RIVAL (UP BAB BARU)

By StarsShine_1603

6.8M 1M 92K

⚠️WARNING, CERITA INI MENGANDUNG KEBENGEKAN DAN KEBAPERAN. AWALNYA NYEBELIN LAMA-LAMA NAGIH⚠️ Follow sebelum... More

Prolog
1. Rival
2. Genta
3. Family
4. Empat
5. Lima
6. Enam
7. Tujuh
8. Delapan
9. Sembilan
10. Sepuluh
11. Sebelas
12. Dua Belas
13. Tiga Belas
14. Empat Belas
15. Lima Belas
16. Enam Belas
17. Tujuh Belas
18. Delapan Belas
19. Sembilan Belas
20. Dua Puluh
21. Dua Satu
22. Dua Dua
23. Dua Tiga
24. Dua Empat
25. Dua Lima
26. Dua enam.
27. Dua Tujuh
28. Dua Lapan
29. Dua Sembilan
30. Tiga Puluh
31. Tiga satu
32. Tiga Dua
33. Tiga Tiga
34. Tiga Empat
35. Tiga lima
36. Tiga Enam
37. Tiga Tujuh
38. Tiga Lapan
39. Tiga Sembilan
40. Empat Puluh
41. Empat satu
42. Empat Dua
43. Empat Tiga
44. Empat Empat
45. Empat Lima
46. Empat Enam
47. Empat Tujuh
48. Empat Lapan
49. Empat sembilan
50. Lima Puluh
51. Lima Satu
52. Lima dua
53. Lima Tiga
54. Lima empat
55. Lima lima
56. Lima Enam
Special part Rival
57. Lima Tujuh
58. Lima lapan
59. Lima Sembilan
60. Enam Puluh
61. Enam satu
62. Enam Dua
63. Enam Tiga
64. Enam empat
65. Enam Lima
66. Enam-enam
67. Enam Tujuh
68. Enam Lapan
69. Enam sembilan
70. Tujuh Puluh
71. Tujuh Satu
72. Tujuh dua
74. Tujuh Empat
75. Tujuh Lima

73. Tujuh Tiga

82.5K 12.3K 4.5K
By StarsShine_1603

Hallooooo! Lama tidak berjumpa hyahaya

Kalian emang masih ada yang nunggu ni cerita naik cetak?

Atau, squelnya?

Wkwkwk HAPPY READING GUYS!

****

"Mati lo mati, Cel, Boncel!"

Padahal hanya mencekik pura-pura. Tapi Rival bergerak lebay sok tersakiti. Lidahnya melet, bola matanya bergerak ke atas seperti orang kesurupan. Tawa Cahya menguar, sangat lucu melihat Rival seperti itu.

"Eh, Boncel jago akting!" omel Ellgar lalu melepaskan cekikannya.

Rival sok kesakitan, mulutnya mengeluarkan ringisan. "Sakit banget, Yang," rengek Rival lalu mendekat ke arah Cahya. Menelusupkan kepalanya ke ceruk leher mulus Cahya. Rival dusel-dusel manja.

Cahya menepuk-nepuk rambut Rival seperti anak kecil. "Cup-cup ... si boncel nggak boleh nangis," ujar Cahya lembut.

Ellgar yang emosi langsung menarik Rival dan menjitaknya. "Masih boncel udah dusel-dusel, nggak sopan!" sentaknya galak.

"Iri bilang jomblo." Rival cengar-cengir.

"Ayok!" ajak Ellgar lalu merangkul pundak Cahya sebagai perlindungan.

"Mau uga," cicit Rival dengan wajah memelas.

"Nih!" Ellgar menunjukkan kepalan tangannya ke depan wajah Rival dengan wajah garang.

"Ampun suhu," balas Rival takut.

Ketiganya jalan berdampingan. Cahya ada di tengah di antara abang dan pacarnya. Mereka dijadikan pusat pandangan siswa-siswi Nusantara. Apalagi Ellgar memakai jaket kebanggaan gengnya.

"Ke mana dulu?" tanya Rival bingung.

"Nyuruh guru BK dulu buat ngeluarin mereka semua," jawab Ellgar santai.

"Ih, Abang! Seenaknya banget. Nggak semudah itu Bu Ani langsung nurut!" omel Cahya. Abangnya ini selalu menganggap gampang segala masalah.

