GIBRAN DIRGANTARA

De fafayy_

19.8M 2M 1.2M

Sudah terbit dan tersebar di seluruh Gramedia Indonesia -Satu dari seratus sekian hati yang pernah singgah. K... Mai multe

01. GIBRAN DIRGANTARA REYNAND
02- KOLOR POLKADOT
03-BERITA HOT
04-BENDAHARA CANTIK
05-PIZZA MALAM
06-NODA MERAH
07-ADA YANG TURUN
08-GAK BOLEH BAIK
09- GIBRAN SADBOY
10- ADA YANG LEPAS
11- KAUS KAKI
12-HARGA DIRI ABEL
13- TENTANG MASA DEPAN GIBRAN
14- TAMPARAN MANTAN
15- MALAIKAT PELINDUNG
16- KECEBONG VS RENTENIR KELAS
17- KECUPAN SINGKAT
18- SURAT KEHILANGAN
19. I LIKE YOU
20- RINDU YANG AKAN DATANG
21- UNGKAPAN HATI
22- SETITIK LUKA & SETITIK RASA
23- CEMBURU TANPA MEMILIKI
24- OFFICIAL HIS
25- KESAYANGAN GIBRAN
26- BAHAGIAMU BAHAGIAKU
27- AKU, KAMU, DAN BAHAGIA
28- CANTIKNYA GIBRAN
29- GIBRAN, ABEL, DAN KENZO
30- RATUNYA GIBRAN & GUGURNYA PAHLAWAN
GC KE 2 AGBEROS TEAM (BUKAN UPDATE)
31- RATU CANTIK VS PARASIT CANTIK
32- HADIAH UNTUK ABEL & BENTENG PERTAHANAN
PENJELASAN!
33- SUATU PERBEDAAN & TIGA PARASIT
34- GAGALNYA KENCAN
35- PERMINTAAN MAAF
36- MURID BARU
TYSM FOR ARGANTARA (BUKAN UPDATE)
37- SYARAT BERSAMA
39- PUTUS ATAU TERUS
40- HUJAN DAN USAI
41- LINTAS KENANGAN
42- MERINDUKANNYA
43- BUKAN PURA-PURA
44- DI BAWAH RINTIK HUJAN
45- GORESAN LUKA
46- TITIK TERAKHIR
47- KEMBALI
coming Soon
price list
Vip order
Special Offer Po ke 2
SPIN OFF GIBRAN DIRGANTARA

38- TERIMAKASIH LUKA

248K 29.7K 20.8K
De fafayy_

GIBRAN DIRGANTARA
AZZURA ARABELA

Untuk kamu yang masih setia singgah disini. Aku ucapkan terimakasih kepada kalian yang terhibur dan terhanyut masuk ke dalam cerita aku ♡

Untuk part ini putar mulmed :

-Belum siap kehilangan.
Stevan Pasaribu

"Dipaksa bertahan oleh perasaan, dipukul mundur oleh keadaan dan dipaksa untuk melepaskan."

-Gibran Dirgantara

38- Terimakasih Luka

MADING SMA GALAKSI

Jantung Abel berdetak sangat kencang begitu matanya menangkap sesuatu di kertas yang di pegangnya. Ia meremas kuat ujung kertas yang ia pegang, sebulir air matanya turun begitu saja.

Kertas yang menunjukkan foto Gibran yang memeluk tubuh Nadin dengan erat, serta Gibran yang menyandarkan kepalanya di atas bahu Nadin, membuat Abel tertegun sangat lama. Mulutnya seolah terkunci rapat, serta matanya begitu fokus melihat pemandangan yang ia pegang.

Nadin, sosok perempuan yang Abel anggap baik dan pendiam, kini perilakunya sangat jauh dari angan-angannya. Abel masih tak percaya dengan foto yang di pegangnya ini.

"A-Abel sorry...." Lirih Farah, tak tega melihat Abel yang menangis diam. Ia bodoh, kenapa ia tidak merobek foto itu dengan cepat.

Suara gelak tawa yang baru saja terdengar tak mengalihkan perhatian siswa-siswi yang berkerumun di depan papan mading ini. Gibran, Algerian, dan juga Kenzo baru saja keluar dari kelas XII IPS 3, dengan saling merangkul satu sama lain mereka asyik berbincang, tanpa menyadari akan ramainya depan mading ini.

