My Fabulous Slave 🔞

By dainifeiworld

220K 18.4K 3.9K

⚠️ Mengandung adegan 🔞 seperti : bahasa kasar, kekerasan, pelecehan seksual, dll ⚠️ Kehidupan Kim Seokjin ya... More

Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56 ⚠️
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
Chapter 77
Chapter 78
Chapter 79

Chapter 67

1.1K 121 73
By dainifeiworld









Rasanya, alam pun sedang ikut gemetar menanti pembicaraan dua pria dewasa yang tengah duduk berhadapan di meja makan milik Kim Seokjin karena sejak tadi, langit terus bergemuruh; mengeluarkan kilat yang saling bersahutan dan cukup ribut.

Namjoon tidak sedikit pun berani membuka mulutnya untuk meminta maaf, pun tidak berani mengangkat kepala karena terlalu malu setelah apa yang telah dirinya perbuat. Jika karyawan perusahaannya melihatnya bersikap seperti ini, hancur sudah wibawa yang selama ini ia tunjukkan.

Sementara Seokjin sudah masuk ke kamar saat Jeongsan mulai menangis.




"Jadi."

Jungkook akhirnya bersuara setelah mematikan batang rokoknya yang hampir habis terbakar.

Meski tanpa melihat, Namjoon bisa menebak akan semengerikan apa wajah Jungkook—suami dari mantan suaminya—sekarang.




"Pengusaha super sukses sepertimu ternyata suka bermain api, ya, Kim Namjoon?"

Suara berat Jungkook; meski tidak seberat miliknya, entah kenapa membuatnya begitu takut saat ini. Ditambah ia yang baru saja tertangkap basah mencumbu suami orang lain membuat keberaniannya kian mengecil.




"Kudengar kau masih menyimpan rasa pada Seokjin hyung setelah apa yang kau lakukan selama beberapa tahun padanya?" Jungkook bertanya, dengan nada yang begitu sinis dan tajam. "Berani sekali, ya?"


Ah. Namjoon rasanya semakin dibuat terpojok. Ia tidak tahu jika dosanya di masa lalu akan diungkit di saat-saat seperti ini, membuat dirinya semakin tertekan dengan rada bersalah yang ada.



"Apa kau yakin Eunbi adalah anakmu bersama wanita lain? Wanita yang kau tiduri di saat kau masih berstatus sebagai suami Seokjin hyung?"





Namjoon memang sudah berubah, ia tidak lagi ingin menjadi dirinya yang bodoh dan jahat seperti dulu. Ia mengaku salah telah mencumbu suami orang lain. Tapi, ia tidak akan membiarkan dirinya difitnah seperti ini.

Maka, Namjoon pun mengangkat kepalanya, memasang wajah tegas, menyingkirkan perasaan takut dari hatinya. Tidak lupa untuk memberi tatapan yang sama tajamnya dengan Jungkook.


"Aku memang bersalah karena telah melakukan hal yang tidak seharusnya dengan suamimu, tapi aku tidak akan tinggal diam atas fitnah yang kau tujukan padaku, Jeon Jungkook!"

Senyum miring di wajah Jungkook melebar. Ia dengan tenang mengeluarkan satu batang rokok lagi dan membakarnya.




"Wow! Manusia krisis moral sepertimu masih memikirkan harga diri?"

Namjoon agak tersulut amarahnya ketika tatapan mengejek Jungkook semakin menekan dirinya. Pun mulut pedas Jungkook semakin tajam membuka luka lama hubungan Seokjin dan dirinya.




"Aku banyak mendengar apa saja yang kau lakukan pada Seokjin hyung selama menjadi suamimu. Kau terus-menerus menyakitinya, tapi kau juga mencintainya." Jungkook kembali mematikan rokoknya, kemudian ia berdiri dan melangkah agar semakin dekat dengan Namjoon. Ia mencoba memojokkan Namjoon. "Apa kau sadar jika kewarasanmu telah lama rusak?"





