut-takut gadis itu memperlakukan kakinya dengan kasar.

"Tuh kan merah-merah jadinya," Savita menatap Rea marah saat melihat kaki gadis itu merah-merah di sekitar bebatan perban elastis. "Ke UKS aja, biar diobatin Bu Irma!" 

"Biar gue aja," Savita mendongak menatap Bara sebentar sebelum memilih menyingkir memberikan ruang pada cowok itu agar bisa berjongkok di depan Rea. Rea menatap Bara bingung, kemudian beralih ke Savita. 

"Ayo, naik!" Rea memiringkan tubuhnya mengintip Bara yang juga tengah menoleh ke arahnya. Karena gemas Rea tak kunjung naik ke punggungnya, Bara meraih tangan kanan Rea dan melingkarkannya pada lehernya. Kemudian, Rea dengan sedikit malu melingkarkan tangan kirinya juga sebelum benar-benar naik ke punggung cowok itu. 

Agam hanya memperhatikan Rea yang terlihat malu-malu di punggung Bara. Ingin rasanya ia yang menggendong gadis itu, tapi ia tidak ingin melakukan hal yang sia-sia karena sepertinya Rea terlihat lebih nyaman jika yang melakukan itu Bara bukan dirinya. 

"Jujur, gue malu," bisik Rea di samping telinga Bara saat cowok itu mulai berdiri dan melangkah duluan diikuti Savita dan yang lain.

"Kenapa malu?" tanya Bara dengan suara pelan, seakan ingin menjadikan perbincangan keduanya saat ini menjadi pembicaraan rahasia antara mereka berdua dan Tuhan. Bukankah itu terdengar manis?

"Ya malu aja," jawab Rea asal sembari melirik ke sekitar, memperhatikan jika ada yang melihat ke arah mereka. Beruntung sepanjang koridor yang mereka lewati sepi, mungkin semua sedang menikmati penampilan pentas seni dari kelas lain.

"Kalo sama Vano gak malu?" Rea menggerutkan keningnya bingung  mendengar perkataan Bara.

"Vano apaan sih?" tanya Rea tidak mengerti.

"Gak usah malu, ntar lo bakal sering gue gendong begini."

To be continue...

•••••

berapa lama ya lusi ga up?
biarin ya, soalnya part kemarin vote-nya 1k ga nyampe
sebenernya bukan karena itu sih, tapi gatau aja kebetulan pas bgt aja pas tadi aku cek

oh ya, yang mau join ke gc tele silahkan ada di link bio lusi
karena disana masih sepi, maybe seminggu lagi kalo tetep sepi mau lusi bubarin aja
bukan apa-apa sih, lusi takutnya gc itu useless kalo tetep sepi

oke gt aja, see u next chap!!

Continue Reading

You'll Also Like

452K 1.7K 7
kumpulan cerita dewasa berbagai tema
1.4M 72.8K 72
[𝐇𝐚ðŦ𝐚ðĐ 𝐟ðĻðĨðĨðĻ𝐰 𝐎𝐞𝐛𝐞ðĨðŪðĶ ðĶ𝐞ðĶ𝐛𝐚𝐜𝐚] [𝐂𝐞ðŦðĒ𝐭𝐚 𝐭ðĒ𝐝𝐚ðĪ ðĶ𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧𝐝ðŪ𝐧𝐠 𝐛ðĒ𝐛ðĒ𝐭-𝐛ðĒ𝐛ðĒ𝐭 ðĐ𝐞ðĨ𝐚ðĪðĻðŦ] [𝐓𝐞ðŦ𝐝...
416K 28.9K 42
menikah dengan duke Arviant adalah hal yang paling Selena syukuri sepanjang hidupnya, ia bahkan melakukan segala cara demi bisa di lirik oleh Duke Ar...
382K 44.2K 55
Rafka, seorang mahasiswa berumur dua puluh tujuh tahun yang lagi lagi gagal dengan nilai terendah di kampus nya, saat pulang dengan keadaan murung me...