GIBRAN DIRGANTARA

By fafayy_

19.8M 2M 1.2M

Sudah terbit dan tersebar di seluruh Gramedia Indonesia -Satu dari seratus sekian hati yang pernah singgah. K... More

01. GIBRAN DIRGANTARA REYNAND
02- KOLOR POLKADOT
03-BERITA HOT
04-BENDAHARA CANTIK
05-PIZZA MALAM
06-NODA MERAH
07-ADA YANG TURUN
08-GAK BOLEH BAIK
09- GIBRAN SADBOY
10- ADA YANG LEPAS
11- KAUS KAKI
12-HARGA DIRI ABEL
13- TENTANG MASA DEPAN GIBRAN
14- TAMPARAN MANTAN
15- MALAIKAT PELINDUNG
16- KECEBONG VS RENTENIR KELAS
17- KECUPAN SINGKAT
18- SURAT KEHILANGAN
19. I LIKE YOU
20- RINDU YANG AKAN DATANG
21- UNGKAPAN HATI
22- SETITIK LUKA & SETITIK RASA
23- CEMBURU TANPA MEMILIKI
24- OFFICIAL HIS
25- KESAYANGAN GIBRAN
26- BAHAGIAMU BAHAGIAKU
27- AKU, KAMU, DAN BAHAGIA
28- CANTIKNYA GIBRAN
29- GIBRAN, ABEL, DAN KENZO
30- RATUNYA GIBRAN & GUGURNYA PAHLAWAN
GC KE 2 AGBEROS TEAM (BUKAN UPDATE)
31- RATU CANTIK VS PARASIT CANTIK
32- HADIAH UNTUK ABEL & BENTENG PERTAHANAN
PENJELASAN!
33- SUATU PERBEDAAN & TIGA PARASIT
34- GAGALNYA KENCAN
35- PERMINTAAN MAAF
TYSM FOR ARGANTARA (BUKAN UPDATE)
37- SYARAT BERSAMA
38- TERIMAKASIH LUKA
39- PUTUS ATAU TERUS
40- HUJAN DAN USAI
41- LINTAS KENANGAN
42- MERINDUKANNYA
43- BUKAN PURA-PURA
44- DI BAWAH RINTIK HUJAN
45- GORESAN LUKA
46- TITIK TERAKHIR
47- KEMBALI
coming Soon
price list
Vip order
Special Offer Po ke 2
SPIN OFF GIBRAN DIRGANTARA

36- MURID BARU

275K 30.3K 16.6K
By fafayy_

GIBRAN DIRGANTARA
AZZURA ARABELA

Nanti di akhir part, aku cantumkan beberapa pengumuman..kalian simak san baca dengan baik ya, mengenai merchandise dan harga novelnya. Kalian juga penasaran kan dimana sih belinya.

(Hayo kalau di kasih kesempatan, mau duduk sama siapa nih?)

Putar mulmed yang aku sediakan di atas ya...

36- Murid Baru & Teman Baru

Siang-siang seperti ini, Abel mengendarai motornya menuju laundry Mak Cik. Katanya sih, Abel lagi malas untuk mencuci baju. Apalagi baju abangnya yang lumayan banyak. Kakak laki-lakinya itu memang sehari bisa ganti baju lima kali, dengan alasan bau keringat.

"Assalamualaikum, Mak Cik! Abel mau laundry nih!" Teriaknya.

"Waalaikum salam!" Mak Cik keluar dari dalam ruang laundry-nya, kemudian wanita itu menutup pintu. "Amboi-amboi, kemana aja kamu, Abel, baru nongolin batang hidung?"

Abel tersenyum sembari berjalan ke arah Mak Cik, lalu gadis itu menyalami Mak Cik. "Taulah, Mak Cik. Abel sekarang sibuk banget apalagi----"

"Apalagi kamu sekarang udah punya pacar, ya 'kan?" Tebak Mak Cik. "Eleh-eleh, Abel yang polos akan cinta sekarang udah punya pacar, mana pacarnya katanya orang tajir lagi." Ujarnya.

"Hartanya emang istimewa, Mak. Tapi orangnya lebih istimewa dan berharga." Ucap Abel.

"Eleh-eleh," goda Mak Cik, mencolek lengan Abel. "Bisa bucin juga anaknya Pak Selamet." Ucap Mak Cik.

Abel tertawa mendengarnya, hingga matanya sedikit menyipit. Lalu ia berucap, "Ya udah, Mak. Abel pamit pulang dulu,"

Mak Cik mengangguk, ia menyambut tangan Abel saat hendak menyalaminya. "Andaikan kamu itu belum punya pacar, Bel. Pasti udah Mak Cik comblangin sama Raka. Katanya 'kan dulu pas kalian masih SD, Raka pernah suka sama kamu,"

"Abel nggak mau punya pacar sesama sahabat, Mak Cik. Kalau putus nanti malah jadi kaya orang yang baru kenal. Mending sama orang lain aja." Ucap Abel.