"Kalo nggak nurut gue obrak-abrik nih sekolah," geram Ellgar. Entahlah, dari tadi emosinya belum mereda. Ada Cahya saja makanya ia sedikit melembut.

"Anjir, ngapain harus ke Bu Ani? Gue aja bisa langsung ngeluarin," balas Rival sedikit songong. Ia kan anak pemilik sekolah, bibit dari Reynald.

"Ngayal nih orang," ujar Cahya geleng-geleng kepala. Masih saja Rival halu.

Ellgar mengambil handphonenya yang ada di saku ketika ada yang menelpon. Nama Mars temannya tertera, Ellgar dengan gesit langsung mengangkatnya.

"Gimana?" tanya Ellgar serius.

"Udah dapet nih empat cewek yang lo suruh. Koridor lantai dua," ucap Mars di seberang telepon.

"OTW." Ellgar langsung mematikan sambungannya. Mereka bertiga berjalan menuju lantai dua. Ellgar sudah mengetatkan rahangnya, emosinya kembali hadir.

Di koridor lantai dua, banyak siswa-siswi yang menonton. Empat sahabat garang Ellgar menahan empat cewek. Muka-muka mereka juga datar seperti patung.

"Jaga adek gue!" titah Ellgar kepada Rival lalu buru-buru menghampiri empat cewek yang berani-beraninya melakukan bully kepada adiknya.

"Hey, bitch!" ujar Ellgar dengan nada rendah. Mata elangnya menajam. Empat cewek itu menunduk takut dengan badan gemetaran, sepertinya masalah akan kembali datang.

"Kalo ada yang ngelaporin ke guru sekarang, gue abisin kalian semua!" bentak Mars kepada siswa-siswi yang menonton. "Ada yang ketauan ngerekam juga, gue banting tuh HP!" ancam Mars mengerikan. Membuat semuanya bergidik takut. Garda terdepannya Eagleons.

Ellgar menatap adiknya yang sedang dirangkul Rival. "Sini baby girl!" suruh Ellgar membuat Cahya langsung menghampirinya.

"Kamu diapain sama mereka?" tanya Ellgar tanpa basa-basi.

"Gue aja yang jawab," sela Rival ikut maju lalu tersenyum smirk. Melihat Sela, Rebecca, Mega dan Sintia yang sangat ketakutan.

"Adek lo ditampar." Rival membisiki Ellgar.

Ellgar mengepalkan kedua tangannya hingga kubu-kubu jarinya memutih. Dadanya bergemuruh, deru napasnya tak beraturan. Rahangnya mengetat, kepalanya sudah panas. Di otaknya hanya ingin menghancurkan para gadis gila ini.

Ellgar maju lalu menampar kuat mereka satu persatu hingga sudut bibirnya berdarah, semuanya langsung memekik histeris. Tak menyangka Ellgar akan semarah itu.

Rebecca meringis lalu menatap berang Ellgar, laki-laki yang dicintainya.

"Apa?" balas Ellgar remeh. "Mau bilang gue banci karena nyakitin cewek?" tebak Ellgar.

"Gue bisa jadi malaikat maut kalo tentang adek gue. Lo salah main-main sama gue Rebecca." Ellgar mendesis menyeramkan.

"Adek lo juga disiram," adu Rival. Ellgar langsung menyuruh Mars agar mengambil air dengan ember. Lagi, Ellgar menyuruh Dion---sahabatnya juga untuk membeli saos.

Genta hanya diam memperhatikan. Lagian sudah banyak korban yang dibully di sini, empat cewek itu pantas mendapatkannya. Bahkan sudah banyak korban yang pindah sekolah karena tak tahan dengan pembullyan, ada juga yang sampai depresi. Sekali-kali mereka harus diberi ganjaran yang setimpal. Apalagi kali ini korbannya ialah calon selingkuhannya.

Mars datang membawa air dibarengi oleh Dion yang membawa satu botol saos.

"Campurin saos itu ke air," titah Ellgar. Mars langsung menjalankan tugasnya.

Empat cewek itu ingin lari tapi ditahan Genta dan teman-teman Ellgar.

