DEVANDRA [PRE ORDER]

Autorstwa STRAWBERRYMILK_38

5.5M 379K 55.9K

BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA! ⚠️WARNING⚠️ TERDAPAT KATA-KATA KASAR DAN ADEGAN BERBAHAYA! TIDAK UNTUK DIT... Więcej

PROLOG
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CAST/VISUAL
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 15
CHAPTER 19
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 47
CHAPTER 50
CHAPTER 53 [END]
INFORMATION
SEQUEL
SPIN OFF [DANIEL & CACA]
DEVANDRA TERBIT?!
VOTE COVER
PRE ORDER DEVANDRA

CHAPTER 46

45.2K 4.5K 716
Autorstwa STRAWBERRYMILK_38

STRAWBERRY MILK BACK!

MANSION FERNANDO 👑

RAVEGAS GANG ☠⚔

HAPPY READING 📖

Trik adalah puzzle yang dibuat manusia. Jika manusia mau memeras otak, suatu saat pasti bisa mendapat jawaban yang logis.

-Shinichi Kudo-
Detektif Conan

* * * * * *

CHAPTER 46: ABOUT NARA

Ting

Alexa menatap layar handphonenya, membaca satu pesan dari nomor yang tak dikenal. Benar kata Rayyan, peneror itu menenor nya dengan nomor baru.

Unknown number
Kamu tidak membuang boneka itu, kan? Bagus, simpan sebagai kenangan.
--A

Alexa mematikan handphonenya, dari pada meladeni peneror seperti itu, lebih baik ia jalan-jalan. Walaupun dilubuk hatinya, ia merasa sedikit resah.

Mengambil jaket kulit lalu memakai sepatu boots berwarna hitam, Alexa melangkahkan kakinya keluar kamar. Sore ini, ia berniat pergi ke Markas utama Ravegas.

"Mau ke mana, Sayang?" Sonya dan Gio tengah menonton bersama. Gavin sedang pergi ke rumah Daniel.

Alexa menoleh. "Markas Ravegas, Bun."

Gio menatap anak perempuan satu-satunya. "Sendiri?"

Alexa mengangguk. "Pergi dulu, Yah, Bun."

Alexa menyuruh beberapa pelayan untuk mengeluarkan motor yang akan ia gunakan. Motor berwarna merah hitam itu terlihat sangat mengkilap, bisa ditebak jika motor itu belum pernah digunakan.

Alexa mengendarai nya, sudah lama ia tidak mengendarai motor. Banyak pasang mata yang memperhatikan Alexa, gadis itu terlihat sangat cantik walaupun wajahnya tidak terlihat.

Matanya melirik ke spion kanan, melihat ada satu motor yang mengikutinya, motor ninja berwarna hijau.

Jika dilihat-lihat dari tubuhnya, Alexa mengetahui siapa dia, Adrian.

Mungkin satu arah, batin gadis itu. Tak ingin memusingkan hal itu, Alexa tetap fokus mengendarai.

"Widih, tumben ke sini sendirian." Angga berdiri di halaman Markas dengan kaos yang basah. Di kedua tangannya terdapat selang dan spons, laki-laki itu sedang mencuci motornya.

"Kenapa nggak sama Devan aja? Atau lo bisa minta bantuan kami, kami pasti dateng," sahut Bayu, ia memakan gorengan di teras Markas.

Alexa membuka helmnya, ia tersenyum. "Nggak papa, udah lama juga nggak naik motor sendiri. Devan ada, kan?"

Kedua laki-laki itu, Angga dan Bima, mengangguk sebagai jawaban.

"Ada, masuk aja."

Alexa melanjutkan langkahnya, ia pergi ke ruang tengah. Di sana hanya ada tujuh anggota inti.

"Kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" tanya Devan khawatir, laki-laki itu berdiri lalu menarik tangan Alexa untuk duduk di samping nya.

Sebelumnya, ia sempat menendang bokong Arya yang memenuhi sofa.

Alexa mengedikkan bahunya. "Suprise."

Devan menghela nafasnya. "Lain kali ngomong dulu, aku nggak tau apa yang bakal terjadi nanti kalau kamu jauh dari pengawasan aku."

Alexa mendelik. "Bukannya anak-anak Ravegas pada mantau aku?"

