[✓] Eita, dan Semesta ¦¦ Semi...

By Luminescents_

928 171 46

[ #1 D'Future Series. ] Semesta itu baik, ia mempertemukan ku dan menyatukan ku dengan Eita lewat garis takd... More

PROLOGUE
Braga dan Kisahnya.
Goresan Jingga Di Bukit Moko.
Rosario.
Semesta Dan Segala Rencananya
Kisah Yang Usai
EPILOGUE
Alternative Ending : Rumah Singgah
Alternative Ending : Bertemu Pada Aamiin Yang Sama.
Alternative Ending : Tabu Menjadi Satu.

Sejuta Rasa.

45 15 5
By Luminescents_

Alana POV

Dikarenakan hari senin ini sekolah ku meliburkan para siswa dan siswinya, aku memutuskan untuk membantu Ibu ku untuk membersihkan rumah selama dua jam penuh. "Nana! Ada yang call kamu tuh!" Teriak Ibu. "Siapa, Uma?" Tanya ku. Ibu mengangkat kedua bahunya tak tahu, aku pun melangkahkan kaki ku menuju kamar ku dan meraih ponsel ku.

"Halo?"

"Na? Hari ini kamu luang gak?"

"Luang sih.. Kenapa, Kak?"

"Sekarang saya mau ke rumah kamu, saya lagi mampir dulu beli sesuatu. Gih kamu siap-siap,"

"Hah? Tapi aku belum mand-"

Panggilan ku tiba-tiba dimatikan olehnya. Ah sial.. Dia semalam tidak memberiku kabar bahwa ia akan pergi ke rumah ku.. Namun apa yang ada di pikirannya? Mengapa ia sangat tiba-tiba? Sepertinya sekarang lebih baik aku mandi terlebih dahulu sebelum ia datang ke rumah ku. "Umaaa! Abi! Nana mandi dulu yaa! Nanti ada Kakak kelas Nana mau kesini, ajak ngobrol dulu aja!" Pekik ku.

* * *

"Nana? Uma boleh masuk?" Aku menoleh ke arah pintu dan kemudian membukakannya. "Masuk aja, Uma. Ada apa?" Tanya ku. Aku kembali duduk di hadapan meja rias ku seraya fokus memoles make up di wajah ku, sementara itu Ibu ku duduk di tepian kasur sambil memandang ku yang sedang merias diri. "Itu Eita siapanya kamu?" Tanya Ibu. "Dia Kakak kelas Nana, Uma. Kenapa emangnya?" Jawab ku.

Ibu sempat terdiam beberapa sesaat sebelum menjawab ku. "Uma sama Abi suka sama Eita itu. Dia sopan, baik, diajak ngobrol juga wawasannya luas padahal masih SMA. Uma tau kok.. Dia beda sama kita," Seketika tangan ku terhenti saat memoleskan blush on. "Uma gak larang kamu pacaran, kamu berhak nikmatin masa muda kamu. Tapi suatu saat jika kamu dihadapkan oleh suatu pilihan, tolong kamu pikirin baik-baik ya sayang.." Lanjut Uma.

"Cinta beda agama itu berat, sayang. Dilanjutkan mustahil, berhenti pun sakit. Uma tau, kamu anak yang baik. Jangan biarin dia berkhianat dari Tuhan nya ya?" Kini mulut ku benar-benar terbungkam, bahkan otak ku kini ikut kosong. "Uma keluar dulu ya, jangan lama-lama dandannya. Kasian itu Eita nungguin," Ucap Ibu. Aku hanya mengangguk dan kemudian menyelesaikan riasan ku.

Setelah selesai merias diri ku, aku pun segera memakai sneakers putih ku dan kemudian turun dari kamar ku. Terlihat Kak Eita sedang asyik mengobrol dengan Ayah ku, mereka berdua nampak terlihat akrab. Aku pun menghampiri mereka dengan ragu-ragu. "Udah dandan nya, princess?" Tanya Kak Eita. Aku mengangguk kecil dan kemudian tersenyum ke arahnya.

"Uma, Abi.. Nana izin pergi sama Kak Eita dulu ya? Nana gak akan pulang kemaleman kok," Ucap ku seraya mencium tangan Ibu dan Ayah ku. "Hati-hati ya, sayang. Nak Eita, tolong jaga anak saya ya.." Kak Eita hanya mengangguk mengerti dengan ucapan Ayah. Ia pun ikut mencium tangan Ibu dan Ayah ku dan kemudian berpamitan.