Setelah berpamitan dengan Mak Cik, gadis itu menaiki motornya yang terparkir di depan laundry Mak Cik, kemudian ia mengegas motornya dengan kecepatan sedang. 

Selama di perjalanan, bibir Abel tak memudar tersenyum. Senyumannya mengembang saat mengingat Gibran begitu manisnya kemarin. Ia melantunkan lirik lagu dari Cinta Kuya- Mimpi terindah.

"Dan kau jadikan ku ratu di kerajaan cintamu....agar aku pun bahagia, hidup bersama----- loh, motor gue kenapa?" Penggalan lirik yang Abel nyanyikan terpotong, lantaran motor vespanya tiba-tiba mogok untuk kesekian kalinya.

Buru-buru Abel turun dari atas motornya dan terdiam sembari berkacak pinggang menatap motornya yang tiba-tiba mogok entah karena apa.

"Lama-lama gue jual juga nih motor." Gumamnya kesal.

Ia celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri, tidak ada bengkel sekitar sini. Mau ke bengkel langganannya pun masih sangat jauh, atau bengkel milik Om Idut. Tapi ia sangat malas ke sana, apalagi jika bukan alasan ada banci kaleng di sana.

Suara klakson motor dari arah belakang Abel membuat gadis itu membalikkan badannya.

"Motornya kenapa? Mogok lagi?" Abel mengangguk, lalu ia kembali memandangi motornya.

"Nggak ada bengkel di sini. Jauh kalau mau ke bengkelnya Om Idut." Ujar Abel.

"Ayo naik," Abel menoleh, menatap Gibran dengan alis yang terangkat sebelah. Kalau ia ikut degan Gibran, lalu bagaimana dengan nasib motornya?

"Terus motor aku gimana?" Tanya Abel.

"Biarin di sini aja dulu, jangan lupa di kunci stang. Biar Kenzo sama Alge yang ngambil kesini nanti," ucap Gibran.

Abel nampak terdiam sejenak, ia hanya takut motornya di curi. Sedangkan motor ini pun motor satu-satunya dan motor kesayangannya. Meskipun butut, Abel tetap menyayanginya. Baginya, motor Vespanya ini adalah teman keduanya. Dulu, saat ia belum berpacaran dengan Gibran, motor vespanya inilah yang menjadi teman jalan-jalannya.

"Ya udah, tapi jangan lama-lama. Takut di ambil orang motornya."

"Iya-iya, ayo naik. Nanti dua kecebong aku suruh kesini."  Ucapnya, lalu ia menarik tangan Abel membantu gadis itu naik ke atas motor ninja-nya.

Kemudian, motor Gibran melesat dengan kecepatan sedang. Menikmati panasnya siang ini, Gibran menarik tangan Abel melingkarkan pada perutnya. Ia tersenyum melihat Abel dari kaca spionnya, gadis itu menyandarkan kepalanya pada bahu Gibran.

"Kamu hari ini free 'kan?" Tanya Gibran. Ia membuka kaca helm-nya dan menoleh melirik Abel, yang menaruh dagunya di atas bahunya. Cowok itu sedikit menambah kecepatan motornya, saat hari mulai panas

"Kenapa emang?" Tanya Abel.

"Mau ajak kamu ke rumah. Kamu 'kan belum pernah ke rumah aku, cuma dua kali. Yang pertama nganterin pesanan Pizza nenek, yang kedua----" Gibran menggantungkan kalimatnya, membuat Abel menoleh dan berdeham kecil.

"Pas kita jadian." Lanjutnya. 

Gadis itu mengangguk, lalu berkata, "Ayo."

Setelah itu, Gibran kembali fokus ke jalanan. Selama dua puluh lima menit menempuh perjalanan yang amat panas ini, akhirnya keduanya sampai di rumah dengan nuansa mewah ini, atau rumah Gibran.

Kadang Abel berpikir, apa dirinya ini pantas bersanding dengan seorang Gibran. Sedangkan saja secara materi jika di bandingkan masih sangat kalah jauh. Ibaratkan Gibran itu serbuk berlian, sedangkan Abel serbuk marimas.

Di sisi lain, Abel juga sangat beruntung memiliki Gibran. Hanya kepada Gibran, derajat Abel di junjung tinggi. Dan hanya Abel, satu-satunya perempuan yang ia cintai setelah orangtuanya. Meskipun Gibran memiliki mantan yang amat banyak, namun cowok itu seperti mati rasa. Tidak ada rasa cinta sama sekali.

