Senandika

Par armelitaptr_

77.9K 5.4K 213

Lisa Alaric seorang anak yang merasa di anak tirikan tiba-tiba dijodohkan dengan anak dari teman Ayahnya. Me... Plus

Prolog
BAB 1 : Awal
BAB 2 : Masalah
BAB 3 : Dream Catcher
BAB 4 : Narendra
BAB 5 : Bodoh
BAB 6 : Awal mula Om Gula
BAB 7 : Rumah Oma dan Kesepakatan Ayah Anak
BAB 8 : Insiden kepala bocor
BAB 9 : Menemukan cowok tampan
BAB 10 : Pacuan Kuda
BAB 11 : Burger buatan Rendra
BAB 12 : Ridho dan cerita cinta Eyang dan Oma
BAB 13 : Cerita bersama semesta
BAB 14 : Kisah yang sebenarnya
BAB 15 : Kue dan panggilan baru
BAB 16 : Kenyamanan
BAB 17 : Pembatalan Beasiswa
BAB 18 : Maaf
BAB 19 : Surat Mama
BAB 20 : Dibawah pohon Ceri
BAB 21 : Wisuda
BAB 22 : Cium Pipi dari Lisa
BAB 23 : Berdua dengan langit malam
BAB 24 : Apakah bisa?
BAB 25 : Bebas
Bab 27 : Selamat Jalan! [Final]

BAB 26 : Hari usai kamu pergi

2.3K 152 14
Par armelitaptr_

Happy reading<3

****

26. Hari usai kamu pergi

Lisa menatap kosong gundukan tanah yang masih basah dan hangat, di sana papan nisan tertulis nama orang yang sangat dia cintai.

Narendra Senandika.

Nama yang sangat indah jika diterjemahkan, sama seperti orangnya yang amat indah untuk dilupakan. Sudah seminggu setelah kepergian Rendra, banyak hal yang telah Lisa lakukan untuk melewati masa-masa itu. Dari sisi buruk sampai dia akhirnya bisa mengikhlaskan segalanya walaupun masih berat untuk dia ucapkan dengan kata-kata.

Rambutnya sengaja dia potong setelah beberapa hari lalu sempat dia mencoba mengakhiri hidupnya, namun orang-orang di sekitarnya dapat menariknya dari kesedihan mendalamnya.

"Hai, Mas Naren. Gimana kabarnya?" dia terkekeh lirih.

"Bodoh, kenapa aku nanya kabar sama kamu yang bahkan nggak bernapas lagi. Mas Naren, kenapa berat banget buat ikhlas? Kenapa kamu nggak ajarin aku cara ikhlas sebelum kamu pergi?"

"Sekarang aku nggak tau harus berbuat apa, aku masih nggak paham sama konsep hidup. Aku masih belum percaya sama Tuhan dan takdir yang dia kasih ke aku."

"Mas, kamu pernah bilang, kamu nggak mau aku menyesal karena tidak melakukan apa yang dikatakan oleh hati ku. Kamu selalu bilang itu ke aku, dan aku nggak pernah mendengar serius semua kata-kata kamu yang jelas-jelas itu relate di hidup aku."

"Aku terlalu menutup mataku, sampai aku lupa kalo hatiku bisa melihat segalanya dengan murni. Termasuk kamu mas, cinta kamu yang selalu aku raguin. Tapi sekarang aku udah tau, aku tau perasaan aku terhadap kamu dan aku ingin membalas rasa cinta yang kamu kasih ke aku."

"Tapi semuanya terlambat!"

"Kamu bener, terlambat adalah gerbang dari penyesalan diri yang amat menyakitkan."

Lisa membuka amplop yang merupakan surat yang ia tulis beberapa hari lalu setelah kepergian Rendra, karena surat yang sebelumnya telah hilang di Danau. Dia membaca tiap baris kalimat yang ia tulis dengan air mata yang terus membasahi pipinya.

Teruntuk pria pemilik wajah menenangkan, Narendra Senandika.

Selamat atas pangkat barumu, Kapten. Seperti yang aku janjikan, surat ini aku buat untuk hadiah kenaikan pangkatmu. Aku teringat satu penggalan kata pujangga. Katanya, 'Kita tak bisa mengubah arah angin, tapi kita bisa menyesuaikan layar untuk selalu mencapai tujuan'.

Kapten, saat ini aku sudah tau kemana kapalku berlabuh. Itu kamu, Naren.

