DASA (END)

By devitnask

3.7M 399K 315K

[COMPLETED] PART MASIH LENGKAP FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ⚠️ R-16, Selfharm, Sex, Drunk, Violence, Suicide... More

DASA 00
DASA 01
DASA 02
DASA 03
DASA 04
DASA 05
DASA 06
DASA 07
DASA 08
DASA 09
DASA 10
DASA 11
DASA 12
DASA 13
DASA 14
DASA 15
DASA 16
DASA 17
DASA 18
DASA -
DASA 19
DASA 20
DASA 21
DASA 22
DASA 23
DASA 24
DASA 25
DASA 26
DASA 27
DASA 28
DASA 29
DASA 30
DASA 31
DASA 32
DASA 33
DASA 34
DASA 35
DASA 36
DASA 37
DASA 38
DASA 39
DASA 40
DASA 41
DASA 42
DASA 43
DASA 44
DASA 45
DASA 47
DASA 48
DASA 49
DASA 50
DASA 51
DASA 52
DASA 53
DASA 54
DASA 55
DASA 56
DASA 57
DASA 58
DASA 59
DASA 60
DASA ExChap : Unboxing
DASA ExChap : Together

DASA 46

42.3K 5.6K 7.3K
By devitnask

"Kamu ngapain duduk di situ, Mas?" komentar Nisha kala mendapati putranya yang sedang duduk di kursi kayu tinggi dekat mesin cuci.

"Nungguin Asa mandi, Bun." Rey menjawab tanpa mengalihkan perhatian dari buku fisika.

"Subuh-subuh mandi?" Intonasi Nisha sedikit meninggi, hal itu membuat Rey mengangkat kepalanya menatap Sang Bunda.

"Kalian nggak habis...," Nisha menggerakkan tangannya, saling tertaut, bertepuk-tepuk, berdempetan, dan bergerak tidak jelas seolah sedang mengucapkan ipik-ipik melalui bahasa tubuhnya.

"Enggak lah Bunaaaaaaaa," sergah Rey melotot. "Rey enggak habis ahik-ahik sama Asa."

"Tadi Rey kehujanan waktu beliin Asa strawberry sama obat demam, Asa malah meluk Rey jadi ikut-ikutan basah deh. Terus Rey suruh mandi sekalian, takutnya nanti makin demam kalau kena air hujan."

"Beneran? Cius?" Nisha menatap Rey curiga. "Asa lagi ngandung anak orang lain loh, jadi kamu nggak boleh gitu-gitu dulu sebelum anaknya lahir."

"Iya, Buna. Iyaaaa, Rey tau. Lagian Rey juga belum lulus, belum kepikiran juga buat sampai sana--"

Grek! Asa keluar dari kamar mandi, netranya langsung membulat melihat Rey dan Nisha di dekat pintu. Kamar yang Asa tempati hanya memiliki toilet, sehingga ia perlu ke kamar mandi utama untuk mandi.

Rey meneguk salivanya melihat tubuh Asa yang terbalut kimono coklat dalam keadaan basah. Rambut Asa digulung menggunakan handuk kecil, beberapa helai yang menjuntai basah itu juga meneteskan air hangat ke permukaan kimono.

Rey menggaruk tengkuk leher yang sebenarnya tidak gatal, melihat Asa seperti itu membuat Rey, ekhem, pengen.

Rey berdeham dan memalingkan wajahnya dari Asa. "Udah, Rey mau ke kamar dulu ya, Bun."

"Iya sana," Nisha beralih menatap Asa. "Asa istirahat ya, nanti Bunda bikinin jus semangka sama sandwich."

"Mau juga," serobot Rey ikut-ikutan.

"Kamu mah susu L-men, Mas."

Rey nyengir, ia pun, beringsut naik dan memasuki kamarnya. Rey menunggu di balik pintu yang sedikit terbuka, lalu begitu Asa sampai di depan pintu, Rey menarik Asa masuk ke dalam kamarnya sendiri.

"R-rey!" pekik Asa terkejut, Rey memeluknya dari belakang sembari menutup pintu menggunakan kakinya.

Rey ngedusel ke leher Asa, lingkaran tangannya semakin erat memeluk tubuh wanitanya.