Lalu, ada apa dengan Abel, yang bisa meluluhkan hati Gibran, serta membuat Gibran jatuh cinta dengan Abel untuk kesekian kalinya.

Gibran itu istimewa, dan hanya Abel saja lah yang bisa melihat keistimewaan dari dalam diri seorang Gibran.

"Ayo masuk." Gibran meraih pergelangan tangan Abel, menggenggamnya dan menuntun masuk ke dalam rumah Gibran yang amat sangat besar ini.

"Mama sama Papa mana, Ge?" Tanya Gibran pada Geisha, adik keduanya. Gadis itu duduk lesehan di atas keramik sembari memakan snack-nya.

Geisha mendongak. "Nggak tau gue, bang. Keluar kayaknya tadi sama Gara dan Gheo juga. Paling pergi ke rumah nenek."

"Kenapa lo nggak ikut sekalian? Beban lo kalau di rumah!" Ucap Gibran.

Geisha membanting kotak pensilnya. "Lo yang beban!"

Hingga manik mata Geisha tertuju pada gadis di samping Gibran. Ia mendekati Abel dan menatap Abel dari atas sampai bawah. Kemudian, tawa Geisha meledak begitu saja. Abel bingung, kenapa Geisha menertawakannya? Apakah ada yang salah?

"Ini cewek lo, bang?" Tanya Geisha sembari menahan tawanya.

"Ge!" Bentak Gibran. Namun, sepertinya Geisha tidak takut sama sekali dengan bentakan Gibran. Ia malah memukul lengan Gibran dengan kuat sesekali tertawa kencang.

"Woi bang, Gib! Ngaca, bang, ngaca!"

"Modelan lo yang kaya penghuni neraka gini masa pacaran sama modelan penghuni surga sih, bang! Mending sama Rani aja deh, sama-sama penghuni neraka!" Ledek Geisha.

Gibran melebarkan bola matanya, ia mengambil bantal sofa hendak melemparkannya ke arah Geisha. Namun gadis itu buru-buru lari dengan cepat sebelum abangnya ini benar-benar menyiksanya. 

"AWAS LO GEISHANJING!" Teriaknya.

Abel menatap Geisha yang saat ini menaiki anak tangga satu persatu. Sifatnya sangat mirip dengan Abangnya, tengil. Andaikan saja Geisha itu sosok Satria, pasti Geisha sudah remuk di tangan Abel.

Abel mendudukkan dirinya di atas sofa warna krim yang tertata rapi di ruang utama ini. Ia tersentak pelan merasakan pahanya yang di timpa sesuatu yang sedikit berat. Abel menunduk, dan mendapati Gibran yang merebahkan kepalanya di atas pahanya.


"Orangtua kamu beneran nggak ada?" Tanya Abel, celingak-celinguk mencari keberadaan orangtua Gibran.

Cowok itu menarik dagu Abel saat gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Ayah serta Ibundanya. "Jangan di cari, mereka nggak ada di rumah. Paling lagi di rumah kakek sama nenek," ucapnya.

Ada perasaan lega saat mendengar tutur kata Gibran, lantaran orangtua Gibran tidak ada di rumah. Ia belum siap saja untuk bertemu dengan mereka, walau di kata Ibunda serta Ayah Gibran itu orang yang sangat baik----namun Abel masih canggung untuk bertemu dan masih bingung mencari topik pembicaraan.

"Kamu mau kuliah di mana?" Tanya Gibran tiba-tiba.

Abel menunduk, lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. Membiarkan tangannya yang terus di mainkan Gibran.

"Mungkin deket sini aja. Nggak mungkin aku kuliah jauh-jauh, sedangkan ada Ayah di rumah."

"Kalau aku kuliah di luar Negeri, boleh?" Pertanyaan Gibran yang terlontar begitu saja refleks membuat Abel menegakkan tubuhnya. 

"Kenapa harus di luar Negeri? Di sini banyak kampus besar, bahkan ada banyak kampus yang di huni sebagian orang asing," ujar Abel.

"Nggak apa-apa, pengen cari suasana baru aja, boleh?" Ujarnya, bertanya sekali lagi. Abel menatap Gibran dengan intens, dan cowok itu pun menaikkan sebelah alisnya menunggu jawaban yang terlontar dari bibir kekasihnya.

"Iya. Selagi buat kamu ngejar pendidikan, kenapa aku harus larang?" Ucap Abel.

"Larang aku, Bel." Abel menaikkan sebelah alisnya, seolah-olah ia tak maksud apa yang di maksud Gibran. "Larang aku buat kuliah di luar Negeri," suruhnya.

