XABIRU [END]

De SiskaWdr10

49.4K 3.8K 599

[Series stories F.2 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Hilangnya satu malaikat Tuhan kembali memberikan malaik... Mais

01.Kita yang sama
02.Si gadis sempurna
03.Apa itu ayah?
04.Mata yang sama
05.Mindset yang buruk
06.Dia iblis pembunuh!
07.Jagoan sedang sakit
8.Rai, kita jadi dukun ya.
9.Malaikat dan kehidupan
10.Anti bucin garis keras
11.Semesta & Rai milik Biru
12.Silsilah darah Ricardo
13.Ru, bumi udah bersyukur.
14.Si biang kerok menang
15.Masa-masa dengan Ra
16.Selamat hari Rai sedunia
17.Biru lebih berhak bahagia.
18.Prioritaskan diri sendiri
19.Puisi punya pemiliknya
20.Gess gadis bintang rock
21.Yang berkuasa atas rasa
22.Satu-satu nanti cape Ra
23.Insiden naas di rooftop
24.Duplikat dari sang ayah
25.Momen khusus ruang hati
26.Mengulang sejarah silam
27.Sejatinya rumah berpulang
28.Revolusi seorang Xabiru
29.Siap patah berkali-kali
30.Bad rumor, real hickey?!
31.Mengalir darah malaikat
32.Dua pemeran yang buruk
33.Selamanya tetap pelanggar
34.Dari si pemberi luka
36.Hukum kekekalan hati
37.Biru, you are not alone.
38.Dasar pengingkar janji
39.Bandung adalah kamu
40.Ra selamat bahagia ya.
41.Kejutan paling mahal
42.Petualangan telah usai
43.Pulang untuk menetap
44.Pemenang dari takdir
45.Penikmat alur tengah
46.Lekung pemulih luka
47.Si netra hijau [akhir]
Hiii

35.Kita pake kerja cerdas

546 56 1
De SiskaWdr10

35.Kita pake kerja cerdas

Tidak ada yang bebar-benar bisa rela dalam hubungan manis yang berakhir tragis, prosesnya selalu terpaksa sampai terbiasa. Rai sekarang tengah ada dalam proses itu.

Ia baru saja pulang saat matahari tenggelam di kaki langit bagian barat, langit jingga berangsur menggelap. Rai menatap dengan nanar, jauh dari Xabiru rasanya hampa.

Menghembuskan nafas gusar untuk yang ketiga kali, duduk di halte bus. Dari radius satu km ke depan jalan terlihat sepi.

Teh Selin:
Neng ca dmna atuh? naha ni sore teuing?

Rai menepak jidatnya, lupa tidak memberitahu orang rumah jika hari ini ia pulang telat karena membantu Bu Desi merekap nilai-nilai anak kelas.

Neng Ca:
Ca otw pulang teh, di sekolah tdi ada tugas

Neng Ca:
Oh teh, maskeran lgi ya? temenin, ca butuh refreshing sambil nonton

Teh Selin:
Hayu, jangarnya neng?

Neng Ca:
Hahaha, iya teh

Inisiatif Rai akan membeli dulu cemilan ke minimarket untuk dinikmati saat nobar, berjalan gontai ke arah minimarket yang berada dekat sini.

Saat tangan Rai memegang kenop pintu minimarket terdengar riuh suara langkah kaki gerombolan anak-anak SMA yang berlari ke arah Utara. "Geisha?"

Kaki Geisha mulai lemas, keringat bercucuran membahasi seragamnya, mereka terus mengejar, berteriak murka memaki nama Geisha.

Tubuh Geisha berbalik, menatap mereka yang semakin mendekat. Jalan di depannya buntu, sekarang ia harus bagaimana selain melawan?

Secara rasional Geisha tentu kalah melawan puluhan laki-laki berbadan besar yang membawa senjata tajam, siap menjadikan ia samsak gratis.

Tamat riwayatnya.

Seringai terpancar dari bibir mereka, ini sudut himpitan gudang pembangunan. Kosong molompong. "Rileks honey, kita main-main dulu gimana?" tawar salah satu anak itu berjalan mendekati Geisha yang menampilkan wajah angkuh.

"Bergilir, lebih enak kan dari pada harus main kekerasan?" sahut yang lain, tertawa mengejek.

