š“š‡š„ š”šš–š€šš“š„šƒ š„š‚ļæ½...

By plethcra

81.9K 8.5K 6.4K

ā š‘–š‘” š‘–š‘  š‘š‘œš‘”ā„Ž š‘Ž š‘š‘™š‘’š‘ š‘ š‘–š‘›š‘” š‘Žš‘›š‘‘ š‘š‘¢š‘Ÿš‘ š‘’ š‘”š‘œ š‘“š‘’š‘’š‘™ š‘’š‘£š‘’š‘Ÿš‘¦š‘”ā„Žš‘–š‘›š‘” š‘ š‘œ š‘£š‘’š‘Ÿš‘¦ š‘‘ļæ½... More

š“£š“±š“® š“‘š“®š“°š“²š“·š“·š“²š“·š“°
š“£š“±š“® š“š“²š“°š“±š“½š“¶š“Ŗš“»š“®
š“£š“±š“® š“Ÿš“®š“·š“¼š“²š“暝“®
š“£š“±š“® š“£š“®š“¼š“½š“Ŗš“¶š“®š“·š“½š“Ŗš“»š”‚
š“£š“±š“® š““š“Ŗš“»š““ š“œš“Ŗš“»š““
š“£š“±š“® š“œš“²š“¼š“¼š“²š“øš“·
š“£š“±š“® š“’š“±š“»š“²š“¼š“¶š“Ŗš“¼š“½ š“Ÿš“Ŗš“»š“½š”‚
š“£š“±š“® š“„š“²š“Ŗš“µ
š“£š“±š“® š“š“¼š“½š“»š“øš“·š“øš“¶š”‚ š“£š“øš”€š“®š“»
š“£š“±š“® š“š“¼š“¼š“Ŗš“¼š“²š“·š“Ŗš“½š“²š“øš“·
š“£š“±š“® š“’š“øš“·š“Æš“¾š“¼š“²š“øš“·
š“£š“±š“® š“”š“·š“­ š“øš“Æ š“£š“±š“® š“‘š“®š“°š“²š“·š“·š“²š“·š“° [š˜±š˜¢š˜³š˜µ.1&2]
š“£š“±š“® š“”š“®š“暝“®š“»š“¼š“®
š“£š“±š“®(š“²š“») š“”š“·š“­(š“²š“·š“°)

š“£š“±š“® š“›š“²š“«š“»š“Ŗš“»š”‚

4K 539 391
By plethcra

*ೃ༄ 𝓣𝓱𝓮 𝓤𝓷𝔀𝓪𝓷𝓽𝓮𝓭 𝓔𝓬𝓵𝓲𝓹𝓼𝓮 .ೃ࿐

𝐄𝐩𝐬. 𝟎𝟓






















NATAL TAHUN INI dirayakan seadanya, sebab masih diselimuti keadaan duka.

"Merry Christmas, Mother, Father."

"Merry Christmas, [name], Draco. Ini hadiah untuk kalian."

Disodorkan dua kotak hadiah oleh Narcissa, [name] dan Draco menerimanya.

"Thank you, Mother, Father." wakil [name] tersenyum manis. Ia segera membuka kotak hadiahnya, begitu pun juga dengan Draco.

Syal rajut mahal berwarna hijau tua dengan inisial masing-masing di ujung syal nya.

"Bagus sekali," gumam [name] memuji. Meski hijau tua bukanlah warna nya, [name] tetap suka apapun yang mertuanya hadiahkan padanya. Menurutnya, ini spesial.

Dan Draco, ia suka, sebenarnya. Ia hanya tidak suka bagaimana syal nya ini serupa dengan milik [name].

"Pakailah, [name], Draco." Narcissa ikut tersenyum. 

Mereka mengangguk. [name] mengangguk tulus, sedangkan Draco mengangguk terpaksa, sekedar menghargai hadiah pemberian orangtua nya. Mereka pun memakainya.

Setelah selesai, [name] menolehkan kepala, ia tersenyum menatap Draco yang juga memakai syal serupa. Entah, sepertinya ia menyukai segala hal yang berbau 'serasi'.

"[name]."

Sang pemilik nama mengalihkan pandangannya pada sumber suara. "Yes, Father?"

"Dimana cincinmu?" Lucius menyadari bahwa [name] tak memakai cincin pernikahannya.

Seketika [name] melirik Draco sekilas. "Maaf, Father."

