Fanwifing [TAMAT]

By reikamidori

8.8K 671 95

Seorang istri boleh nggak sih, jadi fangirl? Girl kan, artinya gadis. Namun, Fia yang mengalami depresi pasca... More

Salam semangat minus lightstick
Prolog
Satu: Perpisahan Sebelum Pertemuan
Dua: Perubahan
Tiga: Merelakan
Empat: Rencana Cadangan
Lima: Mencari Kebahagiaan
Enam: Kebisuan
Tujuh: Fanwife
Delapan: Penyangkalan
Sembilan: Tegar
Sepuluh: Perdebatan
Sebelas: Resah
Dua Belas: Kita Layaknya Pasangan yang Bergandengan Tangan, tetapi Tidak
Tiga Belas: Nahoda Kehilangan Awak
Empat Belas: Husband Vs Idol
Enam Belas: Chimaeg Party
Tujuh Belas: After Chimaeg Party
Delapan Belas: Mencoba Mengikhlaskan
Sembilan Belas: You Are My Everything
Epilog

Lima Belas: Pisah!

356 26 2
By reikamidori

"Kenapapria menjadi kepala keluarga? Karena logika mereka lebih mampu mengembantanggung jawab, salah satunya menghadapi istri yang meminta pisah ketika bertengkar."

Di dalam mobil, berkali-kali Gun memijat teangkuknya. Pria itu berteriak dan memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah. Ia memutari area pasar, melewati rumah melayu, masjid raya, juga patung naga berkali-kali sampai yakin semua emosinya terbawa bersama angin.

Ia harus berbicara dengan Fia, sebelum semuanya semakin runyam. Fia mungkin sudah tidur, tetapi semoga saja dia menunggu kepulanganku. Kegalauan dan rasa bersalah bergumul di benak. Meski tidak tahu bagaimana memulai lagi percakapan yang sudah kacau, Gun ingin memperbaiki semuanya.

Dengan tekad bulat Gun masuk ke kamar setelah menaruh bungkusan makanan di pantry. Berkali-dia pria itu mengatur napas sebelum membuka pintu kamar tidur, tetapi ia harus menelan kekecewaan karena istrinya tidak berada di sana. Apa Fia belum pulang?

Saat dicoba menelepon, suara ponsel terdengar dari dalam laci meja rias, meyakinkannya bahwa Fia sudah berada di rumah. Ditiliknya kamar mandi, kosong. Namun, mini-dress yang tadi dikenakan istrinya teronggok di keranjang kain kotor. Jika sudah pulang dan tidak berada di kamar, ke mana lagi istrinya jika bukan di kamar kebanggaannya. Emosi Gun kembali tersulut, membayangkan Fia yang bukannya merasa bersalah atas pertengkaran mereka, malah semakin menenggelamkan diri bersama si pria poster.

Rahang Gun mengeras, giginya menimbulkan buni gemeretak. Dibukanya paksa pintu Minseok-ui Bang hingga menimbulkan bunyi debam keras.

Fia yang tengah berbaring santai terlonjak, lalu terduduk dengan mata yang langsung menoleh ke sumber suara.

Tanpa bicara, Gun mematahkan standee Xiumin, barang terdekat yang bisa diraihnya saat memasuki kamar tersebut.

Fia langsung bangkit melihat aksi Gun. Belum sempat dia meratapi standee yang terbelah menjadi dua, bunyi pecahan kaca dari sudut lain kamar emmbuatnya menoleh. Dilihatnya salah satu bingkai sudah pecah karena dihempas sang suami.

Tidak puas dengan memecahkan bingkai, Gun menarik poster tanpa memikirkan tangannya yang terkena pecahan kaca. Poster itu dirobeknya dengan beringas, lalau dibiarkan berserakan dalam potongan-potongan panjang tidak beraturan.

"Gun!" Teriakan Fia membuat Gun menoleh dan mendekat.