"YOMAN, kita sama-sama enak aja. Body lo oke juga," ujar si anak laki-laki dengan pandangan yang menyapu keseluruhan tubuh Geisha, intens. Tawa kembali mengembang di udara, nyaring bunyinya.

"Jangan nyia-nyiain yang gratis, sikat!" komando laki-laki berbadan besar dua kali lipat dari yang lain, ia berdiri paling depan.

Geisha mulai gentar saat mereka semakin mendekat. Refleks tubuhnya mundur hingga menabrak dinding buntu.

Memasang kuda-kuda, peduli amat tentang ia yang pasti akan kalah telak, utamakan usaha walau hasil sia-sia.

Kaki Geisha terangkat untuk meninju rahang mereka, sayang sekali kakinya malah ditangkap membuat Geisha harus berdiri susah payah menggunkan satu kaki.

"Lo udah terkepung, gak usah buang-buang tenaga lah," kata laki-laki yang berhasil memegang lengan Geisha. Mengedipkan satu mata. "Jangan tegang, perlu pemanasan? buka kancing seragamnya."

"JANGAN BERANI SENTUH GUE!" sentak Geisha berteriak lantang. Tubuh Gesiha berontak keras saat kancing seragamnya mulai dibuka. Ia terus berteriak, coba melepaskan.

Nihil, hingga kancing terakhir lepas. Jantung Geisha berdetak kencang, ini sudah masuk siaga satu. Tubuhnya terus mengirim sinyal bahaya pada otak.

Si laki-laki paling depan yang Geisha yakin ketua komplotan mendekat, hendak mencium bibir Geisha.

Semangat Geisha menurun, ia telah kalah.

GOSH! keajaiban tiba-tiba hadir.

Di belakang mereka seperti ada angin puting belium mendekat, debu berpusing-pusing menutupi tubuh orang di dalam yang melemparkan puluhan batu kerikil mengenai kepala para bedebah mesum itu.

"BANGSAT!" pekik mereka, mengumpat. Berbalik siap melawan penyerangan. Batu semakin gencar di lempar.

Tubuh Geisha di lepaskan begitu saja, mendekat ke arah seseorang yang area tubuhnya tertutup asap debu.

Mata Geisha memecing, debu perlahan memudar. Sebuah ketidak percayaan hinggap di benaknya, di depan sana terpampang jelas tubuh kecil Rai berdiri tegap. Tingginya bahkan hanya sebahu Geisha. Manik kobaran api mengkilat di bola mata bercahaya Rai, siap bertempur sampai titik darah penghabisan.

Lawan yang merupakan anak-anak gumilang merengsek maju, bengis. Membuat formasi  melingkar, menyudutkan tubuh Rai dari segala sisi.

Kalau Geisha saja yang menang besar di fisik kalah bagaimana Rai? rasa pesimis Geisha hanya berlangsung lima detik, hilang cepat saat Rai merauk pasir di plastik dan menaburkan ke wajah mereka. Hal itu membuat mereka yang tidak siap, kelilipan. Penglihatan buram. Mata perih. Sulit melawan.

Tangan Rai terus gesit menaburkan berulang-ulang pasir yang ia ambil di dekat pembangunan area ini. Menyeringai puas.

"RAI!" panggil Geisha menerobos masuk, berdiri di sebelah Rai, gerombolan di depan sibuk mengucek-ngucek mata.

"AYO BANTU TABUR!" balas Rai sambil memberikan satu kantung plastik. Ya, Rai memang membawa 4 plastik lebih.

Tanpa diperintah ulang Geisha ikut menabur, mereka semakin berteriak marah. "MEREKA BISA BUTA KALAU GINI, RA!" teriak Gesiha pada Rai di sebelahnya.

"LEBIH BAIK MEREKA YANG BUTA DARI PADA KITA YANG MATI!" jawab Rai tanpa menoleh.

Di kesempatan itu Rai siap memasang kuda-kuda. Memberikan pukulan beruntun, tanpa ampun terus bertubi-tubi berhasil kena, tidak melesat sedikitpun juga tidak di balas karena pandangan lawan buram total.

