Memories || Kimetsu no Yaiba

By Mizuraaaa

90.2K 12.1K 4.6K

Highest Rank: #1 in mitsuri (13/2/21) #1 in kyoujuro (6/2/21) #1 in kimetsu (2/4/21) #1 in yaiba (2/4/21)... More

Author Note!
Prolog
1.A new world?
2.Pelatihan
3.Kisatsutai
4.Rapat Pilar
5.Uzui's Family
6.Become Stronger
7.Natagumo
8.Tanjirou
9.No Tittle
10.Mugen Train(1)
11.Mugen Train(2)
12.Datang lagi
13.Pertemuan Pertama
14.Keputusan
15.Alasan
INFO!!!
Flashback Moment
16.Tidak Terduga
17.Hubungannya
18.Kerinduan
19.Berita Buruk
20.Menyadarinya
21.Yuki no Hashira
22.Maksud Sebenarnya
23.Memburuk
24.Percobaan
25.Permintaan
26.Misi Bersama
27.Penyerangan
Flashback Moment
28.Pemburu Iblis vs Iblis
29.Lemah
30.Kesembuhan
31.Keinginan untuk Mati
32.Takut untuk Mati
33.Keluarga
34.Penyelesaian Masalah
35.Festival Kembang Api
36.Iblis Es
37.Memperbaiki
38.Uji Coba
39.Penangkapan
Pengumuman
40.Terjebak
41.Teman Lama
42.Penyelamatan Diri
43.Rasa Bimbang
44.Tanpa Dirinya
45.Setelahnya
46.Diskusi (bag 2)
47.Rasa Bersalah
48.Rasa yang Nyata
49.Tanpa jejak
50.Yuri tanpa Sahabatnya
51. Sudahkah, berakhir?
52. Kejahilan Bertambah
53.Seragam SMA

46.Diskusi

463 67 41
By Mizuraaaa

Warning⚠: Author tidak membaca manga sehingga cerita akan berbeda jauh dengan alur aslinya!

Brukk

"Hah~! Akhirnya kembali juga."

Gadis itu langsung menjatuhkan tubuhnya pada lantai, merebahkan diri dengan seulas senyum yang terpatri pada bibirnya. Temannya yang sama-sama masuk ke dalam kediaman hanya memperhatikan, sebenarnya ingin sekali menginjak perut gadis itu, tapi ia takut temannya akan langsung mati.

"Segitu kangennya sama rumah?"

Pertanyaan Yuri membuat kelopak mata gadis itu yang semula tertutup menjadi terbuka, meliriknya sekilas dilanjutkan dengan decakan malas. "Iya lah, kau pikir apa enaknya tinggal di ruang perawatan?"

"Oh, kirain takut ada barangnya yang ilang. Kalem, aku bukan kang colong."

(Y/n) mendudukkan dirinya, memiringkan kepala untuk meregangkan otot lehernya yang sedikit kaku ditambah pijatan halus. Kakinya selonjoran, menatap Yuri dengan pandangan penuh curiga. "Gak percaya aku, temenan sama kang galon kan kau?"

"Sejak kapan aku temenan sama Giyuu?"

"Sejak kapan kediaman Giyuu jadi tempat pengisian ulang galon?"

Kedua sahabat itu saling bertatapan dengan pandangan aneh, entah kenapa tiada hari tanpa percakapan absurd yang terkadang tidak lucu sama sekali. (Y/n) memutuskan menghembuskan nafasnya tanda lelah, lantas berdiri, mengangkat kedua tangannya untuk meregangkan otot yang lain.

Mata (Y/n) tertutup rapat, mencoba merasakan pegal pada tubuhnya yang masih terasa. "Yosh, saatnya bekerja!" ujarnya menyemangati diri sendiri.

(Y/n) mendudukkan dirinya di hadapan Yuri yang menatap bingung. Ia menatap gadis bersurai pink itu dengan mata yang lelah, semalam (Y/n) tidak bisa tidur, terlalu banyak hal yang dipikirkannya. "Sip, ayo jelaskan semuanya." (Y/n) mengawali.

Yuri mengernyitkan alis tidak habis pikir. "Langsung sekarang? Kau baru pulang dirawat loh." ia mengingatkan. "Tidak bisakah istirahat dulu?" tanyanya kemudian. Jangan salah, Yuri juga khawatir pada (Y/n). Bukankah gawat jika (Y/n) mati kelelahan? Lalu bagaimana dengan hutang yang belum dibayar itu? Yuri bisa rugi.