Devan mengangguk. "Tetep aja aku khawatir."

"Bang."

Seluruh atensi makhluk yang berada di ruang tengah menatap sumber suara.

"Kenapa, Mad?"

Ahmad menyodorkan sebuah kotak yang terbungkus rapi. "Tadi ada kurir yang kasih ini. Katanya, atas nama Alexa."

Kenzo mengernyit. "Kurirnya tau Alexa di sini? Terus kok dia tau dimana markas utama Ravegas?"

Ahmad menggeleng tanda tak tahu. "Gue nggak tau, Bang. Tapi emang kurirnya tadi agak aneh, sih."

"Aneh gimana maksud lo?" tanya Farrel.

"Dia pakai baju serba hitam, terus pakai masker sama topi juga."

Arya mengangguk anggukan kepalanya. "Mungkin kurirnya lagi pilek."

Pletak

"Apa hubungannya, Bangsul," kesal Vano setelah menjitak kepala Arya.

Alexa mengangguk. "Makasih." Gadis itu menerima paketnya. "Gue ke depan dulu," pamit Ahmad.

Alexa meletakkan kotak itu di meja, membuka paketnya dengan cepat, ia penasaran.

Alexa mengernyitkan keningnya, isinya sebuah box sepatu. Membuka box itu dengan cekatan. "Devan, ini bukannya sepatu kamu?"

Devan mengernyit tipis, ia mengangguk. "Iya."

Rayyan menatap ke-enam sahabatnya. "Markas udah nggak aman, keamanannya mulai longgar. Dulu anak Revlon, sekarang kurir, besok-besok apa lagi?"

Farrel menatap sepatu itu, jiwa Detektif Conan nya meronta ronta. "Kok sepatu lo bisa dijadiin paket, Van?"

Devan menggeleng pelan. "Positif thinking, mungkin cuma mirip." Mereka mengangguk setuju.

"Eh, ada suratnya," celetuk Arya saat melihat selembar kertas jatuh dari dalam box itu.

Alexa mengambilnya. "154171208130130100133812201108." Alexa membaca angka-angka itu.

Devan terdiam sejenak. "Permainan akan dimulai."

Vano menggaruk pangkal hidungnya. "Maksudnya gimana?"

Arya berdecak. "Lo gitu aja kagak tau, apasih yang lo tau?"

Vano menatap Arya lempeng. "Emang lo tau?"

"Enggak."

Kenzo mendengkus. "Itu sandi angka, coba lo pikir-pikir."

Arya bergumam, otaknya berputar-putar. Seketika ia merasa menjadi titisan Albert Einstein. Baiklah, mari kita pecahkan teori ini bersama Arya.

A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z.

0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25.

15-4-17-12-0-8-13-0-13-0-10-0-13-3-8-12-20-11-0-8.

15=P 4=E 17=R 12=M 0=A 8=I 13=N 0=A 13=N 0=A 10=K 0=A 13=N 3=D 8=I 12=M 20=U 11=L 0=A 8=I.

154171208130130100133812201108=PERMAINAN AKAN DIMULAI.

Arya bertepuk tangan heboh. "Gue udah ngerti, Anjirt. Makin percaya kalau gue emang cucu Einstein." Arya menyugarkan rambutnya ke belakang.

"Berarti, sebentar lagi," gumam Rayyan.

Farrel menghela nafas, ia bersandar pada sandaran sofa. "Siapa peneror itu, siapa penghianat, siapa yang udah bantu kita, semua belum kita pecahin."

"Sebelum itu terpecahkan, kepala gue duluan yang udah pecah," papar Daniel, ia merasa sok paling pusing di sini. Bahkan, laki-laki itu menyuruh Rayyan untuk memijat kepalanya.

Rayyan melakukannya tanpa penolakan.

Alexa mengeluarkan handphonenya, ia menunjukkan pesan tadi kepada Devan.

Devan membacanya. "Bener kata Rayyan, peneror itu ganti nomor. Sekarang, nomornya udah nggak aktif."

Vano menegakkan tubuhnya. "Kalian pada curiga nggak sih sama Adrian?"

Arya menjentikkan jarinya. "Nah, gue juga. Kayak nggak mungkin aja gitu, dia balik dari LA cuma buat sekolah di sini."

