SINGASARI, I'm Coming! (END)

By an11ra

2M 315K 47.9K

Kapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan... More

1 - PRESENT
2 - PRESENT
3 - PAST
4 - PAST
5 - PAST
6 - PAST
7 - PAST
8 - PAST
9 - PAST
10 - PAST
11 - PAST
12 - PAST
13 - PRESENT
14 - PAST
15 - PAST
16 - PAST
17 - PAST
18 - PAST
19 - PAST
20 - PAST
21 - PAST
22 - PAST
23 - PAST
24 - PAST
25 - PAST
26 - PAST
27 - PAST
28 - PAST
29 - PAST
30 - PAST
31 - PAST
32 - PAST
33 - PAST
34 - PAST
35 - PAST
36 - PAST
37 - PAST
38 - PAST
39 - PAST
40 - PAST
41 - PAST
42 - PAST
43 - PAST
44 - PAST
45 - PAST
46 - PAST
47 - PAST
48 - PAST
49 - PAST
50 - PAST
51 - PAST
52 - PAST
53 - PAST
54 - PAST
55 - PAST
56 - PAST
57 - PAST
58 - PAST
59 - PAST
61. PRESENT
62. PRESENT
63. PRESENT
64. PRESENT
65. PRESENT AND PAST
66. BONUS PART
DIBUANG SAYANG
JANGAN KEPO!!!
HADEEEH

60 - PAST

26.8K 4.1K 1.7K
By an11ra

-----------------------------------------------

"Sampai kapan kau akan mendiamkanku, Rengganis?" tanyaku karena rasanya sungguh tidak nyaman. Hampir seminggu ini dia tak hanya menghindariku tapi nyaris tidak bicara padaku.

Gerakan tangannya yang sedang menalikan tali pengikat pada jubah perangku terhenti sesaat "Bukannya Raden yang tidak ingin bicara pada hamba lagi?"

Hari ini aku akan pergi berperang untuk kesekian kalinya. Pergantian Raja Singasari tentu membuat para pemberontak mulai kebakaran jenggot. Merekapun mulai melancarkan serangan untuk merebut wilayah taklukan Kerajaan Singasari.

Apalagi, kematian mendadak Ken Arok menimbulkan kabar yang tidak-tidak. Kesimpulannya, bukan hanya keadaan di dalam lingkungan istana saja yang tidak tenang tetapi juga keadaan di luar istana. Oh, khusus bagiku keadaan di otakku turut kacau juga tapi ini murni karena masalah pribadi.

Menarik tangan Rengganis karena dia ada di belakang badanku lalu mendudukannya di ranjangku. Kebetulan aku dan dia sedang berada di kamar pribadiku. Dia memang aku suruh membantuku memakaikan baju perangku. Walaupun, niatku juga guna menyelesaikan masalahku dengan dirinya.

Sungguh aku tidak tahan melihatnya marah padaku, padahal seharusnya aku yang marah padanya. Jujur, entah sejak kapan aku menjadi laki-laki yang cemburuan hanya karena seorang perempuan. Makin kesini perempuan bernama Rengganis ini rasanya berhasil menjungkir-balikkan perasaanku.

Menahan dirinya yang ingin bangkit berdiri kemudian melipat lututku di lantai untuk mensejajarkan tinggiku dengan dirinya "Kita butuh bicara, Renganis!" ucapku putus asa sebenarnya.

"_____" tak ada kata yang keluar dari mulut Rengganis hanya saja tiba-tiba air matanya menetes.

Menyeka air matanya dengan jariku "Tolong jangan menangis. Aku bersalah... semua salahku... kau boleh berteriak, marah ataupun memukulku tapi aku mohon jangan menangis hanya karena aku, hm."

"Ra__raden... hiks... hiks..."

Merengkuhnya dalam pelukanku sambil berbisik "Maaf... maafkan aku..." Mataku memejam sambil mencoba menyimpan aroma rambut Rengganis yang amat aku sukai. Mungkin aku akan merindukan aroma ini saat harus bertarung dan tak tahu kapan bisa kembali lagi. "Kau tahu tidak, jika aku amat sangat menyukai wangi rambutmu. Kau apakan rambutmu? Setahuku di istana, para pelayan tidak bisa mendapatkan alat kecantikan."

"Hiks... hiks... apa Raden pikir hamba bermaksud menggoda laki-laki sehingga memakai air mawar di rambut hamba? Hiks... hiks... Kenapa Raden selalu berpikiran buruk pada hamba? Asal tahu saja, air mawar ini hamba buat sendiri karena rambut hamba panjang dan hamba tidak akan bisa tidur jika mencium bau rambut hamba yang tidak enak," jawabnya disela tangisnya.

"Benarkah?" tanyaku dan tanganku menarik tali pengikat sehingga rambutnya jatuh tergerai tentu membuat hidungku makin terbuai akan aroma wangi mawar.