"Kenapa, 'kan kamu sendiri yang bilang mau kuliah di luar negeri? Selagi itu buat kebaikan kamu, selagi buat pendidikan kamu. Kenapa aku harus larang? Sama aja aku cegah kesuksesan kamu, Gib," ujar Abel.

Gibran menggeleng, kemudian ia berkata, "Kamu mau kita LDR? Aku yang nggak ketemu kamu satu hari aja berasa nggak ketemu satu minggu. Apalagi kalau LDR nanti? Nggak takut kalau misalkan hubungan kita----"

"Nggak." Potong Abel cepat. "Kan ada ini," Abel menunjukkan kalung dengan liontin kunci yang melingkar di lehernya. Kalung yang di berikan Gibran waktu itu. "Sebelum aku lepasin kalung ini dari leher aku, hubungan kita tetap baik-baik aja, walaupun ada masalah besar nantinya."

Cowok itu mencium punggung tangan Abel dengan cukup lama. Manik matanya menyorot dengan intens menatap wajah cantik yang ia tatap dari bawah. Tangannya bergerak mengusap pipi lembut kekasihnya.

"Aku nggak bakal kuliah di luar Negeri. Masa depan aku bukan di sana, tapi di sini. Di depan aku," ucapnya, senyum kecilnya dan manik mata kasih sayangnya tak luput ia tunjukkan kepada Abel.

"Kamu," Gibran mencolek hidung Abel. "Masa depan terakhir aku, Bel."

Siang itu, pelajaran Bahasa Indonesia tengah berlangsung, sebagian murid-murid kelas XII IPS 3 pun merenggut bosan. Di jam siang begini memang sudah tidak ada semangat lagi untuk belajar. Apalagi mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Sang ketua kelas atau Ando, sempat mengusulkan kepada wali kelas dan kepala sekolah, untuk menaruh pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, di waktu pagi, namun wali kelasnya menentang dengan alasan jadwalnya bertubrukan dengan jadwal kelas lain.

"PAK! KAPAN ISTIRAHAT, PAK?!" Teriak Algerian mengangkat tangannya dengan lemas. Ia menyahut es teh milik Gibran. Seolah tak ikhlas, Gibran mencubit kencang lengan Algerian.

"Istirahat, istirahat! Apa istirahat 30 menit tadi belum cukup, hah?!" Tanya Pak Agus garang. 

"BELUM LAH! 30 MENIT MAH CUMA BUAT BUANG NAPAS DOANG, PAK!" Ujar Algerian melantangkan suaranya, membuat Gibran yang ada di sampingnya terlonjak kaget.

"Kalau mau istirahat, kalau mau leha-leha dan tidur dengan nyenyak, tempatnya di rumah, bukan di sekolahan!" Pak Agus kembali menuliskan beberapa materi di papan tulis.

"Bapak tau Pancasila yang ke lima?" Tanya Gibran, melipat tangannya di atas meja.

Pak Agus membalikkan badannya, menatap Gibran dengan raut wajah kesal. "Bapak warga Indonesia, jangankan Pancasila, pasal-pasal serta Undang-undang Dasar Negara aja bapak hapal!" 

"Nggak kaya kamu! Jangankan hapal Pancasila, bapak yakin kamu nggak tau presiden nomor tiga 'kan?" Ledek Pak Agus, menatap Gibran dengan tatapan mengejek.

Gelak tawa memenuhi kelas XII IPS 3. Mereka sangat beruntung memiliki guru seperti Pak Agus. Walaupun di kata penghuni kelas ini sangat bandel, namun Pak Agus selalu sabar meskipun beliau suka marah-marah dengan kelakuan murid kelas XII IPS 3, apalagi dengan adanya biang kerok seperti Gibran dan Algerian.

"Gibran itu nanya, Pak, jangan di kasih pertanyaan balik!" Kata Gibran kesal.

Pak Agus mendudukkan di samping meja Ando yang kebetulan Kris tidak masuk hari ini. "Pancasila nomor lima 'kan? Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

Gibran menjentikkan jarinya, cowok itu berjalan dan duduk di samping Abel. Meja Mori kosong, gadis itu saat ini tengah latihan tenis meja dengan guru Penjas. Abel menoleh, ia tak habis pikir dengan Gibran, seberani itu dengan guru.

"Itu dia, Pak. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita itu harus Adil, kalau di sekolahan tempat belajar, dan di rumah tempatnya istirahat, kalau gitu jangan di kasih PR lagi, Pak. Ya nggak, yang?" Ujar Gibran, lalu ia menyenggol lengan Abel. Abel menoleh, menatap Gibran dengan datar.