Gesit dibantu oleh Geisha, kompak membuat hidung lawan bercucuran darah segar. Ia sekilas melirik pada Rai yang lihay meninju bagian rahang, perut dan sekitar alat vital lawan. Mengambil balok kayu yang ia bawa, memukuli ke arah pipi lawan dengan tenaga ekstra. Kali ini Geisha akui Rai memang gadis sakti tiada tanding.

Satu persatu dari mereka mulai tumbang, terbanting. Pingsan, terkapar berserakan di lantai. Rai mengatur nafas, tangannya masih terkepal meninju sisa lawan yang mencoba bangkit.

"Kamu tau? kalau nggak kaya gini kita bakalan kalah telak, bukan karena kondrat kita lemah sebagai perempuan tapi karna lawan yang punya tenaga ribuan, lebih dari kita," ujar Rai tegas.

Geisha yang kembali memukul lawan menggunkan balok mengangguk, setuju.

"Mereka bisa aja kerja keras pake tenaga tapi kita yang harus menang pake cara kerja cerdas," sambung Rai membuat Geisha menghentikan aktivitasnya. Menatap Rai sambil menstabilkan nafas.

Dalam keadaan terdesak saja Rai bisa sepintar ini menentukan strategi, apa yang anak-anak Atalas bilang tentang Rai bukan gadis biasa di detik ini Geisha mengakui pernyataan itu.

"GESSS, AYO LARI!" tangannya Rai tarik untuk berlari. Menjauhi ingar-bingar keributan.

Baru setengah jalan langkah kaki keduanya serempak berhenti, menahan nafas sambil saling lirik. Kini di depan Rai pun Geisha ada  komplotan anak Gumilang lain, wajah mereka ganas karena separuh pasukannya tumbang. Bendera perang ronde ke dua mulai berkibar di depan mata.

"Ra?" Geisha memikik pelan. Rai sudah brakdance, kakinya berputar bagai gangsing ke arah lawan yang sontak mengangkat tubuhnya menghindari, bersamaan dengan itu tangan Rai merauk pasir di bawah. Bangkit, melemparkan pasir tersebut.

"KITA GAK PUNYA SENJATA SELAIN LAWAN GESS!" ucap Rai kencang. Geisha mengangguk, siap kembali bertempur.

Menarik nafas dalam lalu memelanting tangan lawan dari arah kanan-kirinya. Membanting kan tubuh mereka, satu dua sampai tiga berhasil terkapar.

Tidak memberi jeda sedikitpun, bogeman maut Rai terus berdentum. Peluh membahasi wajah dan sekujur tubuh.

Lawan menggeram marah. Rai sedikit meringis, ia beberapa kali kena tinjuan dibagian perut juga pipinya. Anak Gumilang terus berusaha membabi buta habis dua wanita seolah mereka bergender sama dengannya.

"GESS AWAS!"

BHUAG!

Rai memegang kepalanya sendiri yang berdenyut kena balok. Geisha meremas jari-jarinya sambil menepiskan bibir, balas meninju.

"SIALAN!"

BHUAG!

Geisha mengusap darah di hidung, tenaganya mulai berkurang. Sama halnya dengan Rai, mereka tetap saja wanita yang pasti kelimpungan jika dikeroyok.

Tubuh kecil Rai terbanting karena gagal menakis pukulan. Rai mengaduh jeri, tulang-tulang tubuh seperti mati rasa. Kebas.

Uluran tangan Geisha membantu Rai berdiri. Kesempatan untuk menang hanya 30%. Terlebih Rai sudah mulai sempoyongan saat berdiri. Melihat wajah Rai babak belur membuat Geisha dilanda bersalah setengah mati, ia terus berdo'a semoga ada keajaiban dari semesta.

"Nyerah aja manis, lo berdua bakalan kalah," kata salah satu anak menyeringai puas. Merasa menang.

"Cewek tolol dikasih yang enak ngelawan," sambung yang lain diakhiri decihan.

"Emang biasa pasang tarif berapa kalau nggak mau dipake gratisan?" tanya laki-laki berambut ikal membuat gelak tawa menggelegar.

Rai mengepal tangan kesal sampai kuku-kuku jarinya memutih, jiwa wanita yang sesungguhnya mendominasi. Ia berjalan mendekati laki-laki tersebut, berjingkat dan menjambak murka rambut laki-laki otak mesum itu sampai ia menjerit kesakitan.