"Raden!" ucap Rengganis karena mungkin dia terkejut akan tindakanku.

"Aku sudah bilang tadi bahwa aku sangat menyukai wangi rambutmu. Aku yang lebih berhak menikmatinya bukan orang lain karena kau kekasihku," balasku pelan sambil mencuri kecupan di rambutnya.

Rengganis bergerak ingin melepaskan diri namun tentu aku tahan. "Lepaskan hamba Raden! Lagipula hamba memakai sedikit dan tidak ada laki-laki kecuali Raden yang terus menempel pada hamba seperti ini jadi wajar jika baunya tercium. Jadi sekali lagi tolong lepaskan hamba, Raden Panji!"

Makin mengeratkan pelukanku "Aku tidak mau melepaskanmu, Rengganis. Harus berapa kali aku katakan padamu, hm? Maafkan aku... aku sunguh-sungguh minta maaf... maafkan semua perkataan maupun sikapku yang telah menyakitimu. Maaf... maafkan aku," ucapku pelan.

"Raden ti___tidak bersalah... hiks... hiks... hamba yang salah. Mungkin tidak seharusnya ham__ba berada di sini."

Melepaskan pelukanku lalu menyipitkan mataku memandangnya "Kau mau meninggalkan aku setelah membuatku jatuh cinta setengah mati padamu, begitu? Kau kejam sekali, Rengganis!"

Terkekeh sesaat walau wajahnya masih basah karena air mata "Hamba sedang serius, Raden malah bercanda!"

"Kangmas Panji, panggil aku dengan benar lagipula tidak ada orang disini. Nah, tertawalah karena aku lebih suka melihatmu tertawa dibandingkan menangis."

Menghapus sisa air mata dengan tangannya lalu memandangku kesal "Minta saja Ndoro Dahayu memanggil Raden seperti itu, hamba yakin dia akan dengan senang hati menurutinya. Mungkin dia lebih senang lagi jika diperintahkan untuk memanggil Raden dengan panggilan 'sayang' atau 'cinta'. Dengan begitu hubungan kalian akan semakin dekat lagi."

Menyeringai memandangnya "Apa kau sedang cemburu, sayangku?" tanyaku tentu dengan menekankan kata terakhir sambil mengamati kedua pipinya yang berubah warna.

Sungguh dia menggemaskan sekali. Dulu aku bahkan berpura-pura bodoh dan mencari alasan konyol hanya karena ingin memeluknya atau mencium pipinya yang bersemu merah. Aku kurang ajar? Iya memang, tapi aku tidak menyesal. Jadi bagaimana bisa aku melepaskan perempuan ini?

Bergerak salah tingkah sambil membuang pandang ke samping lalu berkata, "Tidak lucu, Raden!"

Menggenggam kedua tanganya kemudian mengecupnya lama lalu berkata pelan, "Benarkan bahwa cemburu itu tidak enak, sayangku? Itu yang aku rasakan jika kau berhubungan dengan laki-laki lain selain aku."

Menengok memandangku lagi dengan alis menukik lalu mencoba menarik tanganya yang berada dalam genggamanku walaupun tentu gagal "Hamba tidak pernah berhubungan dengan laki-laki lain. Jangan samakan hamba dengan Raden yang mudah membawa perempuan-perempuan ke hutan!" balasnya kesal lagi.

Memandang langsung ke matanya lalu berucap, "Harap kau tahu, aku ini memang pemarah tapi bukan pembohong, sayangku!"

"Berhenti memanggil hamba begitu, Raden!" pintanya dengan dahi berkerut dan menghempaskan tanganku dari tangannya.

"Baiklah cintaku!" balasku sambil menyeringai dan dihadiahi dengusan darinya "Aku mengatakannya karena aku benar-benar mencintai wanita cantik yang tengah cemburu ini. Tidak perlu juga kau memaju-majukan bibirmu begitu! Apa kau mau aku hilang kendali seperti malam itu dan menciummu berkali-kali lagi, hm?"

"Radeeeen!" balasnya panik dengan kedua pipi makin memerah.

"Dengar! Aku bertemu Dahayu di hutan itu juga karena dirimu, Rengganis. Apa kau tidak mengenali dia? Sejujurnya aku bahkan tidak tahu siapa nama perempuan itu sampai dia mengatakan namanya seminggu lalu saat Romo membawanya kemari. Ingat tidak, perempuan yang dirampok oleh Bajradaka waktu itu? Nah, dialah oranganya!" jelasku dan aku merasa dia agak menegang saat mendengar nama perampok sialan itu.

Memang dia tidak tahu bahwa aku telah menghukum perampok bernama Bajradaka itu. Aku juga tidak ada niat memberitahu dia. Sungguh, aku hanya ingin dia memikirkan kenangan yang baik saja. Menghilangkan segala kesedihan, ketakutan dan hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya. Namun ternyata itu tidak mudah karena aku hanya manusia yang punya banyak keterbatasan.