Tatapan malas diberikan oleh (Y/n), lantas kembali menghembuskan nafas lelah. "Kita tidak punya banyak waktu, paling besok pagi udah dipanggil untuk rapat."

"Kwak Kwak, Pilar Salju, datanglah untuk rapat Pilar besok, kwak."

"Nah, kan?" (Y/n) menunjuk gagak hitam yang tiba-tiba datang, menaikkan sebelah alisnya saat ucapannya terbukti seratus persen hanya dalam jangka waktu beberapa detik.

Yuri sweatdrop, bisa-bisanya (Y/n) beralih profesi setelah masuk isekai menjadi cenayang, tebakannya benar-benar tepat. (Y/n) tampak mengangkat sebelah lengannya, membiarkan gagak hitam itu bertengger pada lengan berbalut haori miliknya.

Tangan (Y/n) terangkat, mengelus kepala burung itu pelan,  ia tersenyum kecil saat burung itu terlihat nyaman dengan perlakuannya. "Nah, sekarang katakan, sedang apa Tanjirou di kediaman Oyakata-sama?"

Pertanyaan (Y/n) membuat alis Yuri seketika mengernyit dalam. Terlepas dari perilaku (Y/n) yang mengajak burung bicara seperti orang gila, kenapa Yuri tidak bisa memahami perkataan (Y/n)?

"Kwak, Kamado Tanjirou akan segera menjalankan misi, kwak," jawab gagak itu. (Y/n) hanya menganggukan kepala paham seraya bergumam, hanya diberi misi toh, (Y/n) kira ada drama lagi, akhir-akhir ini sedikit membosankan.

"Bagaimana bisa kau tau Tanjirou ada di kediaman Oyakata-sama?" Yuri menatap (Y/n) bingung, sementara yang ditatap hanya menjawab santai, "Karena ini gagak kasugai Tanjirou."

Mulut Yuri terbuka seketika, bagaimana bisa (Y/n) tau? Bukankah gagak itu sama? Wajahnya sama, bentuknya sama, warnanya sama, bagaimana bisa (Y/n) membedakan gagak siapa yang datang kepadanya?

Dan lagi, apa hubungannya jika itu gagak Tanjirou? Kenapa (Y/n) tau bahwa Tanjirou ada di kediaman Oyakata-sama? Ayolah, otak Yuri tidak dirancang untuk memikirkan sesuatu yang rumit.

Melihat Yuri yang menarik nafasnya hendak mengeluarkan suara, (Y/n) langsung mengangkat telunjuknya, mengisyaratkan Yuri untuk berhenti bicara karena (Y/n) tau pertanyaan apa yang akan diajukan. (Y/n) menghela nafas kecil.

"Ini gagak Tanjirou, gagak kasugai tidak akan terbang jauh dari tuannya. Karena ini informasi tentang rapat Pilar, artinya Oyakata-sama yang memberi perintah, itu artinya gagak ini sedang berada di dekat Oyakata-sama, yang pastinya ada Tanjirou juga di sana. Dan bagaimana aku tau ini gagak Tanjirou, kau tidak perlu tau."

Eh? Dahi Yuri berkerut, memang begitu, ya? Ah, sudahlah, Yuri malas berfikir, dia bukan (Y/n) yang akan selalu memikirkan sesuatu bahkan hal tidak penting sekalipun, Yuri pemalas, itu intinya.

"Eh tapi, lalu gagakmu kemana?" tanya Yuri, menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri mencoba mencari keberadaan burung hitam itu.

"Aku usir."

"Lah? Kok?"

(Y/n) menghembuskan nafas lelah lagi, entah untuk yang keberapa kali. Yuri salah makan sepertinya, kenapa Yuri banyak tanya sekali? Bisanya kan dia bodoamat sama apapun, kecuali jika animenya disebut-sebut sama saja dengan kartun.

"Gagaknya ngeselin, dateng kasih misi doang, udah itu ditinggal. Yakali Ri, aku gak dikasih waktu istirahat, siang malem kerja, kadang bingung dah kerjaan aku ni pembasmi iblis atau nguli? Berat banget."

Sekali lagi Yuri sweatdrop, tak bisa mengira beban sebanyak apa yang (Y/n) tanggung selama ini. Yuri penasaran apa saja yang sudah dilewati teman bersurai coklatnya ini selama di isekai, pasti menyenangkan.