"RAAAA!"

"ENAK AJA, SIAPA YANG JUAL DIRI?!" sentak Rai dengan wajah memerah, kalap.

"MULUTNYA GAK PERNAH SEKOLAH! MAKANNYA KALAU SEKOLAH MASUK KELAS JANGAN MASUK WARKOP!" lanjut Rai masih dengan nada meninggi.

"Ra---eh?" Geisha bingung sendiri.

Sambil menjambak tatapan mata Rai menyapu wajah-wajah anak yang lain. "KALIAN TUH PUNYA IBU GAK SIH? MIKIR DULU NGGAK SIH KALAU MAU NGELECEHIN PEREMPUAN?"

"BANCIIIIIIII!" umpatan Rai satu itu membuat mereka naik pitam, mendorong tubuh Rai hingga mundur beberapa langkah.

Menubruk dada seseorang yang menahannya. Rai menoleh ke belakang. Bulu kuduknya langsung merinding ngeri, atmosfer sekitar terasa langsung dingin, penuh ketegangan. Xabiru datang.

Gurat wajahnya mengerikan dengan netra pekat hijau yang menggelap, darah yang berdesir mendidih. Berdesis penuh peringatan. Seperkian detik langkah besar Xabiru meratakan mereka, api berkobar di tubuhnya.

Satu lawan puluhan Xabiru mampu melawannya, gesit berkelit, membanting, memeting juga menakis lawan yang dari arah belakang coba menghajarnya. Insting Xabiru berjalan pesat.

Rai menggigit bibir bawah takut-takut, sebelumnya ia tidak pernah melihat Xabiru semarah ini. Ya, wajah Xabiru mungkin terlihat tenang, dingin. Tapi gerakannya berbanding terbalik dengan itu.

"BIRUUU!" Rai menutup mata saat Xabiru membaretkan lengan lawan menggunkan belati yang berserakan.

"Gess itu bahaya gess!" ujar Rai berseru histeris. Sudah dikatakan Rai itu manusia baik, pada musuh sendiri saja masih peduli.

"Biru nggak segila itu Ra buat bunuh, dia cuma melemahkan lawan," jelas Geisha.

Sampai di titik penghabisan. Xabiru berhasil membuat semut-semut kecil itu kalah.

Menarik kedua wanita yang sudah berani melawan untuk menjauh. Ketiganya mengatur nafas saat sudah sampai di depan mobil jeep warna coklat tua. Milik Sarah, kalau kata Nara mobilnya penculik.

Wajah Rai yang panik berubah dingin, menepis tangan Xabiru. Berjalan menuju halte bus. Xabiru cepat mengejar.

"Lo pulang bareng gue!" kata Xabiru memaksa karena keadaan Rai tidak baik.

"Gak."

"Jangan ngeyel," kembali Xabiru tarik tangannya. Rai berdecak sambil menepis, terjadi hingga 4 kali lebih.

"GAK MAU BIRU!"

BHUAG!

"Akh," Xabiru meringis pelan saat kepalan tangan Rai mengenai perutnya.

Raut wajah Rai kembali panik. "SAYA BILANG GAK MAU YA GAK MAU!" sentak Rai coba tahan dengan aksi (pura-pura marah) alisnya menukik tajam. Dalam hati Rai mengutuk diri sendiri yang dengan bodoh memukul perut Xabiru.

Itu sungguhan refleks alamiah dari tubuh Rai. Bukan sengaja, mungkin karena efek bertempur tadi. "YAUDAH SANA PULANG SENDIRI!" balas Xabiru tidak kalah galak.

Rai terus berjalan cepat sambil mengusap kasar sudut bibirnya yang sobek, mengeluarkan darah. Xabiru mengikuti dari pinggir. "ASAL JANGAN SALAHIN GUE KALAU BESOK GUE BAKAR SEKOLAH GUMILANG!" imbuh Xabiru mengancam. Rai mengepalkan tangan greget.

Tegak menghadap Xabiru, tatapan tajamnya berkilat jelas. "YAAAA! BAKAR SANA, BAKAR SEMUA, BAKAR KOTA BANDUNG SEKALIGUS, BAKAR!" balas Rai dengan nafas menderu.