Jujur saja, [name] takut dimarahi. Oleh sebab itu, [name] menundukkan kepala. "Cincinku, hilang."

"Kenapa bisa hilang?" Narcissa bertanya kaget.

Itu semakin saja membuat [name] enggan kembali mendongak. "Cincinku terjatuh di kereta. Sekali lagi aku minta maaf, Mother, Father."

Alih-alih mempersalahkannya, Lucius menggeleng, menepuk pundak [name]. "Tak perlu meminta maaf. Kau bisa mendapatkan cincin baru."

Alasan mengapa Lucius bersikap 'lumayan' pada [name], tak lain dan tak bukan, itu karena [name] adalah putri dari mendiang sahabat karibnya. Selain itu, Lucius akui [name] memanglah anak yang manis. Sedari kecil [name] selalu berhasil membuat hati Lucius melunak.

Cincin baru? Itu takkanlah sama dengan cincin yang Draco sematkan di jari manisnya beberapa bulan yang lalu.

Kini [name], berikut dengan Draco, telah kembali ke dalam kamar. [name] tengah memandangi indahnya salju diluar jendela kamar sebelum ia menoleh pada Draco yang tengah sibuk menyiapkan sesuatu, entah apa.

Melihat kehadirannya sekotak hadiah, [name] bertanya. "Untuk siapa?"

Draco menjawab tanpa sedikitpun menoleh. "Hermione."

Kalau boleh jujur, hati [name] sedikit mencelos mendengarnya. "O-oh, untukku?"

"Tidak ada."

Mendegarnya, [name] tersenyum miris. Raut wajah kecewa terukir jelas di wajahnya. "Padahal aku sudah menyiapkan hadiah untuk mu. Tunggu sebentar."

[name] beranjak dari sofa dan berjalan menuju koper Hogwarts nya. Tak lama, ia menghampiri Draco yang terduduk di kursi meja kamar sambil membawa sekotak hadiah di tangannya. Bisa [name] lihat kini draco tengah menulis surat ucapan. "Ini."

Ingin tahu, Draco melirik sekilas. [name] benar-benar menyiapkan hadiah untuknya.

"Taruh di meja."

Dengan itu, [name] menghembuskan nafas lega. Sudah untung Draco tidak menolaknya. "Okay,"

















✧༺ 🌕 ༻✧

















Arloji menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Tentu Draco telah usai mengirimkan hadiah natal pada kekasihnya, tepatnya pada sore tadi.

Dengan membawa sekotak hadiah di tangannya, Draco naik ke atas ranjang.

Tak pakai lama, Draco pun membukanya. Memperlihatkan isi dari hadiah natal yang [name] berikan padanya.

Ini sederhana, atau murahan?

Hanya lima buah cokelat kodok, satu pena bulu dan secarik kertas perkamen yang terlihat jelas bahwa itu disobek.

Penasaran tak penasaran, Draco mengambil secarik kertas itu. Disana tertera tulisan tangan [name] yang rapih. Draco membacanya.

Maaf seadanya. Aku tidak tahu kesukaanmu apa, jadi aku membeli ini di Hogsmeade. Kuharap kau suka. Merry Christmas, Draco.

Jangan salahkan aku, semenjak saat itu aku mulai menyukaimu.

[name]. S. Malfoy.

Draco mengernyit. Apa maksudnya ini? [name] mulai menyukainya?

Draco melirik gadis yang tengah tertidur lelap memeluk boneka kelinci di atas sofa kamarnya.

"Aku bukan cinta sejati mu, gadis terkutuk. Cobalah cari pemuda lain."

Draco segera memasukkan secarik kertas itu ke dalam kotak, lalu menutupnya dan ia taruh kotak hadiah itu lengkap dengan isinya di bawah ranjang.

Well, sebenarnya, tidak lengkap juga. Sebelumnya, Draco telah mencomot pena bulu dan satu buah cokelat kodok dari dalamnya.

Setelahnya, Draco membaringkan dirinya diatas ranjang. Tak lama, rasa kantuk melanda. Ia pun terlelap.

















✧༺ 🌕 ༻✧

















"Kami sudah mengonfirmasi bahwa 10 tahanan paling berbahaya pada malam kemarin berhasil kabur. Dan tentu saja, perdana menteri muggle telah diberitahu hal ini. Kami menduga kuat. Pelarian ini dipimpin oleh seseorang yang sudah memiliki pengalaman dalam melarikan diri dari Azkaban, pembunuh massal terkenal, Sirius Black. Sepupu dari buronan Bellatrix Lestrange."