"Udah nggak sepanas tadi," ucap Rey merasakan suhu tubuh Asa.

"Geli, Rey." Asa bergidik, bulu kuduknya berdiri karena tingkah Rey. "Aku mau ganti dulu, bajunya di kamar aku."

"Bentar, Sa. Sebentaaar aja." Rey mengeratkan pelukannya, lalu Asa pun memegang tangan Rey sambil menyandarkan kepalanya ke kepala Rey yang sedikit menunduk.

Rey memeluk Asa cukup lama, Asa yang tidak bisa membalas pelukan Rey itu hanya bergeming menikmati pelukan Rey dari belakang.

Senyum Asa mereda ketika sepasang iris hazelnya menemukan foto Clara, Rey, dan Asa di mana bagian Asa dilipat sehingga tidak terlihat. "Itu...,"

"Apa?" Rey ikut melihat arah pandang Asa. Di sana, foto di dalam frame meja hitam itu terpampang di nakas sisi ranjang milik Rey yang jarang ditiduri.

Rey melepaskan pelukannya, ia langsung menelungkupkan foto tadi agar Asa tidak melihatnya terlalu lama. "Itu cuma masa lalu."

Asa mengambil foto itu dan melihatnya lebih jelas lagi, dia usap wajah Clara yang sedang tersenyum. "Kamu masih nyimpen ini?"

Ekspresi kecewa Asa terlihat manakala gadis itu sadar jika fotonya dilipat sehingga tidak terlihat lagi. Seolah Rey sangat membencinya, seolah Rey jijik melihatnya, dan di sana hanya ada Rey bersama Clara.

Cemburu? Wajar bukan? Tetapi, Asa mulai merasa tidak percaya diri sekarang. Bayang-bayang masa lalu yang begitu menyakitkan itu kian menghantuinya.

"Aku jahat banget ya, Rey? Aku udah bikin senyum Clara selebar ini berubah jadi tangisan yang nggak akan pernah berhenti."

Rey memegang tangan Asa, berusaha mengambil foto itu dari Asa. "Enggak Asa--"

"Kamu juga mikir gitu, kan?" Asa menatap Rey intens. "Emang bener, aku penyebab Clara meninggal."

Tatapan Asa menurun, sedikit menerawang. "Andai aja waktu itu aku berusaha ngertiin Clara, mungkin dia nggak bakalan pergi, Rey."

"Asa, please! Nggak usah bahas itu!" Rey meninggikan suaranya.

"Kamu tau kata-kata terakhir Clara yang paling aku inget sampai sekarang?" Asa menerawang ke masa lalu, matanya berkaca-kaca dan tidak fokus.

"Mungkin kamu bakalan ngerti kalau udah ngerasain ini, Sa! Aku cuma mau minta satu hal sama kamu, tolong jangan lupain kejadian ini. Aku harap, suatu saat nanti kamu bakalan ngerti," kata Asa sama persis seperti apa yang Clara ucapkan waktu itu.

Rekaman kejadian saat Clara lompat kembali terlintas. "Clara lompat, Rey. Dia lompat sambil natap aku, rasanya sakit banget waktu itu, Rey. Aku nggak bisa gerak, mau nahan Clara aja aku nggak mampu."

"Dan sejak hari itu, aku terus dihantui tentang kematian Clara. Aku juga selalu nyalahin diri sendiri, dan aku pikir semua rasa sakit yang aku rasain sekarang itu bagian dari karma."

"Tentang kamu yang mulai benci sama aku juga bagian dari hukuman buat aku. Tapi anehnya, setiap kamu kasar atau lukain aku, aku ngerasa beban aku berkurang, Rey."

"Seolah-olah, hukuman aku mulai berjalan dan mungkin bakalan sampai di titik ujung meski harus memakan waktu yang sangat lama. Aku mulai mikir, mungkin suatu saat nanti aku bakalan bahagia tanpa bayang-bayang Clara lagi."

"Sebenernya aku bukannya nggak percaya sama sakit mental, Rey. Aku tau, sakit mental itu beneran ada. Aku cuma nggak mau percaya sama hal itu. Aku nggak mau percaya kalau Clara sakit mental, dan aku juga nggak mau percaya kalau aku sendiri juga sakit mental."

