DAILY NEEDS - JAEYONG

Av valentyong

614K 15.3K 971

MATURE | FANFICTION | Genderswitch | BXB All chapters contain mature scene.. No under 18 allowed or read on y... Mer

Presented to You
HONEYMOON | GS
HONEYMOON | 2
HONEYMOON | 3
School Rules Number 1 | GS
School Rules Number 1 | 2
Yeppeun | BXB
Yeppeun | 2
Volcano | GS
Party Hasn't Ended Yet | GS
Party Hasn't Ended Yet | 2
Party Hasn't Ended Yet | 3
Drive Me Insane | GS
Drive Me Insane | 2
Secret
Secret | 2
Soaring Through You | BXB
ex don't sex | gs
ex don't sex | 2
ex don't sex | 3
Bottle Up [BXB]
Bottle Up | 2
Bottle Up | 3
Rainstorm [GS]
Rainstorm [2]
Rainstorm [3]

Soaring Through You | 2

14.2K 401 70
Av valentyong

Tentu tubuhnya kaku, ketika Jaehyun mendekat dan menyodorkan muka, menghapus jarak sampai bibir mereka saling bersentuhan.

Lidah Jaehyun menjilat bibirnya, menggoda dia yang sudah begitu kesulitan menahan nafas, menahan ledakan senang yang mengisi dadanya.

Taeyong kelewat antusias dan ketika bibir Jaehyun akhirnya landas di atas bibirnya, mulai lagi cemas karena bingung harus apa. Haruskah dia diam seperti boneka atau bergerak berdasarkan insting kemudian mempermalukan dirinya sendiri nantinya.

Namun, Jaehyun menuntunnya, menarik dia bergerak bersama, saling mengulum dan melumat.

Tangan Jaehyun di pinggangnya, menyingkap sedikit kaos yang dia kenakan agar lelaki itu mampu langsung merenyam kulitnya, mengusap sisi perutnya, cukup untuk membuat badannya menggelinjang geli.

Lolos tawa Taeyong diantara ciuman mereka dan tenang rasanya kala Jaehyun ikut tersenyum tepat di atas bibirnya.

Senyum Jaehyun.

Senyum menawan itu tercetak tepat pada bibirnya,
melekat pada senyumnya—dan rasanya jauh lebih membahagiakan dari apa yang selama ini Taeyong ekspektasikan.

Taeyong berpegangan, mengalungkan tangan di leher Jaehyun ringan. Kontras dengan tangan Jaehyun yang kuat menahan tengkuknya, kian kuat kala ciuman mereka lebih intens—lebih intim, lumatan yang Jaehyun lakukan sampai menjauhkan bibirnya dari gigit, sampai Taeyong gagal menahan desahan untuk tinggal di kerongkongan.

Taeyong memejamkan matanya, insting meminta dia untuk menikmati segala sentuhan. Kesulitan mengatur nafas kala dadanya bergemuruh begitu kencang, bahkan hanya ciuman yang belum berjalan seberapa lama dan Taeyong merasa kewalahan.

Dia dorong bahu Jaehyun pelan, memutuskan ciuman mereka. Mata mereka beradu dan sinar mata Jaehyun masih terap sama; lelaki itu menatapnya dengan penuh kasih, penuh sayang.

Satu kecupan Jaehyun berikan, sebelum menyusuri dagu lancip nan tajam Taeyong dengan ciuman ringan. Tangan Jaehyun juga bergerak, terus naik ke atas, meraba kulit Taeyong yang jauh lebih halus dari yang pernah dia bayangkan.

Jaehyun sebenartanya takjub dengan dirinya sendiri, dia merasa banggka dengan pencapaiannya tidak menyentuh Taeyong sama sekali selama tiga bulan—dimana harus dia lewati banyak malam untuk masturbasi saat bayangan Taeyong habis mandi melintas di depan matanya, namun dia menghormati Taeyong, dia acungi jempol kesabaran yang telah menahan nafsunya tertuang asal pada Taeyong.

Selama pacaran, rasanya Jaehyun tidak pernah selama itu menahan diri. Entah karena pasangannya yang memancing ataupun tidak, dia tidak pernah merasakan rasanya menahan diri untuk tidak menyerang pasangan di atas kasur, menahan hasrat pasangan yang dia ketahui secara pasti bahwa orang itu adalah miliknya. Berbeda dengan Taeyong, dia benar-benar mengalami masa dari yang mudah sampai begitu susah menahan tangan agar tidak landas secara langsung di atas kulit Taeyong.

Dia tidak ingin hubungannya seperti yang lalu; hanya diisi nafsu agar mesinnya terus menderu.

Dia tahu, Taeyong adalah yang paling tepat untuknya, kala dia bisa merasakan jantungnya berdebar tidak hanya ketika mereka gandengan tangan, namun hal kecil seperti sekedar mengucapkan selamat tidur dengan satu sama lain, pelukan ringan di atas kasur, semuanya mengalir begitu berbeda; begitu sempurna.

Jaehyun tahu, dia benar-benar jatuh cinta pada Taeyong, dilihat dari sehat otaknya bekerja; bahwa dia di sisi Taeyong tidak semata-mata untuk menyetubuhi lelaki manis itu, melainkan memang ingin berdiri bersama, di petak lantai yang sama.

Taeyong melenguh saat bibir Jaehyun sampai pada lehernya, kala Jaehyun menjilat kecil kulit tipis disana dan menyedot pelan kulit Taeyong.

Taeyong merenyam kaos Jaehyun, mencurahkan rasa yang menggelitik dirinya yang hanya bisa dia sampaikan lewat desahan dan sepuluh  jarinya yang menggulung lucu.

"J-Jaehyun!" suara Taeyong tercekat, tubuhnya langsung melengkung malu saat jari Jaehyun membuai sengaja salah satu titik sensitif Taeyong. Dada Taeyong langsung membungkuk, menjauh dari sentuhan baru, namun cepat Jaehyun alihkan dengan kembali menyumpal bibir Taeyong dengan ciuman.

Jelas, bisa dilihat jelas sejauh mana Jaehyun tahu apa yang dia lakukan sementara Taeyong masih kesulitan untuk mencerna mengapa tubuhnya berekasi demikian, semuanya terlalu untuk raganya terima.

Sofa jadi terlalu sempit untuk mereka. Jaehyun juga tidak ingin melihat tubuh Taeyong mengkurva tidak nyaman. Maka, dia melesakkan tangan di bawah lutut dan punggung Taeyong, menggendong Taeyong untuk masuk ke kamar.

