GATRA

Da farahadb24

151 16 2

Gatra pragata pravda. Sebut saja ia prince of ocean. Gatra itu gambaran nyata dari samudra. Dapatkah kita men... Altro

Prolog.
2 | GATRA
3 | GATRA
4 | GATRA
5 | GATRA
6 | GATRA

1 | GATRA

37 4 1
Da farahadb24

Sepasang mata indah itu tak pernah mengedarkan pandangannya ketika ia telah menemukan objek yang ia tuju. Oh, bagaimana bisa Tuhan menciptakan manusia sesempurna itu. Ivona memegang kedua pipinya dengan siku yang bertumpu pada kusen jendela yang terbuka. Betapa asyiknya mengintip kakak nya yang tampan itu tengah berlatih renang di kolam renang belakang rumah mereka.

Usai berlatih, Gatra mengistirahatkan dirinya sejenak. Ia beranjak keluar dari kolam renang dengan menyigar rambutnya ke belakang. Pemandangan itu tak luput dari pandangan Ivo, gadis itu menganga melihatnya. Tanpa ia sadari salivanya menetes keluar dari mulutnya. Dengan cepat Ivo mengusapnya kasar dan membungkam mulutnya sendiri.

Kini Ivo beralih menatap sekitarnya. Ah, untung saja tidak ada yang melihatnya ngiler.

Ivo memukul kepalanya berulang kali sembari beranjak pergi dari tempat itu. Bagaimana caranya menghapus bayangan tubuh shirtless kakaknya itu. Argh, jika begini terus Ivo akan frustasi dibuatnya.

"Ivo, ayo makan sayang!" Interupsi sang mami membuat Ivo memutar arah, padahal tadinya ia ingin pergi ke kamarnya.

"Bidadari datang." ucap Ivo dengan sumringah, ia mendudukan pantatnya di kursi dekat kakaknya. Sebentar lagi pasti kakaknya datang. Ivo sangat suka menatap kakaknya ketika makan.

"Nih, mami masakin sayur basi. Itu lauknya ada tempe, ikan asin, jamur crispy, sama sambel. Kamu mau makan sama apa sayang?" tanya Oca, maminya.

Ivo mengernyitkan dahinya, merasa aneh. "Mami kok tega sih!"

"Hah? Tega kenapa sayang?"

"Itu, sayur basi kok ditawarin ke Ivo? Mami sengaja ya mau bikin Ivo sakit perut terus nanti biar Ivo nggak main main lagi kan?" tudingnya.

"Itu namanya sayur asem, Ivo. Istilah lainnya sayur basi." jelas maminya.

Ivo membulatkan bibirnya membentuk huruf o sembari mengangguk paham.

"Gitu aja nggak tau, emang udah ketauan goblok dari zigot sih lo!" cibir Gatra yang kini ikut duduk disebelahnya.

"Terima kasih pujiannya kakak ganteng." balas Ivo tersenyum sambil mencolek dagu kakaknya dengan lancang. Walau dalam hatinya ia mencebik kesal.

Alhasil ia mendapatkan tatapan tajam dari kakaknya.

Begitulah keluarga Pravda, meski mereka hidup mewah bergelimang harta tapi mereka tak menyombongkan diri. Lihat saja gaya makan mereka yang terlihat biasa saja dan tak aneh-aneh. Meskipun sebenarnya mereka mampu membeli makanan yang lebih mahal dan dari restoran terkenal sekalipun. Atau bahkan menyewa cheff pribadi.

Gatra melirik piring milik Ivo yang hanya berisi nasi dan ikan asin serta sambal sebagai lauknya. Anak itu hanya makan dengan lauk sesederhana itu? Tapi lihat lah, gadis itu makan dengan begitu lahap. Padahal ia baru saja makan satu suap.

"Ga, gimana kaki kamu masih sakit?"

"Sedikit."

"Nanti kita ke Rumah sakit ya? Papi khawatir nanti kalau dibiarin kaki kamu malah bisa diamputasi." kata Haris di sela sesi makannya.

Gatra memelototkan matanya. "Mana bisa di amputasi, orang cuma keinjek kucing doang."

Gatra geleng-geleng dibuatnya. Ada-ada saja papinya itu.

"Tapi Carla itu gemuk lho, Ga. Kemarin si Leo di injak Carla sampai nangis tujuh hari tujuh malam."