"Lihat wajahnya, [name]." Susan memperlihatkan koran Daily Prophet nya pada [name] yang tengah menyantap sosis panggang di sampingnya.

Meski tahu sosok itu adalah bibi mertuanya, [name] tetap bergidik ngeri tatkala melihat foto buronan Azkaban yang tercetak di koran milik Susan. "Dia menyeramkan,"

"Sangat. Lihat rambutnya, lihat giginya." parno Susan.

"Lihat kukunya." [name] menambahkan dengan ekspresi yang serupa. Tak bermaksud untuk durhaka, tapi, Bellatrix Lestrange memang benar-benar terlihat menyeramkan.

Mereka berdua saling bertatapan. Tak lama, mereka bergidik bersamaan. "Hiiii,"

Tiba-tiba, kertas origami burung mendarat tepat di meja hadapan [name].

[name] menatapnya aneh. "Apa ini?"

Susan mengangkat bahu. "Mungkin surat dari seseorang untuk mu."

"Dari siapa?" [name] mengedarkan pandangan.

Tiba-tiba, terdengar suara siulan. Dengan itu [name] segera menoleh pada sumber suara.

[name] mengerutkan dahi. "Ini darimu?" ucapnya melalui gestur bibir, tanpa suara.

Orang itu mengangkat alis seraya tersenyum menggoda. "Yes." Serupa dengan [name], melalui gestur bibir, tanpa suara.

Dengan itu, [name] memaksakan tersenyum padanya, lalu berbalik kembali menghadap ke meja panjang great hall.

"Ew." [name] bergumam dengan wajah kosong.

Susan menahan tawanya. "Yang benar saja? McLaggen?"

"Tidak lucu, Susan. Dia penggoda."

Susan terkekeh. "Buka suratnya segera. Aku penasaran."

[name] sempat menatap Susan ragu sebelum ia mengangguk dan membuka suratnya.

Temui aku di koridor menuju kelas Potion setelah ini.

C. M

"Tidak. Aku tidak mau." ketus [name] menaruh ---sedikit melempar--- kertas itu ke atas meja.

"Ya, sebaiknya begitu. Orang-orang bilang dia agak arogan." Susan mengambil kertas itu, meremasnya dan melemparnya ke sembarang tempat.

Pluk!

"Hei! Siapa yang melempar kertas keatas kepalaku?"

"Eh, maaf, Ernie."

















✧༺ 🌕 ༻✧

















"Ingat. Patronus hanya bisa melindungi selama kalian fokus. Terus fokus, Luna."

"[name]. Sekarang giliran mu."

[name] menatap Harry ragu. "Sepertinya aku tidak bisa, Harry."

"Kau bisa. Pikirkan hal yang paling bahagia."

Masalahnya, apa yang membuatnya bahagia?

Well, tidak akan tahu sebelum mencoba. Baik, mari kita coba. [name] memilih untuk memikirkan saat-saat dimana ia menyantap cookie buatan sang Nenek yang baru saja keluar dari oven dengan segelas susu hangat sebelum tidur.

"Expecto patronum."

Alih-alih patronus sempurna berwujud hewan, yang keluar dari tongkat [name] hanyalah percikan cahaya biru.

"I'm trying." [name] putus asa.

"I know. It's good." Harry tersenyum.

"Ini pelajaran tingkat tinggi, tapi kalian melakukannya sangat bagus." umum Harry.

"[name], lihat!"

Dengan itu, [name] segera menoleh pada Susan.

"Woah, that's cool," kagum [name] memandangi patronus berwujud kucing yang berlarian kesana kemari. Susan telah berhasil menciptakan patronusnya.

"Sebaiknya kau coba lagi, [name]."

Melihat patronus Susan dan orang-orang, [name] jadi termotivasi. Ia akan mecobanya lagi.

"Okay." [name] mengangguk.

Kini [name] terfokus. Lebih fokus daripada sebelumnya. Kalau membayangkan malam dimana Draco menciumnya, bagaimana? Tak ada salahnya, bukan?

"Expecto- what's going on?"