Kamar yang biasa hanya jadi tempat mereka meletakkan tubuh untuk istirahat, akhirnya datang harinya dimana mereka jadikan kamar itu sebagai saksi bisu cinta mereka.

Baring di atas kasur yang tadi pagi dia rapikan sebelum acara sarapan dimulai, Taeyong menyerahkan dirinya sepenuhnya pada Jaehyun; seperti yang Jaehyun bilang, dia kabulkan keinginan kekasihnya untuk mengambil alih kontrol permainan.

Bagi Taeyong, ini adalah sesi trial, latihan. Apa yang perlu dia harapkan, apa yang harus dia lakukan, dan sejauh mana dia bisa meladeni permainan Jaehyun kedepannya.

Taeyong melepas kaos yang dia kenakan, inisiatif pertama yang dia lakukan. Jaehyun memandangnya tersenyum; someone knows the assignment, huh. Taeyong bangkit, duduk, dia raih Jaehyun yang berlutut tidak jauh darinya, tangan menarik kaos Jaehyun agar mendekat, agar dia bisa kembali menempelkan bibirnya pada bibir Jaehyun.

Ciuman bisa jadi terasa begitu ... menyenangkan, mendebarkan, dan Taeyong jadi ketagihan. Dia rasa, dia tidak akan pernah puas mencium kekasihnya; dan agaknya menyesali dia baru berani bertingkah seperti ini sekarang. Andai saja, andai saja dia berani kemarin-kemarin mematahkan ketakutannya dan mengambil langkah maju mendekat ke Jaehyun lebih dulu, mungkin dia sudah tenggelam dalam rasa bahagia yang lebih lagi dari apa yang sudah dia rasakan selama ini.

Jaehyun  mengusap pipi Taeyong, senang melihat Taeyong sudah mulai terbuka akan sentuhan, senang melihat Taeyong mulai berani melancarkan gerakan, sebelum ciuman dia sudahkan, meninggalkan Taeyong dalam kebingungan.

Meski tidak lama, karena kemudian nyata dia lihat pipi Taeyong merona kelam, tatkala dia juga angkat kain bajunya, melepas pakaiannya, memamerkan tubuh yang dia sembunyikan dari Taeyong.

Taeyong dan Jaehyun punya dua jenis tubuh yang begitu kontras, berbeda. Taeyong punya tubuh yang cukup berotot, namun lelaki itu kurus nan langsing, tubuhnya mulus, cantik. Peru Taeyong datar, ramping. Otot hanya terpompa di lengan atas saja.

Berbeda dengan Jaehyun yang punya tubuh lebih atletis. Tubuh Jaehyun jauh lebih berisi, otot tangan Jaehyun juga lebih besar, perut Jaehyun tidak datar seperti Taeyong; ada enam kotak terbentuk. Jaehyun punya otot oblique yang jauh lebih jelas terbentuk, menyerupai bagian 'v' di bawah otot perut.

Meski sebenarnya, ini bukan pertama kali untuk mereka mendapati bentuk tubuh satu sama lain. Tapi, untuk melihat secara jelas, lamat-lamat, cukup untuk keduanya kehilangan fungsi nafas; tubuh Taeyong di mata Jaehyun terlalu sempurna untuk dia sentuh dan tubuh Jaehyun di mata Taeyong adalah bentuk tubuh yang begitu dia dambakan, seketika membuat kerongkongannya kering tanpa setetes saliva.

They're too perfect to each other, don't you think so?

Jaehyun merangkak mendekat dan Taeyong memundurkan tubuhnya sampai terlentang, kembali tenggelam dalam ciuman yang kemudian mereka rekatkan lagi bersama. Tangan Taeyong mengusap lengan Jaehyun, naik terus ke punggung Jaehyun yang tidak kalah kekar, dan dia mengumpat dalam hati; bertanya bagaimana bisa dia begitu beruntung mendapatkan Jaehyun di sisinya.

Sebelah tangan Jaehyun mendapati dia terlalu ketagihan merengkuh pinggang Taeyong penuh di dalam genggaman, sebelahnya lagi masih setia menekan tengkuk Taeyong untuk memperdalam ciuman mereka.

Lidah Taeyong menjulur, bersamaan dengan lidah Jaehyun yang mencoba masuk. Mereka bertabrakan, menyapa satu sama lain dengan begitu ramah, mengecap betapa manis satu sama lain dengan jilatan-jilatan yang saling mereka lakukan.

Taeyong merenyam rambut Jaehyun, meminta Jaehyun tenggelam jauh lebih dalam menjangkau oralnya.

Sabar, Taeyong, itulah yang Jaehyun siratkan lewat usapan yang dia lakukan di pinggang kekasih cantiknya. Bahkan baru dengan ciuman, dia bisa rasakan Taeyong mulai gelisah di bawahnya.

Sentuh aku, lagi.

Taeyong melenguh, nafasnya tersengal, saat tangannya menjambak Jaehyun agar melepaskan ciuman. Saliva mereka masih menyatu menyambungkan antara kedua bibir mereka layaknya jembatan.

Keduanya, tersenyum

Puas.

Akhirnya.

"I miss you, Jaehyun." Taeyong memeluk Jaehyun erat. Suaranya bergetar, menahan tangis.

Dia benar-benar merindukan kehadiran Jaehyun di sela harinya, di dalam hidupnya, dan belakangan terasa begitu hampa karena keterbatasan mereka menyapa satu sama lain. Bohong jika Taeyong bilang, dia tenang-tenang saja kala Jaehyun jauh darinya, toh Jaehyun sudah jadi miliknya.

Taeyong selalu memikirkan rekayasa adegan terburuk yang mungkin saja terjadi dalam hidupnya; Jaehyun pulang membawa pasangan lain dan mencampakannya karena dia belum sempat melakukan sesuatu yang cukup sebagai seorang pasangan, dia masih terlalu sibuk dengan urusannya dan tidak menutup kemungkinan Jaehyun merasa hubungan mereka terbengkalai.

Kecupan demi kecupan menyentuh kulit Taeyong, lebih ringan dari sehelai sutra, sampai bulu kuduknya berdiri tegak seketika. Taeyong bergetar, lengan menutupi sepasang mata, mulut terbuka tanpa suara, saat bibir hangat Jaehyun terus turun dari mengecup tengkuknya, melintasi dadanya, menyapa perut dan pusarnya, dan tubuhnya melengkung mencoba menghindar saat nafas Jaehyun menyapa perut bagian bawahnya.