Kenzo menatap Alexa yang duduk termenung seraya bersandar di dada Devan. "Lexa, lo juga dari LA, kan? Lo nggak pernah ketemu dia sebelumnya?"

Alexa menggeleng pelan. "Gue nggak inget."

"Dia sepupu Jennifer," ungkap Farrel. "Bisa jadi nggak, sih? Dia mau bales dendam karena kita udah bunuh Jennifer."

Vano mengangguk anggukan kepalanya. "Ada benernya juga."

"Jangan nuduh dulu sebelum ada bukti," timpal Devan.

Dibalik dinding. Seseorang tengah mendengar pembicaraan mereka.

Bibirnya menyunggingkan senyum menyeringai. "Smart."

* * * * * *

"Selamat morning, Alexa," sapa Clara begitu melihat Alexa memasuki kelas.

Alexa tersenyum tipis. "Morning too." Gadis itu meletakkan tasnya di atas meja.

"Eh, nanti ke rumah Nara kuy, penasaran gue sama dia. Dari awal temenan, kita belum tau banyak tentang dia, bahkan alamat rumahnya aja kita nggak tau," tutur Lauren.

Clara mengangguk setuju. "Nanti kita ngobrol sama dia di kantin."

Kringg kringg
The first hour will start, students are welcome to return to class.

"Selamat pagi, anak-anak."

"Pagi, Pak."

"Silahkan buka buku paket kalian halaman 225, itu materi minggu lalu. Kerjakan bagian pilihan ganda dan essay. Soalnya tidak perlu ditulis, langsung jawaban saja. Yang sudah selesai, silahkan kumpul buku kalian di meja, dan boleh ke kantin lebih awal. Yang belum selesai, harap bersabar, ini ujian."

"Baik, Pak."

Tiga jam kemudian.

"Alexa, lo udah, kan?" Alexa mengangguk, ia berdiri untuk mengumpul bukunya.

"Liat dong." Lauren nyengir. "Nomor empat puluh dua susah, nih."

Alexa memberikan bukunya ke Lauren, gadis itu kembali duduk. "Gercep."

Dengan cekatan Lauren menyalin jawaban soal matematika itu. Soalnya hanya lima puluh nomor, tapi setiap nomor mempunyai sepuluh anak cucu.

Setelah selesai, ke-empat gadis cantik itu kompak mengumpul buku mereka.

"Nggak pada nyontek, kan?" tanya Pak Bagas.

Mereka menggeleng kompak. "Nggak, Pak. Cuma saling tukar jawaban aja," jawab ke-empat gadis itu dengan serempak.

Pak Bagas me menye-menye kan mulutnya. "Cimi siling tikir jiwibin iji. Alesan kalian, sana cepet. Sebelum saya berubah jadi Aquaman untuk tenggelamkan kalian."

Ke-empat gadis itu berjalan cepat keluar kelas.

"Pak Bagas sering banget curiga sama kita," gerutu Clara di tengah perjalanan.

"Kalian tau lah sifatnya Pak Bagas, cuma candaan doang," ujar Aurel.

"Ke loker dulu, ya? Gue mau ambil sesuatu." Mereka menyetujui ucapan Alexa.

Alexa membuka loker nya, mengambil salah satu handphone miliknya yang tertinggal. "Udah, ayo."

Lauren mengernyit. "Lo ninggalin handphone di loker?"

Alexa mengangguk. "Takut nanti baterai nya habis, jadi gue bawa cadangan," jawab gadis itu.

Mereka berjalan menuju kantin. Keadaan masih sepi, karena bel istirahat berbunyi masih beberapa menit lagi.

"Itu, Nara." Clara menunjuk seorang gadis yang duduk sendiri dengan mata yang menatap sebuah buku.

Mereka berjalan menghampiri Nara.

"Kok udah di kantin?" tanya Alexa, gadis itu mendudukkan dirinya di samping kanan Nara.

Nara membenarkan letak kacamatanya yang menurun. "Lagi jamkos, habis istirahat ada ulangan."

Alexa mengangguk paham. "Nanti kita boleh ke rumah lo?"

Dapat Alexa lihat, tubuh Nara sempat menegang. Tapi gadis itu mampu menganalisis keadaan. "Mau ngapain?"