Lampu mati nyala. Ruangan berguncang bak gempa. Suara dentuman sesekali terdengar dari arah luar. Kaca-kaca disekitar ruangan pecah. Semakin lama guncangan semakin kuat. Semua murid waspada, takut-takut terjadi sesuatu yang buruk.

"Bombarda maxima."

Duar!

Dinding didepan mereka seketika meledak. Menampakkan seorang wanita berbusana norak dengan wajah geramnya. Umbridge, Filch, dan beberapa anggota tim penyelidik berhasil menangkap basah mereka.

Tak lama kemudian, datanglah sosok yang [name] amat kenali, bersama dengan Cho yang ia tarik paksa.

"Draco," [name] bergumam kecil.

Meski sudah menduga hal ini dari awal, Draco tetap saja terkejut menyadari keberadaan kekasihnya disini. Well, Ada Potter ada Hermione. Itu sudah paten.

"Tangkap mereka."

















✧༺ 🌕 ༻✧

















Semakin lama keadaan semakin buruk. Kini Umbridge lah yang menggantikan posisi Dumbledore sebagai kepala sekolah semenjak kepergiannya yang entah kemana.

Para anggota Dumbledore Army kini dikumpulkan di aula dalam rangka menjalani detensi. Menjalani detensi yang kedua kalinya, [name] tak mengeluh, ini lah konsekuensinya.

Setelah detensi selesai, dengan sayatan luka di punggung tangan kiri mereka, mereka pun keluar dari aula. Menampakkan Cho yang kini terasingkan berdiri didepan pintu aula.

Yang lain mengabaikannya, [name] malah tersenyum, sedikit kaku. "Cho,"

Seperti ada secercah harapan bagi Cho, ia menatap [name] penuh harap. "[name]-"

"Apa-apaan, [name]? Jangan menyapa seorang pengkhianat." sinis Susan menarik lengan [name] pergi.

"Kau tidak kasihan padanya, Susan? Lihat wajahnya," [name] berbisik.

"Tidak ada kata kasihan untuk seorang pengkhianat seperti dia."

Susan benar-benar dibuat kesal. Tak heran, ia memang sedari awal tak begitu suka pada Cho. Entah apa alasannya.

"Kau duluan saja, Susan. Aku mau ke toilet dulu."

"Jangan menipu ku, [name]. Kau mau menghampiri Cho, 'kan?" Susan memasang wajah curiga.

"Eh? Tidak, tenang saja. Aku sudah menahannya sedari tadi," ujar [name] tak tahan.

Mendengarnya, Susan menghilangkan kecurigaannya. "Kalau begitu, bergegaslah sebelum kau mengompol disini."

"Enak saja. Tunggu aku di asrama, bye!" [name] segera berjalan sedikit berlari meninggalkan Susan.

"Cepatlah kembali!" seru Susan dari kejauhan sana.

Setelah sampai, [name] segera memasuki salah satu bilik di kamar mandi perempuan.

"Ah, lega...,"

Setelah selesai dengan urusannya, [name] hendak keluar, membuka pintu bilik sebelum mendengar suara langkah kaki tergesa masuk ke dalam kamar mandi.

"Akulah yang mencetuskannya, mau apa kau?"

"Tapi ini berbahaya untukmu, babe. Lihat tanganmu."

"Aku tidak peduli. Aku mendapatkan ini karena aku membela kebenaran."

Astaga. Itu, suara Hermione dan Draco. Mereka bertengkar?

Dengan itu, [name] memutuskan untuk menahan dirinya di bilik kamar mandi sampai kedua sejoli itu meninggalkan kamar mandi.

Jujur saja, hati jahat [name] merasa puas melihatnya. Rasanya ingin mendoakan agar hubungan mereka cepat-cepat berakhir setelah ini. Tapi, tidak. [name] segera menepisnya. Hati jahat nya tidak boleh mendominasi didalam dirinya.

"Kau terlalu posesif, Draco. Aku lelah denganmu!"

Tanpa harus mendegar cerita, [name] menangkap semua pembicaraan kedua sejoli itu sampai pada akhirnya Hermione pergi meninggalkan Draco di kamar mandi. Agaknya mereka bertengkar karena Draco peduli pada Hermione. Sedangkan, [name]? Bahkan Draco hanya meliriknya datar saat Dumbledore Army tertangkap basah kemarin.