Celana pendek yang Taeyong kenakan, perlahan di tarik; serat kain terasa begitu jelas menggesek kulit mulusnya dan dia jadi jauh lebih tegang, menyadari Jaehyun menatapnya di bawah penerangan cahaya tanpa seutas kain.

Jaehyun melihat dirinya, sepenuhnya. Segala bentuk indah dan cacatnya, segala bentuk kokoh dan rapuhnya. Taeyong merasa bagai selembar halaman komposisi yang Jaehyun tengah telaah, dia merasa begitu terbuka dan tidak mampu menyembunyikan apapun dari tatapan kelam kekasihnya.

Nafas Taeyong kian tertahan di tenggorokan saat sunyi menyapa.

Jaehyun terdiam dan Taeyong jadi kepikiran, apakah Jaehyun kecewa, apakah Jaehyun akan membatalkan sesi mereka, apakah Jaehyun—

"FuckTaeyong." —mengumpat.

"Sorry."

"You have no idea how hard I was holding myself, but the wait is so, so worth it," bisik Jaehyun. Lelaki itu merangkak, tangan tertanam di sisi kepala Taeyong. Dia singkirkan lengan yang menutup binar mata Taeyong agar mereka saling bertukar pandang; agar Jaehyun bisa sampaikan segala pujian yang mulutnya gagal sampaikan, "You're perfectly beautiful, Babe."

Beautiful. Taeyong baru pertama kali mendengar pujian yang membuat telinganya berdenging begitu senang, bahagia, sampai rasanya dia ingin segera mengadakan pesta dan menceritakan pada dunia bagaimana rasanya disebut cantik oleh seorang lelaki tampan yang selalu berhasil memukaunya, setiap harinya.

Taeyong raih tengkuk Jaehyun, kembali mempertemukan bibirnya yang bergetar menahan senyum yang terlalu lebar dengan bibir manis Jaehyun yang mulai jadi adiksi untuknya.

Inisiasi Taeyong berlangsung lembut, memakan waktu untuk semakin dalam tenggelam dalam keintiman yang mereka ciptakan. Namun, Jaehyun mulai meloloskan sisi dirinya yang lain, mulai mengambil alih permainan, mulai menaruh dominasi, dimana dia perdalam ciumannya pada Taeyong sampai Taeyong tidak bisa lepas dari posisi, sementara tangannya turun menangkup bagian yang sudah entah sejak kapan dia sapa.

Jaehyun melenguh, cukup kencang di antara ciuman mereka. Cukup untuk Taeyong ikut melenguh merasakan bagian privat yang tidak pernah disentuh oleh siapapun selain dirinya sendiri itu, kini berada di telapak tangan besar Jaehyun; rasanya malu, namun di satu sisi dia juga tidak sabar untuk tahu apa yang akan Jaehyun lakukan dengan penisnya itu.

Pelukan Taeyong jadi lebih erat di leher Jaehyun, saat Jaehyun menggenggam penisnya yang sudah setengah bangun akibat pergulatan bibir mereka. Cara Jaehyun merenyam penis keringnya membuat dia bergidik; rasanya aneh, namun dia pun tidak rela apabila tangan Jaehyun lepas dari sana.

Ciuman mereka putus sesaat, sentuhan tangan Jaehyun di penis Taeyong juga hilang saat Jaehyun tarik  tangannya, memasukkan tiga digit jari ke dalam mulutnya; mengemut telunjuk, tengah, dan jari manis sampai sempurna terlumur saliva.

Taeyong terkesiap, matanya membuka lebar, saat tangan Jaehyun yang kembali menyentuh penisnya, naik-turun mengurut bagian kelaminnya, merasakan sensasi yang tidak pernah dia kenal; dan Jaehyun benar-benar menikmati perubahan ekspresi Taeyong.

Renyaman Taeyong di tengkuk Jaehyun kian kencang saat Jaehyun mengocok penisnya lebih cepat, mengusap kepala penisnya dengan jempol menghasilkan percikan geli yang tidak bisa Taeyong tahan.

Ujung kuku pendek Jaehyun, ikut menekan-nekan lubang kecil di puncak penis Taeyong. Dia usap sampai Taeyong, kekasih mungilnya itu mengerang putus asa.  Suara desahan dan pekikan Taeyong adalah adiksi layaknya sabu untuknya, adalah ganja yang selalu ingin dia hisap, adalah anggur merah yang selalu ingin dia tenggak.

Jaehyun terkekeh, Taeyong begitu sensitif, Taeyong bisa bangun sempurna hanya dengan permainan kecilnya.

So why don't give him a little more ... spice?

Jaehyun mengecup kening Taeyong yang mengerut  menahan nafsu, sebelum tubuhnya dia turunkan, sebelum wajahnya berada di level yang sama dengan penis tegak Taeyong.

"J-Jaehyun—"

"Shh, just feel it."

Pinggul Taeyong terangkat tinggi, dia mencoba kabur dari kecupan Jaehyun di penisnya.

"Youyou sure?"

"Stay."

Tangan Jaehyun menekan perut Taeyong agar Taeyong kembali terbarik datar di atas kasur. sementara tangan lainnya menggenggam pangkal penis Taeyong agar mulutnya mudah mengulum, mengemut kepala penis Taeyong sampai kekasihnya bergetar, menggelinjang menahan hasrat.

Oh fuck, how Jaehyun really wants to do this since we never know when. Jaehyun mengusap penis Taeyong pada permukaan pipinya, adoring Taeyong like how he should worship his pretty, too pretty boyfriend, "GodTaeyong."

"Ngh~"

Jaehyun kembali memasukkan Taeyong ke dalam mulutnya, mengemut batang mulus yang mulai memerah murka itu namun hanya bagian kepalanya saja, menikmati Taeyong layaknya lolipop yang sudah dia impikan untuk cicipi.

Pantat Taeyong naik; secara tidak sadar dia ingin Jaehyun memasukkan dirinya lebih jauh, tapi Jaehyun berkata lain. Melalui jilatan kecil dan emutan ringan yang kekasih tampannya itu berikan, menyiratkan Jaehyun tengah mengatakan "Sabar, Taeyong. Hold it, don't be too greedy to get your own pleasure."

Jaehyun menggodanya dengan begitu handal dan Taeyong tahu dia tidak bisa kemana-mana selain menerima seluruh pemberian dari Jaehyun. Remasan tangan Jaehyun di pahanya, mulut Jaehyun yang mulai memasukkan area penis Taeyong lebih banyak, tentu Taeyong hanya mampu meloloskan desahan karena kepalanya enggan memikirkan hal lain selain merasakan kenikmatan yang Jaehyun serahkan.