Mungkin ini sangat terlambat untuk aku katakan, tapi aku sangat bahagia bisa bertemu denganmu.

Tapi apakah kamu juga bahagia?
Apakah aku cukup membuatmu bahagia selama ini?

Aku masih ingat bagaimana senyumanmu yang merekah setiap aku memanggilmu dengan panggilan 'Mas'.

Naren, aku selalu merasa aku bukan wanita yang pantas untukmu. Aku terlalu keras kepala dan banyak mau.

Naren, jika waktu bisa kuputar, apakah kamu bisa berdiri di depanku? Apakah kamu bisa mendengarkan isi suratku ini?

Aku sudah tau jawabannya tidak. Tapi tetap saja rasanya aku ingin mendengar jawaban 'ya' di segala kemungkinan tadi.

Naren, secepat ini kami pergi. Tanpa memberi kabar kamu pergi.

Naren, kamu tahu, aku sangat terkejut saat mendapati kamu yang terkapar tak berdaya di tempat itu. Rasanya masih belum bisa menerima kamu pergi. Rasanya seperti hantaman keras atas kepergian mu.

Aku masih belum bisa menerima kenyataan ini, kenyataan dimana Tuhan menginginkan kamu lebih dariku.

Naren, kamu selalu bilang, jangan pernah ragu untuk melakukan apapun. Tapi kenapa saat itu aku ragu dengan rasa cintaku padamu. Cinta yang selalu kamu pompa dan kamu semangati agar bangkit dari gengsi.

Dan sekarang, cinta itu sudah membesar. Namun ragu untuk di keluarkan, sebab wadahnya yang hilang.

Benar katamu, keterlambatan adalah gerbang penyesalan diri yang amat menyakitkan. Dan saat ini aku menyesalinya, menyesal karena tak sempat mengatakan aku mencintaimu.

Narendra, maafkan aku terlambat mengatakan bahwa aku sangat mencintaimu.

Lisa mengakhiri suratnya dengan tangis yang kian meledak. Di pemakaman umum yang nampak lengang, disana Lisa menangisi nasib dirinya yang ditinggal pergi oleh kekasih yang baru singgah di hatinya.

Lisa tidak bisa apa-apa selain mengatakan seribu kata maaf dan penyesalan. Serta segudang kata andai yang selalu muncul dikepalanya, seakan terus menghakiminya.

Angin sore ini, menambah rasa dingin yang akhir-akhir ini Lisa rasakan semenjak kepergian Rendra. Jelas kepergian Rendra sangat berpengaruh dalam kehidupannya, sebab Lisa sudah menganggap bahwa Rendra adalah Matahari bagi dunianya.

Jika Mataharinya sudah hilang, bagaimana dunianya bisa baik-baik saja?

Begitu yang Lisa rasakan.

Hampa dan sepi.

Ia menaruh bunga Matahari yang merupakan favorit Rendra. Dulu dia pernah berkata bahwa bunga berwarna kuning itu adalah gambaran dirinya sendiri.

“Kalo kamu mau nyamain aku sama bunga, aku punya rekomendasi satu bunga yang mirip sama aku. Bukan mirip dari fisiknya, tapi dari maknanya.”

“Apa?”

“Bunga Matahari.”

“Kenapa bunga Matahari?”

“Karena aku tipe orang yang cerah. Sama kayak bunga Matahari, terus juga aku pengen banget bisa jadi bunga itu.”

“Kenapa?”

Rendra tersenyum, “Alasannya simpel. Aku mau jadi seseorang yang berguna, mau saat aku masih mekar atau sudah layu. Kalau mekar, aku bisa membuat orang senang dengan memandangi rupaku yang cerah, dan bila aku layu, aku mau berguna seperti bunga Matahari yang bisa berguna dengan dijadikan kuaci.”

Begitu cerita manis saat pria itu membahas tentang hal-hal sepele bersama. Walaupun terkesan absurd, tapi pembahasan Rendra tidak pernah membuat Lisa bosan.

Lisa berdiri dari duduknya, dia menatap makam Rendra untuk terakhir kalinya. Sebab sudah waktunya dia pulang ke rumah, walaupun rasanya masih betah di makam pria yang dia sayang itu.

Dia membalikkan tubuhnya, hendak pergi dari makam. Namun dia melihat kedatangan seorang pria yang tak asing lagi untuknya. Dia adalah Ridho, pria itu baru selesai dinasnya sebagai tentara. Terbukti dari seragam loreng yang masih terpasang rapih padanya.

"Hai, baru datang?" tanya Ridho.