Tangan Namjoon terkepal kuat di atas pahanya. Rahangnya mengeras. Namun, di dalam hati ia terus menahan diri agar tidak meledak. Karena ia juga sadar dengan segala kesalahannya.


"Ayah dan ibumu pun demikian, sama jahatnya. Bahkan tega membunuh cucu sendiri karena terlalu takut pada orang-orang yang akan menghina keluarga sebab penerus mereka menikahi sesama jenis dan akan memiliki anak kandung bersama!"

Suara Jungkook kian tajam, sinis dan dingin. Ia bahkan tertawa kecil setelah kalimatnya.

"Apa kau pernah melihat orang lain yang lebih gila dari kau dan keluargamu?" tanya Jungkook yang semakin mendekati Namjoon.

Setelah berdiri tepat di sebelah Namjoon, Jungkook menumpukan tubuhnya dengan meletakkan kedua tangannya di atas meja. Tubuhnya ia bungkukkan sedikit agar bisa semakin dekat dengan telinga Namjoon.



"Kau sungguh—" Kalimat Jungkook terpotong oleh Seokjin yang tiba-tiba hadir dan menegur Jungkook dengan tegas.


"Cukup, Jungkook!" ujar Seokjin dengan tegas. Ia membawa kakinya untuk melangkah dan mendorong tubuh Jungkook agar sedikit menjauh dari Namjoon.


"Kau gila?!" Seokjin sedikit meninggikan suaranya, yang tentu saja masih dapat didengar oleh Namjoon.

Jungkook kemudian berdecak sebal dan mengacak rambutnya.



"Aku hanya membantunya mengingat kesalahannya agar dia tidak lagi melakukan hal serupa pada siapa pun."

Seokjin dibuat geram. Ia mengarahkan telunjuknya tepat ke dada bidang Jungkook.


"Semua sudah berlalu! Dia sudah sadar dan mengakui semua kesalahannya! Bukankah aku sudah mengatakannya padamu?!"

Jungkook mengerutkan keningnya karena Seokjin sekarang mengarahkan telunjuknya tepat ke wajahnya. Ia mendengus sebal.


"Ke mana saja kau? Kau menghilang, bahkan tidak hadir saat ayahku dimakamkan!"

Jungkook memutar bola matanya, ia terlihat sangat kesal sekali. Seokjin menyadari hal itu, tapi ia tidak peduli.

"Ada urusan."

Jawaban dengan nada menyebalkan itu menyulut amarah Seokjin. Ia kemudian mendorong pelan kedua pundak tegap milik Jungkook.




"Urusan apa yang lebih penting dari pemakaman ayahku, bajingan?!"

Nada suara Seokjin sedikit meninggi. Namjoon agak terkejut dan panik ketika memikirkan bagaimana jika anak-anak Seokjin terbangun karena suaranya.




"Aku sedang berduka! Lalu kau pergi tanpa memberi kabar seharian ini! Kau bahkan membiarkan aku terbebani mengurus anakmu yang terus menangis sendirian!"



"Kau terbebani mengurus anak itu sekarang, hyung?" Air muka Jungkook semakin masam. Ia melangkah, membuat Seokjin tanpa sadar berjalan mundur. "Apa aku yang meminta kau mengurusnya?! Apa aku yang meminta untuk mempertahankannya?! Apa aku yang mau dia tetap hidup sampai sekarang?!"

Tamparan keras langsung mendarat di pipi kiri Jungkook. Seokjin tampak kesulitan mengatur napas sebab terlalu marah. Air mata Seokjin bahkan telah mengalir deras.

Sementara Namjoon, ia telah berdiri karena terlalu terkejut memikirkan bagaimana bisa Jungkook mengatakan kalimat-kalimat seperti itu.

"Bajingan …," lirih Seokjin. Ia masih mengatur napasnya, terlihat dari dadanya yang bergerak cepat. "Kukira kau tidak sama seperti ibunya. Kupikir kau tulus mencintai Jeongsan."



Ibu? batin Namjoon bertanya.