Taeyong membuka mulutnya lebih lebar namun tidak ada suara yang berhasil dia loloskan ketika Jaehyun, menenggelamkan penisnya lebih dalam ke mulut lelaki itu; dia rasakan hangat, basah, begitu menggelitik namun mengadiksi di waktu yang sama. Tangan Taeyong secara tidak sadar meremas rambut Jaehun dan sebelahnya menggenggam kuat seprai; berpegangan pada entah apapun itu yang bisa dia raih sebelum dia tenggelam terlalu dalam pada permainan yang baru berada di sesi pembukaan.

Taeyong bisa rasakan  penisnya bergesekkan dengan lidah datar Jaehyun, bisa merasakan Jaehyun memberikan sedotan-sedotan kecil, bisa rasakan bagaimana sukmanya rasanya ikut tertarik lepas dari raga saat mulut Jaehyun secara simultan memainkan penisnya dengan pelan, mengenalkan tiap bentuk kenikmatan, membawa Taeyong terbang menembus awan.

Took him off guard, the teasing was so overwhelming for Taeyong.

Kepala Taeyong yang tadi menengadah, kini tubuh bagian atasnya naik terbantu siku yang menumpu, saat dia rasakan sentuhan aneh lain pada tubuhnya. Dengan jari yang masih lembab, dengan lelehan saliva yang meleleh dari pertemuan mulut dan penis Taeyong, Jaehyun lumuri cairan sisa itu pada lubang anal Taeyong yang masih begitu erat menutup.

TuhanTaeyong masih begitu ketat, begitu rapat, pikir Jaehyun. Kepalanya seketika terasa ringan, terasa sempoyongan seakan anemia tengah menabraknya, saat telunjuknya meraba lubang masuk Taeyong yang kini tengah berkedut manja.

Jaehyun tidak ingin membayangkan bagaimana rasanya merasuki Taeyong, biar dia rasakan kejutan yang memukau. Namun, di satu sisi, dia juga tidak habis pikir, dia tidak mampu menggambarkan kemungkinan apa yang terjadi jika penisnya masuk ke sana.

Dia kulum penis Taeyong, bersamaan dengan satu jari yang coba dia loloskan masuk ke dalam lubang anal Taeyong—dan Jaehyun bersumpah dia mengumpat begitu kencang di dalam hati merasakan jarinya tercengkram begitu kuat, bersamaan dengan telinganya yang mendengar pekikan Taeyong sekaligus berdenging nyaring karena tidak sabar menanti sensasi apabila penisnya yang ada di  dalam sana.

Jaehyun tidak akan mengambil resiko besar dengan secara egois memasukkan penisnya pada anal Taeyong tanpa persiapan, tertuama saat dia tahu ini juga kali pertama untuk Taeyong. Jaehyun ingin seks pertama yang Taeyong rasakan adalah hal yang tidak pernah bisa kekasihnya itu lupakan seumur hidup, yang nikmatnya merekat sampai Taeyong akan terus mencari Jaehyun untuk menuntaskan nafsunya.

Tangan yang semula menahan perut Taeyong, kini naik untuk mendorong Taeyong agar tetap terbaring di tempat. Jemari yang bebas itu meraba dada Taeyong, mengusap puting tegang Taeyong, sementara mulutnya masih asik naik-turun memompa penis Taeyong.

Dada Taeyong naik turun dengan cepat, meraup udara yang rasanya begitu sulit masuk ke paru-parunya, seakan berlomba dengan nafsu untuk merasuki tubuhnya sepenuhnya. Taeyong hanya mampu merengek, mendesah, sampai tenggorokannya terasa kering, benar-benar kering sampai dia pun kesulitan menelan saliva.

"Jae-nhH!" jari kedua Jaehyun masuk dan Taeyong terpekik, menyuarakan bahwa sebenarnya dia belum siap, bahkan dia belum terbiasa saat satu jari Jaehyun keluar masuk di lubangnya. Terlalu banyak rangsangan sampai tubuhnya bingung. Sensasi di penisnya yang tiada henti, godaan di putingnya yang memperparah keadaan, serta analnya yang terasa perih namun membakar libidonya secara bersamaan. Semuanya terlalu nikmat untuk dia deskripsikan, seluruh jemari kakinya melengkung menahan hasrat, dan dia tidak punya pilihan lain selain mengangkan lebih lebar; just in, Jaehyun, be inside me, I let you. I need you.

Mata Taeyong yang semula terpejam erat, kembali perlahan terbuka saat bibir Jaehyun kembali mengecup bibirnya. Penis basahnya di urut naik turun dengan tempo rapi dan berhasil membuat tubuhnya terus bergelinjang gelisah, bersamaan dengan gerakan serasi dari jari Jaehyun yang keluar-masuk di lubangnya.

Jari Jaehyun bergerak seperti gunting, membuka Taeyong lebih lebar dari seharusnya. Tancapan jari Jaehyun sengaja dangkal, tidak terlalu dalam, dia sengaja ingin Taeyong merasakan bagaimana rasanya prostat terpencet hanya oleh penisnya saja.

Tapi Jaehyun bisa rasakan, bagaimana Taeyong frustasi di ciumannya karena lelaki itu tidak tahu harus apa selain menerima sentuhan Jaehyun. Taeyong lahap melumat bibirnya, jantung berdegup nyaring, tubuh bergerak gelisah, mencoba mencari kenikmatan yang lebih, lebih dari yang kini dia rasakan.

"You keep moving, Taeyong," ujar Jaehyun tepat di depan bibir Taeyong, terdengar begitu terganggu, "Do you really think you are ready?"

"Please." Taeyong merintih, "Jaehyun, itfeels weird."

"Patient."

"N-no," Taeyong memeluk Jaehyun erat, wajah dia tanam di perpotongan leher dan bahu kekasihnya, "Please?"

FuckTaeyong begging with full of manners, still manage to not act like a bitch in heat, "Will do, let me prepare you more."

Taeyong mengangguk. Begitu patuh, begitu submisif, dan Jaehyun kian jatuh cinta pada bagimana rapuhnya Taeyong akan godaannnya.

It hits different. Setiap Taeyong melenguh, tubuh kaku namun terlentang pasrah, sebagai orang yang terus meminta Taeyong untuk sabar, stok sabar dirinnya sendiri pun mulai habis digerogoti nafsu.