"Shhtttt, udah, udah!" Rey menarik kepala Asa ke dadanya. "Bumil nggak boleh tertekan, nanti Mas Debay sedih."

"Nggapapa, itu semua udah berlalu. Rey juga salah karena ikut-ikutan jauhin Clara waktu itu, andai aja kalau Rey nggak jauhin Clara, dia mungkin nggak bakalan mutusin buat bunuh diri juga."

"Jangan nyalahin diri sendiri lagi, Asa. Kamu nggak sepenuhnya salah, mungkin waktu itu mental Clara juga udah parah, makanya dia mutusin buat akhirin semuanya."

Rey mengambil alih foto di tangan Asa dan menelungkupkannya di atas meja.

"Tapi aku pernah nyuruh dia buat pergi aja, Rey. Dengan nggak tau malunya, aku suruh dia pergi, dari pada gangguin aku buat ungkap kalau orang di video itu aku. Mungkin kata-kata aku terlalu kasar sampai dia beneran nurutin permintaan aku--"

"Shttttt, udah, sekarang lupain ya? Rey juga bakalan berusaha buat lupain itu semua. Rey nggak mau benci sama Asa lagi gara-gara masalah Clara,"

Rey mengelus kepala Asa dengan tatapan lurus ke lantai dalam sudut enam puluh derajat, sorot matanya terlalu datar seolah tidak memiliki emosi apa-apa.

Moment itu justru mengingatkannya pada masa lalu, padahal Rey sudah berusaha mati-matian untuk melupakan semuanya.

Rey membuat jarak dari Asanya. "Udah, kamu istirahat. Ganti baju, makan, minum obat, terus tidur lagi. Hari ini Bunda bakalan di rumah, Rey bakalan cepet-cepet ngerjain tes terakhirnya."

Datar. Suara Rey terdengar sangat datar, kalimat manisnya terasa sangat hambar, dan semua perhatian itu terasa seperti kebohongan.

Asa mengangguk pelan, dan Rey langsung sibuk dengan bukunya. Sebenarnya ia hanya pura-pura sibuk, perasaannya terasa campur aduk. Rey tidak mengerti, ia hanya sedang tidak ingin menemui Asanya.

Asa menunduk lesu, ia pun keluar dari kamar Rey tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun. Asa memasuki kamarnya sendiri, berganti pakaian, memakan roti dan obat, kemudian berbaring di ranjang.

Efek obat demam yang Rey belikan membuat Asa mengantuk, gadis itu langsung terlelap dalam beberapa menit.

Satu jam kemudian, Rey membuka kamar Asa. Pria berseragam lengkap itu hanya mengecek kondisi Asa dengan cara melihat gadis itu dari ambang pintu, lantas segera turun dan berangkat ke sekolah tanpa berpamitan pada Asa.

TBC.

Vote dulu jangan lupa, dan ramein kolom komentar ya biar update setiap hari. ♥

Ada yang nunggu next?

Share cerita ini ke temen-temen/ sosmed kalau kalian suka dan layak dibaca ya.

Jangan lupa follow akunku juga, karena tiap update akan selalu aku umumin di wall.

7K komen ya, nanti aku update lagi. ♥

Spam apa aja boleh »

Makasih banyak yang udah baca dan aktif komentar di lapak ini.
ILYSM Dash ✨

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 103K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
1M 94.9K 55
[ROMANCE & TEEN FICTION] "Lo tau konsekuensi apa yang pantas buat perlakuan lo barusan? Gue kepikiran untuk mencium lo sepanjang malam." "Kalau gitu...
GAMA By Cintaprita

Teen Fiction

6.5M 718K 48
[FOLLOW SEBELUM BACA] #01 on Badboy [02 juli 2020] #07 on Fiksi Remaja [17 juli 2020] #01 on Baper [19 juli 2020] "Peraturan yang wajib lo ingat kalo...
Revalet By M A R S

Teen Fiction

8.4K 1.1K 50
[COMPLETED] [LENGKAP] Sequel Boy Bestfriend [Bisa dibaca lebih dulu] jadi kalian ga perlu baca cerita pertamanya karna akan tetap nyambung. "Sahabata...