"Ya cuma pengen tau aja, nggak boleh?" desak Clara, terkesan memaksa.

Nara terdiam sejenak. Ia ini gadis rumahan, jika ada temannya yang akan datang, itu kelemahan terbesarnya.

Nara mengangguk kaku. "Boleh, nanti aku kirim alamat rumahnya."

Ke-empat gadis di sampingnya tersenyum puas.

* * * * * *

Sesuai dengan ucapannya tadi. Alexa, Aurel, Lauren, dan Clara sedang dalam perjalanan menuju kediaman Nara. Gadis itu sudah mengirim alamatnya kepada Alexa. 

Alexa menghentikan mobilnya di pekarangan yang tidak terlalu luas. Mereka keluar dari mobil. Ternyata, rumah Nara berada di dalam gang yang cukup sempit, bahkan mobil Alexa tadi hampir tidak bisa masuk.

"Ini rumahnya?" Clara menatap rumah kayu yang berada di hadapannya.

Lauren mendekati rumah itu, melirik ke sekelilingnya. "Sumpah, sih. Rumahnya terpencil banget, di sini aja cuma ada rumah ini. Berarti Nara nggak punya tetangga, dong?"

"Maybe," sahut Alexa. Ia mengetuk pintu berbahan papan yang sudah rapuh itu.

Tok tok tok

Cklek

Pintu terbuka. "Kalian udah datang."

Ke-empat gadis itu menatap Nara. Rambut dicepol asal, kaos maroon dan celana kulot selutut.

Aurel tersenyum kikuk. "Iya."

Nara tersenyum maklum, mungkin mereka tidak pernah melihat rumah sejelek ini.

"Ayo masuk," ajak Nara.

Alexa dan ke-tiga sahabatnya memasuki rumah Nara. Alexa mengedarkan pandangan nya ke seluruh isi rumah ini. Dindingnya terbuat dari rotan, sudah berlubang. Begitupun dengan atapnya.

Di rumah ini hanya ada dua ruangan. Ruang tamu dan kamar digabungkan menjadi satu. Bagian belakang ada dapur, dan ruang makan. Kamar mandinya terpisah cukup jauh.

"Lo tinggal sendiri?" tanya Alexa. Gadis itu duduk di ranjang, karena ruang tamunya hanya memiliki dua kursi, sudah digunakan Clara dan Lauren.

Nara menggeleng. "Mama sama Kakak lagi keluar." Alexa mengangguk paham.

"Maaf, cuma punya ini." Nara meletakkan nampan berisi empat gelas air putih.

Clara menggeleng pelan. "Nggak papa."

Lauren meneguk ludahnya, ia merasa prihatin dengan Nara. "Atap rumah lo lubang, emang kalau tidur nggak kebocoran?"

Nara tersenyum. "Udah resiko."

Gubrakk

Lauren jatuh terjengkang. Kursinya patah.

"Pffttt." Clara menahan tawanya. Ia membantu Lauren untuk berdiri.

"Sakit, Anjir," ringis Lauren, gadis itu mengusap pantatnya.

Aurel mendengkus. "Sungguh memalukan," bisiknya ke Alexa.

Nara mengulum bibirnya. "Maaf, kursinya emang rapuh."

Clara menggeleng cepat. "Nggak kok, Lauren aja yang kelebihan dosa, jadi berat."

"Hilih, kayak dia suci aja," cibir Lauren. Alhasil, gadis itu berdiri, karena ranjangnya hanya muat untuk Alexa dan Aurel.

Alexa menatap beberapa piagam yang diletakkan ditempel dengan bingkai kayu.

ANARA SARASVATI, JUARA 1 OLIMPIADE SAINS TINGKAT NASIONAL

Cklek

"Kalian siapa?"

Seorang wanita datang dengan perempuan yang berada di sampingnya. Jika dilihat-lihat, perempuan itu sepertinya satu tahun lebih tua dari Nara.

Tubuh Nara menegang. "Me-mereka temen Nara, Ma."

Alexa mengernyit. Mama? Tapi kenapa penampilan mereka sangat berbeda. Wanita itu menggunakan pakaian mahal, wajahnya juga tampak terawat.