Aku memasang helmet yang dipinjamkan oleh Kak Eita dengan benar dan kemudian menaiki motornya. "Hari ini temenin saya hunting foto-foto mau?" Tanya Kak Eita. "Mau dong hehe, kan Kakak yang ngajakin." Jawab ku. Kak Eita nampak tersenyum melihat kaca spionnya. Ia pun menyalakan mesin motornya dan melaju menuju keluar dari area kompleks perumahan ku.

Author POV

Alana kini memeluk erat Eita dari belakang, tentu saja ini atas permintaan Eita yang mengeluh karena ia merasa punggungnya dingin. Tidak.. Sebenarnya Eita memakai alasan itu karena ia memang menyukai pelukan Alana. "Na, kita berhenti dulu ya di Antapani? Ada beberapa spot yang mau saya foto," Ucap Eita. "Iya gapapa kok, kan lagian kita emang mau hunting foto hihi" Jawab Alana. Eita pun memakirkan motornya di tempat yang aman, mereka berdua pun turun.

Alana mengikuti Eita dari belakang dan memperhatikannya secara diam-diam. Alana kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan kamera ponselnya secara hati-hati ke arah Eita agar ia tak menyadarinya. Seraya tersenyum, ia memotret sosok Eita yang kini sedang asyik memotret jalanan di siang hari itu dengan kameranya.

Ctik

Eita perlahan mulai sadar bahwa ia sedang dipotret secara diam-diam oleh Alana, ia terkekeh dan kemudian menghampiri Alana. "Daripada kamu motoin saya diem-diem, mending sini kita foto berdua aja. Sayang log masa gadis cantik kayak kamu gak ikut foto bareng saya," Ucap Eita seraya mengambil ponsel milik Alana. Alana terkejut karena Eita kini merangkulnya.

"Senyum dong, satu.. dua.. tiga!" Eita kemudian menekan tombol potretnya, mereka berdua tersenyum di foto tersebut. Setelah melihat hasil fotonya, mereka berdua tertawa kecil. Bahkan hal-hal sederhana seperti ini pun tak mampu membuat mereka menyembunyikan rasa bahagianya mereka.

Setelah selesai memotret beberapa spot yang diincar oleh Eita, mereka pun kini memutuskan untuk pergi menuju Kebun Binatang. Selain untuk pergi memotret, Eita pikir ini adalah salah satu cara untuk mengajak Alana berkencan. Lagi pula, jarak dari jalan Antapani menuju Kebun Binatang tidak terlalu jauh juga.

Sesudah menempuh perjalanan singkat, kini mereka tiba di Kebun Binatang. Alana membeli beberapa sayuran yang dijual oleh penjual sekitar untuk memberi makan para hewan herbivora di dalam sana, sementara Eita sibuk mengantri untuk membeli tiket masuk ke dalam.

"Udah, Kak?" Tanya Alana. Eita menunjukkan kedua tiket yang telah ia beli seraya tersenyum, Alana yang tak sabar karena ingin segera masuk pun menarik tangan Eita. Meski sedikit terkejut, Eita kemudian menggenggam balik tangan Alana. Eita menunjukkan kedua tiket yang telah ia beli dan kemudian masuk ke dalam area Kebun Binatang bersama dengan Alana.

Play : Virgoun - Orang yang sama.

Seperti layaknya anak kecil, Alana berlari kesana kemari menghampiri satu per satu kandang hewan-hewan yang berada disana. Eita hanya mampu terkekeh melihat tingkah laku Alana yang baginya terlihat menggemaskan, selain itu ia juga menemani Alana untuk memberi makan ke beberapa hewan tertentu.

"Lucu ya Kak he- IH NGAPAIN HEH AYO HAPUS!" Alana terkejut karena tiba-tiba Eita menjahili Alana dengan cara memotretnya saat Alana sedang tak fokus. Alana menjinjitkan kaki nya berusaha untuk meraih kamera milik Eita tersebut, namun sayangnya Alana tak dapat menyeimbangi tingginya dengan tinggi badan Eita.

"Nyebelin deh sini!"

"Semangat berjuangnya, pendek."

Namun karena tak sengaja menginjak tali sepatunya sendiri, Alana kini kehilangan keseimbangannya. Karena terkejut, tangan Eita dengan sigap meraih pinggang Alana dan menahannya agar tidak terjatuh. Kini mata mereka saling bertatapan satu sama lain, bahkan detak jantung mereka sama kencangnya.