Satu jari lagi, batin Jaehyun. Dia masukkan tiga jari pelan-pelan, sulit dia masukkan ke lubang anal Taeyong sampai kekasihnya itu merintih kesakitan. Jarinya terjepit kuat di dalam sana dan tidak bisa bergerak sama sekali. Beku, kaku, tersihir kuat kurungan Taeyong pada jarinya. Kepala Jaehyun jatuh lunglai di samping kepala Taeyong, sembari dia berikan Taeyong untuk beradaptasi, dia dengarkan desahan dan rintihan Taeyong yang terus beruntun keluar layaknya alunan musik merdu untuk telinganya.

Pelan, tapi pasti, Jaehyun bergerak. Masuk, lebih dalam sedikit dari yang sebeumnya. Mengurut dinding anal Taeyong dengan tiga jarinya. Menyudut siku, memijat Taeyong di dalam sana agar sarafnya lebih tenang, sebelum dia lebarkan tiga ruas jarinya dan membuka Taeyong lebih lebar.

"Relax, Taeyong," bisik Jaehyun dengan nafas terengah.

Jika biasanya Jaehyun mudah mengendalikan keadaan, berada dalam kontrol secara total, namun kini dia merasa ikut melebur cair dengan kerapuhan Taeyong, ikut tenggelam dalam kenikmatan yang Taeyong juga kirimkan.

Merasa Taeyong sudah cukup lemas di bawah sana, sudah tidak merenyam jarinya penuh ketakutan, maka Jaehyun membawa Taeyong ke dalam ciuman ringan seraya dia lepas jemarinya; kemudian dia dengar Taeyong menghela nafas karena kehilangan sesuatu yang semula menyumpal analnya.

"Aku masuk pelan-pelan, kok. Kalau sakit, cakar aja," ujar Jaehyun, in the most sexiest voice possible. Dalam, serak, kelam, beradu dengan nafas yang keluar-masuk secara cepat.

Maka Jaehyun duduk di antara dua kaki Taeyong, menekuk dan memisahkan dua lutut Taeyong sejauh yang dia bisa. Taeyong, dengan mata berkaca-kaca, menatapnya sendu, sekaligus penuh antisipasi dengan sorotan lapar yang mungkin lelaki itu secara tidak sadar lakukan.

Seutas senyum kecil yang Jaehyun gambarkan, menenangkan Taeyong yang jelas terlihat begitu cemas di bawahnya.

Tentu, Tentu Taeyong cemas.

Tentu, Taeyong merasa dia ingin segera dan memburu-burui waktu, namun di waktu yang sama dia juga merasa tidak siap. Taeyong tidak bisa abaikan rasa takut, cemas yang mengisi dirinya, namun dia juga tidak bisa menghiraukan pacu adrenalin yang mengetuk jantungnya.

Di ujung pandangan, memerhatikan Jaehyun, menanti Jaehyun bergerak. Dia dapati Jaehyun tengah menurunkan celana hitam selutut yang semula kekasihnya itu kenakan, menyusul dia yang sudah lebih dulu telanjang.

Taeyong mengumpat, kencang di dalam hati, namun yang dia bisa loloskan dari mulut adalah lolosan desahan menggelikan yang kemudian segera dia tahan dengan menggigit bibirnya sekuat tenaga. Rasanya, liur ikut menetes, saat dia merasa begitu lapar mendapati Jaehyun dengan penis yang mencuat dari balik celana dalam. Berdiri, tegap, kokoh, memukul perut Jaehyun sampai percikan suara pertemuan antar kulit terdengar.

Punya Jaehyun, berbeda dengan dirinya.

Jaehyun punya lebih lebar, lebih panjang, lebih bertekstur daripada miliknya yang langsing dan mulus. Miliknya hanya dihiasi serabut saraf halus di sekitarnya, namun milik Jaehyun mencuat begitu kontras seakan minta dibebaskan dari kulit.

Tidak- Taeyong tidak merasa malu dengan bedanya mereka, nor he felt insecure about it. Intead, he was excited, he felt how Jaehyun will overpower him, put him under and screw him. Jaehyun looked like a beast and it was so mouthwatering for him.

Jaehyun meraih tangan Taeyong, mengecup telapak tangan Taeyong, sebelum dia masukkan bentangkan telapak tangan Taeyong di depan muka, kemudian menjilat tiap jengkal kulit jemari Taeyong; melumuri tangan Taeyong sampai kuyup akan salivanya.

Tertahan semua proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida di tubuh Taeyong, ketika Jaehyun menyamakan level dengan wajahnya yang merah padam, seraya mengarahkan tangannya untuk turun, menyapa si tamu yang baru datang.

Mata Taeyong terbuka sayu, rasanya dia ingin meraung memamerkan betapa bahagianya tubuhnya sekarang, terutama saat tangannya membungkus penis Jaehyun yang tidak muat dalam satu genggaman.

"Fuck" bisik Taeyong di sela nafasnya yang tersendat.

Jaehyun terkekeh, "Fuck?" godanya. Jemari Jaehyun yang tidak menumpu tubuh di atas kasur, menyisir poni Taeyong ke belakang, mengelus lembut surai kekasihnya, seraya menunggu Taeyong menggerakkan insting kiranya apa yang lima jari perawan itu akan lakukan di penisnya.

Taeyong cepat belajar, setidaknya begitulah yang Jaehyun lihat selama di kampus; Taeyong selalu jadi contoh mahasiswa teladan nan cepat tanggap. Begitu pula seperti pada saat ini, Taeyong agaknya paham, mengadopsi apa yang sudah Jaehyun contohkan dan bergerak senada dengan nalurinya.

Taeyong bungkus penis Jaehyun, mengurut, mengusap penis Jaehyun yang sudah tegak sempurna, mencoba melumuri seluruh permukaan kulit kelamin Jaehyun dengan saliva kekasih tampannya itu.

Taeyong memberikan beberapa tarikan dan dorongan ringan, dia gesek telapak tangannya dengan tekstur penis Jaehyun yang begitu menggoda; dan dia meloloskan desahan sendiri, puas dengan permainannya. Jaehyun hanya terkekeh, lucu, melihat bagaimana Taeyong mengeksplor permainan sendirian, mencoba mencari hal yang kiranya dia suka, yang kiranya mereka berdua dapat lakukan di lain waktu nantinya.


"Baby, enough. Hand?" Jaehyun menyodorkan tangan yang kemudian Taeyong genggam dengan tangannya yang lembab, lengket akan saliva. Jemari mereka bertaut bersama, sebagai pegangan untuk Taeyong dan sebagai pengukur untuk Jaehyun sejauh mana dia bisa menerobos batas yang kekasihnya miliki.