"Benarkah???" tanyanya dengan raut wajah kaget.

"Iya, kau dengar sendiri ucapannya saat di depan pendopo waktu itu. Jadi berhenti cemburu karena perempuan itu sepertinya hanya salah paham akan sikapku. Hmm... selain itu, aku juga minta maaf karena kau pasti terluka saat mendengarkan perkataan Romoku. Lagipula untuk apa kau malah menguping? Jadikan kau sendiri yang sakit hati."

"Iisshhh... hamba juga tak ingin menguping tapi kaki hamba rasanya tidak bisa bergerak saat mendengar beliau membicarakan soal pelayan."

"Bukan kali ini saja Romo berusaha menjodohkan aku dengan perempuan-perempuan. Tapi semua itu tidak akan pernah berhasil jika aku tidak mau bukan? Tidak mungkin juga Romo menyeretku ke hadapan Resi untuk dinikahkan. Jadi tolong percaya padaku, Rengganis."

"Tapi____"

Memotong ucapannya, "Harap kau tahu bahwa sejak awal aku tidak pernah ada niat untuk menikah atau mencari istri lagi lalu karena bertemu denganmu kemudian aku memilihmu untuk jadi istriku. Bukan begitu, yang terjadi justru sebaliknya yaitu aku bertemu denganmu lalu aku berniat menikah lagi. Kau paham tidak? Jadi tujuanku itu kau bukan masalah pernikahan. Segalanya itu karena kau... hanya kau, Rengganis. Kalau kau tidak muncul, mungkin aku tidak pernah berpikir untuk menikah lagi!"

Sebelah tangannya bergerak menyentuh sisi wajahku namun raut mukanya kembali terlihat sendu "Hamba mencintai anda Raden Panji Kenengkung," ucapnya pelan.

Menikmati sentuhannya "Aku lebih mencintaimu, Rengganis!"

"Tetapi apa yang disampaikan Romo Raden benar. Hmm... segalanya akan lebih mudah jika Raden menjadikan dia istri pertama. Raden tidak harus melanggar aturan masyarakat dan kedudukan Raden juga akan aman. Selain itu masa depan Reksa tidak akan terganggu juga."

"Jika kau ingin tahu, Romoku salah, Rengganis! Sejujurnya, aku lebih memilih Reksa membawa cangkul dengan tangan yang berlumur lumpur daripada dia membawa keris sepertiku dengan tangan berlumur darah. Aku tahu bagaimana rasanya harus membunuh orang dan aku tak ingin Reksa mengalami rasa bersalah yang selalu menghantuiku setiap waktu."

Dia menghembuskan napas pelan "Maaf Raden, bagaimanapun hamba tidak akan pernah sanggup berbagi suami, apapun keadaannya..." ucapnya lalu menghela napas pelan "Hmm... membayangkan suami hamba nanti menyentuh perempuan lain tidak lama setelah menyentuh hamba. Jujur, hamba tidak akan sanggup. Lihat, baru membayangkannya saja, tangan hamba sudah bergetar," lanjutanya sambil mengangkat sebelah tanganya yang memang agak bergetar.

Memandang perempuan cantik di hadapanku ini. Dengan jejak air mata di pipi dan hidungnya yang memerah saja dia tetap tetap menggemaskan. Hmm... Atau aku saja yang sudah cinta mati dengannya. Perempuan ini yang berhasil mengalihkan duniaku. Tapi melihat air matanya itu membuat hatiku ikut sakit juga. Sayangnya air matanya itu akibat ulahku sendiri.

Tidak tahukan dirinya jika tak pernah terbersit sedikitpun niatku untuk menyakitinya?

Tidak sadarkah dia jika aku teramat sangat mencintainya?

Tidak pahamkah dia jika aku rela menukar dunia yang kupunya dengan dirinya?

Tidak mengertikah bahwa hanya dia... dia satu-satunya yang aku inginkan untuk mendampingiku hingga ajal menjemput salah satu dari kami kelak?

Menggenggam tangannya yang gemetar itu lalu berkata, "Suatu saat, aku mungkin akan mencintai perempuan lain dan tentu menyentuhnya, tapi aku pastikan dia adalah anak perempuan kita, Rengganis. Aku Romonya, jadi aku tentu akan mencintai anakku. Namun, tak ada perempuan lain yang aku inginkan menjadi ibunya selain dirimu."

"Kangmas Panji," ucapnya lirih walau dia mencoba tersenyum.

"Itu lebih enak didengar, sayangku," balasku sambil tersenyum tetapi anehnya perasaan hatiku malah tidak enak di saat bersamaan.