"Ya udah. Bapak nggak kasih kalian PR, asalkan," Pak Agus menggantungkan kalimatnya. Ia berjalan menghampiri Gibran, lalu ia mencondongkan tubuhnya dengan tangan bertumpu pada meja. "Asalkan kamu rajin masuk kelas, nggak gangguin saya lagi, dan harus mendapatkan peringkat satu! Gimana, mau?"

Gibran mengerjapkan matanya berkali-kali, jangankan peringkat satu, mendapatkan peringkat dua puluh saja ia sudah bersyukur. Berapapun peringkatnya, yang terpenting jangan ada di posisi terakhir.

"N-nggak, Pak, makasih." Ucap Gibran.

Pak Agus memukul kepala Gibran dengan spidolnya, lalu ia kembali berjalan ke meja guru. Ketukan pintu kelas XII IPS 3 mengalihkan atensi murid kelas ini. Di sana, ada Bu Hani dengan satu anak gadis dengan almamater asing.

"Anak baru?" Tanya Abel pada Maya yang duduk di depannya.

Maya sedikit memutar badannya, dan berkata, "Iya, katanya hari ini kelas kita ada murid baru. Mungkin dia orangnya," ucapnya.

"Nadin, ya? Pindahan dari Bandung, bener?" Tanya Pak Agus. Gadis itu mendongak dan mengangguk malu.

Pak Agus melambaikan tangannya. "Sini, nak, kenalan dulu sama teman-teman baru kamu." Suruhnya.

Gadis itu nampak enggan untuk mendekat, kepalanya menunduk malu, apalagi gadis itu sosok yang tak suka keramaian. Dan katanya, kelas XII IPS 3 ini tempat orang bar-bar, tidak ada yang kalem disini, kecuali satu, yaitu Kenzo.

"Dia sakit apa gimana sih? Pucat banget," ucap Abel pelan.

"Kulitnya aja yang kaya gitu. Nanti bangunin aku kalau udah istirahat, aku mau tidur." Ucap Gibran, kemudian ia menelungkupkan kepalanya pada sela-sela lipatan tangannya.

Abel menoleh, tumben sekali Gibran tak peduli dengan adanya gadis cantik seperti murid baru tersebut. Biasanya Gibran langsung gerak cepat, tak peduli ia sudah punya kekasih atau belum.

"Nama aku Nadin Sabrina, kalian bisa panggil Aku Nadin. Semoga bisa berkawan dengan baik," ujar murid baru itu sedikit malu.

Beberapa dari murid kelas XII IPS 3 ber-oh panjang, kala tahu nama dari murid baru yang akan menjadi personil baru kelas XII IPS 3.

Algerian berkata, "Yoi, Din, santai. Anak-anak kelas XII IPS 3 nggak seburuk yang orang lihat. Kita semua enak kalau lawan kita juga enak. Pesan gue tabah-tabahin diri masuk kelas ini. Nanti lo bakal tau sendiri serusuh apa kelas ini," ucapnya.

"Terutama----" Algerian menoleh dan mendapati Gibran yang tidur di samping Abel, dengan tangan Abel yang menjadi bantalan. "OMO! SI BANGSAT MALAH TIDUR!"

Pak Agus terlonjak kaget, terutama Nadin yang tersentak kaget akan teriakan Algerian yang tiba-tiba. "Nadin, kamu jangan kaget, ya. Itu namanya Algerian, panggil aja Alge, dia emang gitu orangnya. Sabar, ya?" Ujar Pak Agus dan di angguki Nadin.

Selanjutnya, gadis cantik itu duduk di salah satu meja kosong, tepatnya di belakang meja Kenzo.

Cowok yang mendapatkan predikat kulkas bernyawa itu pun menolehkan kepalanya untuk sesaat. Nadin sempat menghentikan aktifitasnya dan turut menatap Kenzo sampai akhirnya cowok itu mengalihkan pandangannya.

"Bong, Pak Agus beneran kasih boneka togelnya ke Bu Hani?" Tanya Algerian sedikit berbisik.

Saat ini, Gibran, Algerian, serta Kenzo tengah mengintip aksi Pak Agus yang begitu alay memberikan hadiah kepada Bu Hani. Kadang Gibran berpikir jika Pak Agus itu sedikit bodoh, mau-mau saja di bohongi Gibran yang katanya Boneka Togel dan peralatan santet itu hal yang meluluhkan hati wanita.

"Itu orang tua, jangan macem-macem lo." Sarkas Kenzo memberi teguran. 

Gibran meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, pertanda menyuruh Algerian dan Kenzo untuk diam, lantaran matanya melihat Pak Agus yang mulai membuka suara. Tangan Algerian bergerak membuka jendela ruang guru agar suara Pak Agus terdengar jelas.