Berharap salivanya cukup untuk jadi pelumas, Jaehyun posisikan kepala penisnya di depan lubang anal Taeyong yang nyatanya kembali tertutup rapat, seakan ada label 'close' tergantung di sana.


"Taeyong, ingetin aku beli lube," desis Jaehyun. Mereka tidak pernah mengira akan secepat ini akhirnya mereka bisa terbuka dengan satu sama lain, "Aku minta vaseline kamu dulu, ya?"

"Memangnya bisa?"

"Pake apa lagi? Aku ga yakin bisa masuk kalau cuma kaya gini," kata Jaehyun, "Bisa sih, tapi takutnya kamu luka."

"Tapi nanti vaseline aku diganti."

"Iya, Sayang," kekeh Jaehyun, "Minta, ya?" katanya, seraya dia raih vaselline Taeyong yang terletak tidak jauh dari gapaian, di meja nakas.

Dia keruk cukup banyak pada jarinya, memastikan lubang masuk Taeyong dan kepala penisnya cukup licin untuk melakukan penetrasi.

Setidaknya, Jaehyun sudah melakukan upaya yang dia bisa untuk meminimalisir sakit yang Taeyong akan rasakan dengan melumuri penisnya menggunakan pelembab bibir Taeyong.


Maka setelah Jaehyun merasa aman, dia posisikan kembali dirinya pada pintu masuk Taeyong.

Taeyong mengalungkan sebelah tangan yang tidak menggandeng Jaehyun di leher kekasihnya, bersiap, mengantisipasi rasa apa yang akan menyerang tubuhnya.

Kepala penis Jaehyun masuk, Taeyong masih bisa menahan sorakan dengan menggigit bibir bawahnya.

Namun, ketika ujung penis Jaehyun masuk sempurna, tubuh Taeyong menggelinjang, cembung mengkurva mencoba menolak penis Jaehyun yang begitu asing di analnya. Taeyong langsung menjambak Jaehyun, menyalurkan perih yang dia rasakan, bersamaan dengan teriakan kesakitan yang tidak malu dia lontarkan.

"AAAKH!"

Namun, cepat Jaehyun Tahan pinggang Taeyong agar tetap di merekat pada seprai, agar penisnya tidak keluar dari cengkraman anal Taeyong.

"Shh," bisik Jaehyun, seraya terus dia coba masukkan penisnya lebih dalam.

Sulit, bahkan dengan pelumas sebanyak itu, untuk masuk ke dalam lubang Taeyong rasanya mustahil. Penis Jaehyun baru menyapa seperempatnya dan Jaehyun tidak bisa masuk lagi karena cengkraman anal Taeyong yang begitu kuat.

"Do you want to stop here?"

Sebenarnya, dilema juga melihat urat Taeyong sampai muncul di pelipis menahan sakit. Taeyong tidak mampu menahan air mata agar tidak lolos meluncur begitu saja, tubuhnya juga sekaan teriak minta ampun karena rendahnya toleransi menahan sakit di bawah sana.

Namun, Taeyong menggeleng. Tidak, dia tidak ingin berhenti. Sekalipun ini adalah batasnya menahan sakit, Taeyong ingin Jaehyun bisa mendobrak dirinya agar tidak berlaku layaknya pecundang.

"Kalau gitu tenang, jangan diketatin lagi."

Jaehyun memberikan perintah yang terdengar begitu gelap, begitu tegas. Sirat terganggu kental menyapa indra pendengaran Taeyong.

"Tunggu dulu," desis Taeyong, "Sakit," isaknya.

Jaehyun mengecup kening kekasihnya, mencoba mengalihkan perih yang membakar di bawah sana dengan ciuman yang selanjutnya Jaehyun lancarkan. Bibir Jaehyun kembali melumat, menenggelamkan Taeyong dalam kuluman. Dia gigit bibir bawah Taeyong gemas agar sakit tidak berpusat di bawah sana, menyapa lidah Taeyong, menggelitik langit-langit mulut Taeyong, cukup bekerja untuk membuat Taeyong lebih rileks sehingga dia bisa mendorong penisnya masuk lebih jauh lagi.

Satu dorongan panjang yang menggesek anal Taeyong, sebelum Jaehyun tarik dirinya untuk kembali masuk sepenuhnya dalam satu hentakkan. Dia peluk pinggang Taeyong yang terangkat kaku karena terkejut sekaligus menahan nyeri, dia lepas ciuman mereka agar dia dengar dengan jelas teriakan nista Taeyong yang begitu putus asa.

Taeyong terlalu indah, terlalu indah untuk jadi nyata. Taeyong terlalu sempurna untuk dicicipi pertama kali oleh Jaehyun—agaknya pun, Jaehyun merasa tidak pantas untuk merasakan kenikmatan bersetubuh dengan kekasih tersayangnya itu.

Jaehyun turut melenguh kencang, penisnya yang di genggam oleh anal perawan Taeyong memberikan kesenangan tersendiri sampai libidonya memuncak drastis.

"Taeyong, relax," bisiknya dengan suara serak, "You'll make me come if you hold me this tight."

"Jaehyun-ah~"

"You're doing good, Baby. Grip me perfectly. What a perfect tiny little hole for me, Sayang."

Waktu yang Jaehyun berikan mungkin lebih lama dari yang biasanya dia lakukan; ada ketukan di dalam hatinnya yang benar-benar tidak tega melihat Taeyong menahan sakit seperti itu.

But everything is so perfect, the wait is so worth it.

Jaehyun membubuhi wajah Taeyong dengan kecupan ringan; menyiratkan betapa dia mencintai Taeyong dan betapa dia merasa beruntung telah memilih Taeyong untuk jadi orang yang dia sayang, untuk menyerahkan diri dan segala kesetiaannya hanya untuk Taeyong seorang.

Lenguhan, rintihan, gerakan menggeliat tubuh Taeyong menjadikan semuanya terlalu sempurna. Bagaimana Taeyong meminta untuk dia berhenti sebentar, sebelum kemudian merenyam bahunya dan mengangguk pelan; ready, he is ready for everything.

Jaehyun buka dengan tempo andante, gerakannya stabil sekaligus mencoba berkenalan dengan anal Taeyong yang masi belajar menenangkan diri.

Otot wajah Taeyong mulai melemah, kerutan di keningnya mulai hilang, dan dia mulai menerima nikmat dari tusukan yang Jaehyun lakukan.

Dia mulai bisa melebarkan kakinya lebih luas, menenangkan dirinya, berserah diri pada Jaehyun yang mengurung tubuhnya; lampu hijau untuk Jaehyun mengambil alih kontrol seutuhnya.

