"Eeeeekmmmhh!" Asa menggenggam tangan Rey kuat-kuat, posisinya kini sedang terbaring di atas ranjang dengan paha terbuka.
"Ayo, Sa!" Rey mencoba menguatkan. Kedua tangannya memegang tangan Asa, sesekali ia seka peluh yang mengalir di wajah Asa menggunakan lengan panjangnya.
"Sakit, Rey. Akkkh!" Asa menjerit kesakitan.
"Ayo, Bu! Tarik nafas, keluarkan!" intruksi seorang Bidan yang sedang membantu Asa.
"Aaaaakkkh!" Kali ini bukan Asa yang berteriak, tetapi Rey. "Huaaaaaaaa!"
Rey menangis keras-keras, membuat proses persalinan itu tertunda. Baik Asa maupun Sang Bidan, keduanya kompak menatap Rey.
"Rey!" seru Asa mencubit tangan Rey agar pria itu berhenti menangis.
Rey mengusap wajahnya, dia membungkam bibir agar tidak menangis. Tetapi tetap saja air matanya terus mengalir deras.
"Akkkkkkh!" Asa menjerit lagi, puncak kepala bayinya sudah menyentuh dunia luar.
"Ya Allah, kenapa lama banget?!" keluh Asa disela-sela proses persalinan.
"Ayo Mas Debay, jangan lama-lama. Ayah Rey suka yang sempit, nanti punya Bunda nggak sempit lagi kalau kelamaan." Asa merancu, dia sangat kesakitan tetapi tidak bisa menangis. Justru Rey lah yang menangis paling keras di dalam ruangan itu.
"Nyebut, Sa! Nyebut!" Rey menggenggam tangan Asa, berusaha menyalurkan kekuatannya pada sang istri.
"NYEBUT!" teriak Asa lagi sambil mengeden.
"Astagfirullah! Enggak gitu, Jamal!" Rey meralat seraya sesenggukan.
"Ya Allah, sakit sekali."
Tiba-tiba, sesuatu yang tajam menyentuh alat kemaluan Asa. Gunting medis itu berhasil merobek organ vitalnya agar Sang Bayi dapat segera keluar.
...
"AAAAAAAAAAA!" Asa berteriak, dia terbangun dari mimpi setengah buruknya.
Asa refleks duduk dengan kedua tangan memegang miss v, kakinya menggeliat ketakutan. Meski hanya mimpi, rasa sakitnya benar-benar terasa nyata.
"Kenapa, Sa?! Ada apa?!" Rey yang sebelumnya sedang tertidur pulas itu langsung berdiri dan siaga di samping ranjang.
"Asa mimpi lahiran, Rey." Asa menatap Rey cemberut.
"Ya Allah, kirain ada apaan." Rey kembali duduk di ranjang, ia memeluk Asa dari samping, lalu mengecup keningnya lembut.
"Sakit banget, Rey. Serius," adu Asa ketakutan.
Rey melepas kecupannya, tubuh Asa terasa sangat panas. Rey segera mengecek segala sisi tubuh Asa, termasuk kening dan leher.
"Asa sakit? Panas banget ini, Asa demam? Ada yang sakit?"
"Cuma laper aja sih." Asa merebahkan kepalanya di bahu Rey.
"Mau Rey masakin apa?"
"Buah aja, Rey nggak bisa masak, nanti malah perang lagi sama kompor."
"Ya Allah, Rey harus belajar masak nih."
"Ih jangan!" Asa mengangkat kepala, lantas menatap Rey lekat-lekat.
"Kenapa emangnya?"
"Nanti Rey terlalu perfect, Asa jadi insecure."
"Ya enggak lah!" Rey mencubit hidung Asa. "Yaudah, Rey kupasin buah dulu ya."
"Pengen strawberry, Rey."
"Ya Allah, Asa. Ini jam tiga loh, strawberrynya nggak ada di kulkas." Rey yang tadinya hampir beranjak keluar itu kembali duduk di bibir ranjang.
"Kayaknya, Mas Debay pengen--"
"Iya sebentar, Rey bakalan cepet-cepet!" Rey meraih jaket, pria itu membaringkan Asa dan menyelimutinya.
"Istirahat dulu, jangan aneh-aneh. Rey bakalan pulang bawa strawberry yang banyak." Rey mengusap rambut pendek Asa di depan kening.
"Iya Mas Husbu," Asa tersenyum senang.
"Mau beli obat demam juga? Ada gejala lagi nggak selain mengigil?"
Asa menggeleng pelan. "Enggak ada."
"Yaudah bentar, bobo dulu nggapapa." Rey berlari keluar kamar.
"Jangan buru-buru, hati-hati aja di jalan."
"Iya," Rey menutup pintu.
Sejurus kemudian, pintu kembali terbuka. Kepala Rey menyembul dari balik pintu. "Kayaknya ada yang ketinggalan."
"Apa?" Asa merubah posisinya menjadi duduk.
Rey bergegas mendekati Asa. "Ini," ucapnya langsung mengecup bibir Asa.
"Rey," Asa tersipu malu, sementara Rey mengusap puncak kepalanya.
"Bentar ya, Bunda."
"Rey, nggak--" Ucapan Asa terputus karena Rey sudah buru-buru pergi.