Kemudian hening sesaat. Seokjin masih mengatur napasnya yang memburu, ia marah sekali pada Jungkook yang berani berujar seperti itu.

"Tsk!"

Decak sebal Jungkook barusan membuat Seokjin dan Namjoon menatap ke arahnya dengan alis yang hampir bertaut.


"Aku tidak pernah ingin Jeongsan lahir. Kau yang memohon pada Marine untuk tetap melahirkan anak itu!"

Namjoon membolakan kedua matanya. Ia sampai membawa tubuhnya yang sejak tadi terduduk untuk berdiri dan berjalan menghampiri dua pria yang ia yakini adalah sepasang suami.


"Apa maksudmu, Jeon Jungkook?"

Suara Namjoon begitu datar dan dingin, pun dengan tatapannya yang seolah menelanjangi Jungkook saat ini.

Jungkook tampak menghela napas, ia kemudian mendudukkan diri di sofa, membelakangi Seokjin dan Namjoon.

"Tanya pada Seokjin hyung dan Ten hyung yang merangkai semua skenario."

Namjoon menolehkan kepalanya ke arah kanan, tepat di mana Seokjin masih menunduk sembari menahan tangis.


"Skenario apa, hyung?"

Tidak ada jawaban dari Seokjin, karena yang tertua di antara ketiganya telah menangis sesenggukan.

Detik berikutnya, terdengar tangisan bayi yang begitu memekakkan telinga. Seokjin hendak berlari menuju kamar, tetapi kalimat Jungkook berikutnya membuat langkahnya terhenti.

"Aku akan menikah dengan Marine. Lalu, Jeongsan … silakan jika kau ingin membawanya dan menjadikannya anakmu."

Seokjin mengepalkan kedua tangannya yang masing-masing menggantung di sisi tubuhnya. Ia menggerakkan giginya menahan marah.

"Baik, jika itu yang kau mau. Jeongsan akan aku adopsi, aku akan membawanya ke Korea dan membesarkannya di sana!"


Seokjin berjalan menuju Jungkook dan berhenti tepat di hadapannya.



"Jika kau berani datang dan meminta kembali Jeongsan padaku, akan kubunuh kau!"


Setelah itu, Seokjin segera berlari ke kamarnya untuk mendiamkan Jeongsan yang sepertinya terganggu atau mungkin baru saja bangun tidur.






"Kau senang?"

Namjoon segera menolehkan kepalanya dan menatap Jungkook yang masih duduk membelakanginya.



"Kau sudah dibodohi rencana Ten hyung untuk membuatmu cemburu dan memancing kembali perasaanmu. Aku dan Seokjin hyung tidak pernah menikah apalagi memiliki perasaan romansa. Karena aku menginginkan Marine untuk menjadi pasangan hidupku."



Bibirnya entah kenapa terasa kelu. Namjoon ingin marah, tapi pada siapa? Pada Ten? Pada Seokjin? Atau pada dirinya sendiri?



Ia senang mengetahui fakta Seokjin yang tidak pernah menikah setelah perceraian mereka, tapi skenario yang Jungkook katakan barusan membuatnya agak merasa bodoh karena mudah sekali ditipu.

Namun, jika tidak ada skenario atau apa pun yang sudah Ten rencanakan, ia mungkin saat ini masih mempercayai bahwa ia telah berhasil melupakan semua perasaannya pada Seokjin.





"Marine tidak ingin menikah denganku jika aku membawa Jeongsan. Tapi Seokjin hyung terus memaksa agar kami mengurusnya bersama."

Namjoon menghela napas panjang. "Bukankah Jeongsan adalah anakmu bersama perempuan bernama Marine itu?"

Namjoon bisa melihat Jungkook menganggukkan kepalanya.


"Kalian akan menikah, kan? Kenapa tidak menginginkan Jeongsan hadir di tengah kalian?"

Jungkook berdecak sebal. Ia kemudian berdiri dan menghadap Namjoon.

"Kau cerewet sekali, persis seperti Seokjin hyung. Begitu inginnya memiliki anak bersama?"

Netra tajam Namjoon menatap Jungkook semakin tajam. Membuat Jungkook agaknya sedikit gelisah.





"Marine itu wanita dengan karir cemerlang sebagai aktris yang sedang naik daun. Dia tidak punya waktu untuk mengurus anak. Saat akan mengugurkan kandungan, Seokjin hyung datang dan memohon untuk mempertahankan Jeongsan. Sialnya hal itu justru membuat Marine kabur dariku!"

Namjoon mengerutkan keningnya. "Kau tampak tidak terlalu bodoh untuk tidak mengetahui adanya safety sex."

Jungkook mengacak rambutnya, ia merasa kesal terus meladeni Namjoon yang banyak sekali berbicara.

"Semuanya terjadi begitu saja, kecelakaan."


"Kau yakin akan menikah dengan seseorang yang seperti itu, Jeon Jungkook? Wanita yang tidak memiliki sisi keibuan? Wanita yang bahkan tidak bersedia menyisihkan waktu untuk mengurus anaknya sendiri?"

Jungkook mengeluarkan kotak rokoknya dan membakarnya lagi. Ia membuang asapnya ke sembarang arah.


"Kenapa harus tidak yakin? Kami saling mencintai."

Namjoon menganggukkan kepalanya tanpa minat.

"Terserah padamu saja, Jeon. Lakukan apa pun yang kau mau."

"Sure!"

Namjoon memutar tubuhnya, hendak berjalan menuju kamar milik Seokjin. Namun, ia berhenti sejenak untuk mengucapkan sesuatu yang sangat ingin ia katakan sejak tadi.







"Semoga pernikahanmu dengan Marine dikaruniai banyak anak dan kebahagiaan melimpah."


Namjoon meneruskan langkahnya, tidak peduli dengan umpatan yang Jungkook tujukan untuknya setelahnya.










































































Bukan tanpa sebab bagaimana Namjoon bisa merasa jatuh hati pada pandangan pertama dengan Seokjin semasa kuliah dulu. Alasan klise yang pertama adalah karena sikap baik Seokjin yang teramat tulus padanya; seorang pemuda yang kekurangan kasih sayang keluarga.

Alasan yang utama adalah karena Seokjin adalah Seokjin.



Netra Namjoon tidak sedikit pun beralih dari bagaimana tangan kurus Seokjin menggendong dan menenangkan bayi kecil Jeongsan dengan tatapan penuh cinta. Tatapan penuh puja ia tujukan pada sosok Seokjin yang masih tidak menyadari kehadirannya.




"Papa."

Suara lembut putri Kim Seokjin mengalihkan perhatian dua orang dewasa itu.


"Ya, sayang?"

Eunbi beralih duduk setelah merebahkan diri setelah kurang lebih lima belas menit sehabis bangun tidur.


"Papa sungguh akan membawa Jeongsan ikut bersama kita?"

Seokjin mengambil tempat di sebelah putri cantiknya. Tangan kanannya yang sejak tadi mengusap wajah Jeongsan beralih pada rambut hitam nan panjang putrinya.


"Eunbi suka jika adik Jeongsan ikut, sayang?"

Gadis berusia tujuh tahun itu mengangguk penuh semangat dengan senyum indah yang lebar di wajahnya.

"Kalau begitu, sekarang adik Jeongsan sungguh akan menjadi adik Eunbi?"

"Iya, sayang. Adik Jeongsan akan menjadi adik Eunbi."



Eunbi meninggikan posisi tubuhnya untuk bisa melihat wajah damai Jeongsan dalam gendongan papanya. Tangan mungilnya mengusap lembut kening bayi itu.

"Apa paman Jungkook akan menjadi papa Eunbi juga?"




Seokjin tertawa kemudian. Ia mengecup gemas pipi putri cantiknya.


"Tidak, sayang."

Selanjutnya, kamar berukuran sedang itu hening. Baik Seokjin dan Eunbi hanya terfokus pada Jeongsan yang tidur dengan sangat nyenyak. Namjoon hanya bisa memperhatikan kebahagiaan yang terjadi di depan matanya sejak tadi.




"Eunbi," panggil Seokjin.

"Iya, pa?"

Seokjin berdeham singkat guna membersihkan tenggorokannya. Ia kemudian bergeser sedikit untuk semakin dekat dengan putrinya.


"Apakah Eunbi ingin punya dua orang papa?"

Semburat merah tiba-tiba muncul di pipi Namjoon, entah kenapa ia merasa salah tingkah.


"Eunbi ingin punya mama seperti teman-teman, tapi Eunbi tidak ingin mama yang seperti mama."


Seokjin tersenyum tipis, sedikit merasa sedih mengingat bagaimana perlakuan buruk mendiang ibu Eunbi pada putrinya dulu.


"Tapi, papa …," lirihnya. Seokjin mengunci netranya pada manik berkilau Eunbi. "Eunbi suka jika punya dua papa. Supaya nanti ada juga yang melindungi papa selain Eunbi dan Jeongsan."




Tawa kecil Seokjin terdengar indah di indra pendengar Namjoon yang telah memerah. Meski tahu dirinya bukan yang dibicarakan, tapi ia tetap merasa salah tingkah. Pikirannya pun membayangkan bagaimana jika dirinya kembali membangun rumah tangga bersama Seokjin, serta kehadiran Eunbi dan Jeongsan di rumah mereka.


















"Kalau paman Namjoon … menurut Eunbi bagaimana?"

Rasanya, Namjoon hampir saja menghembuskan napas terakhirnya mendengar pertanyaan Seokjin yang ditujukan untuk putrinya. Ia hampir saja tersedak liurnya sendiri.

"Papa suka dengan paman Nobi?"

"Paman Nobi?" Seokjin menaikkan sebelah alisnya. "Siapa itu, sayang?"

"Paman Namjoon yang memberi boneka dinosaurus Nobi, gabungan nama Dino dan Eunbi."

Seokjin tertawa kecil lagi. Ia tidak tahu akan semenyenangkan ini membahas Namjoon bersama putrinya.

"Iya, paman Nobi. Eunbi suka?"



"Suka!" Saking antusiasnya, gadis kecil itu sampai sedikit melompat di ranjang. "Apalagi paman Nobi punya istana yang besaaaaaaarrrr sekali!"


Untuk ke sekian kalinya, Seokjin kembali tertawa karena gemas pada putri kecilnya. Namun, ia langsung menoleh ke belakang ketika mendengar tawa lain di dekatnya.



"N-Namjoon," ujar Seokjin dengan gugup.

Namjoon sama gugupnya, terlebih semburat merah di pipinya yang masih belum menghilang. Ia dengan canggung melambaikan tangannya.



"Hai."


"Hai," balas Seokjin.

Namjoon mendorong pintu kamar Seokjin, kemudian menutupnya dari dalam. Ia membawa kedua kakinya untuk mendekat pada Seokjin yang kini sudah berdiri menghadapnya.

"Maaf. Aku tidak berniat menguping, tapi … nyatanya aku telah mendengar pembicaraan kalian."

Seokjin tertawa canggung, sedikit malu ketika mengingat apa yang ia bicarakan bersama putrinya tadi ternyata didengar oleh Namjoon.

Saat suasana mendadak hening, Eunbi yang merasa butuh makanan pun mulai merengak pada sang papa.



"Papa, Eunbi lapar."

Seokjin kemudian menganggukkan kepalanya. "Eunbi ke dapur, ya, sayang? Papa akan membawa Jeongsan ke kamarnya."

Setelah Eunbi keluar dari kamar, Seokjin pun berniat melangkah menuju kamar Jeongsan yang terhubung dengan kamarnya sebelum Namjoon menahan tangannya.


"Em, bisa kita bicara sehabis Eunbi makan?"

Seokjin terpaku, lidahnya terasa kelu, pun dengan netranya yang susah untuk dikedipkan.


"Hyung?"

"A-ah!" Seokjin mengedipkan matanya beberapa kali, ia terlihat panik dan gugup sekali. "B-baik. Tunggu di sini saja, ya?"

Namjoon pun mengangguk. Setelah meletakkan Jeongsan di tempat tidur khusus bayinya, Seokjin segera menghampiri putrinya yang sedang menunggu di dapur.





Namjoon lupa kapan terakhir kali ia merasa segugup ini. Mungkin ketika ia akan melamar Seokjin, atau mungkin ketika menanti Seokjin keluar dari ruang tunggu sebelum menghampirinya untuk mengikat janji suci.


Sampai tidak terasa, Seokjin telah kembali ke kamarnya, mengambil tempat di sebelah Namjoon yang ternyata sedang melamun.


"N-Namjoon?"

Namjoon tampak terkejut, ia menoleh dengan begitu cepat sampai membuat lehernya sedikit sakit.

"Maaf, aku tidak fokus, hyung."

Seokjin menganggukkan kepalanya, kemudian mengarahkan netranya pada jari-jarinya yang saling meremas dengan gugup menanti apa yang akan Namjoon bicarakan.


Menyadari tidak ada sosok lain selain dirinya dan Seokjin, Namjoon menolehkan kepalanya ke sekeliling kamar.



"Di mana Eunbi?"

"Tidur." Seokjin menjawab singkat karena terlalu gugup. Ia bahkan tidak berani menatap mata Namjoon.




Dulu; di malam pertama setelah mereka resmi menjadi sepasang suami, baik Namjoon dan Seokjin, keduanya merasa gugup dan canggung seperti ini. Padahal sebelum itu, mereka sudah sering melakukan hubungan intim, bahkan terkadang dengan tidak tahu malu melakukannya dengan agak binal.

Rasanya, suasana saat ini sangat mirip dengan malam itu.


"Kau … ingin membicarakan apa?"

Namjoon kemudian berdeham, lalu mengarahkan tubuhnya untuk menghadap Seokjin yang juga sedang menatapnya.



"Kau sungguh ingin kembali ke Korea?" tanya Namjoon. Seokjin hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Bersama Eunbi dan Jeongsan?" Seokjin kembali menganggukkan kepalanya.


"Kau sungguh akan mengadopsi Jeongsan?" Lagi dan lagi, Seokjin hanya bisa mengangguk.


Namjoon kembali berdeham, ia merasa seperti ada sesuatu yang menghalangi tenggorokannya. Netra Seokjin yang menatapnya kini pun membuatnya semakin gugup dan berdebar. Debaran yang ia rasakan saat ini, masih sama menyenangkan seperti dulu.



















"Apakah kau mau kembali ke Korea bersamaku?"

Seokjin membuka mulutnya, tetapi ia tidak mengucapkan apa pun setelahnya.

Setelah berpikir sekian detik, Namjoon pun memantapkan hati untuk mengutarakan apa maksud dari ajakan bicaranya.


"Apa kau mau kembali menjadi tuan rumah di rumahku, bersama Eunbi dan Jeongsan yang akan menemani kita entah sampai kapan pun itu?"







Seokjin lupa, kapan terakhir kali ia dibuat merasa berbunga-bunga seperti ini, terutama oleh Namjoon. Gejolak di dalam dirinya, kupu-kupu yang seolah beterbangan di dalam perutnya, membuat semburat merah di pipi tidak dapat ia sembunyikan. Ia tidak bisa menyimpulkan, tapi ia merasa Namjoon sedang mengajaknya untuk rujuk.



Netra hitam nan besar Seokjin yang agak bergetar, membuat Namjoon paham jika Seokjin sedang kebingungan dan terkejut. Ia dengan berani semakin memajukan tubuh untuk bisa semakin dekat dengan sosok cintanya. Tangan Seokjin yang menganggur di atas paha pun ia genggam dengan lembut.






"Kim Seokjin, apa kau mau kembali mengarungi lautan kehidupan dengan perahu yang sama bersamaku?"




Napas Seokjin tiba-tiba tercekat, tenggorokannya terasa seperti ada sesuatu yang menghalanginya untuk berbicara. Hatinya berteriak "Tidak!" ketika melihat ekspresi Namjoon yang tiba-tiba berubah menjadi takut, takut akan penolakannya.

Namjoon berdeham guna membersihkan tenggorokannya. Ia pun tertawa canggung setelahnya.



"M-maaf, hyung. Aku … terlalu impulsif. Kau pasti masih—"



Kini, giliran Namjoon yang tidak dapat bicara. Ketika bibirnya merasakan basah dari liur Seokjin, lembutnya sapuan lidah Seokjin di bibirnya, serta hangatnya kedua tangan Seokjin yang memegang kedua rahangnya. Namjoon rasanya ingin pingsan. Namjoon merasa tubuhnya tiba-tiba tidak bertenaga dan ingin roboh saja.



Tanpa sadar, air mata keduanya pun menetes. Mengingat bagaimana dan sebanyak apa salah dan kebodohan yang telah dilakukan sebelumnya.


Di tengah pagutan penuh kerinduan dan cinta yang masih tidak terlupakan itu, keduanya saling memberikan kenyamanan ciuman yang terbaik yang bisa mereka berikan, tanpa peduli dengan asinnya air mata yang ikut mereka rasakan.



Detik telah berubah menjadi menit, agaknya keduanya tidak akan berhenti mencium, menjilat dan menginvasi rongga mulut satu sama lain jika saja tangis Jeongsan tidak terdengar.




Setelah pagutan dilepas secara paksa, keduanya sibuk menghirup udara sebanyak mungkin. Dada mereka bergerak cepat seiring cepatnya tarikan napas yang mereka ambil. Pun netra mereka tidak lepas dari satu sama lain. Kemudian, keduanya tertawa karena merasa lucu sekaligus bahagia.





"Aku akan menemani Jeongsan sebentar," ujar Seokjin untuk pamit ke kamar sebelah.


Setelah Seokjin menghilang dari kamarnya, tangisan Jeongsan pun berhenti.

Namjoon tidak menyangka akan dipertemukan oleh Seokjin, seseorang dengan kebaikan hati yang teramat luas, yang masih tetap mencintainya terlepas dari apa yang telah ia lakukan dahulu.



Bersama Eunbi dan Jeongsan yang akan menjadi penghangat di tengah mereka, Namjoon berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Ia juga berjanji akan menjadi seorang suami dan orang tua yang pantas dan layak untuk menyandang kedua gelar itu.
























































TBC …






Hai, readers-nim 🤩

Lama tidak bertemu 😣 Maafkan saya karena menghilang selama 1 minggu lebih ☹️🙏🏻


Akhirnya Seokjin dan Namjoon rujuk 🤧 Setelah puluhan chapter 🤧 Dan tidak terasa sudah akan tamat 🤧


Readers-nim apa kabarnya? Semoga selalu sehat dan bahagia 🤗💜

Terima kasih banyak masih menanti cerita saya ini 🥺 Maaf karena membuat readers-nim menunggu terlalu lama 😣🙏🏻

Semoga readers-nim suka dengan chapter ini, yang akhirnya Namjoon dan Seokjin menuju bersatu kembali 🥺🤧



Saya juga mau kasih info kalau Sakhi dan Nafis dalam cerita Nobody Knows Us udah saya unpublished karena ada banyak hal yang harus direvisi 😅 Stay tune ya, readers-nim 😉💜














Sekian dari saya, semoga next update bisa lebih cepat 😅






Bye, readers-nim 💜💜💜💜💜💜💜



















































©daιnιғeι yυzι
-August 06, 2021-

Continue Reading

You'll Also Like

7.2M 350K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
983K 96.7K 26
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
1.7M 7.6K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
2.8M 301K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...