"Oh Hani, sungguh pesona mu sangat membuat hatiku bergetar. Sikap lembut dan anggun mampu membuat denyut nadiku seolah berhenti dari tempatnya. Hani, maukah kamu hidup bersamaku?" Rayu Pak Agus, memberikan satu buket bunga melati yang baunya amat sangat menyengat, serta satu kotak kado tanpa pembungkus.

Tiga cowok yang mengintip di sela-sela jendela kaca mati-matian menahan tawanya lantaran Pak Agus berkata dengan alay. 

"Ini bunga apa? Baunya nyengat banget, Pak," ucap Bu Hani.

"Ini namanya bunga peluluh hati perempuan," jawab Pak Agus.

Bu Hani menghembuskan napasnya frustrasi. Ia membatin, "Peluluh hati perempuan bagaimana? Ini namanya peluluh hati setan!"

"Terimalah pemberian dari saya, Bu. Saya rela pergi ke dukun untuk membeli hadiah ini untukmu," ujar Pak Agus.

"Ke dukun?" Gumam Bu Hani. "Bapak ngapain ke dukun?" Tanyanya.

Tanpa basa-basi lagi, guru dengan usia masih di bilang cukup muda tersebut membuka kotak kado. Dan betapa terkejutnya ia melihat isi di dalamnya. Lantas ia berteriak kencang begitu melihat boneka yang begitu amat seram.

"PAK AGUUUS! BAPAK KIRA SAYA KUNTI APA?! BUANG JAUH-JAUH ITU DARI SAYA! MULAI SEKARANG, BAPAK JANGAN SUKA GANGGUIN SAYA LAGI!" Teriak Bu Hani, kemudian ia berlari keluar dari ruang guru ini.

Lain dari itu, Gibran dan kedua sahabatnya tertawa dengan kencang melihat Bu Hani yang ketakutan serta melihat Pak Agus yang terbengong di dalam ruang guru.

"BONG! LIHAT AJA, HABIS INI LO LANGSUNG DI JADIIN BURONAN PAK AGUS!" Teriak Algerian lantang. 

"Suka banget lo jahilin orang." Kata Kenzo.

"Barang siapa yang suka gangguin orang lain, maka kita akan mendapatkan pahala. Dengan begitu, kita sama saja menguji kesabaran orang lain. Hadist riwayat Gib----"

"BACOT LO CUCU ANJING!" Sentak Algerian.

Dengan gemas, Gibran menyentil bibir Algerian kuat, hingga menimbulkan suara sentilan yang cukup kencang, membuat Kenzo meringis sendiri mendengarnya.

"SAKIT CEBONG, BIBIR ALGE!" Rintih Algerian.

Gibran merangkul pundak Algerian dan Kenzo, lalu mereka bertiga berjalan menuju Kantin, Kantin Mak Jingga atau yang biasa di sebut Mak Njing, masih ingat? Katanya sih buat mempersingkat dan tidak terlalu ribet memanggilnya.

Tak sengaja, ketiganya melintasi tiga gadis yang nampaknya asik bercanda sesekali tertawa dengan kencang. Dinda menyenggol lengan Helen saat melihat Gibran, Algerian, dan Kenzo melintasinya. 

Gibran bodo amat, ia masih malas bertatap muka dengan Rani. Mengingat perilakunya terhadap Abel yang selalu mengganggunya, membuat Gibran bertambah muak menatap Rani.

Tarikan pada tangan Kenzo, membuat langkah Kenzo terhenti, refleks Gibran dan juga Algerian menghentikan langkahnya.

"B-buat lo, Ken," Helen memberikan satu kotak susu varian coklat kepada Kenzo.

Kenzo nampak menatap Helen sebentar, kemudian beralih pada susu kotak yang ada di tangannya, ia tersenyum tipis, bahkan sangat tipis dan nyaris tak terlihat jika Kenzo saat ini tengah tersenyum.

"Thanks, gue duluan." Kata Kenzo, melenggang pergi mendahului Gibran dan Algerian.

Algerian menoleh ke belakang, ia berlari menyusul Kenzo tak memperdulikan Gibran yang masih tetap berdiri di sana.

Gibran menatap Rani dengan dalam dan sedikit menyorot dengan tajam. Andaikan saja yang ada di hadapannya ini sosok laki-laki, mungkin Rani sudah habis di tangannya seperti Arion waktu itu.

"Lo, gue tegasin sekali lagi. Jangan----"

"Buat lo," potong Rani. Menyerahkan satu kotak susu juga kepada Gibran. Gibran menatap pemberian Rani tanpa minat. Gadis itu menggoyangkan susu kotak yang ia pegang, pertanda menyuruh Gibran untuk mengambilnya.