"Oh, enggak. Gue udah daritadi, ini mau balik."

"Oh, eum.. gue mau kasih sesuatu buat Lo."

"Apa?"

Ridho mengambil sebuah kertas yang dibalut amplop putih dari kantung seragamnya, dia memberikannya kepada Lisa.

"Itu surat dari Kapten Rendra sebelum kejadian penembakan."

Lisa menatap sendu pada amplop itu, dia tersenyum getir pada kawan lamanya itu sebelum berpamitan pulang.

****

Kata orang, seseorang bisa pergi bila dia sudah menetralkan dirinya dari rasa dunianya. Jika belum netral juga, kemungkinan orang yang telah mati akan tetap berkeliaran di dunia manusia, walaupun tidak memiliki raganya lagi.

Rendra pun sama, dia belum bisa siap pergi dari dunia ini. Rasanya masih sangat tiba-tiba, dan saat ini Rendra duduk di sofa rumahnya. Ia menatap kesetiap sudut ruang keluarganya itu. Pandangannya terhenti pada sebuah bingkai foto besar, foto keluarganya saat ia masih SMA dulu.

"Padahal dulu Ibu maksa banget buat perbarui foto di ruang tengah, tapi Rendra selalu nolak karena kesibukan. Jadi nggak punya kenang-kenangan deh," kekehnya.

Dia beralih pergi ke kamarnya, disana Ibunya menangis memeluk seragam terakhir yang Rendra pakai. Bahkan harumnya masih terasa nyata di hidung sang Ibu, membuatnya makin tak bisa mengikhlaskan putra semata wayangnya itu pergi.

Rendra duduk disamping sang Ibu. Walaupun tak nampak, tapi Rendra yakin Ibu pasti bisa merasakan kehadirannya. Rendra memeluk Ibunya untuk terakhir kalinya sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan dunia ini.

Hangatnya terasa, namun Ibu tidak yakin dengan kehangatan itu. Karena ini hanya rasa yang tak bisa dilihat wujudnya, seperti dipeluk namun tidak nampak siapa yang memeluk. Disana Ibu menatap lurus pada foto putranya. Membiarkan rasa hangat itu menjadi pelukan nyata dari sangat putra yang pergi darinya.

"Mas, maafin Ibu. Maafin ibu nggak pernah buat Mas bahagia, maafin ibu."

Rendra tersenyum dia tahu seberapa besar kebahagiaan yang telah Ibunya berikan padanya.

Kini Rendra berpindah ke taman belakang, disana terlihat sang Ayah yang duduk termenung dengan segelas kopinya yang masih penuh namun tak lagi hangat. Rendra tahu walaupun tidak ada setetes air mata pada Ayahnya, tapi Rendra tahu orang yang paling merasa kehilangan dirinya adalah sang Ayah. Sebab dekatnya Rendra dengan Ayah melebihi dari sang Ibu.

Ayah itu sama seperti Eyang bagi Rendra. Keduanya adalah ensiklopedia kehidupan yang selalu menjadi pedoman Rendra untuk mengatasi masalahnya.

"Ayah, Rendra pamit pergi bersama Eyang ya. Jangan larut dalam kesedihan, sebab semakin Ayah jatuh kedalam kesedihan semakin rumah ini digelapi awan hitam."

"Ikhlaskan yang pergi, dan yang menetap harus tetap dijaga."

****

“Mungkin raganya telah tiada, tapi kenangannya masih ada.”

Jakarta,
13 Juli 2021

Hai, bagaimana Bab ini? Ada yang masih bertanya-tanya? Ini bukan Bab Akhir ya, masih ada Bab satu lagi.

Aku berharap dari cerita ini ada yang bisa kalian ambil hikmahnya. Hehe.

So stay tune disini ya!

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

89K 12.3K 51
[Open PO sampai 20 Agustus 2022] Sekolah. Apa yang kalian pikirkan tentang kata itu? Tumpukan tugas? Nilai di atas kertas? Perebutan ranking kelas? A...
9.5K 789 39
My First Werewolf Story Is Here!!! Hope you guys like it :) UPDATE SETIAP HARI !! "Tidak ada yang benar-benar meninggalkan kita di dunia ini. Kau aka...
58.7K 3.5K 39
Karya ke-1 Rahasia Takdir (GENRE : Rom-com) 17+ ---------------------- Tidak ada yang bisa menebak Takdir dari-Nya. Karena itu semua masih menja...
2.6M 38.8K 51
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...