Menatapnya lagi, apa yang sebenarnya ada di dalam kepalanya? Mengapa dia tetap terlihat sedih padahal aku sudah berusaha menjelaskan segalanya? Aku harus membuatnya paham bahwa hanya dia yang aku inginkan bukan perempuan lain.

Bagaimanapun caranya aku akan mempertahankan perempuan ini tetap berada di sisiku. Ketika aku menyampaikan perasaanku padanya di istana dulu, itu merupakan keputusan akhirku untuk memperjuangkan perempuan ini. Sudah lewat waktu untuk berbalik arah atau menyerah. Aku bukan pengecut.

Meletakkan tangannya yang aku genggam tepat di tempat jantungku berada "Di dalam sini, hanya ada dirimu dan cuma kau satu-satunya perempuan selama aku hidup yang bisa membuatnya berdetak tak karuan begini. Aku mencintaimu... sangat mencintamu, Rengganis."

"Hmm..."

"Aku tidak bisa menceritakan kisahku dengan mendiang ibunya Reksa. Harap kau mengerti karena aku hanya ingin menghormatinya sebagai istriku dan juga ibu dari anakku."

"Memang itu yang harus Kangmas lakukan. Sudah seharusnya suami menghormati istrinya. Keburukan istri jadi keburukan suami juga, bukan?"

"Itu baru kekasihku," ucapku bangga "Maka tunggu aku kembali! Ingat, kau berhutang nyawa padaku jadi kau harus membalasnya dengan cara hidup bersamaku sampai kita menua, Malinda Rengganis Putri!" ancamku karena aku mulai bingung dengan cara seperti apa lagi untuk meyakinkannya.

"Kangmas ternyata tidak hanya mahir ilmu kanuragan tetapi juga mahir ilmu merayu," balasnya sambil tersenyum lemah.

"Jadilah istriku Rengganis. Mungkin bukan istri seorang Panglima Kerajaan Singasari atau istri seorang akuwu* tetapi aku ingin kau hanya jadi istri seorang Panji Kenengkung. Walaupun apapun keadaannya nanti, percayalah aku tidak akan membiarkan kau ataupun Reksa kelaparan!"

Akuwu adalah jabatan setingkat kepala daerah

"Hahaha..." tawanya tiba-tiba terdengar.

"Ck, sebenarnya aku ini jatuh cinta pada perempuan macam apa? Kau ini bisa tiba-tiba menangis lalu tertawa sendiri!" ucapku kesal karena kenyataanya dia memang perempuan paling aneh yang pernah aku jumpai seumur hidupku.

"Maaf, hamba baru ingat bahwa kita beda agama Raden. Walaupun itu bisa diselesaikan. Masalah lain yang lebih sulit diatasi adalah hamba tidak mungkin dapat menikah tanpa wali hakim," balasnya sambil memandangku sendu.

"Apa itu aga___" kata-kataku terhenti dan aku terkesiap kala dia bergerak menciumku... Iya, perempuan aneh ini tidak hanya menempelkan bibirnya di bibirku seperti saat malam di depan pendopo dulu, tetapi dia benar-benar menciumku.

Menangkup wajahnya dengan kedua tanganku, tak kupedulikan air matanya yang mengalir lagi. Akupun menutup mataku dan membalas ciumannya.

Dewata...
Sungguh aku mencintainya...
Sangat mencintai perempuan ini...
Aku benar-benar ingin bersamanya walau hanya dalam satu kehidupan saja.

***

Sudah seminggu Raden Panji Kenengkung meninggalkan Kutaraja untuk berperang. Dia tidak mengatakan ke mana dia pergi dan akupun enggan bertanya. Jujur, aku mulai paham bagaimana rasanya jadi perempuan yang bersuami atau memiliki kekasih seorang tentara. Tidak mungkin juga melarangnya pergi untuk menjalankan tugas negara. Namun masalahnya, tak ada kepastian akankah mereka kembali dengan selamat atau pulang tinggal nama.

Apakah hatiku kembali tenang setelah berbicara denganya? Jawabannya tetap tidak. Bukan aku tidak mempercayai perkataannya. Namun, kenyataannya hubungan kami memang nyaris tak mungkin sebab terlalu banyak perbedaan yang menghalangi.

Jika memaksa untuk bersama maka lebih banyak yang akan terluka, tetapi berpisah juga tidak mudah karena aku yakin dia tidak akan membiarkannya. Aku sendiri juga tak ingin berpisah dengan dirinya. Maka satu hal yang pasti yaitu hubungan kami akan tetap jalan di tempat.

Memejamkan mata dan mengistirahatkan badanku setelah selesai melaksanakan salat tahajud. Aku butuh berdoa, tidak hanya untuk mencari ketenangan bagi diriku sendiri tetapi mendoakan keselamatannya juga. Untung di rumah ini kami memiliki kamar masing-masing jadi aku bisa leluasa melaksanakan ibadah tanpa ketahuan.