"Siram," suruh Ellgar santai kepada Cahya. "Jangan takut, ada Abang di sini. Bales mereka lebih kejam. Inget, lo anak Bumi."

Cahya mengangguk. Tanpa rasa kasihan ia langsung menyiramkan air berisi saos itu ke cewek-cewek gila yang melakukan bully terhadapnya. Cahya mengingat, tadi saat di kamar mandi, semuanya membully tanpa rasa  kasihan bahkan malah tertawa kesenangan. Balasan ini sangat setimpal.

Empat cewek itu langsung basah kuyup, bahkan seragamnya sudah penuh saos. Ellgar tersenyum bangga.

"Tampar satu-satu. Bales mereka." Ellgar memberi perintah. "Mereka nggak bakal kabur."

Cahya mengangguk lagi lalu maju. Satu persatu tangan cewek itu dipegang oleh teman-teman abangnya jadi tak ada kesempatan untuk lari. Lagi, Cahya menampar mereka dengan kuat, hingga pipinya memerah.

"Bibit Om Bumi," cetus Rival kagum. Benar-benar tak diragukan.

"Saya di sini."

Suara bariton itu membuat semuanya langsung merinding. Terlebih Rival dan Ellgar. Semua orang langsung memusatkan pandangannya ke arah lelaki dewasa yang baru saja datang. Jas hitam melekat di tubuh atletisnya. Wajahnya begitu menyeramkan. Derap langkahnya terdengar karena suasana hening.

Bumi langsung menghampiri Cahya. Penampilannya terlihat mengenaskan. Matanya juga sembab karena habis menangis.

"Sakit?" tanya Bumi sembari merangkum wajah pucat anaknya. Pipinya membangkak, membuat Bumi sedikit meringis.

Cahya mengangguk pelan. Bumi langsung memeluknya erat menyalurkan kehangatan serta kekuatan. Tak henti-hentinya bibirnya mencium puncak kepala anaknya. Bumi selalu merasa gagal menjaga perempuan spesialnya. Bumi tak menyangka hal ini akan terjadi lagi.

"Sayang banget sama Papa." Cahya berbisik di dada bidang ayahnya.

"Papa tau."

Bumi melepaskan pelukannya lalu mengecup mata sembab anaknya bergantian. "Udah sembuh."

Bumi menatap tajam empat cewek tersangka yang penampilannya sudah mengenaskan. Tatapannya beralih ke Ellgar, lalu beralih ke Rival juga. Yang ditatap hanya bisa merapalkan doa dalam hati agar tidak diberi hukuman lagi.

"Sorry Dad," ungkap Ellgar tulus, gagal lagi dalam menjaga. Bumi mengangguk. Ellgar langsung ke sini saja sudah membuatnya lega.

Rival menyengir bodoh. "Maaf juga, Om. Udah nglanggar hukuman dan gagal lagi." Rival kan masih dalam hukuman menjauh dari Cahya. Tapi gara-gara ini ia terpaksa mendekat.

Bumi mengangguk lalu tersenyum tipis. Ia tahu segarang apa tadi Rival saat marah. Bumi juga tahu seberapa besar cinta Rival ke anaknya.

"Thanks Boncel."

Rival melotot. Bisa-bisanya calon mertua memanggilnya seperti itu. Pasti ini ajaran Ellgar. Ingin protes, tapi ia tak punya nyali untuk itu.

"Sepertinya saya nggak perlu lagi ngotorin tangan saya untuk menghukum kalian," ucap Bumi pada akhirnya. Ellgar dan Rival pasti sudah membalas. Bumi juga telat untuk datang.

"Hm. Kalian salah bermain-main sama saya yang tidak punya rasa belas kasihan."

Empat gadis itu sudah menangis. Aura Bumi sungguh mengintimidasi. Membuat mereka semua takut.

Bumi langsung memanggil Genta untuk mendekat.

"Data keempat gadis gila ini," tagihnya. Genta langsung menyerahkan iPad hitamnya ke Bumi. Di situ ada data gadis-gadis jahat itu.

"Mega dan Sela ayahnya bekerja di naungan Demetrrjusz group, Om. Jadi manager di sana." Genta menjelaskan, dalam sekejap semua data sudah ia dapatkan.

Bumi tersenyum smirk lalu melihat nama di layar iPad, David dan Davin.