"Itu ada apa ramai-ramai?" Tanya Gibran menghentikan langkah Kenzo dan juga Algerian.

Merasa penasaran, cowok itu berlari dan menerobos kerumunan yang sangat padat memenuhi depan mading ini. Ia mengerutkan dahinya saat melihat papan mading yang kosong tanpa isi, hanya ada kertas yang menunjukkan pengumuman ujian nasional saja.

Gibran menunduk saat menyadari Abel yang berdiri di sampingnya. Gadis itu masih saja menunduk membuat Gibran bingung. Apa ini ada sangkut pautnya dengan Abel? Atau bahkan dirinya? Batin Gibran.

Gibran mengangkat dagu Abel, ia tertegun sebentar saat melihat beberapa bulir air mata yang keluar dari mata Abel.

Gibran mengusap air mata Abel. "Bel, kenapa nangis?"

Abel menggeleng lemah, ia mengusap jejak air matanya. Ia ingin memalingkan wajahnya, namun Gibran begitu kuat memegangi rahangnya, sehingga wajahnya masih terus berhadapan dengan wajah Gibran.

"Sayang," Gibran mengusap sayang pipi Abel, menatap intens manik mata cantik Abel. "Kenapa? Siapa yang buat kamu nangis?" Tanya Gibran lagi.

Semua yang menyaksikan interaksi Gibran, tersentuh mendengarnya. Mungkin salah satu dari mereka jika ada di posisi Abel akan menangis sekencang-kencangnya. Bukti yang menyakitkan serta mulut pelaku yang tidak mau mengaku.

Abel mengusap air matanya yang kian menderas, kemudian mendongak menatap sorot mata Gibran. "Kamu."

Gibran tertegun mendengarnya, tangannya perlahan turun dari pipi Abel. Matanya pun menyorot manik mata Abel seolah tak percaya apa yang di katakan Abel, apa dirinya membuat kesalahan terlalu besar hingga membuat Abel menangis? Jika iya, Gibran tak tahu kesalahan apa yang di perbuatnya.

Ia menunduk, menatap kerta yang di pegang Abel. Tanpa basa-basi pun cowok itu merebut paksa kertas foto itu dari tangan Abel. Manik mata serta jantungnya di buat terkejut oleh pemandangan foto yang di pegangnya.

'American Bar' tulisan yang menunjukkan nama Bar tersebut terpampang jelas di atas foto tersebut. Foto yang menunjukkan Gibran yang memeluk tubuh Nadin, serta menyandarkan kepalanya dengan nyaman di bahu Nadin, membuat Gibran terkejut. Cowok itu mencoba memutar memori otaknya akan kejadian semalam. Namun, lagi-lagi ia gagal mengingatnya.

(Ilustrasi picture by pinterest. Anggap aja lagi di bar ya, cari foto di dalam ruangan susah banget dengan pose begitu)

Ia mengepalkan tangannya dengan kuat, kemudian meninju kencang papan mading yang ada di sampingnya, membuat beberapa siswa-siswi yang menyaksikan ini semua tersentak kaget. Terutama Abel, gadis itu berdiri diam dengan mata yang terpejam sejenak.

Gibran meneguk salivanya susah payah dengan manik mata yang menatap Abel seolah memberi penjelasan.

Gibran meraih tangan Abel dan menggenggamnya. "Abel, aku----"

"Makasih," potong Abel cepat membuat bibir Gibran seketika terkatup rapat.

"Makasih udah kasih tau gimana rasa sakit yang sebenarnya." Abel melepaskan genggaman tangan Gibran, lalu tanpa sepatah kata pun gadis itu melenggang pergi menerobos kerumunan siswa-siswi.

"ABEL!" Teriak Gibran.

Gibran meremas kuat foto yang ada di genggamannya hingga kucal. Ia menatap Farah yang nampaknya gadis itu masih menatap kepergian Abel yang kian menjauh dari pandangannya. Tarikan pada bahunya membuat Farah tersadar dan terkejut.

Gibran mendorong bahu Farah hingga punggung gadis itu terbentur di dinding. Sebagian siswa yang melihat itu pun sempat dibuat meringis.

"G-Gib, lo k-kenapa? Gue----"

"Lo 'kan yang udah pajang foto gila ini di papan mading, hm?" Tanya Gibran menyorot tajam. Tangannya terangkat menunjukkan satu gumpal kertas foto yang ia remas tadi.

