Boboiboy oneshots (mostly Tau...

By rinnRinn947

5K 502 136

oneshots (mostly im just torturing Taufan for no reason) so yeah happy reading! there's also story about oth... More

Taufan perlu di ruqyah ehe
hali nangis hehe
kebahagiaan yang kau dambakan
meng ngeong
anjay kebas

Jangan Marah Ya

1.4K 125 35
By rinnRinn947

Kakak kedua ku memiliki kebiasaan yang khas. Mungkin karena ia terlalu sering mendengar omelanku, dan terlalu sering membuat masalah..

Ia sering sekali mengawali perkataannya dengan "Gem, jangan marah ya.."

Ya, kata-kata itu sudah cukup untuk merebut atensi dan terfokus akan perkataannya yang biasanya bukan kabar baik, dan tidak jarang membuatku naik darah..

°•°•°•°

Hari ini pun, dia sedari tadi terduduk, seakan berdebat dengan diri sendiri untuk membuat keputusan.

Raut wajah yang seakan tidak tenang itu, Gempa sudah mempersiapkan diri untuk mendengar sesuatu yang dapat membuatnya naik darah.

Kakak keduanya itu mengangguk seraya mengepalkan tangannya, mengumpulkan keberanian untuk mengeluarkan kata-katanya.

Ia berjalan menghampiri Gempa, mata safir terlihat ragu untuk menatap manik emas sang adik.

Gempa menatapnya, menunggu sang kakak mengeluarkan kata-kata itu.

Senyuman canggung terlukis di wajah Taufan, sambil menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal bibirnya perlahan bergerak, "Gem, jangan marah ya.."

Yap, benar, kata-kata itu. Gempa menghela nafas dan menyandarkan dagunya di gagang sapu, "kali ini apalagi, Taufan?"

Taufan tersenyum, "hehe, sebenarnya..."

.

Mata emas Gempa membelalak saat mendengarnya. dengan sigap ia menarik tangan Taufan, memeriksa jam di tangan kakak nya itu.

Wajah Taufan memucat, "hehe...tapi aku masih bisa kok, jangan khawatir ya.." ucapnya sambil tertawa.

Gempa mencengkram tangan sang kakak, jika berita yang biasa keluar dari mulut Taufan membuatnya naik darah, berita kali ini justru sebaliknya.

Berita kali ini membuat ia merasa bahwa ia tak lagi memiliki darah yang mengalir dalam tubuhnya, semua seakan hilang begitu saja.. karena itu tangannya terasa dingin.. karena itu..jantungnya berdegup kencang.

Karena itu ia merasa sangat takut.
.
.
.
.

Cahaya yang menerobos masuk lewat jendela, menyinari wajah seseorang yang terbaring lemas di kasurnya.

Sudah satu minggu setelah ia mengatakan sesuatu kepada sang adik.

Dan sudah satu minggu pula ia tak lagi diperbolehkan untuk keluar.

Ia periksa jam di tangannya,

Jam tangan Taufan memang sedikit berbeda.

Jamnya sengaja di modifikasi oleh Solar dan Ochobot untuk selalu merekam kondisi kesehatannya.

Yang sayangnya selalu menurun, tanpa mereka sadari.

Taufan tersenyum, mata safir nya menatap langit-langit kamarnya.

Biasanya, setelah ia mengatakan "jangan marah ya", hanya ada dua reaksi dari sang adik.

Yang pertama, dia akan mengomeli Taufan hingga telinga Taufan panas.

Dan yang kedua, dia akan menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepala, menunjukan kepasrahan dirinya atas tingkah Taufan.

Ini pertama kalinya, Gempa bereaksi diluar dari kedua reaksi itu.

Raut wajah yang penuh rasa panik itu.., mungkin Taufan terlalu meremehkan saudara-saudaranya, ia tak pernah menyangka mereka akan sekhawatir itu kepada dirinya yang tidak berguna.

"Jika tahu kalian akan khawatir begitu.. harusnya tak perlu ku beri tahu.." gumam Taufan pelan, sedikit mengernyitkan dahinya karena rasa sakit yang terus-terusan datang.

Ia juga tak menyangka bahwa ia akan berada dalam situasi ini.

Yah, bukannya tidak menyangka seutuhnya.. ini hanya..sedikit lebih cepat dibanding perkiraan nya.

Taufan selalu merasa ia tidak berguna, dan hanya membebani keluarganya. Karena itu, ia selalu berusaha membantu dengan caranya sendiri.

Seperti membantu saudara-saudara pembuat onarnya untuk menjelaskan kesalahan mereka terhadap Gempa, dan segala hal yang dapat ia lakukan.