Alana pun segera membenarkan posisinya, ia memalingkan wajahnya yang terlihat bersemu merah tersebut dari hadapan Eita. "M-makasih.." Lirihnya. Sama seperti Alana, Eita juga memalingkan wajahnya seraya menggosok lehernya yang tak terasa gatal tersebut. "Lain kali hati-hati." Jawabnya. Karena merasa canggung, Alana kemudian pergi menuju arah kandang burung elang.

Hanya selang beberapa menit, mereka melupakan perihal kejadian tadi. Eita kini sibuk memotret berbagai spot yang ada di sekitarnya, sementara Alana terlalu asyik melihat hewan-hewan yang berada di sekitarnya. "Kayaknya saya udah cukup motret area ini.. Apalagi ya yang harus saya potret?" Lirih Eita.

Ia kemudian melihat ke arah Alana dan mengarahkan kameranya secara diam-diam ke arah Alana. Ya, dia memotret beberapa foto dari Alana yang tengah asyik melihat hewan-hewan. Eita melihat beberapa foto Alana yang telah ia potret, Alana nampak cantik dengan senyumannya itu. Hal itu membuat Eita ikut tersenyum dan merasa senang hanya dengan melihat ekspresi Alana yang berbagai macam.

Alana yang telah selesai melihat hewan-hewan tersebut kemudian menghampiri Eita. "Sekarang giliran kamu yang ngikutin saya, ya?" Ucap Eita. "Hehe maaf ya.. Yaudah, kali ini aku nurut sama Kak Eita deh." Jawab Alana seraya terkekeh. Mereka berdua berjalan menuju area Teater Satwa. Tidak, tidak ada pertunjukan teater hari ini. Sebagai penggantinya, tempat Teater Satwa kini diisi oleh pertunjukan band.

Eita dan Alana kemudian duduk berdampingan di salah satu bangku yang kosong. Mereka berdua kini hanya terdiam dan tidak saling berbicara satu sama lain, mereka dalam suasana canggung saat ini. Eita kini tengah menyiapkan nyalinya untuk memberitahu perasaannya kepada Alana, sementara Alana hanya bisa menunggu apa yang akan Eita ucapkan saat ini.

"Nana.."

"Hm? Iya Kak kenapa?"

Eita menghela nafasnya dan kemudian menyelipkan beberapa helai rambut Alana ke belakang telinganya, pandangannya tak pernah lepas dari mata Alana. "Saya mungkin gak sepandai orang lain yang bisa bikinin kamu rangkaian kata yang indah, karena setiap kata yang telah saya rangkai itu seketika sirna setiap saya liat kamu. Kamu lebih indah dari setiap kata itu, Nana." Ucap Eita.

"Saya gak bisa bohong di hadapan kamu, apalagi soal perasaan saya. Saya sayang sama kamu, Nana." Deg. Alana tersipu malu mendengar pengakuan dari Eita, jantungnya kini berdetak dengan sangat kencang daripada biasanya. "Tapi Kak-" Eita menempelkan jari telunjuknya di bibir Alana, membuatnya kini terbungkam. "Saya tau, saya faham kalo kita ini berbeda. Saya bahkan kini sudah lancang karena mencintai kamu, salah satu dari bagian umat yang disayang Tuhan mu." Lanjut Eita.

Alana kini hanya terdiam, ia merasa bingung harus menjawab apa untuk saat ini. "Tapi apa salahnya kalo kita coba dulu, Na? Perihal bertahan atau berpisah mungkin itu bisa dipikirin nanti. Sekarang jalanin aja dulu, ya?" Eita menatap dalam ke arah mata Alana, lewat tatapan itu ia berusaha meyakinkan Alana.

Dilain sisi, Alana kembali teringat dengan ucapan Ibunya yang terngiang-ngiang di kepalanya. "Kalo ujung-ujungnya harus memilih bakal gimana?" Tanya Alana. Eita terdiam sesaat memikirkan jawaban yang akan ia rangkai. "Saya gak akan maksa kamu buat ikut saya, Nana. Tapi tolong.. Setidaknya biarkan saya milikin kamu, meski itu cuman sebentar." Alana menundukkan kepalanya, ia kini dibuat bingung dengan perasaannya. Jauh di lubuk hatinya, Alana memiliki perasaan yang sama dengan Eita. Namun disisi lain, ia takut bahwa menerima Eita adalah pilihan yang salah baginya.

"Kamu mau.. Jadi pacar saya..?"

Eita POV

"Kamu mau.. Jadi pacar saya..?" Tanya ku. Alana terlihat masih sibuk menimbang-nimbang jawaban yang akan ia pilih, jika ia kali ini menolak maka aku tidak lagi berhak memaksanya. "Apapun yang terjadi, jangan pernah khianatin Tuhan Kakak ya?" Aku terdiam sesaat, apa maksud dari perkataannya ini? Apakah aku diterima..?