"Wow, naungan Papa saya."

Bumi merogoh ponselnya di saku lalu menelpon seseorang. "Pecat atas nama David dan Davin dari Demetrrjusz group. Bilang pada Papa, ini atas suruhan Bumi."

Mega dan Sela langsung kaget dan memohon untuk tidak memecat Papanya. Mereka pasti akan hidup miskin jika itu terjadi.

Bumi langsung mematikan sambungannya. Menatap layar iPad lagi serius.

"Rebecca. Di naungan perusahaan Om Banyu." Genta memaparkan. Banyu yang dulunya datang ke markas Lionel---teman Bumi.

Lagi, Bumi langsung menelpon Banyu. Dalam satu panggilan langsung diangkat.

"Ada apa, Gas?" Kebiasaan Banyu selalu memanggilnya dengan nama Ragas.

"Pecat ayah Rebecca."

"Gila. Dia tangan kanan gue." Ada nada tak terima dari perkataan Banyu.

"Keponakan lo disakitin sama anaknya."

"Oke gue pecat."

Bumi langsung mematikan sambungannya. Selesai, Banyu dari dulu memang sahabat terbaiknya. Cahya menatap ayahnya kagum, sangat kagum. Ayahnya selalu melakukan hal apapun demi perlindungannya.

"Camer gue serem amat," gumam Rival geleng-geleng kepala.

"Saya denger, Boncel."

Kompak semuanya langsung menahan tawa, Cahya juga. Muka Rival berubah masam. Satu-satunya camer yang tidak ada akhlak adalah Bumi.

"Sintia, ada di naungan Sinaga company."

Bumi mengernyit sesaat. "Sinaga?"

"Iya, Om." Genta menjawab kalem.

Rival sudah takut. Ia tak ingin identitasnya terbongkar, nanti semua pasti tercengang akan kekayaannya. Dengan bodoh ia malah sok-sokan sibuk mengupil.

"Oh, nanti biar Ellgar yang nemuin pimpinannya." Ellgar ahli waris perusahaan kakeknya. Dan sepertinya perusahaan ayah Bumi dan Sinaga berkerjasama.

Bumi mengelus rambut panjang anaknya penuh sayang. "Nggak ada yang bakal ganggu kamu lagi."

Semuanya tertegun melihat interaksi itu. Dari mata Bumi begitu terpancar kasih sayang yang begitu besar. Banyak juga yang iri dengan Cahya. Cahya selalu diperlakukan layaknya ratu di mana-mana. Begitu ada yang menyakitinya, semua jagoan langsung datang untuk membalas. Cahya ... benar-benar sangat beruntung.

Genta, cowok itu fokus mengumpulkan video pembullyan yang empat cewek itu lakukan. Tadi ia sudah meretas CCTV. Wajah-wajah korban ia blur. Genta langsung mempostingnya di segala sosmed. Agar mereka semua dapat hukuman sosial.

"Pergi lo berempat!" perintah Rival menggebu-gebu. Muak sekali melihat wajah-wajah jahat ini.

"Oh, iya. Besok nggak usah sekolah. Lo di DO." Rival menambahkan dengan wajah songong.

"Nggak mungkin," cicit Sela takut. Ayahnya pasti akan marah besar nanti.

Rival terkekeh jahat lalu mengambil ponselnya di saku. Ini saatnya menunjukkan jati diri yang sebenarnya. Rival memutuskan untuk mengungkap semuanya, ia sudah lelah disangka gembel. Rival langsung menelpon Papa Reynald.

"Halo Papa ganteng!" sapa Rival lalu menyalakan loud speaker agar semua bisa mendengar. Orang-orang langsung memusatkan pandangan ke arahnya.

"Hm. Mencium bau-bau yang tidak enak," curiga Reynald di seberang telepon.

"Rival boleh gunain kekuasaan di sini?" tanya Rival serius meminta persetujuan.

"Kekuasaan apa?"

"Rival mau ngeluarin empat orang dari sekolah, boleh?"

Hening sejenak. Reynald pasti sedang berpikir keras. Ia tahu anaknya sedang serius.

"Kenapa?"

"Calon mantu Papa dibully."