Disisi lain, Draco meremas rambutnya frustasi. Draco hanya tak ingin Hermione dalam bahaya. Tapi mungkin Hermione ada benarnya, dirinya terlalu posesif. Lagipula, Hermione sudah beberapa kali melewati aksi berbahaya bersama Potter dan Weasley disetiap tahunnya.

'Aku harus cepat membujuknya.' batinnya.

















✧༺ 🌕 ༻✧

















Hari ini hari libur. Sesuai rencananya, hari ini [name] akan pergi ke perpustakaan, hendak mengembalikan buku novel yang ia pinjam beberapa bulan yang lalu.

"Sore, Madam."

"Ms. Eclipse yang terhormat, ini dia. Kemana saja selama ini?"

Baru saja datang, sudah diomeli.

[name] berjalan dan mendudukkan dirinya di kursi didepan meja Madam Pince. "Maaf, Madam. Aku tidak sempat singgah kesini beberapa minggu kemarin. Ya, Madam tahu,"

"Ya, organisasi mu itu. Sekarang, mana novel yang kau pinjam beberapa bulan yang lalu?" Madam Pince menekankan nadanya sarkas.

[name] tersenyum maklum. "Aku lupa untuk mengembalikannya. Ini."

"Alasan." Madam Pince pun mengambil novel cinta putri duyung yang [name] berikan padanya. Lagi-lagi [name] tersenyum maklum, menyipitkan matanya.

"Madam tahu, Brody Bennetts. Pacarku."

"Siram air ke kaki ku, Madam." [name] menggerakkan punggung kakinya.

Madam Pince menoyor dahi [name]. "Berbulan bulan kau menyimpannya, kau jadi terpengaruh dengan novel ini."

Mendengarnya, [name] terkekeh geli. Rasanya menyenangkan mengusili wanita pemarah yang terlalu protektif pada buku-buku nya ini.

"Apa ada lagi novel makhluk mitologi seperti ini, Madam?"

Dengan itu, Madam Pince menunjuk bagian perpustakaan paling belakang. "Disana. Jangan terlalu banyak membaca novel semacam ini, lama-lama kau bisa gila."

[name] lagi-lagi terkekeh. "Yasudah kalau begitu. Nanti aku kembali, mau meminjam lagi."

"Kembalikan tepat waktu. Aku akan mulai memasang denda setelah ini."

[name] hanya menganggukkan kepala mendengarnya, meski ia tidak setuju dengan perihal denda-mendenda. Itu bisa dibahas nanti. Untuk sekarang, [name] begitu antusias ingin mencari buku novel tentang Peri lalu segera membawanya menuju meja Madam Pince untuk meminjamnya.

[name] beranjak dari kursinya, mulai melangkahkan kakinya menuju perpustakaan bagian belakang. [name] tidak berkata bohong, jaraknya dari sini terhitung lumayan jauh. Sore ini perpustakaan sangat sepi. Di perpustakaan seluas ini, [name] hanya menjumpai sekitar dua tiga murid sejauh ini.

"Ah, itu dia."

[name] segera berjalan menghampiri rak buku yang tertera tulisan 'Mythology Tales' diatasnya. Namun, ujung matanya menangkap sesuatu dari lorong rak buku di sebelah kirinya. Dengan itu, langkah kaki [name] terhenti. Ia menoleh.

Kedua bola mata [name] membulat. Dengan segera ia menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat saat ini.

Draco,

Sedang mencumbu Hermione.

[name] segera menarik mundur dirinya, bersembunyi dibalik rak yang sebelumnya ia lewati. Air matanya menggenang.

Bukannya kemarin mereka bertengkar? Semudah itu 'kah mereka memperbaiki hubungan? Dan mengapa [name] harus menyaksikannya?

Meski kakinya melemas, [name] memaksakan untuk berjalan keluar perpustakaan. Seketika ia melupakan tujuan awalnya, meminjam novel peri.

"Mana novel mu?"

[name] menggeleng, menghapus air matanya yang keluar tanpa aba-aba. [name] tersenyum, "Lain kali saja. Selamat sore, Madam."

Sebelum dicecar pertanyaan, [name] segera berlari keluar perpustakaan. Menaikki tangga dengan terburu-buru menuju asrama Hufflepuff. Saat tiba di asrama, seperti biasa, [name] mendapatkan sapaan dari teman-teman seasramanya.

"Hai [name]." sapa Hannah yang kebetulan sedang berada di dekat pintu masuk.