"Jawab!" Sentak Gibran.

Farah menggeleng cepat. "Bukan gue, Gib! G-gue juga nggak tau kenapa---"

"Terus siapa? Seharusnya lo bisa bedain mana berita penting sama berita bodoh! Lo pikir dengan lo masukin berita gila seperti ini buat diri lo tenar? Nggak sama sekali, Far! Gue benci sama lo sekarang!" Sarkas Gibran. Tak tanggung, Gibran mencengkram erat pergelangan tangan Farah dengan penuh emosi.

Melihat Gibran yang sepertinya di ambang amarah, Kenzo maju beberapa langkah dan menarik bahu cowok itu.

"Sadar, dia cewek! Dia bukan saingan lo!" Tegue Kenzo.

"Gue nggak peduli sekalipun dia cewek. Sekali dia udah usik hubungan gue," Gibran kembali terfokus kepada Farah dan memegang bahu gadis itu. "Gue nggak takut buat main tangan sama dia, sekalipun dia itu cewek!"

Gibran mendorong tubuh Farah lagi, hingga membuat tubuh gadis itu merosot. Gibran tak memperdulikan itu, ia berlari menerobos kerumunan, mencoba mengejar dan mencari Abel yang entah pergi kemana.

"Bego! Siapa sih yang udah jebak Gibran semalam?!" Ujar Algerian frustrasi.

"Seharusnya semalam kita nggak tinggalin Gibran sendirian kalau ujung-ujungnya begini." Kata Algerian.

Kenzo mengambil foto yang sempat di lempar Gibran tadi. Ia begitu fokus menatap foto itu.

"Nadin?" Guman Kenzo, cowok itu menggeleng tak percaya. "Cewek gila!" Gumamnya.

Mori yang melihat Farah terduduk dengan lemas pun membantu teman satu angkatannya itu untuk berdiri.

"Far, lo bisa jelasin ini ke gue dan juga yang lainnya? Kenapa lo masukin berita bodoh ini? Kalau lo tau konsekuensi dari ini adalah pertaruhan hubungan Gibran dan Abel, terus kenapa lo lakuin ini, Far? Biar lo tambah tenar dengan posisi lo sebagai ketua jurnal dan juga pemegang akun Lambe turah?" Ujar Mori mencecar Farah.

Farah menggeleng dan menghapus air matanya yang menetes. "G-gue juga nggak tau, Mori. Gue tadi juga kaget, kenapa tiba-tiba ada berita segila ini? Kalaupun itu gue, gue juga bijak nanganinnya, gue nggak mungkin pajang foto gila seperti ini,"

"Gue tadi mau robek dan buang kertas foto itu, tapi Abel keburu dateng dan rebut foto itu dari tangan gue. Gue nggak tau apa-apa, kalian jangan salahin gue," cicit Farah ketakutan.

Syifa, selaku teman Farah sekaligus mantan dari Gibran pun memeluk tubuh Farah. "Gue tau lo, Far. Nggak mungkin lo pajang foto yang seperti itu. Gue percaya sama lo, Gibran tadi mungkin salah paham. Secara lo pemegang akun Lambe Turah dan rutin dalam memberikan kabar apapun di media mading setiap minggunya." Ucapnya.

"Jangan khawatir, lambat laun pelakunya nanti bakal terungkap." Mori menepuk-nepuk punggung Farah.

Dari kejauhan, tepatnya di depan loker kelas XI. Seorang gadis berdiri dengan pandangan mata yang lurus menatap kerumunan siswa-siswi yang memenuhi papan mading. Dari tadi, gadis itu tak pergi dari situ sembari menatap keramaian yang mampu menggemparkan seantero sekolah.

Ia menunduk, meremas rok-nya dengan kuat. Sebelum ia membalikkan badannya, gadis itu sempat berucap, "Maaf."

Bel pulang sekolah sudah berbunyi 20 menit yang lalu. SMA Galaksi nampak sedikit sepi, koridor kelas XII pun sudah sepi. Para penghuni kelas sudah berhamburan keluar mencari kendaraannya masing-masing yang terparkir di parkiran.

Tidak dengan Gibran, cowok itu berlarian menyusuri lorong kelas XII, celingak-celinguk mencari orang yang sedari tadi di carinya. Ia mendorong pintu kelas XII dengan cukup kencang hingga membuat satu penghuni di dalamnya terlonjak kaget. Gibran menghela nafasnya lega saat melihat orang yang di tujunya ada di dalam kelas ini.