Sedikit saja.. walau hanya sedikit, ia ingin berguna. Itu yang selalu ada di benaknya.

Karena itu, serangan apapun itu, Taufan sebisa mungkin membuat dinding penghalang untuk melindungi saudaranya.

Selemah Apapun kekuatannya, ia akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi saudaranya.

Walau nyawanya adalah bayarannya.

Ya..

Setidaknya mereka baik-baik saja.

Dirinya yang tenggelam dalam pikirannya itu tak menyadari bahwa ada yang berkali-kali memanggil namanya.

"Taufan!" , Suara itu akhirnya berhasil mendapatkan atensinya setelah orang itu mengguncang pelan bahu Taufan.

Ekspresi penuh kekhawatiran terlukis di wajahnya, sepertinya lingkaran hitam disekitar matanya itu bertambah.

Taufan menatap orang itu sejenak, "Gem?"

Bukan hanya sang adik, Hali dan Ice,juga Solar yang dari tadi terdiam,bahkan Ochobot.

Dan di sisi kirinya ada dua adik imutnya yang sedang tertidur di sofa.

"..huh?"

Ochobot dengan sigap memindai kondisi Taufan, "..Taufan, kalau kau sudah menyadari gejalanya, kenapa tak pernah mengatakannya?" Tanya suara bola sphera itu.

Taufan tertawa kecil, "..habisnya..uhm, aku takut merepotkan?"

Taufan dapat merasakan tatapan menusuk dari sang kakak, "lalu? Bukankah begini lebih merepotkan?!" Tanya Solar, si adik bungsu yang sedari tadi terdiam.

"..maaf" ucap Taufan tertawa kecil.

"Aku masih bisa membantu dalam misi kok! Tenang saja, setidaknya kekuatanku masih bisa digunakan, aku..tak akan merepotkan, jadi..jangan tinggalkan aku,ya?"

Sorot mata yang penuh rasa takut itu menatap saudara-saudara nya, seakan memohon dengan segenap hatinya.

Ice terdiam, ia mengambil segelas air di meja dan memberikannya pada Taufan, dengan perlahan ia membantu Taufan duduk agar dapat meminum air dengan benar.

"Kau istirahat saja..kita tidak ada misi kok"

"Apa karena aku?" , Tanya Taufan, ekspresi penuh rasa bersalah terlukis di wajahnya.

Hali menggeleng, ia sungguh sangat mengerti adiknya. Dia akan menyalahkan dirinya lagi jika tahu bahwa mereka mengambil libur untuk menjaganya.

"Bukan, Fang ingin semakin populer, makanya ia mengambil seluruh misi kami."

Taufan tersenyum kecil, "benarkah?"

Gempa terdiam, sedari tadi tangannya mencengkram selimut dengan kuat, menahan emosinya dan berusaha untuk tenang.

Hampir semua orang tahu bahwa ia paling dekat dengan Hali dan Taufan. Dan hanya saat bersama mereka ia dapat bertingkah seperti adik.

Ia menatap Taufan yang pucat, ia sudah membaca data itu. Kerusakan di tubuh dan elemen milik Taufan karena Taufan yang terus-terusan menggunakan dirinya sebagai tameng.

Dan walau ada kemungkinan untuk pulih, walau ia ingin berfikiran positif dan yakin bahwa Taufan akan semangat untuk sembuh..

Ia mengerti bahwa, akhir-akhir ini Taufan seakan perlahan melepaskan diri.

Dan ia.. tidak sudi.

Bagaimana ia sudi melepaskan sang kakak?

Taufan seakan menyadari kegundahan si adik, ia tersenyum lembut, "Gem, aku lapar."

.
.

Walau tak ada misi, bukan berarti mereka terbebas dari segala tanggung jawab. Para saudara elemental itu sepakat untuk bergilir melaksanakan tanggung jawab itu, selain Taufan pastinya.

Taufan baru saja puas tertawa dengan sang adik-adik pembuat onar, Blaze yang menceritakan 'tindakan kriminal' nya bersama Thorn dan Gopal, dan korban mereka kali ini tak lain adalah Fang.

Kedua adik itu kini keluar dari ruangan Taufan.

Menyisakan Taufan,Gempa,dan Ice di ruangan itu.

Ice jarang berbicara dan lebih memilih tidur di sofa, dan Gempa sedang mengambil secangkir teh hangat untuk Taufan.

Taufan meneguk teh hangat itu, setelah puas menghilangkan dahaga, ia kembali membaringkan diri dikasur.

Rutinitas barunya memang seperti ini. Makan disiapkan, minum disiapkan, dihibur, dan berbaring.