"Hai Hannah," [name] membalas sedikit menunduk seraya berlalu menuju kamarnya. Gelagatnya membuat Hannah mengerutkan keningnya bingung.

"Susan, [name] kenapa?"

[name] menutup pintu kamarnya. Ia segera menjatuhkan dirinya ke atas ranjang. Menenggelamkan wajahnya diatas bantal.

"Kenapa?"

[name] tahu itu Coco. Maka dari itu, [name] membuka suara dari dalam bantal.

"Aku melihat Draco berciuman dengan Hermione,"

Seketika Coco terkesiap. "Demi sate kelinci!"

[name] menghela nafas dalam. "Rasanya sakit, Coco."

"Salah besar aku menaruh hati pada Draco,"

[name] mulai terisak. "Kalau saja aku tidak mencintainya, rasanya tidak akan sakit seperti ini."

Rasanya Coco jadi ikut sedih mendengarnya. "Perasaan itu tidak bisa di atur, Cookie."

Krieeeet.

"[name]?"

[name] segera menoleh. Bantalnya kini basah oleh air mata.

"Susan,"

"Kau menangis? Ada apa?" Susan yang khawatir berjalan menghampiri dan duduk di sisi ranjang.

[name] ikut terduduk, lalu menggeleng, menyeka pipinya yang basah. "Tidak ada apa-apa."

Susan menghela nafas. "Kau tidak pernah bercerita lagi padaku, [name]. Kau tahu, saat bercerita, hatimu akan merasa jauh lebih baik."

















✧༺ 🌕 ༻✧

















SILENCE
O.W.L IN PROGRESS
O. W. L EXAMINATIONS -year 5
Use Magical Regulation 572
Azul Marino ink ONLY

Ujian OWL tiba. Para murid tahun kelima melaksanakannya di aula. Umbridge berdiri didepan mereka sebagai pengawas.

Mengingat kejadian kemarin, [name] hanya sempat belajar selama tiga jam, itu pun sebelum ujian dimulai. Tapi, jika dilihat dari soal-soal nya, sepertinya [name] bisa mengerjakannya. Ia cukup pandai dalam hal akademik.

Sedang asyik mengerjakan soal, tiba-tiba suara dentuman terdengar dari luar aula. Namun para murid mengabaikannya dan kembali fokus mengerjakan soal. Tapi tak lama kemudian, suara dentuman itu semakin terdengar jelas sehingga membuat Umbridge keluar aula untuk mengecek keadaan.

Umbridge membuka pintu, mendapati bola api kecil melayang layang di sekitar wajah nya. Lalu, bola api itu masuk dan melayang-layang di udara.

Setelah kembang api itu meletus tepat diatas deretan meja para murid, si Kembar Weasley secara mengejutkan melesat masuk menaiki sapu terbang dan menghanguskan kertas ujian. Umbridge tercengang, tak bisa berkata apa apa.

Fred dan George menyalakan sebuah kembang api, kembang api itu berubah menjadi seekor naga yang siap melahap Umbridge yang berlari terbirit-birit dibuatnya.

Saat sampai di depan pintu, naga itu melahap Umbridge lalu naga itu berubah menjadi sekumpulan bola kembang api dan berpencar meledak menghanguskan peraturan peraturan yang Umbridge pajang di dinding sekitar pintu ruangan. Seketika, bingkai-bingkai peraturan yang Umbridge buat runtuh.

Fred dan George melesat keluar, berikut dengan murid-murid yang kini bersorak-sorai. Mereka membuat logo inisial 'W' diatas sana. Para murid semakin bertepuk tangan bersorak gaduh dibawah sana.

Melihat Neville, Luna dan Ginny berlari tergesa, [name] mencegat salah satu dari mereka.

"Ginny, ada apa ini?"

Ginny menoleh. "Harry. Kau mau ikut?"

Ada apa lagi dengan Harry? Merasa khawatir, [name] pun mengangguk. "Tentu."

"Susan, aku pergi dulu." pamit [name] terburu-buru.

"Mau kemana? [name]!" Susan berseru, namun terlambat. [name] sudah berlari tergesa mengikuti si Bungsu Weasley.

Tertinggal dari Neville dan Luna, [name] dan Ginny mempercepat langkah mereka. Namun terlambat, dua anggota tim penyelidik menemukan dan menangkap mereka.

"Tertangkap kalian!" seru salah satu dari mereka. Rupanya, Pansy Parkinson. Dia dan Theodore Nott mencengkram kuat lengan [name] dan Ginny dari belakang.