"Namanya juga kucing sama marmut, ya jelas berat si Carla lah pi. Lagian kucing jumbo kaya Carla papi bandingin sama marmut kecil sekecil upil Gatra." Gatra mendengus.

Gatra heran dengan papinya ini. Setiap hari papinya pasti mengoceh tentang kesayangannya itu. Siapa lagi kalau bukan Leo, si marmut sialan.

"Enak aja ngatain Leo kecil kaya upil. Inget ya Ga, tahta tertinggi anak-anak papi itu tetep Leo nomor satu." tandas Haris.

Oca yang malas mendengarkan perdebatan ayah dan anak itu akhirnya ia mengetukkan garpu dengan keras ke piringnya sendiri sebanyak tiga kali. Tak lupa Oca memasang wajah horor ala emak-emak komplek.

Haris dan Gatra yang menyadari itu pun menelan salivanya bersamaan. Peace.

"Mami mau jualan bakso?" Akhirnya pertanyaan polos itu keluar dari mulut Ivo.

"Kata siapa?"

"Itu kenapa mami pake ting ting ting segala? Mau latihan jadi mpok bakso kan?"

Hancur sudah akting nya. Anak gadisnya benar-benar menguji kesabarannya. Haris mengulum bibirnya, menahan tawa. Begitu juga dengan Gatra.

"Ivo, habisin makannya. Habis itu cuci piringnya." cetus Oca.

Ivo mengangguk lesu.

-GATRA-

Seperti biasa, hari senin adalah hari yang sangat melelahkan bagi Gatra. Bagaimana tidak? Pagi ini saja ia sudah meringkus puluhan siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Termasuk meringkus sahabat-sahabatnya sendiri. Gatra menyuruh mereka untuk berbaris di tengah lapangan menghadap ke arah sinar matahari. Sesuai dengan amanat dari Pak Suyadi. Mereka harus mengikuti jalannya upacara hingga selesai.

Sekilas Gatra melirik gadis yang semalam merecokinya. Gatra tersenyum miring, ternyata gadis itu tidak berubah. Tetap ceroboh.

Ivo mengerucutkan bibir ranumnya, ia merasa sebal untuk kesekian kalinya ia harus dihukum oleh kakaknya sendiri. Apalagi kini ia harus beekumpul dengan jajaran badboy di samping kanan dan kirinya. Sialnya ia harus lupa menaruh topi nya dimana, alhasil mau tak mau ia harus menyerahkan diri yang berujung dikenai hukuman.

"Bagong! Tutupin kepala gue." bisik Ivo. Ia memundurkan badannya sedikit agar bayang-bayangnya sejajar dengan Bagas yang tubuhnya jelas lebih besar darinya.

"Lo penggal aja tuh pala lo. Lo karungin sekalian biar gak kepanasan."

Ivo yang sebal pun mencubit pinggang Bagas dengan keras yang membuat Bagas spontan berteriak.

"OASU!"

Bagas yang menyadari bahwa teriakannya sangat kencang pun langsung membekap mulutnya rapat-rapat. Ia melirik kesamping, ingin rasanya Bagas menelan gadis yang kini memasang wajah sok imutnya itu. Argh, bagaimana Bagas bisa marah.

Akibat teriakan Bagas yang keras, upacara yang tadinya khidmat pun kini menjadi tidak kondusif lantaran banyak siswa siswi yang masih menertawai Bagas.

"DIAM! KITA LANJUTKAN UPACARANYA DENGAN BENAR. KAMU DAN KAMU SILAHKAN PERGI KE RUANG BK SEKARANG!" Interupsi sang kepala sekolah yang sudah merasa geram.

Bagas dan Ivo saling bertatapan sebentar. Kemudian mereka menghembuskan nafas pasrah. Mereka beranjak menuju ruang BK. Hal itu pun tak luput dari pandangan Gatra yang sedari tadi memperhatikan mereka di belakang barisan.

"Gara-gara Bagong, salahnya Bagong!" kesal Ivo.

"Enak aja, lo tuh pake nyubit gue segala. Kan gue reflek jadinya." Protes Bagas tak terima.

"Tapi kan gue nyubitnya pelan, kecil, kecil banget. Segini nih segini." Ivo mempraktekkan cubitannya lagi pada Bagas.

"Aduh, anjing. Gue bilangin mak gue lo!" ringis Bagas mengusap lengannya. Sudah pasti lengan dan pinggangnya pasti gosong akibat ulah gadis di sampingnya ini.

"Kalian berdua udah ngocehnya? Lo bersihin aula. Dan lo gas, lo bersihin gudang."