Seperti dahulu di istana aku berusaha tetap menjalankan kewajibanku yaitu salat lima waktu walaupun kadang ada hambatan satu dua hal sehingga aku tidak bisa salat dan tentu tidak tepat waktu juga. Bagaimanapun manusia hanya bisa berusaha namun hasil akhir tetap berada di tangan Tuhan Yang Maha Esa. Berusaha... terus berusaha melakukan kewajiban sebaik mungkin hingga ajal menjemput.

Hatiku memang tidak tenang ditambah nona bangsawan yang bernama Dahayu itu sudah dua kali kembali berkunjung ke rumah ini dengan dalih ingin bertemu dengan Reksa. Dia juga membawa berbagai kudapan yang katanya buatannya sendiri. Sepertinya perempuan itu memang amat sangat menginginkan perjodohan dirinya dengan Raden Panji Kenengkung benar-benar berakhir di tahap pernikahan.

Aku tahu dan percaya pada perasaan Raden Panji Kenengkung terhadapku, tetapi tidak pada perasaan masyarakat sekitar tentang hubungan kami. Lagipula ada atau tidak adanya perempuan lain hubunganku dengan laki-laki itu bagaikan hilal yang yang nyaris tak akan tampak jelas saat langit mendung.

Benar... Itu kenyataannya. Masa depan hubunganku tampak tak jelas dan tidak bisa diselesaikan oleh sidang isbat apalagi fatwa MUI. Mungkin jika memaksa maka jawabannya : Cari laki-laki lain!

"Tok... tok...tok..." suara ketukan pintu membuatku segera bangkit dari pembaringan.

"Siapa?" tanyaku memastikan karena tidak mungkin aku membukakan pintu kamarku begitu saja apalagi ini sudah lewat tengah malam.

"Rengganis cepat buka pintunya, ini mendesak!" ucap Bimasena terdengar tidak sabar.

Bangkit dari dipan lalu segera membuka pintu dan melihat Bimasena datang menuntun Reksa dengan sebelah tangan memegang keris yang berlumur darah "A___ada apa, Bimasena?" ucapku gagal paham sambil melirik keris yang dipegangnya.

"Ada perampok Rengganis!"

"Haaaah! Lalu bagaimana?" tanyaku panik dengan mata melotot ngeri.

Orang gila mana yang merampok rumah Panglima Kerajaan? Tetapi masalahnya Raden Panji Kenengkung sedang tidak ada di rumah atau bahkan di Kutaraja. Sumpah, jantungku makin berdetak kencang karena tidak hanya cemas tetapi kini ditambah rasa takut juga. Aduuuuh Gusti...

"Bawa Reksa pergi dari rumah ini. Kau bisa naik kudakan?"

"Kenapa tidak kau saja yang membawanya. Dia lebih aman bersamamu dibanding bersamaku! Aku tidak bisa bertarung!" jawabku agak kesal karena jujur aku saja tidak yakin akan kemampuan diriku sendiri.

"Aku tidak mungkin membiarkan Ragasa dan para penjaga menghadapi mereka sendiri. Jumlah mereka terlalu banyak, apalagi para prajurit ikut pergi bersama Raden Panji Kenengkung!" ucap Bimasena cepat.

Aku terkesiap karena suasana yang tadi tenang berubah menjadi agak berisik. Malah terdengar suara besi beradu, perkelahian dan suara benda terjatuh. Sungguh aku benar-benar frustasi karena tampaknya kenyataan hidupku di masa Singasari sama sekali tidak tenang dan nyaman tetapi lebih sering mencekam. Namun, benar kata Bimasena bahwa keselamatan Reksa lebih penting dari pada apapun.

"Baik, Ayo Reksa! Eh, tapi kemana aku harus pergi Bimasena? Jujur aku juga tidak tahu arah jalan! Aku bukan penduduk asli Kutaraja!" balasku panik karena aku memang buta arah.

Mata Bimasena melotot lalu dia menghembuskan napas pelan "Kau pergi saja ke arah samping gudang belakang, di sana ada kandang kuda. Di dekat situ ada pintu kecil yang letaknya agak tetutup pohon. Lewat sana saja karena aku takut para perampok juga berjaga di pintu belakang. Jika sudah keluar pintu berkudalah ke arah kanan, terus ikuti jalan dan jangan berhenti hingga kau melihat gerbang istana. Para prajurit akan mengenali Reksa dan mintalah bantuan mereka. Mengerti?"

"Me__mengerti!" balasku yang tiba-tiba terbata lalu menarik Reksa agar mengikutiku. Berbalik badan untuk memandang Bimasena lagi "Bagaimana dengan Ayu, Mbok Sinem dan Mbok Jum?" lanjutku teringat mereka, kebetulan kamar kami memang agak jauh.