Gibran mengambilnya, sebelum ia melenggang pergi, ia berkata, "Thanks. Lain kali nggak usah kasih susu gue beginian. Gue nggak suka, sukanya susu murni."

"HEH! MULUT LO, YA!" Teriak Helen.

Rani berdecak, ia kembali menyandarkan tubuhnya di dinding, lalu bersidekap dada. Menyimak pembicaraan Helen dan Dinda yang sama-sama membahas tentang cowok.

"Itu yang lo suka?" Tanya Dinda.

"Kenzo? Suka aja sih lihatnya, nggak banyak polah kaya temen-temennya. Di antara Gibran dan Algerian, Kenzo yang paling menantang buat di deketin," ujar Helen.

Rani menunjuk wajah Helen. "Sampe lo berani deketin Gibran, mampus lo, Helen!" Sarkasnya.

"Berharap kok sama yang udah ada pawangnya. Malu kali." Sindir Mori, yang baru saja melintasi mereka bertiga.

"Lo nggak sadar emang, Mor? Dia 'kan nggak punya malu. Bahkan terang-terangan nembak Gibran di atas roof top, kalau jadi gue mungkin udah nggak masuk sekolah lagi." Imbuh Abel, menyindir Rani.

Nadin sempat bingung dengan teman barunya yang adu sindir-menyindir. "Kalian kenapa? Ada masalah?"

"Anak baru jangan kepo!" Sentak Dinda.

"Lo juga anak baru kali. Kepo doang masih wajar, sedangkan lo? Murid baru belum ada satu bulan aja sok-sokan jadi penguasa." Sindir Abel.

"Lo----" Rani menarik tangan Dinda yang hendak menampar wajah Abel.

"Udah, Din. Lo sakiti dia sama aja lo bikin gue jauh sama Gibran. Jangan macem-macem, Din, biar gua yang turun tangan sendiri nanti." Ucap Rani.

Sebelum Rani dan kedua temannya benar-benar pergi dari tempatnya, gadis itu sempat melirik Abel dengan sinis, kemudian berkata, "Mau bendera kemenangan atau bendera kekalahan?"

Dan tanpa menunggu jawaban dari Abel, gadis itu melenggang pergi dengan senyuman mengejek yang sejenak ia tunjukkan kepada Abel.

"KEBALIK LO, LAMPIR! SEHARUSNYA ABEL YANG NANYA GITU! MAU BENDERA KEMATIAN ATAU BENDERA KEHIDUPAN SEBAGAI KEMENANGAN?!" Teriak Mori emosi. Ia menendang tembok dengan refleks, gadis itu jingkrak-jingkrak kesakitan begitu kakinya terasa ngilu.

"Rasain! Banyak tingkah sih lo!" Ejek Abel.

Berkali-kali Gibran menelpon Algerian dengan kesal. Cowok itu kesal dengan kelakuan Algerian yang lancang membawa motornya pulang. Jika seperti ini, lantas Gibran pulang naik apa? Ia menoleh ke kanan, dan mendapati Abel yang sepertinya menahan kesal juga.

"Awas lo Algerianjing! Belum puas lo gue guyur dengan satu ember air. Awas aja lo nanti malem, gue guyur air satu sumur!" Gerutunya kesal.

"Lain kali kunci motornya jangan dititipin ke temen segala. Tau sendiri Alge gimana sifatnya," ucap Abel. "Kalau gini kita gimana pulangnya?" 

"Naik taxi?" Gibran menggeleng akan usulan Abel. Cowok itu mencondongkan tubuhnya melihat jalanan yang nampak sepi. Aspal pun tengah di guyur hujan dengan derasnya.

"Ayo pulang jalan kaki." Ajaknya.

"Jalan kaki? Hujan, Gibran. Bisa lama sampe rumah,"

"Kalau sambil cerita nggak bakal lama. Ayo." Cowok itu menarik pergelangan tangan Abel dengan paksa.

Gibran menutupi kepala Abel dengan telapak tangannya. Sebenarnya Gibran itu sangat suka dengan hujan, katanya bawaan dari ia kecil yang suka mencari kecebong di cuaca hujan seperti ini.

Cowok itu melepas jaket levis-nya yang terpasang di luar seragamnya. Kemudian menyampirkan pada tubuh Abel. Sedikit membungkukkan tubuhnya lalu mengumpulkan rambut Abel yang tergerai bebas. Ia melepas gelang hitam berliontin 'G' tersebut untuk menali rambut Abel. 

Gadis itu sempat terpana dengan wajah Gibran yang terlalu dekat dengan wajahnya. Tak ada cacat setitik pun di wajah Gibran, nyaris sempurna. Abel beruntung memiliki Gibran, dari sekian banyaknya perempuan yang pernah Gibran singgahi, hanya Abel lah satu-satunya perempuan yang Gibran junjung tinggi derajatnya serta Gibran sayangi.