Ivo dan Bagas menoleh kebelakang. Disana berdiri Gatra dan juga laki-laki yang tak kalah tampan dari Gatra, mata Ivona menyipit ia mengeja tulisan kecil di name tag milik laki-laki berjas itu. E. GEMILANG.

Ah ya, Ivona baru ingat bahwa laki-laki di depannya ini adalah ketos di Sekolahnya. Seperkian detik tangannya ditarik oleh Gatra, kakaknya. "Gue awasin ini cewek, lo awasin Bagas."

Gemilang mengangguk. Lantas ia pun beranjak pergi dengan Bagas menuju Gudang. Begitu pula dengan Gatra yang menyeret Ivo menuju Aula. Ivo sendiri tak merasa keberatan dengan kakaknya yang menyeret tangannya. Terbesit ide di otaknya, ia mengambil hp dari saku seragamnya. Ivo diam-diam memotret tangannya yang seolah digenggam erat oleh Gatra. Dan itu pun tanpa sepengetahuan sang penggenggam.

Asik di gandeng cogan! Gue gak akan cuci tangan tujuh hari tujuh malam kalau kaya gini.

Gatra melepaskan gandengannya, ia mendorong Ivo agar segera masuk ke dalam Aula. Melihat Ivona yang senyum senyum sendiri membuat Gatra jadi merinding melihatnya.

"Kesurupan?"

"Hah siapa? Kak Gatra jangan nakut-nakutin ya?!"

"Lupain. Cepet bersihin, gue gak terima sampai ada debu sekecil apapun." tandas Gatra sembari mengetukkan kaca pembesar yang dibawanya ke dahi Ivona.

Setelah itu Gatra berbalik meninggalkan Ivo sendirian.

Ivo berjalan gontai sambil memulai hukumannya. Di rumah saja ia malas membersihkan kamarnya sendiri, malah hari ini ia harus membersihkan aula sebesar kandang kuda ini. Astaga.

Ivo berkacak pinggang menatap panggung, tiba-tiba terbesit ide konyol di otaknya. Ivo lantas dengan sengaja menghidupkan bluetooth hpnya dan menyambungkannya pada speaker yang tersedia disana. Mengatur volumenya dengan keras. Ah jangan lupakan lagu pal pale pal pale pale yang biasa ia nyanyikan ketika mandi.

"Iri? Bilang bos..."

"Pal pale pal pale paleeee..."

"Ihirrr."

Ivo menggunakan gagang sapu yang ia genggam sebagai mikrofonnya. Sesekali Ivo melompat lompat seolah itu adalah konsernya sendiri. Beberapa menit setelahnya lagu Dj itu kini berubah menjadi lagu sedih.

Ku telah miliki
Rasa indahnya perihku
Rasa hancurnya harapku
Kau lepas cintaku...

Ivo memejamkan mata, meresapi makna dari lagu ini. Selagi bibirnya ikut bergerak mengikuti lirik dan alunan musik.

Rasa kan abadi
Sekalipun kau mengerti
Sekalipun kau pahami
Ku pikir ku salah mengertimu ...

Hoo woo aku hanya ingin kau tahu
Besarnya cintaku
Tingginya khayal ku bersamamu
Tuk lalui waktu yang tersisa kini
Di setiap hariku
Di sisa akhir nafas hidupku ...

Ivo tak tahu mengapa lagu ini begitu deep untuk didengar, sangat mewakili perasaan. Saking lamanya memejamkan mata, Ivo sampai tak sadar bahwa didepannya kini sudah berdiri Gatra yang bersedekap dada memperhatikan gadis itu.

Ivo terperanjat sampai sapu yang ia pegang sudah terlempar entah kemana.

"Kak Gatra?"

"Gue nyuruh lo buat bersihin Aula. Bukan konser, paham?"

"Ish, dasar galak!" umpat Ivo membuang muka. Lihat saja nanti di rumah, ia akan balas dendam.

Ivo memungut lagi sapu yang dilemparnya tadi, ia mulai menyapu lantai dengan cepat dan asal-asalan. Masa bodo dengan Gatra yang masih menatap tajam dirinya.

"Ga?"

Gatra menoleh saat bahunya di tepuk pelan oleh seseorang. "Hm?"

"Lo masih ngawasin tuh adek kelas? Mendingan lo cepetan ke ruang osis deh, hari ini kita kan ada rapat sama kepala sekolah. Lo gak lupa dong pastinya?" tanya Izzy.