"Lepas!" berontak Ginny.

[name] melakukan hal yang sama. "Lepaskan kami!"

"Jangan harap!" sentak Theodore.

"Hei! Lepaskan mereka!" Seseorang datang, seluruh atensi kini beralih padanya.

















✧༺ 🌕 ༻✧

















Sudah ditolong, pada akhirnya mereka tertangkap juga. Kini kedua pergelangan tangan [name] dicengkram kuat oleh Pansy Parkinson di kantor Umbridge bersama dengan teman-teman yang lainnya. Harry yang telah diberi mantra pengikat terduduk di kursi didepan mereka semua, berhadapan langsung dengan Umbridge.

"Aku menangkap yang satu ini. Mencoba menolong si Putri Weasley dan Eclipse." Seseorang datang dengan angkuh, membawa Neville masuk.

Atensi [name] jadi teralihkan padanya. Draco Malfoy. Pemuda yang semalam ia dapati tengah bercumbu dengan gadis yang kini berdiri disampingnya, Hermione Granger.

[name] mengerutkan dahinya bingung tatkala Draco melepas cengkramannya pada Neville. Begitupun juga dengan Crabbe yang melepas cengkramannya pada Hermione. Mereka bertukar tempat. Kini Draco lah yang mencengkram Hermione.

Draco dan Hermione benar-benar berdiri disamping [name] sekarang. Hal itu membuat [name] menunduk, menggigit bibir bagian dalam menahan perasaannya yang tak karuan. [name] menghela nafas berat.

Hermione yang menyadarinya, berbisik. "You okay?"

Dengan itu, [name] menoleh menatap Hermione. Namun ujung matanya menangkap sesuatu. [name] melirik cengkraman Draco pada Hermione.

Hati [name] mencelos. Draco sama sekali tak mencengkram. Draco malah mengusap-usap punggung tangan Hermione dengan ibu jari nya.

[name] kembali menatap Hermione. Ia tersenyum, lain halnya dengan kedua netranya yang kini berkaca-kaca. "I'm okay, Mione."

"Jangan mengobrol!" Pansy berbisik menusuk, seraya menguatkan cengkramannya pada [name]. Dengan itu, [name] kembali meringis kesakitan.

Drama didepannya pun dimulai. Mulai dari tamparan Umbridge pada Harry, kedatangan Snape yang menguak fakta bahwa Cho bukanlah benar-benar seorang pengkhianat, dan sampai pada akhirnya,

"Dumbledore's secret weapon."

Hermione, bersama dengan Harry, berhasil membawa Umbridge pergi entah kemana. Kini hanya tersisa [name], Ron, Ginny, Neville dan Luna bersama para anggota tim penyelidik yang seluruhnya merupakan murid Slytherin.

"Aku benar-benar lapar. Kurasa ada beberapa bungkus permen di saku celana ku." ujar Ron mengeluh.

"Mau satu, Crabbe? Goyle?" tawar Ron.

Kedua antek gemuk itu tergiur. Pada akhirnya Ron dibiarkan untuk mengambil permen di dalam saku nya untuk dibagikan ke semua orang. Seringaian tercetak di wajah Ron kala target-target nya memasukkan permen itu kedalam mulut mereka.

Tak butuh waktu lama, mereka mulai mual-mual. Dan,

"Huekk!"

Muntah.

Dengan itu mereka melepas cengkramannya, alhasil [name], Ron, Ginny, Neville dan Luna berhasil kabur.

"Cepat susul Harry!"

Mereka berlari hendak menuju jembatan Hogwarts sebelum,

Gubrak!

"[name]!"

















✧༺ 🌕 ༻✧

















[name] menghembuskan nafasnya cemberut. Teman-teman yang lain pergi ke London, sedangkan dirinya terbaring diatas ranjang Hospital Wing.

"Astaga ... kenapa bisa begini?"

"Aku tersandung. Tali sepatu ku lepas,"

"Itulah, jangan ceroboh." Susan menggurui.

"Ish, kami sedang terburu-buru waktu itu." ketus [name].

"Hehe, benar juga." Susan menyengir.

"Lalu, bagaimana nasib Harry dan teman-temannya?" Susan bertanya penasaran.

Hening sebentar sebelum [name] menghela nafasnya dalam. "Aku tidak tahu. Semoga Harry baik-baik saja."