Langkah kaki jenjang cowok itu berjalan menghampiri Abel yang sibuk membereskan buku-bukunya.

"Abel, mau pulang? Bareng aku, ya?" Tawarnya, ia menghentikan aktifitas Abel dengan menggenggam punggung tangan gadis itu.

"Nggak usah. Aku bisa pulang sendiri." Tolak Abel, ia menyingkirkan tangan Gibran, kemudian gadis itu melangkah hendak keluar kelas.

Tarikan pada bahunya membuat gadis itu menghentikan langkahnya.

"Abel, jangan gini!" Ujar Gibran frustrasi.

Abel menatap manik mata Gibran dengan serius, hingga membuat bibir cowok itu terkatup rapat. Gibran menunduk lemah, tangannya perlahan turun dari atas bahu Abel.

"Aku mohon, Bel, jangan gini. Aku nggak bisa," lirihnya.

"Aku berhak marah 'kan, Gib, soal foto itu? Aku boleh kecewa 'kan? Perempuan mana yang nggak marah kalau disuguhi foto yang----" Abel terkekeh hambar, ia tak bisa melanjutkan kata-katanya yang mampu membuat hatinya tertohok untuk kedua kalinya.

Gibran menggeleng. "Sayang," ucapnya lembut, ia mengusap lembut pipi Abel. "Itu semua salah,"

Abel memejamkan matanya sejenak, menikmati usapan lembut pada pipinya. Usapan lembut dari tangan Gibran yang mungkin ia tak akan pernah rasakan lagi di hari berikutnya.

Abel membuka matanya. "Jelasin, jelasin apa yang mau di jelasin." Suruhnya.

Gibran terdiam, menatap manik mata Abel dengan bibir yang sedikit bergetar. Bagaimana ia bisa menjelaskan semuanya, sedangkan ia tak ingat apa-apa.

Abel terkekeh melihat Gibran yang hanya diam saja. "Lihat? Lo bahkan nggak bisa jelasin tentang foto itu. Terus apalagi yang mau dicegah dari gue? Mau ber-alaskan apalagi kalau semua itu nggak bener?"

Gibran tertegun untuk sesaat lantaran mendengar gaya bicara Abel yang berbeda.

"Terus, apa artinya ucapan lo kemarin malam, Gib? Apa arti dari persyaratan yang lo kasih ke gue?" Ucap Abel dengan mata yang berkaca-kaca. "Mulut lo seolah-olah cegah gue buat pergi, tapi perilaku lo sendiri yang buat gue ingin pergi." Lanjutnya.

Gibran menggeleng. "Jangan pergi, Bel,"

"Seharusnya gue tau dari awal. Orang yang suka main-main dari awal, selamanya nggak akan pernah serius," ujar Abel tanpa memperdulikan Gibran.

Gadis itu menyentuh pundak Gibran, lalu berkata. "Lo contohnya."

Setelah mengatakan itu, Abel pun segera melenggang pergi meninggalkan Gibran di dalam kelas XII IPS 3 sendirian. .

"B-Bel, nggak gitu! Abel!" Teriak Gibran, namun gadis itu berlari dengan cepat tanpa menggubris panggilan Gibran.

Ia mengusap wajahnya dengan frustrasi, lalu ia menendang salah satu meja siswa dengan cukup kencang.

"Gib!"

Gibran menoleh, dan mendapati Algerian serta Kenzo yang berdiri di ambang pintu. Gibran menghela napasnya berat, kemudian cowok itu mendudukkan dirinya di salah satu kursi dengan tangan yang menutup wajahnya.

"Kenapa lo berdua belum pulang?" Tanya Gibran.

"Gimana gue bisa pulang dengan tenang, sedangkan sahabat gue sendiri lagi ada masalah besar." Ucap Algerian menghampiri Gibran.

"Lo udah jelasin semuanya ke Abel?" Tanya Kenzo.

"Lo bahkan tau sendiri, Ken. Gue nggak inget apa-apa. Gue tau kalau gue itu di jebak. Kalaupun gue jelasin semuanya, gue ada bukti apa biar Abel percaya sama gue?" Ujar Gibran gusar.

"Foto itu bener-bener asli, siapapun bakal percaya sama foto itu." Lanjutnya.