Menyenangkan matamu! (Y/n) hampir dijemput ajal berkali-kali!

"Sudahlah, lupakan, kita bahas urusan pribadi nanti. Sekarang katakan, apa yang terjadi setelah hari itu?"

Entah kenapa otak Yuri sedang dalam kondisi terbaiknya saat ini, dalam seketika mengerti ucapan (Y/n) yang sebenarnya tidak jelas. Yuri mengangkat jari telunjuknya, baru mengingat dan menyadari sesuatu. "Oh! Iya hari itu!"

"Serius deh, aku panik banget kau tiba-tiba ilang waktu itu!" pekik Yuri dengan nada sedikit tinggi, kedua tangannya bertumpu pada lantai, sementara wajahnya dimajukan hingga berdekatan dengan wajah (Y/n). "Aku kira kau diculik om-om sumpah!"

"Yuri, serius!" tegur (Y/n) kesal, mendorong dahi Yuri menggunakan telunjuknya supaya kepala Yuri menjauh. "Jangan bercanda! Aku tau tak ada yang berteman denganku di sekolah, tapi dengan prestasiku setidaknya membuat guru-guru sadar aku hilang, kan?"

Yuri menghembuskan nafas pasrahnya, mengacak-acak rambut bagian depan yang menutupi dahinya. "Yah, aku memang sangat panik sih waktu itu, aku tidak bisa menemukanmu di manapun." Yuri memberi jeda, membetulkan posisi duduknya dengan satu kaki yang terlipat ke atas.

"Aku sempat bingung, padahal sebentar lagi ulang tahunmu, kenapa aku yang di prank? Kan tidak lucu, sebenarnya apa yang terjadi sih saat itu? Seharusnya kan kau pulang bersama laki-laki kelas sebelah itu!" sembur Yuri kesal, sudah sejak lama ia ingin mengatakan hal ini.

(Y/n) mengetuk-ngetuk pelipisnya menggunakan jari telunjuk, terlihat berfikir keras. "Aku juga tidak mengerti, tiba-tiba ada yang memanggilku dengan suara samar. Aku yang memang selalu penasaran mengikutinya, tiba-tiba saja aku sudah di sini, dan yah aku pun menjalani alur sebagaimana mestinya." ia mengangkat bahu tak acuh, menghela nafas kasar.

"Eh? Serius? Kok ceritanya sama?!" Yuri menggebrak lantai. Pelan, Yuri tidak mungkin memukul lantai dengan keras, dia juga yang nanti repot karena sakit.

"Sama? Maksudmu?" tanya (Y/n).

Yuri menghembuskan nafasnya lagi, menatap langit-langit ruangan dengan pandangan kosong, tengah mengingat sesuatu dengan telunjuknya yang mengetuk dagu. "Yah, entah kenapa tiba-tiba aku selalu mendengar ada suara samar yang memanggil namaku, asalnya dari kamar mandi."

"Anehnya, itu selalu terjadi saat tengah malam. Kau tau kan bagaimana penakutnya aku? Aku mana berani cari gara-gara dengan setan." Yuri yang menjelaskan merinding sendiri, membayangkan apabila yang dia temui di kamar mandi adalah sesosok manusia yang kakinya tidak menapak.

(Y/n) mengangguk-angguk paham, ada satu hal yang ia sadari, meskipun tidak terlalu penting. Kali ini Muzan sangat hati-hati, ia tidak membiarkan kejadian seperti waktu itu terulang, dimana kesalahan kecil Douma membuatnya ada di tempat ini sampai sekarang.

Bisa ia bayangkan jika Douma tidak membuat kesalahan, pasti (Y/n) sudah di tangkap dan mati dalam sekejap. Jika seperti dalam novel, kisah hidupnya yang tidak berarti pun hanya menghabiskan satu chapter, benar-benar tidak berguna.

Terimakasih, Douma, (Y/n) akan selalu mengingat satu-satunya kebaikanmu itu.

"Jadi, pada akhirnya kau memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar mandi saat panggilan itu datang?" tanya (Y/n).

Yuri mengangguk. "Iya, lagipula suara itu sangat mengganggu, sekitar satu minggu suara itu terus menghantuiku." Yuri cemberut, mengingat hal itu membuatnya kesal, beberapa hari tidurnya terganggu karena suara itu. Sungguh, suara itu bahkan lebih menyeramkan daripada menghadapi hantunya sendiri.

Mata (Y/n) menyipit, merasa ada suatu hal yang janggal, (Y/n) bisa mencium bau-bau kebohongan di sini. Memperhatikan penampilan Yuri, itu membuatnya tersadar, lantas menatap Yuri dengan tatapan menuntut.

"Kenapa kau menggunakan pakaian seperti itu pada tengah malam?"

"Eh?" Yuri membulatkan matanya dengan satu bulir keringat yang menetes, terkekeh kikuk tidak dapat menjawab pertanyaan (Y/n).

Tentu saja, Yuri menggunakan sweater turtleneck tipis warna putih, dipadukan dengan overall celana panjang, di bahunya tersampir tas kecil berwarna coklat tua. Sekarang jelaskan, siapa yang mau tidur dengan penampilan seperti itu?!

(Pict from Pinterest)

Pada zaman sekarang mana ada yang memakai pakaian seperti itu? Artinya itu pakaian yang Yuri bawa dari dunia lamanya, karena pada saat (Y/n) datang ke dunia ini pun dia masih menggunakan seragam sekolah, yang menyebabkan dia diejek karena pakaiannya terlihat aneh.

"Y-ya, sebenernya aku saat itu baru pulang kencan, mau tak mau aku harus ke kamar mandi." Yuri menjawab gugup, entah kenapa setelah sekian lama tidak berbicara dengan (Y/n) membuat semua ini terasa aneh, tapi Yuri tetap senang bisa bertemu teman gila belajarnya ini.

"Whut?! Kencan?! Sama siapa woi?!" pekik (Y/n) heboh, berlebihan, memajukan tubuhnya hingga wajah keduanya nyaris bersentuhan.

Yuri menggaruk kepalanya ragu, semakin gugup karena tatapan intimidasi (Y/n) yang memaksanya untuk bicara. Hihh, sejak kapan (Y/n) semenyeramkan ini? Rasanya Yuri bisa mati kapan saja jika tidak menuruti perintah temannya ini.

"A-aku hanya berfikir, memang sampai kapanpun husbu ku tidak akan menjadi nyata, jadi aku menyerah untuk berharap dan segera mencari pacar." Yuri menghembuskan nafas pasrah, mengingat bagaimana ia harus merelakan suami-suami fiksinya di balik layar ponsel.

(Y/n) membulatkan matanya, tidak pernah menyangka akan sampai waktu di mana Yuri mengatakan hal itu. Dengan mata berbinar (Y/n) kembali mundur, menjentikkan jarinya dengan perasaan senang. "Nah! Waras juga kau akhirnya!"

Jleb

Bagai ditusuk ribuan panah, perkataan (Y/n) sangat melukai hati Yuri. Apa selama ini (Y/n) pikir ia gila? Apakah mencintai seseorang yang tidak nyata adalah suatu ketidak warasan? Iya. Walau menyakitkan tapi itu benar.

"Sekarang tau, kan? Setidaknya manusia yang nyata lebih menarik daripada karakter anime." (Y/n) berkacak pinggang, menatap Yuri bangga seakan ia adalah ibu yang berhasil mendidik anaknya ke jalan yang benar.

"Nah, nah!" Yuri menggoyangkan jari telunjuknya dengan kepala yang menggeleng. "Manusia manapun harus tau batasannya," lanjut Yuri merasa bijak, padahal benar-benar membuat (Y/n) jengkel dengan sikap itu.

Terserahlah, (Y/n) sudah lelah meladeni Yuri dari masa SMP yang terlalu terobsesi dengan karakter anime. Memangnya apa menariknya sih karakter kartun begitu? Ups, (Y/n) lupa, dia sendiripun sudah jatuh cinta pada salah satunya.

Ah, (Y/n) sedikit tersentak saat mengingat sesuatu, lantas menatap Yuri dengan tatapan lebih serius. "Yuri, bagaimana dengan Sabito-senpai, Makomo-senpai, dan Koyuki-nee? Kau kan menonton animenya, itu artinya kau tau mereka berasal dari dunia lain?"

Yuri yang sebelumnya masih mengagumi diri sendiri mulai tersadar kembali. Ia menatap (Y/n), menaikan sebelah alisnya lalu menjawab dengan santai, "Iya, aku memang tau."

"Kau tidak memberitahu aku?!" tanya (Y/n) tidak habis pikir, mengernyitkan alis seraya menggelengkan kepalanya.

Entah yang keberapa kalinya untuk hari ini, bahkan untuk satu jam kebelakang, Yuri kembali menghembuskan nafas lelah. Entah kenapa obrolan ini terlalu berat baginya, butuh banyak tenaga. "Mereka tidak mengizinkanku memberitahukannya pada siapapun, termasuk kau."

(Y/n) semakin bingung, ia menggigiti kuku jempolnya gelisah. "Tapi kan yang menonton anime itu bukan hanya kau, artinya banyak yang menyadari kehadiran mereka?"

Gelengan kepala Yuri membuat kerutan pada dahi (Y/n) semakin dalam. "Aku rasa ada sesuatu yang menghalangi penglihatan orang-orang sehingga tak ada yang menyadari kehadiran mereka. Maksudku, jika semudah itu, bukankah mereka akan jadi terkenal karena dikira reinkarnasi? Walaupun memang benar begitu."

"Tapi kan kau menyadarinya?" tanya (Y/n) lagi.

"Begini." sebelah tangan Yuri bertumpu pada lantai, tubuhnya sedikit membungkuk agar lebih dekat dengan (Y/n), memperlihatkan keseriusannya. "Saat aku tinggal di kediaman Kyoujurou, aku sempat mendengar obrolan mereka tentang darah langka yang katanya kau miliki."

"Aku tidak begitu mengerti, kau harus menjelaskannya lebih lanjut nanti," tuntut Yuri seraya menunjuk (Y/n). "Intinya, kau orang terpilih, begitu bukan?"

(Y/n) menatap lantai di bawahnya, seraya memegangi dagunya ia menggeleng ragu. Mulutnya terbuka dan tertutup untuk beberapa kali, masih bingung cara mengungkapkannya pada Yuri. "Bisa dibilang begini, orang tuaku, mereka juga berasal dari sini—"

"Apa?!"

"Jangan menyela!" bentak (Y/n) cepat, seketika membuat Yuri bungkam di tempat. Ya ..., Yuri mana tau, dia kan tidak pernah bertemu dengan orang tua (Y/n), sejak awal keduanya bertemu, (Y/n) sudah sendiri tanpa kehadiran orang tuanya.

"Mereka cukup berpengaruh di dunia ini, aku rasa alasan aku menjadi orang yang memiliki darah langka karena terlahir dari mereka."

"Aku mengerti." Yuri mengangguk, otaknya sedikit encer saat ini, bahkan ia bisa menyimpulkan suatu hal, yang bahkan tak pernah terpikirkan oleh (Y/n). Yup, jangan pernah remehkan makhluk semacam Yuri, ia sudah pernah menonton ribuan anime yang menguras kerja otak untuk menebak alur selanjutnya.

Yuri, sudah terlatih untuk hal ini.

"Aku rasa, semua intinya ada pada dirimu, (Y/n)."

"Aku?" (Y/n) menunjuk dirinya sendiri.

Kepala Yuri mengangguk. "Aku bisa menyimpulkan, bahwa sejak awal, kau sudah terhubung dengan dunia ini, yang mana memang kau sudah ditakdirkan berhubungan dengan dunia ini."

Wah, kenyataan yang tidak terduga juga menyakitkan. Ugh, (Y/n) menghela nafas lelah. Ia tidak pernah menyesal lahir berkat kedua orang tuanya, Kanae dan Yoriichi, tapi kenapa mereka harus membuatnya berhubungan dengan hal merepotkan seperti ini?

"Bagaimana aku bisa menyadari keberadaan senpai, karena aku berteman dengan orang yang berhubungan dengan dunia mereka. Mengerti maksudku? Kau berhubungan dengan dunia senpai, dan aku berteman denganmu, sehingga kita saling terhubung hingga aku bisa menyadarinya."

(Y/n) melebarkan matanya, manik violet miliknya berkilat kagum pada penjelasan temannya itu. Sasuga Yuri, meskipun anak itu sangat menyebalkan hingga muncul keinginan untuk mendorongnya ke jurang, Yuri tetap berguna dalam situasi seperti ini.

"Dan sepertinya, takdir memang sudah merencanakan agar kau tidak memiliki teman, sehingga kehadiran senpai tetap tersembunyi." Yuri mengangguk-angguk paham dengan wajah tanpa dosa, tidak memikirkan hati (Y/n) yang bagai tertusuk nichirin mendengar perkataannya yang begitu santai.

Ugh, sepertinya (Y/n) memang tidak bisa bersahabat dengan takdir bagaimanapun juga.

"Yah, kau harus tetap bersyukur, karena takdir murahan seperti itu tidak berlaku terhadapku yang baik hati, tidak sombong dan rajin menabung ini. Kau harus berterimakasih loh aku sudah mau berteman denganmu." Yuri dengan wajah menyebalkannya menepuk-nepuk pundak kanan (Y/n), membuat temannya itu semakin emosi saja dengan Yuri.

Tapi tetap saja, perkataan Yuri benar. Bagaimanapun juga, (Y/n) sangat senang masih ada yang mau berteman dengannya, meskipun anak itu seorang wibu stres yang sering menghabiskan uangnya di event jejepangan.

"Kau tau? Aku benar-benar kerepotan, selama dua tahun penuh aku tidak berhenti mencarimu. Kupikir sebelumnya kau bunuh diri karena depresi ditinggal mati oleh senpai, ckckck." Yuri menggelengkan kepalanya.

"Tunggu, dua tahun?!"

(Y/n) menggebrak lantai terkejut, matanya membulat sempurna sama seperti mulutnya. Yuri yang sama-sama terkejut karena pekikan temannya hanya menatap heran pada (Y/n).

Gawat, (Y/n) tidak menyadarinya. Ia baru ingat Yuri pernah mengatakan hal ini saat di markas Muzan, tapi ia terlalu tidak fokus untuk menyadarinya. Kali ini tangannya beralih memijat kepala yang semakin pusing saja.

Astaga, (Y/n) ingin istirahat. "Yuri, ada sesuatu yang sedikit menggangguku."

"Apa itu?" tanya Yuri, memiringkan kepala bingung.

"Saat ini, usiaku dan usia Giyuu terpaut jarak tiga tahun. Sementara Sabito-senpai memiliki umur yang sama dengan Giyuu saat di dunia ini." (Y/n) menundukkan kepala dengan dahi berkerut dalam, sekilas menggigit bibir bawahnya keras.

(Y/n) mengangkat kepalanya cepat, menatap Yuri. "Kau tau usia berapa Sabito-senpai mati dalam anime ini?"

Kedua alis Yuri bertautan, mencoba mengingat hal kecil itu. Dengan banyaknya judul anime yang ditonton Yuri, itu menyulitkannya mengingat salah satu hal kecil yang tidak terlalu penting, termasuk saat Sabito mati. "Umm, kalau tidak salah 13 tahun?" nadanya terdengar ragu.

(Y/n) menjentikkan jarinya, menyadari sesuatu. "13 tahun, itu artinya, saat Sabito-senpai mati, aku berumur 10 tahun. Jika memang saat dia mati langsung tereinkarnasi ke dunia kita, seharusnya Sabito-senpai lebih muda 10 tahun dari usiaku, tapi kenapa dia malah lebih tua setahun dariku?"

"Terlebih, umur Sabito-senpai dan Makomo-senpai saat di dunia ini berbeda, kan? Kenapa mereka menjadi seumuran di dunia kita?"

Yuri terdiam, tidak pernah terpikirkan hal itu. Ah iya, tentu saja, lagipula untuk apa ia pikirkan, tidak penting juga. Tapi yang (Y/n) katakan benar, bagaimana bisa itu terjadi? Hanya ada satu hal yang mengganjal di otak Yuri saat itu juga.

"Artinya, ada perbedaan keterkaitan waktu antara dunia ini dan dunia kita?"

Gadis bersurai coklat itu menepukkan tangannya satu kali lalu menunjuk Yuri. "Tepat!" jawabnya cepat. "Tapi kenapa sejak aku datang ke sini, dan sejak aku hilang dari dunia kita, keterkaitan waktunya bisa berubah menjadi sama?"

Kedua orang yang berada di kediaman Pilar Salju itu saling bertatapan, tapi tak dapat dipungkiri bahwa otaknya berfikir keras. Semua kemungkinan yang ada terlalu membingungkan, keduanya sudah terjebak dalam dunia fiksi yang merepotkan.

"Apa mungkin, karena perbuatan Muzan yang memindahkan aku ke dunia ini telah mengganggu keseimbangan dua dunia?"

Pernyataan yang masih terdengar ragu dari (Y/n) membuat Yuri membulatkan matanya, ia terkesiap, seketika memundurkan tubuhnya sedikit seraya menatap (Y/n) dengan pandangan tidak percaya.

"Hey, apa mungkin yang sebenarnya adalah, Muzan telah mengembalikan keseimbangan dua dunia dengan berpindahnya kau ke dunia ini?"

"...?"

"Dengan kata lain, sedari awal kelahiranmu itu adalah suatu kesalahan di dunia kita?"

(Y/n) membatu, tatapannya kosong dilanjutkan dengan bibir yang bergetar. Perlahan bibirnya mengatup, lantas menggertakkan giginya kuat dengan emosi melimpah yang mulai naik membuat kepalanya panas.

Plakk!

"AH, BEGO! BIKIN OVERTHINKING AJA!"

"Yamaap ...."

(Y/n) menghembuskan nafas lelah menghadapi orang sinting macam Yuri. Setelahnya kedua orang itu lanjut berbincang, (Y/n) menjelaskan bagaimana Yuri harus bersikap, jangan sampai keceplosan dan mengatakan mereka hanya karakter anime, bisa gawat.

Sebagaimana yang (Y/n) jelaskan pada Pilar lain, (Y/n) berbohong mengenai wujud asli mereka yang sebenarnya hanya 2D, dan mengatakan bahwa kehidupan mereka tercantum dalam suatu informasi di dunia (Y/n).

Mereka melanjutkan dengan obrolan ringan, bagaimana (Y/n) menderitanya di dunia ini, dan Yuri yang nyaris membuat kepala (Y/n) botak karena menjambaknya, terlalu kaget saat mendengar (Y/n) keturunan langsung dari Yoriichi.

(Y/n) hanya bisa terdiam mendengar penjelasan Yuri yang menceritakan bagaimana saat pertama kali datang ke sini, gadis bersurai pink itu malah kegirangan karena bertemu iblis ikemen, padahal iblis itu nyaris mengambil nyawa sahabatnya. Dasar!

Gadis bersurai sewarna karamel itu juga menjelaskan secara singkat tentang darah yang dimilikinya. Bagaimana benda kental berwarna merah itu bisa menyelamatkan Oyakata-sama, tetapi membuatnya nyaris kehilangan nyawa di sisi lain.

"Eh, sudah malam ternyata?" gumam (Y/n) kaget, menyadari langit sudah menampakkan sisi tergelapnya.

Terlalu asik mengobrol hingga lupa waktu, keduanya memutuskan mengakhiri pembicaraan, lantas bangkit dari tempat semula dan melenggang pergi.

"Yuri, kau tidur dimana saat tinggal di sini?" tanya (Y/n), menolehkan kepala pada Yuri.

"Yah, aku cari yang udah rapi aja si." Yuri mengangkat bahunya tak acuh, tak mempedulikan (Y/n) yang sudah memunculkan perempatan imajiner di dahinya. "Hanjir, itu kamar aku, kalau ada virus nempel gimana?" tanya (Y/n) merinding, mulai melangkah menjauh dari Yuri.

"Kalem." Yuri mengangkat tangannya dengan pandangan mata santai. "Virus yang aku bawa gak bahaya, kok, paling ketularan bego."

Wah, memang langka manusia semacam Yuri ini, kejujurannya benar-benar pada batas maksimal, terlalu terus terang. Ah, (Y/n) khawatir akan banyak drama di markas pemburu iblis karena mulut Yuri yang suka bicara ceplas-ceplos.

"Ini ada berapa ruangan sih? Pertama kali ke sini hampir nyasar aku," gumam Yuri pelan, seraya memperhatikan lorong yang dilaluinya, sedikit kagum dengan arsitektur yang begitu enak dipandang.

"Ada lima kamar, satu dapur, satu ruang depan, ruang makan, dua kamar mandi, dua ruangan untuk urusan pribadi. Halaman belakang biasanya orang pakai untuk latihan, karena aku tidak suka latihan dekat kediaman, aku membuat halaman belakang menjadi taman kecil, ada kolam ikannya, sapa tau mau mancing, Ri"

Yuri tercengang dengan penjelasan (Y/n) yang dibawakan dengan santainya, ia menatap (Y/n) dengan tatapan aneh. "Buset dah, ini kediaman Pilar apa kos-kosan? Banyak banget kamarnya."

"Pengennya sih gitu, disewain, tapi Oyakata-sama pasti gak kasih izin." (Y/n) menghembuskan nafasnya lelah, jika saja Oyakata-sama mengizinkan dirinya untuk menyewakan kamar di kediaman ini, pasti ia mendadak jadi sultan. "Tapi yah, harus bersyukur juga sih, orang tinggal di sini gratisan."

"Gila?! Kediaman sebesar ini gratis?" Yuri berdecak kagum seraya menggelengkan kepalanya. "Tau gitu dari dulu jadi Pilar aja, daripada ngekos di Tokyo mahal, mana setiap hari pangannya mie instan."

"Loh? Yuri ngekos?"

"Iyalah! Baru semester satu aku kuliah, tau-tau masuk isekai, tau gitu gak usah kuliah aja."

(Y/n) menghentikan langkahnya dengan alis mengernyit dalam, menatap Yuri memberikan pandangan heran, sementara yang di tatap sama-sama berhenti melangkah. "Semester satu? Tapi kalau dari saat aku menghilang, seharusnya kau semester tiga, kan?"

Yuri menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Umm, tahun kemarin aku tidak diterima di Universitas Tokyo, kau kan tau aku sangat ingin masuk ke sana, meskipun tau kapasitas otakku tidak memadai. Tapi aku tidak ingin masuk univ lain, jadi aku memutuskan gap year, dan tahun ini aku baru di Terima."

(Y/n) mengangguk-angguk kepalanya tanda mengerti, lantas kembali melanjutkan langkahnya diikuti Yuri yang berjalan di belakang. "Pantas saja, kau mana berani pulang tengah malam kalau ada ibumu, bisa-bisa digebukin pake sapu lidi."

"Sembarangan!" sembur Yuri cepat. "Bukan digebukin lagi, (Y/n), diusir aku dari rumah."

"Pfftt ... Bwahahahah!!!"

.
.

"Kamarku di sini, kau cari yang mana saja, di kamar mandi juga boleh." (Y/n) menggeser pintu kamar miliknya, lantas menoleh ke belakang untuk menatap Yuri.

"Kamar mayat boleh gak?"

"Boleh, tapi jangan salahin kalau ada mayat yang tiba-tiba jadiin kau guling."

"Kalau mayatnya bang Baji gapapa si."

"Siapa lagi dah tu?!"

Yuri tergelak melihat ekspresi (Y/n) yang frustasi menghadapi dirinya. "Aku di kamar samping kamarmu, ya? Biar bisa ketuk kamarmu kalau-kalau didatengin arwah beneran." Yuri tersenyum hingga menampilkan deretan giginya yang berseri-seri.

"Terserah, semoga didatengin beneran, loh."

(Y/n) langsung masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu rapat, meninggalkan Yuri yang misuh-misuh di tempat karena doanya yang mengaitkan dengan ketakutan terbesar Yuri, hantu. Bagi Yuri, hantu sangat menyeramkan, lebih menyeramkan dari (Y/n) yang emosinya tengah memuncak.

Di dalam (Y/n) menghembuskan nafasnya pelan, ia kembali meregangkan ototnya seraya melangkahkan kaki untuk mengambil futon miliknya. Tempat tidur itu segera di gelar, setelahnya mengganti baju terlebih dahulu menggunakan piyama agar lebih nyaman.

(Y/n) segera merebahkan tubuhnya yang sudah lelah, menatap langit-langit ruangan sementara pikirannya berjelajah. Matanya tertutup pelan, lalu mengubah posisinya menjadi menyamping ke sisi kanan.

"Dengan kata lain, sedari awal kelahiranmu itu adalah suatu kesalahan di dunia kita?"

Kelopak mata kembali terbuka saat otaknya secara tiba-tiba bisa mendengar suara Yuri, (Y/n) segera menutup seluruh wajahnya menggunakan selimut, kembali menghembuskan nafas lelah.

"Dasar Yuri."

Sementara itu, di luar kamarnya, Yuri berdiri dengan tenang tanpa tingkah aneh yang dilakukannya. Keheningan menyelimuti dirinya yang tak kunjung beranjak dari depan pintu kamar (Y/n).

Seraya menggigit bibir bawahnya pelan, Yuri menatap sendu pintu yang sudah tertutup itu. "Maaf,"

.
.
.
.
.
TBC

Author bagi dua ya, kebablasan 8000kata(´。_。`)

Continue Reading

You'll Also Like

119K 8.5K 54
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
1M 83.6K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
393K 4.2K 84
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
430K 34.5K 65
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"