"Tenang, aku akan berusaha mengalahkan perampok itu. Tapi aku tidak bisa melakukannya jika Reksa masih ada di sini. Jadi cepatlah pergi, kita tak punya banyak waktu!"

"Iya... iya... Aku mengerti. Ayo Reksa! Jaga dirimu baik-baik Bimasena," ucapku lalu bergerak ke luar dari pendopo dan menyelinap ke bagian belakang sedangkan Bimasena berjalan ke arah berlawanan denganku.

Melangkah terburu-buru tentu dengan jantung berdetak tak karuan sambil menggandeng tangan Reksa. Di luar pendopo memang tampak beberapa orang laki-laki yang menutup sebagian wajahnya dengan kain hitam sedang bertarung dengan para penjaga. Keadaan rumah juga kacau bahkan beberapa pot bungga ada yang hancur.

Berusaha bergerak cepat dan berharap mereka tidak menyadari kepergian kami. Sumpah, aku takut dan cemas. Ini nih alasan aku benci film thriller karena menegangkan dan parahnya kini aku seperti terjebak dalam situasi mirip film tersebut. Tim Prabu bisa dipanggil nggak sih???

Bergerak ke samping gudang tempat menaruh hasil panen. Sebenarnya aku tidak pernah berkeliaran di area gudang belakang karena banyak laki-laki buruh angkut yang lalu-lalang hampir setiap hari. Entah kenapa, aku selalu risih jika ada banyak laki-laki disekitarku.

Ternyata ada lahan cukup luas dan tentu di sana juga terdapat kandang kuda seperti yang dikatakan Bimasena tadi. Namun, hanya ada tiga kuda tersisa di dalam kandang. Tidak masalah sebenarnya karena aku cuma butuh satu kuda saja.

"Tunggu di sini, Raden Reksa!" ucapku kemudian begegas melepaskan ikatan salah satu kuda yang tampak agak jinak. Bagaimana tahu jika dia agak jinak? Hmm... terlihatlah dari matanya menurutku, tapi mungkin karena dulu sering berkuda secara naluri aku bisa membedakannya. Harap kalian tahu jika ada kuda tertentu yang tidak mudah diajak kejasama apalagi pada orang baru.

Menuntun kuda berwarna coklat gelap tentu dengan memegang tali kekangnya kemudian memberi isyarat pada Reksa untuk mengikutiku mendekati pohon besar yang ada di depan kandang. Membuka pintu kayu tua yang tidak terlalu besar lalu mengeluarkan kuda. Seketika angin malam terasa dingin menyapa badanku, padahal aku sudah memakai kebaya panjang.

Suasana di luar nyaris gelap gulita apalagi bulan tampak tertutup awan. Berusaha mengabaikan keinginan untuk menengok ke berbagai penjuru karena jujur aku takut kegelapan plus makhluk yang biasanya tiba-tiba menampakan dirinya di situasi seperti ini. Cukup merasakan suasana thriller dan tidak perlu ditambah nuansa horror juga.

"Raden, ayo kemari Bibi bantu naik!" ucapku segera.

"Iya," jawab Reksa tenang atau dia hanya pura-pura tenang, sumpah aku tidak tahu.

De javu... seperti saat aku bertemu pertama kali dengan anak laki-laki tampan ini. Sekarang akupun mengangkatnya lagi tapi bukan karena berhubungan dengan kucing seperti dahulu melainkan kuda. Namun, tiba-tiba napasku tercekat dan otomatis kepalaku menengok ke belakang karena terdengar derap langkah orang yang mendekat ke arah kami.

Setelah memastikan Reksa telah duduk nyaman di kuda sambil memegang tali kekang. Aku segera bersiap naik tapi... Sial aku lupa bahwa sedang memakin kain jarik jadi aku berusaha mengangkat kain ke atas namun sulit karena rapat sehingga cuma bisa terangkat sebatas betis.

Jujur, aku makin panik karena sepertinya derap langkah orang entah siapa itu makin terdengar artinya dia semakin dekat. Aduuuh Gusti... Sekali lagi aku mencoba naik lagi tapi gagal. Bismillah... Semoga keputusanku benar.

Menengadah memandang Reksa yang juga tengah memandangku "Raden ingat yang dikatakan Bimasena tadi bukan? Pergilah ke gerbang istana dan jangan berhenti di tengah jalan. Hati-hati yaa, Bibi percaya Raden Reksa adalah anak yang kuat dan pemberani," ucapku agak tercekat lalu menepuk bagian kuda cukup kencang sehingga kudapun berderap menjauh.

Memandang Reksa yang sesaat juga menengok ke belakang namun aku bersyukur dia menurutiku untuk berkuda ke istana dan mencari bantuan bukannya berhenti apalagi berbalik. Entah kenapa sekarang aku malah ingin menangis. Dalam hati aku terus berdoa agar kami semua selamat.