"Pakai layanan gofood aja?" sambungnya yang tidak mungkin terdengar di telinga Rey.
***
Rey berlari memasuki swalayan ke enam. Dia sudah mencari toko buah yang masih buka, tetapi tidak ada. Strawberry juga cukup sulit didapatkan, dan akhirnya kali ini Rey mendapatkannya setelah berkeliling selama dua jam.
Rey berlari keluar swalayan, dia sangat ingin cepat-cepat menemui Asa. Maklum, pasutri baru. Rey tidak mau membuat Asa menunggu terlalu lama.
Bruk! Sebuah mobil berhasil menabrak tubuh Rey. Tidak cepat memang, tetapi mampu membuat pria itu tersungkur di jalanan.
"Ah," Rey meringis kesakitan.
Pengendara mobil itu keluar, ingin mengecek korban yang baru saja ia tabrak. "Mas nggapapa?"
Rey menggeleng. "Nggapapa kok, Bu."
"Mas, mending ke rumah sakit aja. Ayo saya antar."
"Nggak usah, Bu. Saya buru-buru."
"Tapi, Mas--" Wanita itu berusaha membantu Rey berdiri, namun Rey sudah lebih dulu berdiri.
"Saya nggapapa."
Rey membungkuk sebagai tanda permintaan maaf. Karena terlalu tergesa-gesa, ia langsung bergegas menuju parkiran. Rey menaiki motornya, dan segera pulang.
Hujan deras disertai petir menyambar, sayangnya Rey tidak membawa jas hujan. Ia terjang tetesan air ganas itu selama bermenit-menit lamanya, hingga akhirnya sampai di rumah minimalis berdominan abu tua.
"Asa!" panggilnya memasuki rumah.
Asa yang sejak tadi mondar-mandir tidak tenang di ruang tengah itu otomatis menoleh. "Rey!"
Rey menyengir kuda dalam keadaan tubuh basah kuyup. Salah satu tangannya terangkat, memamerkan strawberry yang berhasil ia dapatkan.
"Rey! Kamu kehujanan!" Asa mendekati Rey dan memeluk tubuhnya. "Kenapa buru-buru pergi gitu aja?! Kenapa juga lama banget?! Aku khawatir--"
"Ini kenapa?!" Asa memegang pelipis Rey yang berdarah.
Rey menjauhkan kepalanya dari tangan Asa. "Tadi keserempet mobil dikit, terus jatuh."
"Rey!" Mata Asa memerah. "Kenapa sih Rey harus sampai kayak gini? Kita bisa pakai layanan gofood juga kan!"
"Emangnya ada yang mau nganter pagi-pagi buta?"
"Iya kalau nggak ada, Asa bakalan nahan keinginan Asa sampai nanti. Kenapa juga tiap kali Asa bilang pengen ini, pengen itu, Rey langsung pergi buat dapetin itu semua."
"Hey, hey, hey, kenapa malah nangis?" Rey mengusap jejak air mata Asa menggunakan lengan jaket, dan karena jaketnya basah, wajah Asa jadi ikut-ikutan basah.
"Rey terluka karena Asa, Asa nggak suka." Asa merebahkan keningnya di dada basah Rey.
"Asa, dengerin Rey!" Rey memegang bahu Asa, mendorongnya pelan hingga mereka bersitatap.
"Asa itu berharga buat Rey, Asa itu dunia Rey yang paling Rey butuhkan. Kalau Asa nggak ada, dunia Rey bakalan runtuh. Cara pandang Rey ke semua hal pasti bakalan berbeda, makanya Rey bakalan berusaha keras buat Asa."
Rey tersenyum tipis, dia tempelkan hidungnya di hidung Asa, lalu bergoyang ke kanan dan ke kiri. "Nurutin bumil ngidam nggak seberapa, Sa. Bisa jadi, hal-hal yang lebih berat dari itu terjadi ke depannya."
"Asa nggak perlu ngerasa bersalah, semuanya Rey lakuin atas kemauan Rey sendiri. Karena Rey sayang sama Asa, Rey pengen bikin Asa bahagia."
"Aaaaaaaaa," Asa semakin terisak haru. Bisa-bisanya ada seseorang seperti Rey yang akan melakukan apapun demi dirinya? Sungguh, Asa merasa telah menjadi wanita terberuntung sedunia.
"Sa, jangan peluk terus. Baju kamu jadi ikutan basah."
Rey menjauhkan diri, namun Asa malah menarik tubuhnya lagi. "Nggak mau, Asa masih pengen peluk Rey."
"Mandi bareng aja yok lah, anget-angetan di bawah shower panas kayaknya enak."
TBC.
Simulasi Asa lahiran.
Vote dulu jangan lupa, dan ramein kolom komentar ya biar update setiap hari. ♥
Ada yang nunggu next?
Share cerita ini ke temen-temen/ sosmed kalau kalian suka dan layak dibaca ya.
Jangan lupa follow akunku juga, karena tiap update akan selalu aku umumin di wall.
7K komen ya, nanti aku update lagi. ♥
Jangan cefat-cefat, vliss. Mau nyantai dulu.
Spam apa aja boleh »
Makasih banyak yang udah baca dan aktif komentar di lapak ini.
✨ ILYSM Dash ✨