Algerian menatap Gibran dengan penuh penyesalan, seharusnya semalam ia tak meninggalkan Gibran sendirian dan seharusnya ia tidak percaya bahwa Abel yang menghantarkan Gibran pulang.

"Sorry, Gib. Seharusnya semalem gue sama Kenzo nggak ninggalin lo sendirian di dalam bar," ucap Algerian bersalah.

Gibran menggeleng, cowok itu menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi. "Kalian nggak salah. Gue yang suruh kalian pulang duluan,"

"Cewek bermasker," ucap Kenzo tiba-tiba. Gibran dan Algerian pun menoleh secara bersamaan.

"Gue yakin ada sangkut pautnya sama cewek yang pake masker kemarin malam. Bisa aja dia salah satu orang suruhan Nadin buat kasih minuman alkohol buat lo, Gib. Dengan begitu, Nadin bisa leluasa deketin lo, dan dia suruh orang suruhannya itu buat fotoin kelakuannya dari kejauhan," jelas Kenzo panjang lebar.

Algerian mengerjapkan matanya berkali-kali saat mendengar tutur kata Kenzo yang sangat tumben berbicara panjang. "Ken, lo nggak kemasukan jiwa Mario Teguh 'kan? Perlu sungkeman nggak nih? Tumben banget lo ngomong panjang,"

"Nggak usah becanda, Al. Gue lagi serius, kalau nggak lagi serius gue nggak mau ngomong sepanjang ini." Tutur Kenzo malas.

"Ampun, Raden." Algeria menyatukan tangannya.

"Yang gue bingungin, kenapa Nadin ada niatan rusak hubungan Gibran? Dia masuk sini pun belum ada dua minggu, dan gue rasa Nadin nggak terlalu tau perihal hubungan Gibran sama Abel. Atau---" Kenzo menggantungkan kalimatnya.

"Lo ada hubungan sama Nadin sebelumnya, Gib?" Tanya Kenzo pada Gibran.

Gibran menoleh sekilas, kemudian berucap, "Lo tau sendiri, siapa aja yang gue deketin dulu. Gue kenal Nadin baru-baru ini, dan gue nggak ada hubungan apa-apa sama dia,"

Algerian mengambil tasnya dari bangkunya, lalu ia berdiri di ambang pintu.

"Tandai aja ciri-ciri cewek bermasker kemarin malam. Siapa tau kalau kita ke American Bar lagi, kita bakal ketemu dia untuk kedua kalinya. Gue nggak tahan buat narik masker dia," ujar Algerian.

"Ayo pulang, udah sore." Ajak Algerian.

Malam itu, Kenzo dan Algerian menemani Gibran yang di rumah sendirian, bahkan dua cowok itu berniatan untuk tidur di rumah Gibran. Orangtua Gibran serta adik Gibran saat ini mengunjungi saudaranya yang katanya lagi sakit.

Algerian yang mula-mula sedang asyik bermain rubik pun menoleh saat menyadari Gibran sedari tadi hanya diam. "Jangan diem aja, masalah nggak bakal selesai kalau lo cuma diem gitu aja."

"Makan." Suruh Kenzo, ia meletakkan satu porsi makanan di hadapan Gibran. "Jangan hanya karena putus cinta jadi lupa diri. Kesehatan penting," ucap Kenzo.

Algerian melempar rubiknya dengan asal. "Seharian ini lo belum makan. Lo jatuh sakit terus siapa yang mau lurusin masalah? Siapa yang mau jelasin ke Abel? Nggak mungkin 'kan kalau gue?"

"Yang ada nanti gue rebut Abel dari lo, mampus!" Gumam Algerian menyindir. Lantas, Gibran refleks melempar remote TV tepat di perut Algerian.

"Maju dikit lo habis di tangan gue!" Ancam Gibran.

Gibran mengusap wajahnya dengan gusar, seharian ini Abel tidak di bisa di hubungi. Ia sempat mengecek profil Abel yang tiba-tiba kosong, ia yakin, bahwa dirinya tengah di blokir oleh Abel.

"Gue di blokir sama Abel." Ucap Gibran tiba-tiba, membuat Kenzo menoleh.

"Wajar, wajar Abel blokir lo. Wajar juga Abel marah sama lo, cewek mana yang nggak sakit hati kalau lihat cowoknya sendiri berduaan sama cewek lain. Selebihnya foto itu menunjukkan kelakuan yang nggak senonoh," ujar Algerian.