Banyak kejadian yang terjadi pada [name] akhir-akhir ini. Kepala [name] jadi pusing dibuatnya.

















✧༺ 🌕 ༻✧

















Syukurlah keesokan harinya ---yaitu hari ini--- [name] mendapati Harry pulang dengan selamat. Namun hal buruknya, Harry pulang dengan membawa kabar yang tak mengenakkan. Sirius Black meninggal dunia. Tentu [name] ikut merasakan kesedihan yang Harry alami. Terlebih lagi ---seperti yang sudah pernah dikatakan--- [name] adalah pribadi yang perasa. Ia bisa ikut merasakan kebahagiaan ataupun kesedihan orang-orang didekatnya.

Hati [name] sebenarnya sensitif. Mudah mencintai, mudah pula hancur berkeping-keping. Mungkin inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa [name] bisa menaruh hati pada suaminya, Draco.

Selama ini [name] terus berusaha untuk memendam kesedihannya. [name] tak ingin orang-orang terdekatnya mengetahui bahwa hatinya sedang bersedih. Benteng pertahanannya hanya akan runtuh bila ia bersama boneka pemberian ibunya, Coco.

Hari ini pula, seluruh murid Hogwarts akan pulang ke kediaman mereka masing-masing. Kondisi kaki [name] yang keseleo kini sudah membaik, berkat obat pahit manjur dari Madam Pomfrey.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Draco dan [name] sampai di depan pintu Malfoy Manor. Anehnya, sedari tadi Draco terlihat murung. Sudah [name] tanya berkali-kali, namun tak mendapatkan respon sama sekali.

Tok tok tok.

Cukup lama menunggu, akhirnya ada yang membuka pintu.

"Ah, Draco kecilku!"

Bellatrix Lestrange.

Sekarang [name] tidak tahu harus berbuat apa. Lebih baik kabur atau menyelonong masuk dan bersembunyi di kamar?

Pandangan buronan Azkaban itu seketika teralihkan pada gadis yang berdiri disamping keponakannya. "Dan kau pasti [name]."

Disadari keberadaannya, [name] sedikit tersentak, bagai disetrum listrik. "I-i-iya."

Bellatrix terkekeh renyah. "Istrimu lumayan juga, Draco." ia mengelus pipi [name].

Kuku-kuku Bellatrix yang [name] bicarakan dengan Susan tempo kemarin itu kini mengenai kulit mulus [name] secara langsung. Lama-lama bulu kuduknya bisa berdiri.

"Dimana Mother?" Dengan dingin, Draco membuka suara. Namun terbesit nada khawatir di dalamnya.

"Ah, Cissy sedang bersedih di kamarnya."

Dengan itu, Draco langsung menyelonong masuk. Sepertinya ia begitu khawatir, meski tak terlihat sedikitpun ekspresi khawatir didalam wajahnya.

"Um, kenapa Mother bersedih?" Dengan takut-takut, [name] bertanya. Kini hanya tersisa dirinya dan Bellatrix didepan pintu masuk.

"Huh? Draco tidak memberi tahu?"

[name] mengerutkan dahi bingung. Ada apa ini? Bahkan Draco tak sama sekali berbicara padanya disepanjang perjalanan. [name] menggeleng.

"Lucius. Dia ditahan di Azkaban."

༶•┈┈☾ 𝐓𝐡𝐞 𝐔𝐧𝐰𝐚𝐧𝐭𝐞𝐝 𝐄𝐜𝐩𝐥𝐢𝐬𝐞 ☽┈┈•༶























kumenangis ..

jangan pada marah sm nem dong ..😩🤔😃

Continue Reading

You'll Also Like

1K 180 4
Bayangin kalau kamu sekelas sama tujuh setan biadab dan seorang manusia yang tingkahnya tidak seperti manusia pada umumnya, yakin masih waras? Charac...
30.1K 3.9K 24
[COMPLETED] Season 2
992K 144K 61
[Celine Story] Dibalik sifatnya yang ketus, ceplas-ceplos, dan ucapan yang keluar selalu sadis dari mulutnya. Celine termasuk golongan orang-orang bu...
120K 14.1K 17
[Update setiap Senin, Kamis, Sabtu.] Karanina William Campbell kembali lagi ke Hogwarts untuk tahun keenamnya. Yang tidak ia sadari adalah, akan bany...