Realizing of love // Park Sun...

By ShimJihan

2.4K 948 434

Semua yang terjadi membuatnya dewasa. Namun tak semua yang dipaksa dan dituntut menjadikannya sempurna. Merek... More

1. Takut Terlihat ⛸️
2. Mengerti Lelah⛸️
3. Perasaan yang sama⛸️
4. Cukup Rasakan ⛸️
5. Perkara Sunghoon ⛸️
6. Tak lepas ⛸️
7. Sesuatu hal ⛸️
8. Kata untuk awal ⛸️
9. Pemberhentian Ketiga ⛸️
10. Luka ⛸️
11. Kilas Cerita ⛸️
12. Bahagia yang Singgah ⛸️
14. Sedikit mengerti ⛸️
15. Mencoba Bertahan ⛸️
16. Baru mengenal ⛸️
17. Keras Kepala ⛸️
18.Kenyataan dan mereka
19. Jangan Takut ⛸️
20. Pendengar dan pelanggar ⛸️
21. Sama-Menunggu ⛸️
22. Tak Terduga ⛸️
23. Bisikan Rintik ⛸️
24. Kecewa ⛸️
25. Semakin Memburuk ⛸️
26. Mendengar tanpa bukti ⛸️
27. Berbeda ⛸️
28. Aneh dan Kembali Sakit ⛸️
29. Harus Mengerti ⛸️
30. Kekacauan ⛸️
31. Mengetahui kebenaran ⛸️
32. Keberanian ⛸️
33. Salju Mencoba Memahami ⛸️
34. Kembali Bersama ⛸️
35. Malam dengan Cerita ⛸️
36. Cinta Itu Kamu ⛸️
37. Menyadari ⛸️
38. Tidak Mungkin ⛸️
39. Percaya Yang Meragu ⛸️
40. Kebodohan
41. Pertemuan
42. Kehadiran
43. Cahaya lama

13. Melihat dan Mengenal ⛸️

34 10 14
By ShimJihan

Sedikit gemetar tangan kecil itu menggapai ponselnya yang terpental sedikit jauh kearah dalam toilet. Dengan terpaksa ia mencari dan menghubungi nomor seseorang,sungguh ia tak ingin terlihat seperti ini namun jika melihat keadaannya sekarang ini ia harus meminta bantuan meski ia tahu mungkin ia tak pantas meski hanya meminta tolong.

Dengan sedikit cemas ia menempelkan ponsel putih itu kedaun telinganya yang tampak memerah, memejamkan matanya ketika mendengar nada sambung demi menyiapkan kata yang tepat untuk berbicara. Namun tangan itu kini dengan pelan meletakkan ponsel itu kedinginnya lantai ketika sudah tiga kali ia menelpon namun tak ada balasan dari seberang.
Mata itu melirik jam yang tertera di ponselnya dan memaklumi jika panggilannya tak dijawab–mengingat sekarang adalah waktunya jam pelajaran dimulai setelah jam istirahat pertama berakhir. Satu yang ia pikirkan tentang ketidakhadirannya yang kembali terjadi padahal ia menghindari itu mengingat ia selalu hadir sejak dulu.

Ia memeluk lututnya dan menghembuskan napas kasar, tersenyum kecut ketika melihat keadaannya yang begitu menyedihkan. Seolah tidak cukup bagi Aera yang menumpahkan cokelat hangat dan membuat rambut hitamnya berantakan perempuan itu juga membuat seragamnya tak berbentuk dan yang pasti ia terlihat begitu kacau.

Ia masih merasa sedikit lega karena tak ada siswa yang pergi ke toilet siang ini. Sebenarnya sangat ingin ia pergi sendiri dari sini setidaknya ia akan istirahat di unit kesehatan sekolah namun keadaan mencegahnya.

Seragam putihnya bukan hanya kotor namun terbuka karena tak terkancing dan terlihat kaos dalamnya yang juga kotor karena warna putihnya tertutup.
Juga semakin lama terasa dingin karena bukan hanya minuman hangat yang ditumpahkan,namun ia juga menyiramnya dengan dinginnya air dari keran yang sengaja ia tampung dengan cup cokelatnya.