Wanita yang berumur kepala tiga itu menatap Alexa dan ke-tiga sahabatnya. Melirik dari atas sampai bawah, seolah menilai mereka.

"Itu Mama nya Nara?" bisik Lauren.

Clara mengangguk ragu. "Mukanya ngeselin banget, Njir. Pengen gue gampar."

"Kalian anak orang kaya?" Wanita itu bertanya kepada ke-empat gadis tersebut.

Ia melihat tas, baju, sepatu, dan aksesoris lainnya yang pasti bernilai sangat mahal.

Clara mendengkus. "Ya kali anak lonte," sinis gadis itu.

Wanita itu tersenyum bangga. "Mobil di depan punya kamu?" Wanita itu bertanya kepada Alexa.

Alexa menganggukkan kepalanya, ia berdiri. "Iya, Tan."

Wanita tersebut menarik tangan Nara ke ruang belakang. Alexa melihat, Nara ditarik secara paksa dan kasar.

"Beda banget sama Nara, kayak Mama tiri aja," gumam Aurel.

Alexa menyikut lengan Aurel. "Diem."

Kedua perempuan itu keluar, Nara terlihat ketakutan. Matanya memancarkan kesedihan, pipinya tampak memerah.

"Kalian tau, Nara itu pinter loh, pinter dalam pelajaran, pinter masak juga. Pokoknya Nara itu temenable banget. Nara kalau disuruh-suruh juga nurut."

Clara menaikkan satu alisnya. "Lo mau anak lo jadi babu?"

Wanita itu memainkan kuku-kukunya yang berwarna merah. "Kalau dibayar sih mau-mau aja."

Aurel menggeleng heran, ia tak habis fikir. "Stress."

Alexa tersenyum. "Karena Nara temen kami, jadi saya mau kasih Nara sesuatu. Semoga aja kalian suka."

Nara menggeleng pelan, ia menundukkan kepalanya saat ditatap tajam oleh Ibunya.

"Oh, ya? Mau kasih apa?" Wanita itu tampak kesenangan.

"Saya kasih motor, mobil, dan kendaraan lain. Sebentar lagi datang," ujar Clara. "Tapi itu semua buat Nara, bukan buat Tante."

"Restoran, butik, dan Mall ini, semua atas nama Nara." Aurel memberikan beberapa surat-surat kepada Nara.

Lauren menatap Nara dengan senyum manisnya, sedangkan saat melihat dua mendusa di samping Nara, mata Lauren melotot.

Lauren berdeham. "Saya beliin koleksi perhiasan dan aksesoris yang lain. Sudah ada di rumah baru kalian."

Wanita itu mengernyitkan keningnya. "R-rumah baru?"

Alexa mengangguk, ia tersenyum manis. Memberikan Nara selembar kertas yang bergambar Mansion untuk gadis itu. "Buat, Nara."

Nara menerimanya, ia menatap kertas itu, dibalik kertas itu terdapat alamat Mansion mereka.

Wanita serta anak perempuannya itu membulatkan matanya, binar bahagia sangat terlihat jelas.

Nara menatap ke empat teman barunya. "Ini terlalu berlebihan, aku jadi temen kalian aja udah seneng."

Dapat Alexa lihat, wanita tadi mencubit tangan Nara, membuat Nara meringis kecil.

Alexa tersenyum kecil, ia menggeleng pelan. "Lo pantes dapetin ini. Kalau gitu, kami pulang dulu, Tan."

Wanita itu mengangguk semangat. "Iya, silahkan. Hati-hati."

Alexa dan ke-tiga sahabatnya keluar dari rumah Nara. Alexa menoleh ke belakang, menatap Nara yang juga sedang menatapnya.

Alexa mengernyit tipis. Nara seperti sedang mengatakan sesuatu, tanpa suara. Mulutnya seolah berkata tolong.

"Alexa, ayo!" teriak Clara yang sudah berada di dalam mobil bersama Aurel dan Lauren.

Alexa mengangguk dua kali, dengan segera ia memasuki mobil lalu mengendarai nya keluar dari gang sempit ini.

"Kayaknya ibu-ibu tadi bukan nyokap kandung Nara, deh."

Lauren menyetujui ucapan Clara. "Terus cewek di samping nya, yang mukanya kayak tante girang itu, anak kandungnya bukan, sih?"