"Walaupun bukan atas keinginan lo, Gib. Tapi masalah kaya gitu bakal lama selesainya. Gue bukannya nakut-nakutin lo, gue juga takut kalau seandainya----" ucapan Algerian terpotong lantaran Kenzo melempar bantal ke arahnya. Cowok itu menatap tajam ke arah Algerian pertanda menyuruhnya untuk menghentikan ucapannya.

"Nadin, Nadin. Gue masih nggak percaya sama cewek baru itu," decak Algerian menggelengkan kepalanya heran.

Mendengar kata Nadin, lantas Kenzo dan Gibran mendongak secara bersamaan. Mereka berdua juga turut tak habis pikir, secara Nadin adalah siswa baru yang tak tahu apa-apa. Jangankan itu, mereka rasa Nadin tidak tahu perihal hubungan Gibran dengan Abel.

"Itu yang gue pikirin dari tadi. Nadin itu nggak tau apa-apa perihal hubungan Gibran sama Abel, terus atas dasar apa Nadin mau rusak hubungan Gibran?" Tanya Kenzo bertanya-tanya.

"Ternyata gini rasanya, jatuh hati sama sama orang terlalu dalam." Kata Gibran tiba-tiba.

Algerian menoleh, ia sempat tersenyum sedikit lantaran mendengar tutur kata Gibran. "Sekarang lo rasain juga 'kan, Gib? Baru patah hati lo udah rasain gimana sakitnya, apalagi nanti lo putus cinta? Jangan main-main sama hati, kalau udah terlanjur jatuh bakal nggak ada obatnya." Algerian menepuk-nepuk bahu Gibran.

Algerian melempar kunci motornya kepada Gibran. "Sekarang lo ke rumah Abel. Pastiin dia baik-baik aja,"

"Sekarang lo ke sana. Jangan modal diam aja di saat lo lagi di ambang masalah kaya gini, apalagi ini perihal hati." Suruh Algerian.

"Tanpa lo kasih tau, gue juga ada niatan mau ke sana. Jaga rumah gue, kalian jangan pergi kemana-mana. Gue pergi dulu." Pamitnya, kemudian langkah kaki jenjang cowok itu berjalan keluar rumah menaiki motor Algerian yang berada di garasinya.

Algerian menggelengkan kepalanya melihat Gibran yang nampak frustrasi. "Ternyata bener, Ken. Cinta emang buat orang lupa segalanya. Gibran contohnya,"

"Nanti lo juga rasain apa yang di rasain Gibran. Lo ngomong gitu karena lo belum rasain gimana rasanya sakit hati yang sesungguhnya." Balas Kenzo.

Malam itu, Gibran membelah jalanan yang sedikit ramai. Ia mengendarai motor dengan kecepatan sedang, cuaca akhir-akhir sedang tidak baik, hujan pun sering turun membasahi jalanan. Daripada mencelakai dirinya, lebih baik Gibran mengendarai dengan kecepatan normal.

Sebelum ia membelokkan motornya ke gang rumah Abel, cowok itu menyempatkan dirinya untuk mampir ke kafe yang biasa ia kunjungi bersama teman-temannya. Ia menatap sekeliling, ia masih teringat jelas bagaimana dulu Abel menghantarkan pizza untuknya dan untuk teman-temannya.

"Pesen nasi goreng satu kotak," ucap Gibran pada salah satu pelayan.

"Di bawa pulang atau makan disini, Mas?" Tanya sang pelayan.

"Di bawa pulang." Jawab Gibran singkat. Sang pelayan mengangguk, sebelum ia melenggang menyiapkan pesanan Gibran, sang pelayan sempat menaruh note pembayaran kepada Gibran.

Cowok itu memainkan ponselnya sembari menunggu nasi goreng pesanannya selesai. Ia terus menatap ruang chatnya dengan Abel, meskipun di blokir, cowok itu terus-terusan menarik beranda ruang chatnya hingga paling atas. Sudut bibirnya terangka membentuk senyuman, begitu membaca pesan lalu-lalu dengan Abel.

"Ini mas, nasi pesanannya. Semuanya jadi seratus dua puluh ribu." Ucap sang pelayan sembari menyerahkan satu kotak berisikan nasi goreng.