Memejamkan mata beberapa saat. "Konsisten dong biru! Kalau kamu mau benci sama saya gak usah nanggung, persetan kalau cuma kasian. Saya nggak butuh kasian kamu. Yang saya butuh itu kerja sama, kalau kamu mau benci saya, oke, tapi tolong kerja sama buat gak sok-sokan peduli gini!" ucap Rai mencurahkan isi hatinya. Nada Rai jadi berubah lirih. "Saya selalu jatuh cinta sama hal-hal kecil dari kamu, biru. Kalau gini gimana saya bisa move-on?"

Xabiru termangu, diam menatap iris mata Rai yang berubah sendu. Selama ini yang Xabiru tahu Rai terlihat biasa saja tanpa dirinya, malah terlihat jauh lebih bahagia. Ia sudah salah besar.

"Buat ngelupain kamu saya butuh miliyaran jam, ribuan hari, puluhan musim tapi kalau harus jatuh cinta balik saya cuma butuh satu rasa peduli dari kamu!" ucap Rai kencang dan serak.

Diam beberapa detik. Geisha memperhatikan dekat mobil.

Suara berat Xabiru berucap. "Gue nggak peduli sama lo."

"Ulang sambil tatap mata saya!" tantang Rai karena Xabiru berucap sambil melihat ke bawah.

Xabiru menatap lembut mata Rai. "Pulang Ra, obatin lukanya. Jangan sakit." Alih-alih mengulang yang Rai minta ia malah mengatakan hal yang jelas merajuk ke arah rasa keperdulian.

Entah kenapa hati Rai terasa sakit mendengar suara Xabiru. "Saya benci kamu biru." Rai berjalan cepat meninggalkan Xabiru yang mematung di tempat.

********

"Selin kalau si Aa na neng ca nelpon jangan dibilang tos gelut, aduh si neng ca mah aa na ni riweuh pisan," kata Eyang mewanti-wanti sambil membawa kotak P3K.

Telaten mengobati sang cucu dibantu Selin yang mengangguk-ngangguk, menurut. "Mun ketauan sama A Azil mah euhhh----langsung diseret si neng uih ka Jakarta."

Rai tertawa, abangnya memang overprotektif luar biasa. Ia sesekali meringis saat betadin mengenai bagian kulit yang sobek. "Nggak atuh eyang kan Abang udah punya anak, masa masih overprotektif aja ke, ca?"

"Tah bener eyang." Selin setuju, ia tahu Kale juga tau keluarga kecil Abangnya Rai yang tiap tahun pasti datang berkunjung itu. Bersemangat sekali dirinya kalau Kale datang, cuci mata. "Tenang eyang aman weh rahasia di Selin mah. Mun Neng Ca uih ka Jakarta mah atuh sepi di Bandung."

Eyang memberikan jempol tinggi-tinggi. Rai tersenyum simpul, ini yang selalu membuat ia betah tinggal di Bandung.

"Gimana hari mu disana?" Kale bertanya berat dengan suara khasnya. Pertanyaan yang selalu Rai dengar hampir tiap malam.

Rai membaringkan perlahan tubuhnya di ranjang. Keluarganya di Jakarta setiap hari selalu minta Rai untuk pulang, Bunda bahkan uring-uringan kata ayah.

Jarak tidak sama sekali menipiskan rasa sayang keluarga di Jakarta untuk Rai.

"Eummm, kurang baik, bang."

"Kok bisa? ceritain."

"Bang...."

"Iya?"

Terdiam, Rai menatap langit-langit kamar, lekung senyumnya terbit saat bola mata memesona Xabiru terbayang.

"Xabiru anak Bu dokter Grace."

*******

Sampe ketemu dikonflik!💙


Continue lendo

Você também vai gostar

80.9K 3.3K 33
(MASA REVISI) Aksa Dirtama, cowok tampan kelahiran tahun 1999 tapi bukan Mos wanted sekolah. Memiliki dua kepribadian ganda yaitu,humoris tapi memati...
ARGALA De 𝑵𝑨𝑻𝑨✨

Ficção Adolescente

7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
KANAGARA [END] De isma_rh

Mistério / Suspense

7.6M 552K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...
1.8M 128K 49
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...