Aurel mengedikkan bahunya. "Maybe, perlakuan nyokapnya ke Nara sama ke cewek tadi, beda banget, dia kayak pilih kasih."

Alexa bergeming, ia masih memikirkan kode yang diberikan Nara tadi. Kenapa Nara meminta tolong? Apa ada sesuatu yang terjadi?

"Btw, nyokapnya tadi kayak habis pergi shopping. Belanjaannya banyak, kan? Dapet uang dari mana coba," tutur Lauren.

"Dia enak-enak kan belanja. Sedangkan Nara, mau beli buku buat sekolah aja susah," timpal Clara. "Gue yakin si Nara jadi budak, mereka manfaatin Nara buat jadi bank berjalan."

"Nah." Lauren menjentikkan jarinya. "Emang nggak punya adab tuh tante-tante."

"Nara kerja apa, ya?" beo Clara. "Jaga lilin?"

Plak

Lauren menabok kepala Clara. "Ngawur lo kalau ngomong, mungkin Nara kerja di cafe-cafe gitu, kerjanya waktu pulang sekolah."

"Semacam, waitress?"

"Kali aja."

"Nggak usah gibahin orang," tegur Aurel. "Positif thinking aja, mungkin Nara dapet warisan."

"Queen drama banget nyokapnya." Clara berdecak. "Waktu tau kita anak orang kaya, sifatnya langsung berubah."

"Jangan nyimpulin orang dari luarnya doang, we don't know its true nature." Alexa berucap bijak.

"Okay, maybe what you say is true. But, kalian liat nggak lebam-lebam yang ada di tangan Nara tadi? Kayak habis dipukul, kan?" Lauren bertambah curiga.

"Gue berfikir teori lain." Clara memotong ucapannya. "Bisa jadi Nara pura-pura baik di depan kita, buat morotin duit kita. Terus dia nusuk kita dari belakang." Clara mengungkapkan opininya.

"Nusuk dari belakang?" Lauren mengerutkan keningnya. "Dia mau jadiin kita sunder bolong?"

Clara berdecak. "Bukan gitu. Maksudnya, ya dia manfaatin kita buat kesenengan pribadinya."

Lauren mengusap dagunya. "Bisa jadi, sih." Gadis itu menggeleng-geleng pelan. "Nggak boleh nethink."

Aurel menatap Alexa, mengabaikan ocehan dua makhluk dijok belakang. "Peneror A itu, udah ketemu?"

Alexa menghembuskan nafasnya. "Belum, tapi gue curiga satu orang."

Aurel menaikkan satu alisnya. "Siapa?"

"You."

Bugh

Aurel meninju lengan Alexa, ia menatap Alexa sinis. "Nggak usah ngaco."

Alexa terkekeh kecil. "Bercanda doang. Lagian, kalau bukan lo pelakunya, nggak usah marah kali."

Aurel mendengkus kesal.

* * * * * *

Gimana ceritanya? Maaf kalau nggak sesuai dengan ekspetasi kalian.

Boleh minta tolong? Screenshot part yang kalian anggap menarik, terus upload di medsos kalian. Tiktok, Facebook, WhatsApp, Instagram, dll.  

Atau ajak temen-temen kalian buat baca cerita ini yaawww ❤

Cmiiw 🖤

Jangan lupa follow, vote dan komen. Jangan jadi silent readers.

See you 👋

Kegedean 😟

MANSION NARA 👇

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

GALEN Autorstwa vina

Dla nastolatków

839K 75.5K 31
Gabby => GALEN Ini bukan kisah seorang gadis lugu yang bertemu dengan ketua geng. Melainkan kisah seorang gadis Bernama Gebby Leona sky yang biasa di...
1.9M 102K 56
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
130K 10.3K 71
#1 in Fiksiremaja (10-9-2021) Udah end part masih lengkap [PROSES REVISI] Judul lama (Zee : My Wife is Dangerous Mafia) Bazigha Auristella Estelle se...
74.5K 4.6K 39
DAMIANOS #4 • RESPEK SEDIKIT, MUSTAHIL TAKUT! • -o0o- Garendra Marcelino Mandratama, ketua Damianos. Laki-laki dengan tatapan tajam serta si pemilik...