Berbalik badan kala orang yang sepertinya menyusul kami mulai tampak. Ternyata keputusanku benar untuk menyuruh Reksa pergi. Orang yang datang bukan Bimasena melainkan salah satu perampok sepertinya. Lihat saja, dia juga menutupi sebagian wajahnya dengan kain hitam dan tentu menggenggam keris berlumur darah. Apa ada yang terbunuh? Heran, kenapa di zaman ini banyak penjahat sih?

"Mau melarikan diri?" tanyanya mengejek. Aku bahkan membayangkan dia sedang menyeringai dibalik kain hitam penutup wajahnya itu.

Berjalan menyamping dengan sikap waspada karena walau dia tak mengacungkan kerisnya, tetap saja aku tidak yakin bisa menang melawannya "Ha___hamba hanya pelayan, hamba tidak punya apa-apa yang berharga," ucapku agak bergetar karena takut.

Berjalan mendekatiku perlahan sedang aku makin mundur ke arah pintu sehingga kami seperti bertukar posisi "Benarkah?" tanyanya yang aku yakin sedang menyeringai lagi di balik kain hitam penutup wajahnya.

"Anda salah orang!" ucapku segera.

Apakah mereka anggota kelompok Bajradaka yang sedang berniat membalas dendam? Tetapi aku tidak yakin karena anehnya postur badan mereka berbeda dengan yang kulihat di hutan waktu itu. Jika dulu mereka tampak bertubuh besar dan berambut gondrong dengan penampilan berantakan layaknya perampok jalanan. Nah, orang ini tampak sebaliknya.

Perampok di hadapanku agak janggal dengan rambut yang diikat rapi dan kain penghias di celananya juga tidak tampak lusuh sama sekali. Penampilannya malah seperti orang-orang sekelas Ragasa atau Bimasena. Apa perampok di zaman dahulu juga ada tingkatannya? Sumpah, aku gagal paham.

"Sreeeet" gerakan tanganya cepat meraih tanganku.

Aku terkesiap kaget karena terlalu asik berpikir mungkin. Segera berusaha membantingnya namun dia malah berhasil mengunci kedua tanganku "Lepas!" ucapku berdesis.

Berada di belakangku dengan mencekal kedua tanganku di balik punggungku "Tentu tidak mau! Bagaimana jika kita bersenang-senang dulu cantik?"

Menengok ke belakang lalu meludahi mukanya "Cuuuuiiiiih," melotot ke arahnya kemudian berkata sambil menggeram, "Tidak sudi!"

"KAUUUU!!!" memutar tubuhku lalu "Plaaaaaak" Dia menampar pipiku sekeras-kerasnya hingga aku terhuyun jatuh.

"Duuuuk" kepalaku terantuk batu sehingga rasanya nyeri dan pusing seketika tapi tentu tanpa bintang-bintang yang terlihat di sekeliling kepalaku karena ini dunia nyata bukan dunia kartun kawan.

"Aaaarrrggg..." ringisku kesakitan karena seakan belum cukup, perampok itu kini juga menjambak rambutku hingga sebagian rambutku lepas dari ikatan dan otomatis mataku terbuka. Tidak aku hiraukan cairan yang rasanya mengalir turun ke dahiku melewati mataku. Mengerjab guna menghalau cairan darah masuk ke mataku.

"BERANI SEKALI PELAYAN SEPERTIMU MELUDAHIKU... SIALAN!!! TUNGGU SAJA, AKU TIDAK AKAN BERMAIN LEMBUT DENGANMU SAAT KITA BERSENANG-SENANG NANTI!!!" teriaknya marah lalu dia berjongkok ingin mengangkatku.

"Dugh" suara tendangan tiba-tiba membuat perampok yang menjambakku tadi langsung terjatuh ke tanah.

"DASAR BODOH! MAU KAU APAKAN PELAYAN INI??? AKU SUDAH MENGATAKAN BERKALI-KALI PADA KALIAN!!!" ucap entah siapa yang terdengar marah.

"Bersenang-senang sedikit bolehlah, toh dia tidak akan tahu! Bukannya yang penting tugas kita beres?" balas perampok pertama sambil mencoba bangkit.

"Bugh" pukulan keras kedua membuat perampok tadi jatuh lagi.

"Jikapun setelah tugas ini selesai kau mau tinggal di rumah pelacuran hingga berminggu-minggu tentu dengan menggunakan uang bagianmu, sungguh aku tidak peduli. Tapi bekerjalah dengan benar dulu! Perintahnya hanya satu yaitu 'bunuh seluruh pelayan perempuan di rumah ini!'. Jangan melakukan hal yang lain walau kita juga diperbolehkan untuk mengambil barang berharga disini. Ingat juga untuk tidak meningalkan jejak apapun. Aku sudah menjelaskan berkali-kali. KAU TULI ATAU BODOH, HAAAH???"