Gibran mengangguk, ia mengeluarkan selembar seratus ribuan dan lima puluh ribuan dari dalam dompetnya. "Ambil aja kembaliannya."

Sebelum Gibran keluar dari dalam kafe ini, cowok itu sempat menuliskan sesuatu pada lembar note dan menempelkan pada luar kotak nasi goreng tersebut.

Ia kembali mengendarai motornya yang terparkir di luar. Jarak rumah Abel hanya tinggal 200 meter saja dari kafe ini. Cowok itu menghentikan motornya lantaran ia sudah sampai di depan rumah Abel.

Gibran melepas helm full-facenya. Menatap sekeliling rumah Abel yang nampak sangat sepi, ia turun dari atas motornya dan berdiri di depan pintu rumah Abel. Mengetuk-ngetuknya beberapa kali, namun tak ada satu orangpun yang membukakan pintu untuknya.

"Abel, bukain pintunya. Ini aku Gibran, Bel!" Ucap Gibran setengah berteriak. "Kamu boleh marah sama aku. Tapi nggak gini caranya!"

Decitan pintu terdengar di telinga Gibran, membuat tubuh cowok itu sedikit memundur. Satria, cowok yang di ketahui kakak kandung dari Abel pun menatap Gibran dengan raut wajah yang tak bisa di artikan.

"Bang, Abel----"

"Mau ngapain kesini? Belum puas buat adik gue rasain sakit hati yang belum pernah dia rasain selama ini? Seharusnya lo ngerti, Gib. Lo seharusnya paham sama keadaan gue yang udah nggak ada nyokap, adik gue itu satu-satunya perempuan yang gue punya. Gue nggak akan pernah ikhlas ada orang yang sakiti adik gue, selebihnya itu orangnya lo yang posisinya sebagai pacarnya sendiri," ujar Satria memotong ucapan Gibran.

"Kalau ujung-ujungnya begini, kenapa lo seolah-olah serius sama Abel, Gib? Lo tau? Gue paling benci sama cowok yang modal omong doang." Sarkas Satria tanpa memikirkan perasaan Gibran.

Seolah mulut serta pita suaranya yang terkunci rapat, Gibran hanya mampu berdiam dan menatap Satria yang mencecarnya dengan banyaknya kata-kata yang mampu menohok perasannya.

Satria menyentuh salah satu pundak Gibran, kemudian ia berkata, "Lo cowok dan gue juga cowok. Lo seharusnya bisa jagain Abel yang notabenenya sebagai adik gue sendiri dan pacar lo. Gue yang kakak kandungnya enggak pernah yang namanya ada niatan bikin dia nangis, terus kenapa dengan lancangnya lo keluarin air mata Abel yang selama ini nggak pernah keluar?" Ujarnya.

"Setelah ini gue minta satu hal sama lo," Satria menghela nafasnya sejenak. Kemudian berkata, "Selesaikan hubungan lo sama Abel."

Tanpa menunggu jawaban dari Gibran, Satria langsung menutup kembali pintu rumahnya. Ia sangat membenci laki-laki yang tidak bertanggung jawab dengan ucapannya. Menurutnya, laki-laki yang hanya bermodal omongan saja tidak pantas untuk di sebut lelaki sesungguhnya. 

Gibran menyugar rambutnya dengan gusar. Ia menatap paper pag yang ia pegang. "Gue nggak bisa lepasin Abel gitu aja, bang. Dan juga----" Gibran menahan napasnya sejenak. "Gue belum siap kehilangan sosok perempuan yang udah berhasil rubah sisi bejat gue." Ucapnya lirih.

Ia menoleh saat ekor matanya sedikit menangkap jendela kamar Abel yang terbuka.

Lain dari itu, Abel berdiri di belakang pintu kamarnya yang tertutup rapat. Ingin rasanya ia menemui Gibran. Mendengar perkataan Satria yang menyuruh Gibran untuk menyelesaikan hubungannya membuat hati Abel berdesir ngilu.

Munafik jika dirinya tidak merindukan sosok Gibran seharian ini. Ia rindu, namun ia masih mengingat jelas dengan foto Gibran bersama Nadin, membuat rasa rindu itu menghilang dan tergantikan oleh rasa sakit yang baru ia rasakan.

Sedari tadi, Abel masih tak percaya dengan Nadin yang menusuknya dari belakang.