Seumur hidupnya, baru kali ini dia melihat Gun mengarahkan tatapan penuh emosi ke arahnya. Bukannya tidak pernah melihat Gun berang, tapi selama itu semua itu terjadi jika Gun ingin melindungi orang-orang yang disayangi. Melihat langsung tatapan itu mengarah padanya membuat Fia ngeri dan mundur perlahan sampai membentur tembok.

Gun menghantamkan telapak tangan ke dinding, tepat di samping wajah istrinya. "Aku pikir, kamu akan bersedih dan menangis, atau setidaknya menyambut dengan tatapan marah di kamar." Kalimat Gun terputus oleh deru napas yang memburu. "Tapi ... kamu malah di sini, menonton pria plastik yang belum tentu tahu bahwa kamu ada dan memujanya sampai seperti ini."

"Xiumin bukan pria plastik. Dan aku di sini karena ini jauh lebih baik daripada aku menghempas semua barang yang ada di rumah ini. Tapi ternyata sia-sia." Fia yang tadinya merasa ketakutan, tidak terima karena idolanya dikatai plastik.

"Perlu kamu tahu, plastik itu yang temani aku saat terpuruk, bukan kamu yang sok-sok lembur dan melupakan istri di rumah!"

"Bukan cuma kamu yang sedih dan kehilangan, aku juga!"

"Kalau kamu sadar kita sama-sama sedih dan kehilangan, kenapa malah ninggalin aku?"

"Harusnya kamu tahu kalau air ketuban penting untuk bayi dan segera kasi tahu begitu ada yang merembes. Bukannya membiarkan sampai ketubannya habis!"

"Jadi semuanya salah aku? Salah aku yang nggak tahu kalau kandungan udah kering? Seminggu sebelumnya aku sudah konsul karena ada yang merembes. KAMU juga ada di sana dan dengar jelas semua yang dibilang dokter." Fia menatap gusar suaminya.

Gunberjongkok menyesali kalimatnya, sementara Fia masih mematung menelan semua kalimatdari sang suami.

"Aku mau pisah. Silakan kamu cari perempuan lain yang lebih baik menjaga kehamilannya karena sudah terbukti kalau aku nggak becus bahkan sebelum jadi ibu," ucap Fia akhirnya.

Gun mendongak, menatap istrinya tidak percaya. Pria itu berharap menemukan candaan dalam kalimat yang baru saja didengar, tetapi wajah Fia tidak menunjukkannya sedikit pun.

Fia mundur dan menyilangkan tangan di depan dada saat suaminya berdiri dan mencoba mendekat. Dia juga mengalihkan pandangan saat Gun mencoba menangkup wajahnya. "Lebih baik kita pisah, Gun," lirih Fia tanpa menoleh.

"Nggak. Aku nggak mau kita pisah," tegas Gun.

Fia bergerming, bahkan ketika Gun meninju dinding dan meninggalkannya sendirian di Minseok-ui Bang. Tidak lama setelahnya, dia berjongkok dan menangkupkan wajah, membiarkan desakan air mata keluar dalam diam.

Semenjak pertengkaran hebat mereka, Fia tidak lagi tidur sekamar dengan suaminya. Dia membawa selimut dan bantal ke Minseok-ui Bang. Perempuan itu berusaha sebisanya untuk tidak bertatap muka dengan Gun. Dia akan keluar saat Gun sudah bekerja dan memastikan semua urusannya di luar Minseok-ui Bang selesai sebelum suaminya pulang.

Sesekali Fia harus keluar karena panggilan alam. Saat Gun ada di rumah, dia berusaha tidak menimbulkan sedikit pun bunyi saat masuk atau keluar dari toilet. Pernah suatu hari Gun sengaja menunggunya keluar di depan pintu toilet. Dia memilih mengunci diri di sana sampai Gun pergi.

"Mau berapa lama merajuk begitu?" tanya Ria saat berkunjung.