"Tapikan___" ucapan perampok pertama terhenti lagi mungkin karena takut.

Apa??? Membunuh seluruh pelayan wanita... berarti Mbok Sinem, Mbok Jum dan Ayu dalam bahaya atau malah mereka sudah terbunuh. Perintah yang aneh sekali semacam konspirasi. Tidak perlu jadi orang jenius untuk menebaknya.

Siapa mereka sebenarnya? Ada apa ini? Siapa orang yang memberi perintah tidak beradab macam ini? Lagipula untuk tujuan apa membunuh pelayan perempuan? Sungguh tidak masuk akal. Jangan-jangan... Sumpah, rasanya kepalaku bertambah pusing mendengar percakapan mereka dan masalahnya aku sekarang nyaris tak punya tenaga lagi untuk bangun karena pusing di kepala.

"Sekali lagi kau membantah, maka aku tidak segan untuk membunuhmu!"

"Baiklah... Baiklah!" jawab perampok pertama.

"Angkat dia dan bawa ke dalam rumah lalu bunuh. Jangan macam-macam!" perintah orang yang sepertinya teman atau malah pimpinan perampok sebelum dia berderap masuk lagi ke dalam area rumah dan meninggalkan kami.

"Ckckck... Orang kaya memang gila. Jika ingin membunuh pelayan, yaa tinggal bunuh saja dan tidak perlu repot begini. Sepertinya karena terlalu banyak makan daging membuat pikiran mereka berputar tak tentu arah," ucap perampok pertama dengan decakan heran "Sayang sekali kita tidak bisa bersenang-senang dulu. Wajah cantikmu percuma saja karena sebentar lagi kau harus mati!" lanjutnya.

Suara perampok itu tak aku hiraukan, bukan karena aku tidak takut mati... Bukan itu. Sumpah, mataku juga makin berat untuk dibuka karena kepalaku semakin pusing, namun ada sesuatu yang mengalihkan fokusku. Aku melebarkan mata guna memandangnya... memandang dia...

Bukan perampok itu melainkan batu di hadapanku. Bukan batu besar biasa ternyata melainkan arca batu. Aku belum lupa, batu yang dipahat menjadi arca ini pernah aku jumpai nyaris berbulan-bulan lalu. Aku tidak tahu, apa ini arca yang sama atau hanya mirip saja? Namun, satu yang pasti, aku tidak pernah terpikir bisa melihatnya lagi, apalagi di sini... di rumah ini...

"Anggap ini hadiah dariku, cantik. Aku pastikan kau tidak akan merasakan sakit saat aku mengantarkanmu menemui Dewata!" ucap perampok itu lalu...

"Bugh" pukulan keras di tengkukku membuat gelap dan pekat menyelimutiku hingga akhirnya hilang kesadaran diri... Mama selamat tinggal... maafin Linda... ucapku untuk terakhir kalinya di dalam hati.

-------------- Bersambung ---------------

13 Agustus 2021

----------------------------------------------------

Buat yang penasaran
cast Rengganis dan Panji
Jadi aku persembahkan untuk kalian
(Ingat, cantik atau tampan itu relatif sedangkan kalau jelek mutlak
tapi syukuri aja lah apapun, masih untung punya muka daripada mukanya rata,
yaa kan??? 🤭)

Rasa penasaran lenyapkan???
Berganti rasa ingin meninpuk Author
yaa kan ???
Nggak perlulah... Nggak akan kena
😁

.....*.love...*
...*..love....*
..*.lovelove...*................*....*
.*..lovelovelo...*.........*..love....*
*..lovelovelove...*....*...lovelove.*
*.. lovelovelove...*....*...lovelovelo.*
*..lovelovelove...*..*...lovelovelo...*
..*...lovelovelove..*...lovelovelo...*
...*....lovelovelolovelovelovelo...*
.....*....lovelovelovelovelove...*
........*....lovelovelovelove...*
...........*....lovelovelove...*
...............*...lovelove....*
..................*..love...*
.....................*.....*
......................*..*

Continue Reading

You'll Also Like

68.3K 8.5K 31
"Aku menawarkan pekerjaan padamu." "Pekerjaan?" Alis tebal Louisa bertaut. "Ya, pekerjaan. Pekerjaan yang sangat cocok untukmu, kau tak perlu kemana...
852 210 8
Nusaraja telah memilih. Permainan akan dimulai. Siap melempar dadu? °°°°° start: 05/07/23 finish: ©Wafellocream, 2023.
87K 10K 70
[Wattys 2018 Shortlist] "Mata masyarakat tidak akan peduli dengan rasa sakit kita semua! Yang mereka pedulikan adalah kehidupan mereka masing-masing...
1.3K 109 35
Bagimana jika kamu yang awal nya takut dengan pria yang hanya bisa kamu lihat tetapi semakin berjalan nya waktu kamu malah mecintainya. Pria itu t...