"Ayo!" Gatra langsung menyetujui perkataan dari temannya itu. Ia mengajak Izzy untuk pergi ke ruang osis. Meninggalkan Ivo sendirian disana, tanpa mengucapkan sesuatu atau pesan apapun.

-GATRA-

Gatra hanyalah siswa biasa pada umumnya, ia bukan anak pandai, tapi ia juga tak begitu bodoh. Standar lah. Ia juga bukan anggota geng motor yang selalu di elu-elu kan oleh banyak orang. Bukan Dilan 1990 yang pandai memikat hati perempuan. Bukan pula sultan yang gonta ganti mobil setiap harinya.

Gatra adalah Gatra. Lelaki dengan paras bak titisan seorang dewa. Ah jangan lupa bahwa pahatan sempurna itu juga merupakan hasil dari persilangan dua insan Tuhan yang sama sempurnanya. Siapa lagi kalau bukan Mami Oca dan juga Papi Haris.

Yang membedakan hanyalah sikap anak itu sendiri, orang tua Gatra sampai tak paham dari gen siapa Gatra mempunyai sifat super datar seolah tak bisa berekspresi. Bahkan Mami Oca sampai mendatangkan dokter ahli untuk memeriksa putranya itu, perasaan dulu Mami Oca juga tidak ngidam yang aneh-aneh. Tapi mengapa ia melahirkan anak dengan wajah triplek alias datar.

Tapi ketakutan orang tua Gatra akhirnya menghilang setelah hadirnya Ivona di keluarga mereka. Gadis itu mampu membawa banyak perubahan untuk Gatra.

"Ayolah Ga, kamu fokus! Fokus, pertandingan sudah mepet ini. Gimana kamu mau masuk timnas kalau permainanmu kacau begini?"

Gatra mengusap wajahnya wajahnya kasar. "Maaf coach,"

"Ah yasudah kamu istirahat dulu sana. Ingat Ga, kejuaraan kali ini penting buat kita." kata coach Indra.

Gemilang yang melihat temannya di marahi oleh pelatihnya itu pun menghampiri Gatra, mengajaknya untuk duduk di pinggir kolam. Gemilang menyodorkan air mineral miliknya.

"Kenapa sih lo?"

"Nggak tau." jawab Gatra singkat.

"Aneh lo anjir. Tapi meskipun permainan lo agak kacau kayaknya gue tetep gak bisa ngalahin lo, Ga." ucap Gemilang sembari memijit pelipisnya.

Gemilang cukup sadar bahwa kemampuannya tidak sebanding dengan temannya ini.

"Gue gak pernah punya temen pengecut." balas Gatra.

"Yaelah gitu doang, biasa aja kali lo. Serem amat." cibir Gemilang yang disertai kekehan ringan. Gemilang tak habis pikir dengan dirinya sendiri, bagaimana bisa ia berteman dengan manusia sekaku Gatra.

Gatra hanya melirik Gemilang sekilas, lalu menyambar handuk yang berada di kursi sampingnya. "Gue mau ijin balik."

"Lah ngapain?"

"Bantu papi ngurusin nikahannya Leo."

Leo? Gemilang mengerutkan dahinya, bukan kah Gatra tidak punya adik? Mengapa ia malah memikirkan silsilah keluarga Gatra.

Tbc.

Jangan lupa vote & Komen
Dianjurkan untuk follow farahadb24

Kolom kritik dan saran dibuka➡️

Continua a leggere

Ti piacerà anche

1.1K 92 27
"Otak lo somplaknya terlalu keliatan!". Bagaimana jadinya jika sahabat yang selalu bersama kita, benar-benar selamanya dengan kita? Semua berjalan mu...
2.5M 36.8K 8
[FASE 1; CHAPTER TIDAK LENGKAP UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Luka yang sudah menganga sejak awal ternyata tersimpan rahasia begitu banyak dan tak ad...
52.4K 1.2K 57
FOLLOW DULU SEBELUM BACA☘︎ "Know your place!" -Prajnaparamitha. Anetha prajnaparamitha, gadis cantik pemilik tubuh tinggi semampai apa bila terseny...
31.5K 2.2K 24
Sequel dari ZTPB [1] Kalau kamu melihat bagaimana wujud dari kasih sayang, cobalah lihat dari bagaimana dia memperlakukan mu di saat kamu tengah bera...
App Wattpad - Sblocca funzioni esclusive