Ketukan pada jendela kamarnya membuat Abel segera menolehkan kepalanya. Langkah kaki jenjangnya berjalan menuju jendela kamarnya yang ternyata masih terbuka lebar. Ia mengerutkan dahinya begitu matanya menangkap satu kotak makanan yang berada jendela kamarnya.


"Siapa yang naruh ini disini?" Gumam Abel bertanya-tanya. Ia celingak-celinguk mencari sosok orang yang menaruh ini, namun matanya tak menangkap siapapun.

Manik matanya tertuju pada sticky note yang tertempel pada penutup kotak makanan tersebut. Ia menariknya dan membacanya dengan minat.

'Di makan, ya. Aku tau kamu marah, tapi jangan pernah tolak pemberian dari aku sekalipun. Satu hal yang perlu kamu tau di hari ini, aku kangen sama kamu. Selamat malam, sayang. I love you."

Abel menghela napasnya dengan kasar, ia meletakkan sticky note tersebut di dalam kotak khusus yang tergeletak di atas meja belajarnya.

"Gue marah sama lo, gue kecewa sama lo. Tapi boleh 'kan, Gib? Kalau gue juga kangen sama lo untuk kali ini aja?" Gumam Abel.

Suara notifikasi pesan dari ponsel Abel, mengalihkan pandangan gadis itu. Ia menarik bar notifikasi dan membuka salah satu pesan WhatsApp.

Abel mengerutkan dahinya saat melihat nomor baru yang baru saja mengiriminya pesan. Sebelum ia membuka ruang chatnya, ia terlebih dahulu membuka profil sang pengirim tersebut yang nampak kosong.

Hanya ada username yang tertera di sana.
'S', username dengan satu huruf saja itu membuat Abel bertambah bingung. Buru-buru gadis itu membaca pesan yang di kirimkannya.

S : Abel, maaf.

To be continue....

Terimakasih telah membaca part ini.
Kalian jangan bosan-bosan untuk membaca cerita Gibran ya. Selalu ikuti cerita Gibran, kemanapun alurnya.

Oh iya, sebelum melangkah ke castnya. Aku mau jawab nih pertanyaan dari beberapa readers Gibran. Perihal kenapa sih kok aku banyak banget nulis per-babnya. Kenapa, ya?

- Jadi, alasan pertama aku biar kalian nggak bosan. Meskipun hanya satu part, aku mau kalian rasain kepuasan dalam membaca cerita Gibran nantinya.

-alasan kedua, untuk mempersingkat bab.

*Aku mau kasih tau ke kalian perihal ini. Pada bab Gibran di bagian 1-8, kemungkinan di versi cetak nanti aku rombak dan ubah secara habis-habisan. Karena di sana ada peran yang aku hilangkan, yaitu Afkar dan Barley. Dan juga, aku mau bikin cerita ini semenarik mungkin dari awal.

Aku kasih tau ya, kalian nabung dari sekarang biar nggak keteteran waktu open pre-order Gibran nanti. Masih lama kok, aku masih mau namatin di versi wattpad dulu.

Kenapa kalian harus nabung dari awal? Pre-order pertama pasti ada limit stok-nya, ada batasan stok-nya. Jadi nanti jangan sampai kehabisan, merchandisenya nanti nggak kalah menarik pokoknya deehh.

Selamat menabung Gibran's Team-!

All visual :

(Note: aku mau kalian jangan salah lapak, kalau Gibran ya di lapak Gibran, kalau visual aslinya ya di lapak visual aslinya. Kalian jangan sebut-sebut nama Gibran di akun visual aslinya ya)

#Gibran dirgantara

#Algerian Mahatma

#Kenzo Galaksa

#Azzura arabela

#Almira Tunggadewi

#Nadin Sabrina

#Maharani

#Helen Shafira

#Dinda Anjani

#Satria anuraga

See you next part....
Lampung, 04 juli 2021

Continuă lectura

O să-ți placă și

Kayla dan Nathan De ghinaa.

Ficțiune adolescenți

6.2K 345 24
[Sayang Nathan, sayang Author!! jgn lupa pollow gan!!] Please vote and comment guys!! "Jangan pernah berani menjalin hubungan baru dengan seseorang...
ARGALA De 𝑵𝑨𝑻𝑨✨

Ficțiune adolescenți

6.6M 280K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
4.4M 96K 73
Disajikan untuk para pencinta quotes dear nathan
4M 311K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...