"Bel," panggil Gibran, membuat Abel membuyarkan lamunannya.

"Kenapa?"

"Dingin nggak?" Tanyanya.

Abel refleks mengusap-usap lengannya yang begitu terasa dingin saat angin berhembus dengan kencang. Hujan yang mula-mula turun dengan deras kini perlahan tidak terlalu deras.

"Sedikit," ucap Abel.

Mendengar jawaban yang terlontar dari bibir Abel, lantas Gibran mengeluarkan almamaternya dari dalam tasnya. Kemudian ia menyampirkan almamaternya pada tubuh Abel yang terbalut seragam serta jaketnya.

Abel mendongak. "Kamu nggak dingin? Ini almamater kamu kalau basah gimana?"

"Nggak apa-apa, aku peluk kamu aja udah hangat. Soal almamater yang basah jangan di pikirin. Kamu dan almamater ini jauh lebih penting kamu," Gibran mengusap lembut pipi Abel.

Gibran menyugar rambutnya yang sangat basah, kemudian cowok itu menggosok-gosok tangannya, saat merasakan telapak tangannya yang sudah hangat lalu cowok itu menggenggam erat telapak tangan kanan Abel.

"Ayo."

Kemudian, langkah kaki keduanya berjalan membelah jalanan yang di basahi oleh rintik hujan. Beruntung hujan kali ini tidak di hiasi dengan petir menggelegar.

Dingin yang Gibran rasakan saat ini tergantikan dengan kehangatan saat melihat senyum Abel yang mengembang.

Cowok itu menarik pinggang Abel untuk merapat ke arahnya. "Gini, biar aku juga rasain hangatnya deket kamu."

Halo-halo apa kabar kalian? Kalian bosen nggak nungguin Gibran update yang di bilang cukup lama?

Jangan bosan-bosan yaa, disini aku buat cerita Gibran semaksimal mungkin, bikin cerita Gibran semenarik mungkin sampai membuat readers terhanyut masuk ke dalam dunia fiksi.

Disini aku cuma mau bilang, nanti sore pukul 17:00 kalian jangan lupa ikut pre-order Argantara yaa...

Kak bisa nggak sih beli di shopee? Bisaaa.
Bisa cod gak kak? Bisa.

Dimana kak?
Di shope @novely.young, yaaaa....

Berapa lama sih kak masa pre-order nya?
Sekitar kurang lebih satu mingguan ya...

Aku tunggu om-omnya Minjons sampai di rumah kalian ya.... :)

Setelah pre-order Argantara. Kalian harus nabung lagi jemput anaknya ya, yap! Alias jemput Abang Gib! Tenang aja, masih lama kok, jika di hitung masih satu bulanan. 

Aku cuma mau bilang, terimakasih buat kalian yang udah dukung aku, bela aku waktu aku ada masalah, dan selalu ada di belakang Argantara saat Argantara di rendahkan kemarin.... Intiny we love you so much-!

Follow Instagram all rp :

@gibrandirgantara.rey @Algeriamahatma
@almiratunggadewi_
@kenzo.galaksa
@azzura_arabela
@satria_anuraga
(Ini ig satria atau Bang Sat ya... Lupa kalau belum di spill)

@agberos_crew
@argantra.reynand
  @johan.adbskr
@zik_nx
@andregalaksa_
@elang_prd
@syera.jehani
@gheaslbl
@minjons.ofc

Follow juga instagram @falistyn_
@penerbitgalaxy
@tokotmindo
@novely.young
Untuk mendapatkan informasi terbaru di sana tentang pre-order Argantara..

Kamu penasaran sama merchandise nggak?? Yukk mari lihat!

Gimana?

Kalian bisa leluasa nabung dulu selama 10-14 harii untuk menjemput om-nya Minjons...

Note: untuk pemesanan novel Argantara. Kalian bisa klik link di bio Instagram aku atau di bio tiktok aku @fafay48.

See you guys

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 280K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
235 68 30
*** "But he'es not you! He'es not you! He will never be you! "Ucap nya tanpa jeda membuat laki-laki yg ada disamping nya sedikit terkejut mendengar p...
3.5K 312 18
PLAGIAT HARAP MENJAUH!!🚫 singkat saja ini hanya cerita tentang Fanya yang terjebak cinta Friendzone kepada Sahabat kecilnya yaitu Rafa. *Star:21 Mei...
6.2K 345 24
[Sayang Nathan, sayang Author!! jgn lupa pollow gan!!] Please vote and comment guys!! "Jangan pernah berani menjalin hubungan baru dengan seseorang...