Melihat waktu yang berjalan lambat ia sedikit menggersah bingung. Tidak mungkin jika ia terus seperti ini sampai pulang sekolah, juga ia tidak bisa menjamin jika tak akan ada orang yang melihatnya jika ia tetap disini.

Tangan putih itu bergerak merapikan rambutnya dan menyatukannya menjadi ikatan asal karena rambutnya yang kusut dan lengket tentunya.

Ia tersentak kaget dan ingin mencoba bangkit meski lututnya sangat terasa perih dan tubuhnya yang terasa kaku, rasa pegal dibeberapa sendi saat telinganya menangkap suara langkah kaki yang mendekat dan tampak kini tengah berada di depan pintu kamar mandi.

Ia sedikit meringis menahan kakinya yang keram karena sejak tadi tertekuk.
Perlahan ia memegang pinggiran meja cermin di belakangnya.

Bunyi dering ponsel yang tergeletak di lantai menghentikan pergerakannya dan ia melihat nama penelpon yang membuatnya langsung meraihya, belum sempat ia heran dengan dering yang terhenti sebelum ia angkat, ia kembali terkejut dengan pintu yang tiba-tiba terbuka dengan kencang dan ia melihat sosok tinggi tengah berjalan kepadanya dengan pakaian olahraga biru lautnya setelah menutup pintu dari dalam.

Tanpa banyak bertanya lelaki itu langsung memakaikan mantel lembut berwarna cokelat  kepada Ji-Han dan mengancingkan serta mengikat talinya agar tertutup rapat.

Alis Heeseung tampak menukik–kesal ketika melihat Ji-Han dalam keadaan seperti ini, tiga panggilan tak terjawab dari Ji-Han membuat dahi lelaki tinggi itu mengerut heran, sebab tidak pernah Ji-Han menghubunginya di sekolah jika bukan masalah pulang dengannya dan juga saat ini semua siswa tengah menjalankan jam pelajaran termasuk dirinya yang saat ini mempunyai jadwal praktek olahraga.

Kaki jenjang lelaki berhidung menjulang itu langsung saja melangkah tanpa meminta izin kepada sang guru yang tampak heran, namun itu hanya sebentar karena semua orang telah mengenal Heeseung, jadi guru memaklumi itu meski sedikit heran.

Tujuan pertamanya adalah melihat ke perpustakaan dan setelah melihat ke semua tempat yang biasa dikunjungi Ji-Han, bahkan cafetaria sekolah yang sangat jarang didatangi oleh perempuan itu pun Heeseung jelajahi. Dan tujuan terakhirnya adalah toilet ketika baru saja ia hendak melaukan langkahnya kearah kelas perempuan itu sendiri. Memastikan jika Ji-Han benar -benar di dalam toilet, Heeseung memanggil Ji-Han lewat ponselnya dan benar saja Heeseung langsung membuka pintu ketika mendengar deringan dari dalam.

Lelaki itu benar-benar terkejut melihat Ji-Han yang duduk dengan pakaian putihnya yang tampak kotor dan juga kulitnya yang tampak sedikit memucat meski tak terlalu tampak, namun Heeseung menyadari itu.

Heeseung meraih kedua lengan Ji-Han yang terasa sedikit basah dan berniat membantunya untuk berdiri, namun tangan Ji-Han dengan lembut mencegah Heeseung untuk berdiri dan Heeseung yang mengertipun langsung melepaskan tangannya dan menatap mata cokelat itu dengan tanya.

" Kamu harus ke UKS." Perintah lelaki itu dengan nada bicara yang rendah.

Perempuan itu menggeleng sebagai jawaban. Ia tak ingin berada di uks, pasti pihak sekolah akan melaporkan kehadirannya disana kepada ibunya dan yang pasti akan menambah masalah tentu luka.

" Kakak bantu." lagi-lagi lelaki itu mengeluarkan suaranya yang terdengar tertahan.

" Aku nggak mau." Balas Ji-Han dengan menunduk, karena jujur ia tidak nyaman harus seperti ini. Jujur ia sendiri merasa tidak enak dengan Heeseung yang harus meninggalkan jam pelajarannya.
Sebenarnya jika ia ingin Heeseung kembali melanjutkan kelasnya ia akan pergi menuruti Heeseung untuk istirahat di Uks, namun ia tak mau itu terjadi.

Heeseung bangkit dari tumpuan lututnya dan membantu Ji-Han berdiri dengan perlahan karena ia melihat luka di lutut perempuan itu. Tanpa bicara Heeseung membantunya melangkah yang langsung di lepaskan perlahan oleh Ji-Han karena ia merasa berlebihan.

Melihat itu lelaki pemilik mata bulat itu menggantinya dengan memegang pergelangan tangan kecil itu ke dalam tangan besarnya dan kembali melangkah dengan pelan menuju pintu keluar.
Melihat Heeseung yang melangkah tanpa bicara membuat Ji-Han menghentikan langkahnya yang langsung diikuti oleh pria itu. Mata besarnya dengan ragu menatap Heeseung yang tampak mengerutkan dahinya.

" Aku tidak mau ke sana."

Heeseung membalasnya dengan diam dan ia kembali melangkah yang harus diikuti dengan Ji-Han yang berjalan dengan pelan karena lututnya terasa perih, namun ia tahan karena ia tak ingin Heeseung tahu dan merepotkan lelaki itu.

" Aku tahu." Jawab Heeseung sembari menghentikan langkahnya dan memegangi pundak kanan perempuan itu.
Heeseung tahu jika perempuan kecil itu menahan perih lukanya yang terkena hembusan angin.

Perempuan itu menatap Heeseung yang dibalas Heeseung dengan anggukan seolah mengatakan bahwa tidak apa-apa, melihat itu Ji-Han kembali menunduk dan hanya diam meski sebenarnya ia ingin bertanya jika lelaki itu akan membawanya kemana jika ia tahu bahwa Ji-Han tak mau ke uks.
Jangan saja Heeseung mengantarkannya ke kelas, ia tidak ingin semua melihat keadaan kacaunya yang pasti membuat mereka senang dan tentu saja itu sangat berlaku untuk Sunghoon yang untungnya tak ikut dengan Aera tadi.

" Kita pulang aja."








___________________⛸️⛸️⛸️_________________






" Kak."

Suara kecil membuat Heeseung mengalihkan tatapannya dari ponsel yang baru saja ia mainkan, sekarang ia menatap Ji-Han yang duduk di atas ranjang dengan Heeseung yang duduk di meja belajar yang sedikit berjarak dengan perempuan itu.

" Hmm? "

Ji-Han melirik jam pada nakasnya dan membenarkan rambutnya dengan tatapan yang kembali menuju lelaki itu dengan tatapan sendunya.

" Kembalilah ke sekolah." Pinta Ji-Han dengan suara pelan. Perempuan itu merasa tidak enak perihal lelaki itu meninggalkan sekolah karena mengantarnya dan lagi Heeseung menunggunya disini. Padahal bisa dikatakan ia baik-baik saja.
Perlakuan Aera yang seperti ini sudah biasa terjadi padanya, walau sakit tapi ia tidak ingin jauh merepotkan.

" Kakak sudah izin." Jawab Heeseung sembari tersenyum kecil.

Mendengar itu membuat Ji-Han menghela napasnya gusar. Ia tidak suka merepotkan terutama orang baik seperti Heeseung.
Sebenarnya tidak masalah ia kembali melanjutkan pelajaran di kelas jika saja baju rusaknya tak menghalanginya meski hanya melangkah keluar toilet sekalipun.

Kepala perempuan itu sekarang bersandar pada kepala ranjangnya dan menatap langit langit dengan pikiran yang kusut.
Rasanya sangat malu ketika keadaannya yang seperti tadi harus terlihat oleh Heeseung.

Memang bukan pertama Heeseung melihatnya seperti ini, namun itu sudah lama, dan lelaki itu berfikir bahwa semua telah selesai dan berhenti.
Ji-Han kembali menatap Heeseung yang tampak kembali memegang ponsel hitamnya dan jemari itu bergerak cepat di layar.

Sedikit ada pertanyaan tentang Heeseung yang tak bertanya apapun sejak tadi.
Lelaki itu hanya diam meskipun tampak wajah khawatir yang terpatri jelas di dalam matanya. Bukan apa-apa, Ji-Han hanya merasa tidak biasanya Heeseung seperti ini.
Lelaki itu selalu bertanya setiap melihat sesuatu yang menganggu pikiran ataupun sesuatu yang menurutnya salah.

Heeseung meletakkan ponselnya dan menyadari tatapan Ji-Han yang menuju padanya namun dengan pandangan kosong yang tak berarti. Melihat itu membuat Heeseung melangkah mendekat dan berdiri tepat dimana Ji-Han yang masih duduk dengan tatapan tenangnya.

Ji-Han mengerjap dengan cepat ketika merasakan tepukan ringan di pucuk rambut lembabnya karena tak ia keringkan setelah mandi tadi. Ia melihat Heeseung yang tersenyum dan duduk di sampingnya dengan kaki panjangnya yang menjuntai menyentuh dinginnya lantai.

" Mau makan apa? " tanya Heeseung yang langsung dijawab gelengan oleh perempuan itu.

" Kakak laper? " Heeseung mengangguk dengan bibirnya yang membentuk garis lurus dan kedua matanya yang membulat besar.

Ji-Han hendak bangkit namun pergerakannya dicegah dengan tangan lelaki itu yang menahan pundak kecilnya.

" Kemana? " Heeseung melepaskan cekalan tangannya dan melihat Ji-Han yang kembali duduk dengan wajah bersalahnya.
Sebelum Ji-Han berkata, lelaki itu lebih dulu menyela dengan kedua mata yang ia pejamkan.

" Nanti Jungwon yang bawa makanan."

Perkataan Heeseung membuat perempuan itu menatap Heeseung yang masih memejamkan mata bulatnya–tampak lelah.

" Jungwon? "

Perempuan itu melihat Heeseung yang perlahan membuka matanya namun masih tetap bersandar dan menatap langit-langit kamar tanpa melihat kearahnya.

" Iya—Jungwon sebentar lagi datang."

Penjelasan singkat Heeseung membuat Ji-Han mengangguk dan menanti kedatangan anak smp itu.

Lama Ji-Han hanya memandang keluar lewat jendelanya yang berada jauh di sampingnya dengan sesekali melihat jam menunggu kehadiran Jungwon.
Di sebelahnya Heeseung tetap diposisi awalnya namun sekarang mata itu terus terpejam, mungkin Heeseung jarang istirahat akhir-akhir ini mengingat ia sibuk dengan urusan sekolahnya.

Bunyi dering ponselnya membuat Ji-Han mengambil dan melihat nama Jungwon yang menghubunginya, dengan segera tangan itu menggeser tombol hijau karena mungkin saja Jungwon berhalangan untuk datang.

Belum sempat bibirnya menyapa maupun bertanya, suara heboh Jungwon membuatnya bergegas turun dari kasurnya dan berjalan menuju lantai bawah.

" Kak,kak Hee dimana? aku di depan pintu."

Bunyi pintu yang terbuka membuat Jungwon memutar tubuhnya dan melihat Ji-Han yang tampak memakai kaos putih dan celana panjang hitamnya yang besar.
Jungwon sedikit menunduk dan melihat wajah yang tampak ada sedikit luka di ujung dagunya, membuat Jungwon mengerut heran bahkan ia lupa jika ia ingin marah karena telah terlalu banyak menekan bell yang tak dianggap.

" Bukan demam, ya? " Ganti perempuan itu yang sedikit mengerutkan dahinya bingung.
Siapa yang sakit?

" Siapa?"  Hampir saja rasa cemas Jungwon terganti dengan wajah jengkelnya saat perempuan yang ia cemaskan malah seperti ini padahal jika dilihat wajah itu tampak sedikit lesu.

" Kak Hee bilang Kak Ji-Han sakit."

Ji-Han sedikit tertawa dan menggeleng dengan pelan demi memastikan bahwa ia baik baik saja. Dan ia memang sangat jujur bahwa ia tidak sakit.

" Kakak nggak sakit," Jungwon memegang tangan kecil perempuan itu demi memastikan jika tidak panas dan benar apa yang dikatakan Ji-Han bahwa perempuan itu tidak sakit, namun kenapa Heeseung berbohong?

Melihat itu Ji-Han menarik tangan Jungwon masuk dan keduanya duduk di ruang keluarga dengan sofa besar yang menjadi tujuan.

" Ingin ditunggu, Tuan? " Sopir Jungwon tampak berdiri di hadapan Jungwon setelah ia meletakkan semua makanan yang lelaki itu bawa, Ji-Han sedikit heran dengan Jungwon yang membawa begitu banyak makanan dan juga buah. Saat ia bertanya Jungwon berkata jika ia pikir Ji-Han sakit seperti perkataan Heeseung yang membuatnya membeli itu semua.

" Tidak, pulanglah nanti akan kuhubungi."

" Baik tuan muda." Jungwon sedikit memutar bola mata cokelatnya saat panggilan 'Tuan muda' kembali lagi. Padahal Jungwon selalu mengingatkan jika ia tidak suka dipanggil seperti itu dan tidak suka terlalu disegani karena pak Jung lah yang lebih tua disini.

Kepergian sopir Jungwon digantikan dengan kehadiran Heeseung yang mendekat dan ikut duduk di sisi Jungwon dan sesekali mengucek matanya.

" Maaf kakak ketiduran." Decihan Jungwon terdengar saat Heeseung selesai bicara.

" Oke Makan!" Teriakan Jungwon membuat Heeseung menatap meja di hadapannya dan terbelalak senang ketika melihat banyaknya makanan tersebut. Lelaki itu berdiri dan menarik tangan Jungwon untuk turun dan duduk di atas karpet dengan menghadap meja.

" Begini lebih baik." Heeseung melambaikan tangannya mengisyaratkan Ji-Han untuk ikut duduk di sana.

" Selamat makan."


___________________⛸️⛸️⛸️___________________


" Apa? " Heeseung membuat ekspresi seperti berfikir dengan keras ketika Jungwon meminta kepadanya untuk memikirkan ingin melakukan apa akhir pekan ini. Sebenarnya Heeseung sendiri tidak banyak tahu mengenai hal-hal semacam itu karena dirinya sendiripun jarang bepergian ataupun liburan keluarga.
Matanya melihat Jungwon yang menunggu jawabannya dengan mulut yang tak berhenti mengunyah keripik yang ada di pangkuannya.

" Jujur kakak nggak terlalu tahu." Jawaban itu membuat Jungwon mengangguk pelan lalu beralih menatap Ji-Han meminta perempuan itu memberi saran. Jungwon menatap kecewa ketika jawaban yang ia tunggu hanya gelengan ringan.
Tidak perlu bertanya jika ia tahu, namun ia sendiri juga tak pernah pergi dengan keluarga maupun temannya, sungguh anak remaja yang malang pikirnya. Sebenarnya Jungwon tidak terlalu memikirkan kemana mereka pergi, ia hanya butuh aktivitas menyenangkan diakhir pekan namun jika Heeseung maupun Ji-Han dapat memberi pendapat kenapa tidak?

"Bagaimana kalau rumah kamu, Jungwon?" Perkataan Heeseung membuat Jungwon ingin tersenyum dan menyetujui itu, namun senyuman itu belum sempat terukir ketika membayangkan nantinya. Ia menatap ragu mata kedua teman yang ia anggap kakaknya itu.

" Nggak mungkin," gersah Jungwon dengan suara pelan dan tangan yang meremat bungkus besar keripiknya yang telah kosong.

" Nggak mau, rumah Jungwon sangat membosankan." Perkataan Jungwon membuat Heeseung tertawa dan mendekat ke arah Jungwon.

" Eh?, Itu menurut kamu, kalau begitu kakak akan memaksa." Jungwon tertawa kencang dan tangannya memanjang mengambil sekotak biskuit cokelat di meja lalu menatap Heeseung dengan mata  menyipit dan bibir yang ia tipiskan. " Dasar pak tua pemaksa." cibir Jungwon yang mengundang tawa dari mereka.

" Jadi kemana? " sekali lagi Jungwon bertanya dan berusaha mengalihkan arah pembicaraan.

" Kamu yang pemaksa, nggak ada jalan-jalan pekan ini." Mendengar itu sontak membuat Jungwon melotot kaget. Dirinya sangat bosan jika hari libur nanti hanya di rumah.

" Hei kumohon." Jungwon mencoba merayu Heeseung dengan mendekat dan memberikan biskuitnya pada lelaki itu sambil terus memohon dengan suara yang membuat Heeseung jengah.

"Tidak! sekali lagi—TIDAK JUNGWON!" Penegasan main-main Heeseung diakhir membuat Jungwon memegang telinganya terkejut dan berbalik melihat Ji-Han yang tampak menonton televisi dan sesekali tertawa mendengar perdebatan mereka.

" Baiklah, biar aku aja sama kak Ji-Han,  jangan harap kakak ikut." Jungwon memasang wajah murkanya sembari menunjuk Heeseung dengan telunjuk kanannya.

" Maaf Jungwon kakak nggak bisa." Ji-Han tidak ingin terlalu sering pergi, setidaknya minggu ini ia tetap berada di rumah dan menemani ibunya. Namun ia juga tak tega melihat wajah Jungwon yang berubah murung dengan pandangan menunduk–menatap kotak biskuitnya yang berkurang. Sepertinya Jungwon sangat ingin pergi minggu ini.

" Bagaimana kalau kamu di sini aja?" Tawaran Ji-Han membuat lelaki putih itu mendongak dan menatap Ji-Han mencari kebenaran dalam wajah itu, ia tak ingin merepotkan karena bisa saja perempuan itu telah ada rencana sendiri.

" Kakak nggak pergi? " perempuan itu menggeleng lalu bangkit dan memunguti semua plastik kemasan yang ada di atas meja karena memang ia yang menyuruh mereka meletakkan di sana saja dan akan dikumpulkan jika sudah selesai.

" Nggak ada yang pergi, kalau kamu mau datanglah dan justru kakak nggakak bisa pergi." Balas Ji-Han seraya bangkit dan membawa sampah menuju belakang meninggalkan Jungwon dan Heeseung yang kini tampak kembali ribut karena Jungwon yang menyalahkan Heeseung karena tidak jadi punya rencana.

" Ini semua karenamu dasar tua! " Teriakan Jungwon langsung membuat Heeseung tertawa kencang karena tubuh anak itu yang tiba-tiba saja menerjang Heeseung sampai lelaki itu hampir jatuh dan kembali tertawa ketika Jungwon malah memeluknya erat. Padahal Jungwon sudah sangat besar dan tubuhnya saja sudah tinggi meskipun masih berjarak dengan Heeseung, namun sifat kekanakan Jungwon sering membuatnya terhibur meskipun kewalahan karena permintaannya. Tapi di balik itu semua Heeseung tahu jika Jungwon memiliki sisi dewasa yang selalu mengerti dan bersikap adil meskipun sangat jarang terlihat.

Mereka tak berhenti tertawa ketika tangan besar Heeseung dengan usil menggelitik pinggang Jungwon yang mana membuat Jungwon gencar membalas Heeseung yang sekarang menyesal karena nyatanya Jungwon sama sekali bukan orang penggeli.

Kedatangan seseorang membuatnya tidak jadi duduk dan suasana yang tiba-tiba hening karena Heeseung maupun Jungwon tampak berdiri dan merapikan pakaian berantakan mereka. Ji-Han menatap takut kedua mata yang tampak heran akan kehadiran dua sosok lain yang sangat asing di dalam rumahnya.

Langkah itu mendekat dan ketika tubuh itu berdiri di hadapan mereka, sontak Heeseung dan Jungwon dengan kompak menundukkan tubuh mereka memberi salam dengan senyum manis yang melebar di wajah kedua lelaki itu.

" Siang bibi, saya Lee Heeseung." Wanita dengan gaun merah itu menatap Heeseung sembari tersenyum dan mengusap pundak kiri lelaki itu dengan lembut.

" Siang nak— tatapannya beralih menatap Jungwon yang terdiam disisi Heeseung.

—dan kau?" Jungwon segera mengambil langkah mendekat dan menunduk singkat.

" Saya Jungwon, Bu." Ji-Han dan Heeseung terkejut dengan Jungwon yang memanggil wanita yang kini tersenyum itu dengan panggilan mama.

" Sepertinya kalian begitu menyenangkan dan kau Jungwon, aku senang kau memanggilku begitu kau sangat manis." Jungwon tersenyum bangga dan sedikit menatap mengejek kepada Heeseung.

" Dan Heeseung kau tampan dan sopan."

Ji-Han mendesah lega ketika ibunya tak banyak bertanya dan berujung marah ketika melihat kehadiran mereka. Ini tak terduga dan tak pernah ia sangka karena tak pernah wanita itu mau mengenal temannya selama ini. Ji-Han ingat ketika ia duduk di bangku sekolah menengah pertama ia membawa teman-teman perempuannya yang sangat dekat dengannya untuk berkunjung dan mengenalkannya pada sang ibu.

Namun harapan mendapat respon yang baik malah sirna dan terkejut ketika dengan tak terduga ibunya marah dan menatap tajam temannya dan tentu itu membuat ia merasa tidak enak kepadanya yang tampak bingung dan tentu saja merasa ketakutan.
Ji-Han menatap tak percaya kepada ibunya ketika dengan berteriak ia menyuruh temannya untuk pergi dari kediamannya, yang mana membuat Ji-Han mengejar sang teman dan meminta maaf namun apa yang diperbuat temannya keesokan harinya membuatnya menyesal pernah berteman ataupun menurutinya untuk berkunjung kerumahnya.

Siapa yang tidak merasa senang jika mendapatkan teman baik dan bahkan sangat ingin berkenalan dengan orang tuanya, tentu Ji-Han menyangka itu adalah
langkah yang sangat baik. Disini ia tidak dapat menyalahkan ibunya yang memang seharusnya ia pahami keadaannya namun ia juga merasa kecewa saat teman temannya yang dulu dekat malah menjadi seperti sekarang.

Dengan payung yang menemaninya di tengah hujan dan angin ia menangis membiarkan rintikan hujan tersebut membasahi sebagian tubuhnya saat angin terlihat mengamuk dan mejadikan hujan yang tak bearah. Dengan sepatu basahnya ia berjalan, tatapannya kabur karena ucapan semua temannya yang mengatakan bahwa ' Ibunya tidak waras ' yang tentu sangat menyakiti hatinya karena menurut Ji-Han ibunya adalah wanita terbaik dan yang terpenting ibunya tidak gila. ia mendongak dan mengigit bibirnya pelan ketika rok pendek merah hitamnya basah.
" Ibu tidak gila!"

Ji-Han mengerjap ketika ibunya memanggil dan mengajaknya bergabung ke meja makan. Disana terlihat Jungwon dan Heeseung yang telah duduk dengan rapi dan tak lupa sumpit yang telah digenggam oleh Jungwon.

Ji-Han sedikit tersenyum dan ikut bergabung di meja makan, padahal perutnya masih kenyang karena baru dua jam tadi mereka makan, namun melihat Heeseung dan Jungwon yang tampak antusias, membuat Ji-Han juga mengambil sumpitnya dan mereka saling tatap.

" Selamat makan." Dan ucapan itu terdengar lagi dari Jungwon hari ini.









Jiana.S._____

Continue Reading

You'll Also Like

964 195 36
Rania dipaksa menjadi pacar seorang Narendra Aryana, yang tidak begitu ia kenal. Rania tidak diberi pilihan selain menerimanya meski luka dari orang...
395 47 2
Berimajinasi Lah sesukamu jika itu pilihan mu. Cover by @Mama_malika
159K 36.9K 40
Shim Jake, cowok jenius yang paling perfeksionis dalam segala hal. Cerdas, tampan, dan keras kepala. Sifat angkuh dan kenakalannya menjadi nilai minu...
73.6K 9.1K 32
Wonyoung melihat sebuah kartu yang jatuh tepat dihadapannya. Wonyoung beranjak dari duduknya, lalu memungut kartu itu dan melihat... "Watanabe Haruto...