"Sampai Gun beliin poster sama standee baru. Tuh, lihat, Umin jadi berplester gitu, kan kasihan."

"Kalau Gun tetap nggak beliin, gimana?"

"Aku mau pisah aja!"

"Yakin nih, mau pisah," goda Ria. "Nanti gigit jari lihat dia dipeluk perempuan lain."

Dalam benak Fia tergambar adegan Gun berpelukan mesra dengan wanita lain. Sempat terasa perih di hati, tetapi dia kembali berkeras. "Pokoknya, Umin atau pisah!"

Sayangnya, tidak ada satu pun keinginan Fia terwujud walau dia sudah tinggal di Minseok-ui Bang. Gun tidak menunjukkan gelagat akan meminta maaf, tetapi juga tidak mengabulkan keinginannya untuk berpisah. Ego Fia pun sama kerasnya. Dia bertekad terus berada di Minseok-ui Bang sampai Gun meminta maaf.

Bulan berlalu tanpa ada perubahan dalam kehidupan rumah tangga mereka. Fia memang tidak lagi seintensif sebelumnya mengurung diri, dia mulai keluar untuk makan meskipun setelahnya akan langsung memasuki Minseok-ui Bang setelah mengemasi semuanya. Namun, kini Fia dan Gun bersikap layaknya orang asing yang menyewa kamar di rumah yang sama. Bisa dibilang lebih parah karena orang asing lambat laun akan bertegur sapa, sementara mereka tidak sama sekali.

Pengecualian terjadi bila Mama Diana atau Mama Misel datang. Mereka akan duduk bersisian, saling merangkul, meski tidak berbicara satu sama lain. Saat ditanya sesuatu, baik Gun maupun Fia akan bersikap seolah mereka baik-baik saja. Tentu saja apa yang mereka lakukan tidak mampu menipu para orang tua.

"Jangan lupa Sabtu ini Mama sama Papa merayakan Ulang Tahun Pernikahan," tukas Mama Diana sebelum pulang.

Gun yang merangkul Fia mengangguk sambil menoleh ke arah istrinya, memastikan perempuan di sebelahnya juga mengangguk.

Sayangnya, anggukan keras keduanya tidak mampumengelabui mata Mama Diana.

Hello my dears, semoga masih setia membaca Fanwifing, ya.

Pelik ya memang kalau sudah masalah kehilangan begini. Padahal, sama-sama terluka, tapi karena nggak komunikasi, jadi makin runyam dan berujung saling menyalahkan.

Doaku, semoga kalian semua selalu bisa berkomunikasi baik dengan pasangan agar tidak mengalami hal seperti Fia dan Gun. Pertengkaran memang bumbu cinta, tetapi tetap lebih baik perdebatan ringan yang membawa pada fase pengertian yang lebih dalam ketimbang bertengkar kayak mereka.

Tidak ada gading yang tidak retak, karena itu tidak ada hubungan yang sempurna. Namun, retaknya tidak akan terus bertambah jika semua masalah bisa dikomunikasikan.

Peluk hangat semua wanita yang sedang merasakan kehilangan atau terluka. Mari kita kuat bersama dengan saling mendukung.

Salam hangat,

Resda

Continue Reading

You'll Also Like

12.3K 1.1K 44
Rindia Salim alias Ririn merupakan artis papan menengah yang penuh sensasi. Bermodal paras cantik hasil perawatan ratusan juta, Ririn berhasil membin...
1M 50.7K 64
#2 in Spiritual #6 in Rohani #3 in Spiritual #9 in Muslimah #1 in Islami #4 in Islami #2 in Islami...
73.7K 1.3K 83
Sinopsis Bagiamana dosen di kampusmu sendiri adalah suamimu? Dosen killer yang memegang mata pelajaran matematika itu adalah suamimu. Diusia yang men...
204K 13K 57
Niat hati kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan duda anak 1 yang sialnya masih tampan itu, Herna malah harus terjebak menikahi pria k...