"Jadi..?"

"Iya.. Yaudah."

Alana memalingkan wajahnya dari ku, sementara aku terus mengedipkan mata ku untuk mencerna jawaban dari Alana. "Diterima nih?" Tanya ku. "Ya.. Gitu.." Lirihnya. Seketika senyum ku kini melebar mendengar jawaban Alana yang cukup memuaskan hati ku. Maafkan aku Tuhan karena telah lancang mencintainya, namun aku akan berjanji kepada mu bahwa aku tidak akan merebut dia dari Tuhan nya dan aku tidak akan pernah mengkhianati mu.

* * *

"Kak, abis ini anter ke Gramedia ya? Ini Uma nitip beliin Al Qur'an baru soalnya," Aku menoleh ke arah Alana dan kemudian mengangguk. "Yaudah ayo, Kakak juga sekalian mau liat-liat disana. Siapa tau ada buku menarik," Jawab ku. Tak lama kemudian, kami pun pergi menuju Gramedia yang letaknya berada di Jalan Supratman. Hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit paling lama untuk tiba di lokasi.

Setelah melalui perjalanan singkat, kini mereka tiba di lokasi tujuan mereka. Eita kemudian memakirkan motornya dan menyusul Alana yang menunggu di depan pintu Gramedia. Eita mengulurkan tangannya ke arah Alana, dengan malu-malu Alana menerima uluran tangannya dan menggenggamnya dengan erat.

"Kakak liat-liat komik dulu, ya?" Tanya Eita. Alana menganggukkan kepalanya dan membiarkan Eita pergi untuk melihat-lihat rak yang berisikan komik. "Ini Uma bebas kan ya kalo aku pilih yang mana juga?" Alana terdiam dan berpikir Al Qur'an mana yang akan ia beli untuk Ibu nya tersebut.

Namun sesaat ketika ia akan mundur, punggungnya tak sengaja menubruk punggung seseorang. Alana yang terkejut kemudian menoleh ke arah belakangnya. "Loh Kak Eita? Bukannya tadi lagi nyari komik?" Tanya Alana seraya mengerutkan dahinya. "Ini Kakak tiba-tiba kepengen beli Alkitab biar bisa dibawa kemana-mana," Mendengar jawaban Eita, mata Alana kemudian melihat ke arah rak yang berada di hadapan Eita. Ia baru sadar bahwa rak yang berada di hadapannya adalah rak yang berisikan Alkitab.

"Kamu udah nemu Al Qur'an mana yang mau kamu beli?" Tanya Eita. Alana kemudian mengambil salah satu Al Qur'an yang berwarna hijau seraya memeluknya, ia menganggukkan kepalanya. "Udah nih, Kak Eita udah nemu juga?" Eita menunjukkan sebuah Alkitab yang berukuran kecil seraya tersenyum. Mereka pun segera pergi ke kasir dan membayar barang yang mereka beli, meski mereka harus mendapat tatapan yang bingung dari kasir tersebut.

"Makasih ya Kak buat hari ini hehe, Nana seneng banget hari ini karena Kakak hehe.." Ucap Alana. Eita mengusap rambut Alana dengan lembut dan kemudian mengecup dahinya. "Makasih juga ya mau luangin waktu dan kasih Kakak kesempatan buat ngungkapin perasaan Kakak," Timpal Eita.

Next Chapter 04.

──────────────────────────────

hai-! maaf yaa kemaren telat update huhu, kemaren aku ga enak badan soalnya T^T anw semoga suka yaa, see u di chapter 4!

Continue Reading

You'll Also Like

605 64 8
page loading「 ▬▭ ↺ ⌗ NEW ENTRY ⎙ « « « day o.ı ꒰ ♡ˎˊ-⁣*⁀➷ 8\5\'22 Kencan pertama dengan Tetsurou Kuroo di salah satu acara paling bergengsi di Jepa...
124K 9.8K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
6.4K 1.1K 7
⊹ ִ ֹ chifuyu merasa dipertemukan dengan malaikat, yaitu [name] yang serba bisa membantunya saat ia tidak mengerti apa apa. ໒꒱ ⊹ 🕰 ɞ 𝘄�...
4.7K 680 5
SOLAR: WHO WILL TELL THEM? [Solar x Reader] Di umurnya yang tergolong muda ini, Solar diberi cobaan (sekali lagi) oleh Yang Maha Kuasa. Oleh karena...