Kehangatan dari saudaranya itu tulus, dan ia tahu itu.

Namun, mengapa..mengapa selalu ada yang berbisik bahwa ia hanya menyusahkan mereka?

Namun Taufan tahu, ia tak pernah ingin menjadi beban bagi saudaranya. Cukup menjadi yang 'terlemah' , ia tak mau menjadi hal rapuh yang harus selalu dijaga.

Ia..

Tak ingin menjadi kelemahan bagi mereka.

"Taufan..kenapa kau tak pernah cerita tentang hal ini?" Tanya Gempa pelan sembari membetulkan selimut Taufan.

Taufan terdiam, lalu tersenyum. "Gem, sebenarnya rasanya memang sakit."

"Tapi aku merasa nanti juga baikan, jadi aku..uh, aku biarin..maaf ya." Ucap Taufan sambil terkekeh pelan.

"Aku cuma tidak mau menjadi beban..dan membuat kalian semakin kesulitan, aku tahu kalau aku itu yang paling..lemah? Karena itu aku ingin setidaknya tidak menyusahkan kalian, tapi malah begini jadinya, maaf ya.." ucapnya lagi.

Gempa merasa emosinya sedikit naik. Banyak hal yang membuatnya merasa marah.

Lemah? Menyusahkan? Tidak berguna?, Ia tak pernah sekalipun berfikir seperti itu akan sang kakak.

Dan ia sedih, bahwa Taufan selalu berfikir seperti ini tentang dirinya.

"Taufan, kau seharusnya tahu bahwa kami tidak peduli tentang hal itu kan? Tidak berguna apanya? Jangan berbicara omong kosong begitu.." ucapnya.

Taufan tersenyum, "begitukah?"

Ia tersenyum, manik safir nya menatap manik emas sang adik, "terimakasih."

Kedua orang itu tak tahu bahwa, bocah yang sedang 'tidur' di sofa sedari tadi menguping pembicaraan ini. Ingin rasanya ia menyelak perkataan Taufan, namun ia berusaha untuk menahan dirinya.

Karena Taufan bisa seterbuka ini, ini tak lain karena ia sedang berbicara dengan Hali atau Gempa, iya kan?

Taufan menepuk halus tangan Gempa, rasanya dadanya sedikit sakit.

"Gem.."

"Jangan marah ya.." ucap Taufan lirih.

Gempa terdiam, ia melihat ekspresi Taufan yang menahan rasa sakit, kekhawatiran dan rasa takut memenuhi hatinya, "Taufan…?"

"Aku..saudara yang buruk ya?" Tanya suara itu semakin lirih, tangannya yang menggenggam Gempa menguat seakan menahan sakit.

Ice tak dapat berpura-pura tidur lagi dan menghampiri Taufan, namun yang ia lihat itu..sungguh jelas.

Setelah genggaman tangan yang kuat, tangan Taufan perlahan melemah, membuat Gempa menitikkan air matanya karena rasa takut yang memenuhi hatinya.

"Taufan?"

Namun tak ada balasan, tak lagi ada balasan. Kehangatan tangan Taufan yang perlahan menghilang, dan bunyi dari jam Taufan yang menandakan bahwa.. ia telah pergi.

Taufan tak pernah memberi Gempa kesempatan untuk menjelaskan bahwa ia tidak marah.

Taufan adalah..saudara yang selalu semaunya sendiri.

.
.

Mereka sedikit banyak tahu, bahwa Taufan merasa bahwa dirinya tertinggal, dan itulah sebabnya ia sangat takut untuk ditinggalkan sendirian.

Jantung mereka seakan berhenti saat mendengar kabar dari Ochobot, saat mereka berlari sekuat tenaga ke ruangan itu, sepertinya mereka sudah terlalu telat.

Isak Tangis Gempa, juga isak tangis Ice. Dan Taufan yang dengan tenang terbaring, seakan tak peduli akan kesedihan saudaranya.

Ini pertama kalinya, Taufan yang pergi meninggalkan mereka..

Apakah begini caramu untuk melawan rasa takutmu, Taufan?

//Author's Note//

Hi! Doain ya uasku lancar dan nilainya memuaskan biar ku bisa apdet agent AU lagiii

Hehe semoga suka sama one shot ini yaa, kalau suka tolong komen and vote ya ❤️

Disini ku hobinya nistain Taufan tapi kusayang Taufan kok mwehehehe

Continue Reading

You'll Also Like

106K 8.7K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
53.5K 6.6K 29
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
278K 23.7K 36
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
36.4K 3.9K 16
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG