Let Me Be Your Healer, Mr. Na...

By vioneee12

137K 17.9K 1.2K

"Nakamoto-san, can you let me be your healer?" (HANYA CERITA FIKSI) More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Special Part (1)
Special Part (2)
Special Part (3)
Another Special Part (1)
Another Special Part (2)
Another Special Part (3)
Another Special Part (4)
Another Special Part (5)
NEW STORY : JUNG JAEHYUN
RECOVERY | Lee Haechan

21

3K 452 34
By vioneee12

Yuna duduk merenung disofa ruang tengah, matanya terarah lurus pada televisi yang menyala, meski begitu, pandangannya terkesan kosong, seperti ia sedang sibuk memikirkan sesuatu.

Kemudian, suara ponsel berdering membuat Yuna tersadar dari lamunannya, ia meraih ponsel yang berada tak jauh darinya itu dan melihat layarnya.

Park Eunbi.

"Halo? Eunbi-ya?"

"....."

"Sekarang?"

"......"

"Baiklah, aku akan bersiap-siap,"

Yuna menghela nafas, ia harus kekantor penerbitan lagi, pihak editor mengatakan ada beberapa hal yang harus dirapatkan bersama beberapa penulis yang menerbitkan karya dibulan ini.

Yuna membuka aplikasi pesan setelah panggilan antara ia dan Eunbi berakhir.

Berharap setidaknya ada sebuah pesan disana. Namun, kenyataannya tidak ada.

Yuta sama sekali tidak pernah menghubunginya, dan ini sudah empat hari mereka tidak bertemu.

Pernah Yuna mencoba menelpon Taeyong, sekedar ingin menanyakan bagaimana kabar Yuta, tapi Taeyong juga tidak bisa dihubungi.

Apa semua orang disana memang sesibuk itu? Yuna tidak mengerti.

Ia sangat merindukan Yuta, meski ia tidak yakin apakah Yuta juga... ah, sudah pasti tidak.

Yuta bukan orang yang peduli dengan hal-hal remeh seperti itu, begitu setahu Yuna.

Yuna menghela nafas berat, sungguh menyedihkan.

...

Yuna keluar dari ruangan rapat perusahaan penerbit bersama Eunbi.

"Aku sangat bersyukur tadi yang memimpin rapatnya bukan Kenta langsung," ucap Eunbi sambil menghela nafas lega.

Yuna hanya tersenyum tipis mendengarnya, "Eunbi-ya," ucapnya pelan, ia merasa harus menceritakan sesuatu tentang Kenta pada Eunbi.

"Hm, ya? Apa? Kau mau aku traktir makan?"

Yuna menggeleng sebal, "Bukan itu."

"Terus apa?"

"Tentang kak Kenta..."

"He? 'Kak'? Kenapa kau menyebutnya begitu? Kau mengenalnya?" tanya Eunbi penasaran.

"Ada yang ingin aku ceritakan-"

"CHOI YUNA!" Seru seseorang, suara laki-laki. Yuna yang mengenali suara itu, langsung merasa risih, sementara raut wajah Eunbi sudah berubah melihat sosok yang sedang berjalan mendekat kearah mereka itu.

Kenta.

"Oh, Eunbi? Kau ada disini juga?"

Eunbi tidak menjawab sapaan Kenta, gadis itu hanya menunduk sekilas menghormati karena suka tidak suka, Kenta tetaplah atasannya, kemudian Eunbi menepuk pundak Yuna pelan, "Aku pergi dulu, lanjutkan nanti saja, ya?"

"E-eunbi-"

Yuna meringis dalam hati, Eunbi sudah berjalan menjauh, dan meninggalkannya terjebak bersama Kenta disini.

"Wah, aku tidak menyangka akan terus bertemu denganmu seperti ini, kau ikut rapat?"

Yuna mengangguk canggung, "Iya,"

Kenta terkekeh pelan melihat tingkah Yuna, "Kau takut denganku? Karena Yuta?"

Yuna sekarang bingung harus merespon bagaimana, ia hanya tersenyum saja.

"Hahh, aku kecewa."

"H-huh?"

"Aku kecewa denganmu, Yuna."

Yuna menatap Kenta yang tampak memasang ekspresi serius itu dengan bingung.

"Dulu kau tidak seperti ini, dulu kau junior yang begitu manis dan asik diajak bicara, kemana sekarang Choi Yuna yang aku kenal itu, hm?"

"Kak Kenta, aku-"

Kenta tertawa lagi, tangannya terulur mengacak puncak kepala Yuna dengan gemas.

"Aku bercanda, kau masih sama. Masih sama-sama cantik dan menggemaskan, Yuna."

Kenta berjalan lebih mendekat, dan ia mendapati Yuna refleks memundurkan tubuhnya selangkah, membuatnya terdiam sesaat.

"Kau seperti ini karena Yuta, kan?"

"M-maksudmu?"

Kenta tersenyum kecil, "Mau makan siang denganku?"

Yuna menggeleng, "Aku sudah makan,"

Bukan Kenta Takada namanya jika menyerah begitu saja.

Kenta meraih tangan Yuna. "Kalau begitu, cukup temani aku,"

Yuna kembali refleks menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman tangan Kenta.

Yuna menundukkan kepalanya sekilas, "Aku sungguh minta maaf, tapi aku tidak bisa. Aku harus pulang, sekali lagi maaf."

Setelah mengucapkan itu, Yuna langsung bergegas berjalan meninggalkan Kenta yang masih setia berdiri ditempatnya.

Kenta memandang sosok Yuna yang perlahan menjauh darinya.

Lelaki tampan itu tersenyum misterius.

"Dulu dan sekarang, kau masih sama, selalu membuat orang penasaran."

Kenta meraih ponsel yang ia simpan disaku jasnya, membuka galeri, kemudian sebuah foto lama seorang gadis cantik dengan seragam sekolah itu membuat Kenta semakin melebarkan senyumnya.

"Kau tidak bisa membuatku seperti ini, cantik."

...

Yuna berjalan keluar dari gedung kantor penerbitan itu, ia menghela nafas lega.

Sekarang, ia merasa harus lebih hati-hati jika datang kesana, sebisa mungkin ia harus menghindari Kenta.

Sikap agresif lelaki itu sedikit membuatnya risih.

"Seingatku dulu kak Kenta bukanlah orang yang seperti itu," gumamnya heran.

Yuna bergegas berjalan menuju taksi yang dipesannya sudah tiba, ia harus pulang sekarang.

Disepanjang perjalanan, Yuna kembali termenung, pikirannya kembali tertuju pada Yuta.

Apa Yuta makan dengan baik? Tidur dengan baik? Apa dia ingat membawa obatnya? Bagaimana jika ia terlalu stres?

Yuna menggeleng kuat, mencoba menghilangkan pikiran negatifnya.

Ia yakin Yuta akan baik-baik saja. Semoga begitu.

Dan saat melewati sebuah restoran Jepang yang lumayan familiar untuknya, Yuna tertegun.

Restoran itu, mengingatkannya pada saat pertama kali Yuta mengajaknya makan malam diluar, saat sepatunya rusak, dan saat lelaki itu menggendongnya.

Yuna tanpa sadar tersenyum mengingat momen itu.

Dan sedetik kemudian, ia memikirkan sesuatu.

"Aku tidak bisa menemuinya, tapi bukan berarti aku tidak bisa menitipkan sesuatu untuknya, kan?"

Yuna tersenyum lagi, memikirkan hal itu membuatnya bersemangat.

....

Yuna lega saat berhasil dijinkan masuk kedalam kantor dan menitipkan makanan yang sempat dibelinya untuk Yuta, ia menitipkan makanan itu kepada staf bagian pelayanan.

Sambil berjalan keluar gedung perusahaan yang megah itu, Yuna melihat ke sekeliling, berharap setidaknya ia bisa melihat Yuta, walaupun sudah pasti tahu, itu tidak mungkin.

Yuna meraih ponselnya, mengirim pesan ke-sekian yang tidak pernah dibalas oleh Yuta.

"Aku membelikan makanan favoritmu, semoga kau menyukainya,"

"Semangat, kuharap kau baik-baik saja,"

Yuna tersenyum getir, sambil memasukkan kembali ponselnya kedalam tas, entah kenapa ia merasa matanya mulai memanas.

"Bodoh, kau tidak boleh menangis disini. Ayo pulang," ucapnya mencoba menenangkan dirinya sendiri.

...

Sekarang, sudah enam hari, dan masih sama, Yuna masih tidak bisa bertemu Yuta.

Dan masih sama, lelaki itu tidak ada menghubunginya sama sekali.

Disini, Yuna sedang sibuk membaca novel karyanya sendiri.

Karya pertamanya, yang ia buat saat lulus sekolah menengah atas, dan dari situlah dirinya sebagai seorang penulis dimulai.

Yuna tersenyum, ia menutup bukunya itu, kemudian memandang langit-langit kamar.

Otaknya berputar, mengingat masa dimana ia hanya bisa mengagumi sosok Yuta dari jauh, tidak pernah bisa menyapanya, dan hanya bisa memendam perasaannya.

Kemudian saat takdir yang menentukan kalau ia akan menikah dengan lelaki yang dicintainya, meski lelaki itu tidak mencintainya, Yuna cukup bahagia akan hal itu.

Waktu berjalan cepat, jika diingat, masa-masa awal pernikahan itu sangat sulit, Yuta sangat jelas menunjukkan kalau ia tidak suka dengan keberadaan Yuna.

Dan saat Yuta mulai terbiasa dengan keberadaannya, hingga sekarang, Yuna sangat bersyukur, meski ia tidak tahu persis seperti apa perasaan Yuta padanya, lelaki itu tidak pernah mengatakan apapun.

Pikiran Yuna terus berputar, sampai ia merasa matanya mulai memberat, rasa kantuk mulai menghampirinya.

Yuna membuka ponselnya untuk melihat jam.

Sudah hampir pukul sebelas malam, pantas saja.

Yuna menarik selimutnya, bersiap untuk tidur.

Saat ia hampir benar-benar tenggelam dalam tidurnya, samar ia mendengar pintu kamarnya yang dibuka.

Antara sadar dan tidak, Yuna menajamkan pendengarannya.

Sekarang ia jadi merasa takut, kamar yang gelap membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas, Yuna mengumpulkan kesadarannya, dan tangannya bergerak menghidupkan lampu.

Dan Yuna hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.

"Y-Yuta?"

Apa ini mimpi? Mimpi karena ia terus memikirkan Yuta?

"Aku membangunkanmu?".

Tidak, ini bukan mimpi, Yuna!

Nakamoto Yuta yang tidak pernah dilihatnya selama hampir seminggu, kini berada dekat dengannya.

Yuna membuka selimutnya, tidak peduli lagi, ia langsung melompat turun dari tempat tidur, dan berlari menghampiri Yuta.

Memeluk lelaki itu erat.

"Kau pulang, Yuta."

"Hm, ada yang harus aku ambil,"

Yuna semakin mengeratkan pelukannya.

Sungguh. Ia sangat merindukan suaminya ini lebih dari apapun!

Yuta mulai merasa ada yang salah dengan Yuna, ia dapat merasakan kalau tubuh Yuna mulai bergetar.

"Kau menangis?"

Yuta mendorong pelan tubuh Yuna, agar ia bisa melihat wajahnya langsung.

Benar, Yuna menangis.

"A-aku sangat merindukanmu, hiks."

Masa bodoh, entah akan terlihat memalukan atau bagaimana, Yuna tidak bisa menahannya lagi, ia ingin mengatakan perasaannya.

Sementara ia tidak mendapat respon dari Yuta, lelaki itu hanya diam saja.

"Aku tahu ini berlebihan, tapi a-aku sungguh-"

Yuna tidak bisa melanjutkan ucapannya, karena Yuta yang tiba-tiba memeluknya.

"Bagaimana kabarmu?"

Yuna kembali runtuh saat mendengar pertanyaan itu, dan lagi ia dapat merasakan Yuta yang mengelus lembut rambutnya.

"Aku... A-aku tidak baik-baik saja," ucapnya jujur.

Yuta melepaskan pelukannya, ia mengangkat sedikit wajah cantik yang sudah memerah sepenuhnya karena menangis itu.

Kalau seperti ini, bagaimana ia harus memberitahu Yuna?

"Aku juga sedang tidak baik-baik saja, aku benar-benar lelah, Yuna."

Yuna menatap wajah Yuta lekat, memang terlihat jelas, wajah tampan itu sedikit menirus, mungkin Yuta kehilangan berat badannya karena terlalu sibuk bekerja.

"Aku harus bagaimana? Apa yang harus kulakukan?"

Yuta menggeleng, tanpa mengatakan apapun, ia menarik Yuna mendekat, dan mencium istrinya itu dengan seluruh perasaan yang bercampur aduk.

Cukup lama melakukannya hingga Yuna mulai merasa kewalahan, ia mengalungkan tangannya dileher suaminya itu.

Yuta meningkatkan intensitas ciumannya, mencoba memberitahu secara tidak langsung tentang bagaimana perasaannya yang ia sendiri tidak tahu.

Setelah beberapa saat, Yuta menghentikannya dengan berat hati karena teringat suatu hal.

Ia harus memberitahu Yuna sekarang.

"Aku akan pergi ke Paris,"

"Proyeknya sudah selesai, aku akan berangkat besok."

"B-besok?"

Yuta mengangguk. Yuna terdian sejenak.

"Kapan? K-kapan kau akan pulang?"

"Aku akan pulang setelah tiga hari," Jawabnya pelan sambil tangannya bergerak merapikan anak rambut Yuna yang sedikit mengganggu pandangannya itu.

"Kau janji?!"

Yuta terdiam, agak sedikit terkejut mendengar Yuna yang berkata seperti itu, refleksnya?

"A-ah, maaf, aku kelepasan,"

Yuta tersenyum tipis.

"Hm,"

To Be Continued.

Huhu maaf lama, yaa. Ada masalah sedikit sama wattpadnya, jadi baru sekarang bisa dipublish T_T

Jangan lupa vote + commentnya, ya? Ilysm!

Thankyou

and

See You

-vioneee12


















































Continue Reading

You'll Also Like

35.9K 3.6K 33
Seorang dokter akan berusaha keras untuk melindungi kesehatan semua orang. Bae Irene adalah seorang dokter yang ambisius. Semua berawal dari keputusa...
37.6K 4.1K 31
[COMPLETED] [SUDAH REVISI] "Lo ada di dua-duanya, Ci. Lo ada di antara dinding itu. Lo cewek yang gue suka, lo juga sahabat gue dari orok." -Juniart...
507 121 8
(Completed) Short Story - Local Fanfiction Cast : Hoshyer Romance | Short Chapter THE DIFFERENCE Orang bilang hidup itu ibarat roda yang terus berput...
113K 13.1K 69
Bukan sebuah cerita yang apik, hanya sebuah cerita sederhana yang mengisahkan romansa percintaan seorang mahasiswi baru dengan kakak tingkatnya. Sebu...