Jaehyun menarik pinggulnya, mencabut penisnya seutuhnya, kemudian masuk dalam satu hentakan pelan dan mempersilakan Taeyong untuk menyapa tiap detail permukaan penisnya, mulai dari bagian kepala sampai ujung pangkalnya—dan Taeyong memekik, suaranya lolos melengking karenanya.

Jaehyun mengumpat, menyesali mengapa dia selama ini tidak langsung saja jatuh ke dalam pelukan Taeyong, sehingga hidupnya tidak terbuang sia-sia, sehingga dia bisa menggapai kenikmatan paling puncak yang tidak pernah dia kenal sebelumnya.

Lengan Jaehyun memeluk leher Taeyong, sebelahnya lagi menahan pinggang Taeyong agar tetap di tempat, sebelum dia percepat dirinya masuk dan keluar dari anal Taeyong. Lubang Taeyong agaknya sudah lebih akrab, paham bahwa harus terbuka untuk tidak mempersulitkan mereka mencapai puncak.

Tangan Taeyong berpegangan erat pada bahu Jaehyun dan rintihan serta erangan tidak absen lolos dari mulutnya, terutama tatkala —

"NGH-AHHFMPH!" Taeyong rasakan penis Jaehyun menumbuk titik nikmatnya, telak nan kencang. Taeyong langsung menempelkan mulutnya pada leher Jaehyun erat—dan Jaehyun bisa rasakan getaran seluruh tubuh Taeyong di setiap permukaan kulitnya, pun bagaimana Taeyong kembali mencengkram, memijat penisnya Kuat di bawah sana.

There were their sanity had been long gone.

Gerakkan Jaehyun tanpa mampu dia tahan jadi lebih cepat, menumbuk Taeyong cukup kuat sampai lelaki di bawahnya itu terhentak dari tempat, sampai Taeyong harus mengencangkan cengkraman pada bahu Jaehyun agar tidak terpental.

Pelukan di leher Taeyong dari Jaehyun, semakin memudahkan Jaehyun untuk menarik tubuh Taeyong sekaligus mementalkan penisnya masuk jauh lebih dalam dari sesi perkenalan mereka; dan lagi, Jaehyun dengar lagi teriakkan putus asa Taeyong, melodi terindah bagi telinganya.

Kuku Taeyong menancap di bahu Jaehyun menahan hasrat, perutnya kencang di bawah sana, dan dia bisa rasakan penisnya sudah mengacung terlalu sempurna karena tiap rangsangan yang Jaehyun bubuhi di tubuhnya.

Jika semula hanya sekedar remasan di sisi pinggan, tangan Jaehyun kini membungkus pinggang Taeyong dengan pelukan erat, mengikat Taeyong pada dirinya, untuk kemudian dia angkat Taeyong agar kini berada di atas pangkuan, tanpa melepaskan penyatuan tubuh mereka.

Kaki Taeyong secara otomatis melingkar memeluk pinggang Jaehyun erat, genggaman di bahu jadi pelukan yang tidak kalah kuat Taeyong lingkarkan, dan lagi dia melenguh kencang merasa dirinya kian penuh dengan posisi baru mereka.

Malu, Taeyong mencoba berinisiatif menaikkan tubuhnya dan mencoba bergerak sendiri, mencoba menanamkan Jaehyun lebih dalam lagi; dan betapa puasnya dia melihat senyuman bangga yang Jaehyun arahkan kepadanya.

Jaehyun melembabkan bibirnya dengan lidah, bibirnya terbuka agar benda lunak itu bisa membasahkan dua pasang gumpalan berwarna merah muda, namun dengan lidah nakal yang menjilat sisi bibir sebelum masuk seutuhnya, bagi Taeyong kekasihnya itu terlalu pintar untuk menggodanya sampai membuat dia kehilangan kewarasan. Taeyong, baru kali ini merasakan betapa dia hanya ingin bibirnya melekat pada bibir Jaehyun tanpa akhir.

Lumatan mereka kian haus dan Taeyong bingung kemana dia harus fokuskan otaknya saat secara bersamaan, Jaehyun menaik-turunkan tubuhnya dan penis Jaehyun tidak pernah lolos membentur buntalan saraf pusat kenikmatan milih Taeyong di dalam sana.

Mudah bagi Jaehyun untuk kembali membaringkan Taeyong di atas kasur, menemukan posisi yang tepat untuk mengunci Taeyong agar dia mampu bergerak lebih cepat; lebih liar untuk kekasihnya.

"J-Jaehyun! Ahh!" di sela ciuman mereka, Jaehyun tahu Taeyong mulai kewalahan dari bagiamana kekasihnya mengampun hidup lewat remasan pada rambut belakang Jaehyun. Kaki Taeyong memeluk Jaehyun lebih erat, seiring cepatnya Jaehyun memasukkan penisnya ke dalam lubang Taeyong, seiring dalamnya penis Jaehyun mengeksplor anal Taeyong.

Gesekkan antara dinding lubang Taeyong yang begitu lembut, semakin jelas menerima sinyal atas penggambaran betapa kokoh penis Jaehyun yang tiada henti menggempur. Tiap detailnya, Taeyong ingat tiap detail struktur batang kelamin Jaehyun yang merasuki tubuhnya, begitu dalam sampai dia memekik kesakitan, namun di saat yang sama dia gagal menjabarkan betapa puas rasanya mengetahui Jaehyun bisa menyapa titik terdalamnya.

"FuckTaeyong, Baby." rintih Jaehyun yang tidak kalah kewalahan merasakan nikmat tubuh Taeyong, "Look at me, look into my eyes."

Mata Taeyong sudah lama berkaca-kaca, air mata sudah entah sejak kapan lolos tetes demi tetes mengalir di atas permukaan wajah basah Taeyong, bercampur dengan keringat yang tubuh mereka produksi.

Binar mata sayu Taeyong, menyorotkan keindahan tanpa akhir, dan semakin Jaehyun tenggelam di dalamnya, dia tidak mampu mengontrol dirinya untuk bergerak lebih dalam, menghentak Taeyong lebih kasar, lebih cepat, mengejar puncak kenikmatan yang sudah begitu dekat.

Pelukan di pinggang Taeyong melonggar, karena kemudian Jaehyun menggenggam penis Taeyong yang sudah kaku berdiri, meneteskan terlalu banyak pre-cum yang tertampung di perut datar kekasih manisnya itu.