Perkataan Rival itu mendapat delikan dari Cahya. Pipinya sudah merona bukan main. Berani-beraninya Rival mengatakan itu di depan Bumi dan banyak orang.

"Cahya? Calon mama tiri kamu?"

Anjir, Papa Reynald nggak ada akhlak, batin Rival.

Rival memejamkan matanya sebentar untuk meredakan emosinya. Begitu matanya terbuka ada Bumi yang sudah menatapnya tajam. Rival menyengir bodoh.

"Papa ini nggak bercanda loh."

"Gunain aja. Nanti Papa bilang sama Bu Ani."

"Tuh kan denger," ucap Rival kepada empat gadis itu. "Lo pada gue keluarin dari sekolah sekarang!"

"Papa gue pemilik sekolah. Dan gue udah dikasih kekuasaan untuk ngeluarin lo. Pengganggu kaya lo semua nggak pantes ada di SMA Nusantara."

Detik itu semuanya tercengang dengan penuturan Rival. Bahkan Cahya sekalipun. Jadi ... Rival selama ini kaya? Pantas saja kelakuan seburuk apapun Rival di sekolah ini, tak pernah ada yang menyuruhnya keluar. Ternyata kendali itu sendiri ada di keluarganya.

"Really?" tanya Cahya.

"Beneran, calon mantu." Reynald malah yang menyambung. Telepon belum dimatikan. "Rival keliatan gembel, ya? Emang anak itu beda sendiri. Mertua kamu ini sultan loh. Kalo ada yang nyakitin bilang Om, ya?"

Cahya malu sendiri. Bumi mengernyit agak geli, pantas saja Rival kelakuannya seperti ini, ternyata bibit dari ayahnya.

"Iya, Om," jawab Cahya malu-malu.

"Rival juga tukang utang kan, ya? Padahal Papanya aja sekali napas dollar langsung bertebaran. Sifat anak itu memang nurun sama mamanya, nggak ada jiwa sultannya sedikitpun," cerocos Reynald.

Rival geram sekali papanya menyombong. Ditambah tatapan Bumi yang mematikan.

"Makasih, Pa. Udahan ya telponannya? Daripada Papa nanti ditebas golok sama camer Rival."

"Halah, Papa sumpel duit aja luluh paling."

Rival langsung mematikan sambungannya lalu menyengir kepada Bumi. "Maafin ya, Om. Papa emang suka gitu orangnya."

Bumi hanya mengangguk.

"Bilangin makasih sama Om Reynald, ya, Val," ungkap Cahya tulus, Reynald sangat perhatian kepadanya. Walaupun Cahya masih syok dengan kenyataan ini. Rival terlalu kaya, itu membuatnya sangat takut.

"Panggil Papa aja, Yang. Kan nantinya jadi Papa kamu juga kalo kita nikah," balas Rival lalu mengedipkan sebelah matanya menggoda.

"Saya masih di sini." Bumi menyahut. Menatap Rival berang. "Masih bocil aja udah kepikiran buat nikah."

"Bocil bukan sembarang bocil, Om." Rival membalas dengan nada sedikit candaan. "Bocil yang ini udah pinter praktek pelajaran biologi bab reproduksi."

"RIVAL KAMU MAU SAYA HUKUM LAGI?!"

****

TBC.

Komen banyak yuk di part-part akhir Rival hehew!

Next kagaaaa.

<3

Continue Reading

You'll Also Like

653K 40.8K 37
[Terbit] Gara-gara Neyza gak sengaja nabrak mobil Dosennya. Dia harus menjalani hukumannya sebagai asisten pribadi dosennya selama 99 hari. Dan lebih...
My Hero(ine) By Asa.

Teen Fiction

357 90 10
Kalau mereka membicarakan Jaka Andrian, pasti akan selalu tertempel sosok pintar yang ambisius dan sifat kalemnya. Namun, mereka tak tahu bahwa Jaka...
4.8K 355 9
Mata seindah senja, berwarna hazel dengan pendar menakjubkan, dengan rambut sepanjang punggung berwarna Caramel selaras dengan matanya yang menyiratk...
154K 11.3K 31
Mimpi apa Angga semalam tiba-tiba di seret oleh pemuda ke altar pernikahan?? Sebenarnya dia sedang menghadiri acara pernikahan teman perempuan nya ya...