Taeyong adalah lukisan paling sempurna yang Tuhan pernah ciptakan. Kilap kulit Taeyong yang beradu cahaya pagi, belum lagi tetesan sperma yang terus keluar tiap kali Jaehyun menghentakkan penisnya masuk dalam-dalam.

"Come, Baby?"

Tangan Jaehyun, dengan bantuan lelehan sperma Taeyong, naik turun dengan mudah, mengusap kepala penis Taeyong dalam genggamannya, untuk memantik Taeyong, mengenalkan Taeyong bahwa rasa itu adalah tanda orgasmenya.

Tiga hentakan telak pada prostat Taeyong membuat lelaki itu memeluk Jaehyun jauh lebih erat, lolongan tertahan karena wajahnya langsung sembunyi di leher lebar Jaehyun, dan spermanya langsung menembak kencang sampai mengotori dada mereka berdua.

"There you go," bisik Jaehyun.

Tubuh Taeyong masih mengejang mengeluarkan seluruh sprema hasil produksi testisnya, menghasilkan cengkraman anal Taeyong pada Jaehyun kembali mengetat kuat—bahkan rasanya jauh lebih ketat saat Taeyong menahan sakit di awal tadi.

Namun Jaehyun terus bergerak, meski tangan Taeyong mencoba mendorong perut Taeyong agar menjauh, Jaehyun terus memompa dirinya masuk di antara ketatnya lubang Taeyong.

Tangisan frustasi Taeyong pecah, tangannya hanya mampu mengepal di rambut Jaehyun dan sebelah lagi hanya mampu menyentuh perut berotot Taeyong dengan putus asa; dia ingin minta Jaehyun untuk berhenti sesaat, tubuhnya masih terlalu sensitif, namun yang mampu Taeyong udarakan hanyalah desahan, erangan, dan sebatas memanggil nama Jaehyun patah-patah.

Pelukan erat dari Jaehyun, dimana lelaki itu membenamkan diri di sisi kepala Taeyong, hidungnya tertanam di surai harum kekasihnya itu, saat dia rasa dia juga tidak mampu menahan diri lebih lama lagi dan menumpahkan seluruh spermanya di dalam lubang Taeyong.

Semprotan demi semprotan tertembak, geli rasanya untuk Taeyong karena tiap gumpalan cairan Jaehyun menyenggol prostat sensitifnya, dan begitu geli namun nikmat rasanya merasakan analnya basah kuyup, bahkan perutnya terasa kembung seketika menampung seluruh cairan sperma Jaehyun.

Jaehyun sadar betapa dia sudah lama menahan hasratnya, sampai spermanya begitu berlimpah, anal Taeyong tidak sanggup menampung seluruhnya, sehingga cukup banyak cairan Jaehyun menetes keluar meskipun penisnya masih tertanam sempurna di dalam.

"Jaehyun~" panggilan lemas Taeyong, begitu manja dan manis bagi telinga Jaehyun. Dia balas dengan kecupan di pipi Taeyong, menatap kekasihnya yang sepertinya bahkan sudah tidak punya cukup tenaga untuk membuka kelopak mata, "That was awesome."

But he still proceed to make a compliment, how sweet.

Jaehyun terkekeh singkat. Dia jatuhkan tubuhnya di samping Taeyong, mencabut penisnya yang sudah lebih lemas—sebelum nanti bangun lagi karena terlalu lama terjepit Taeyong—dan membiarkan lelehan spermanya lolos mengotori paha Taeyong.

Taeyong menggeliat geli, namun dia tetap mengangkang karena rasanya tubuhnya lunglai seketika, stok energinya terkuras berkat Jaehyun, kekasihnya.

Taeyong menurut ketika Jaehyun jadikan dia guling, toh dia juga senang, dia bahagia berada di dalam pelukan Jaehyun. Terutama, ketika dia bisa rasakan tiap detail cinta dari Jaehyun pada dirinya, menguatkan ikatan hubungan mereka berdua.

Wangi Jaehyun terlalu memabukkan untuk Taeyong, terlalu menenangkan sampai dia tidak tahu apa yang mungkin terjadi apabila Jaehyun tidak ada di dalam jangkauannya.

"Don't leave me." Please, don't leave me, Jaehyun.

"How can I leave a goddess, an angel, most perfect of God's creature like you, hm?"

"Ew," desis Taeyong, "But seriously, tho," ujarnya dengan suara ngantuk.

"Babe, I will be the most ungreatful human being for leaving away God's best gift for my life."

Jaehyun mengecup kening Taeyong, membelai surai Taeyong dengan jarinya, dan tidak lama dia dengar suara nafas Taeyong jadi jauh lebih teratur; kekasihnya itu tidur, mata terkatup, bulu mata lentiknya menyapu udara yang begitu tenang pasca permainan mereka.


Jaehyun juga sebenarnya mau tidur, dia tidak pernah melalui sebuah seks yang begitu memuaskan sampai energinya habis terkuras. Namun, dia terganggu karena tempat tidur mereka masuk kotor berantakan.

Bukan, bukan karena Jaehyun adalah tipe yang harus membersihkan tempat main pasca semua kegiatan selesai. Namun, Taeyong. Dia bisa dengar omelan Taeyong saat kekasihnya itu kembali dengan cadangan energi yang penuh.

Tapi— dia juga sama lelahnya, harusnya Taeyong tidak marah jika Jaehyun ikut tidur juga, kan?

Lima menit.

Lima menit saja.



































-- -- --





























"Jaehyun, bangun. Aku mau beresin bekas kita."



























































------

i hope this story worth the wait:((
aaa im sorry, im bad at making vanilla scene fjsuhrhdeu hope this long ass chapter can please you in the best way possible haha;-;






















































btw, ada salah satu dari cerita disini yang mau dibikinin full version lagi ga👀
ill consider about it habis kelarin drive me insane 🙆🏻‍♀️

also, would you prefer a vanilla scene like this or the typical spicy scene i always made untuk next story🚶🏻‍♂️

























❤️

Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

11.5K 546 17
⛔ homophobic, please stay away from this book ⛔ [ BxB ] [ 21+ / MATURE CONTENT ] [ Harsh Words ] Indonesian JAEYONG Alternative Universe Copyright ©...
244K 13.8K 14
!! JAEYONG AREA !! BOYS LOVE / BOY X BOY / YAOI WITH MEMBER NCT 127 AND Etc. 😊🔞
171K 8.4K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
218K 11.7K 35
Cerita ini bisa dibaca sambil kedip:v Gak percaya? Coba aja^.^ "Mungkin aku saja yang menganggap hubungan ini ada. Kamu tidak!" Cerita ini aku persem...