Am I Antagonist?

By luckybbgrl

2.6M 380K 21.2K

Ara adalah gadis penikmat novel yang selalu terbawa perasaan dengan apa saja yang ia baca. Sebuah novel berju... More

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
bukan update! (revisi)
enam belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
dua puluh enam
dua puluh tujuh
dua puluh delapan
dua puluh sembilan
tiga puluh
tiga puluh satu
tiga puluh dua
tiga puluh tiga
tiga puluh empat
tiga puluh lima
tiga puluh enam
tiga puluh tujuh
Tiga Puluh Delapan
tiga puluh sembilan
empat puluh
empat puluh satu
empat puluh dua
empat puluh tiga
empat puluh empat
empat puluh lima
empat puluh enam
empat puluh tujuh
empat puluh delapan
empat puluh sembilan
lima puluh
lima puluh satu

sembilan

73.7K 11.2K 621
By luckybbgrl

"Gue mau ke toilet dulu."

Rea berdiri dari duduknya, keluar dari bangku setelah pamit pada Savita.

"Ditemenin gak?" Savita yang masih duduk di bangkunya berkata sedikit kencang.

"Lo mau ke kantin apa enggak?" Rea menghentikan langkahnya dan berbalik menatap teman sebangkunya.

"Pengen sih."

"Yaudah lo ke kantin aja. Ajak noh si Vanya. Ntar gue susul," Rea berkata lagi setelah melirik ke arah Vanya yang masih anteng di bangkunya, menunjuk gadis itu dengan dagunya sekilas sebelum berbalik melanjutkan langkahnya.

Agam yang duduk di bangkunya, memperhatikan gerakan Rea. Cowok itu bahkan ikut menatap ke arah Vanya saat gadis itu melirik ke arahnya.

Saat berangkat ke sekolah pagi tadi, ia bahkan sudah merencanakan apa saja yang perlu ia lakukan kepada Vanya, korban bully-annya semenjak gadis itu pindah ke sekolah ini. Bagi Agam yang merupakan anak pemilik sekolah, ia tidak terima jika sekolah elite-nya yang hampir semua muridnya adalah kalangan orang berada ini menerima siswa baru miskin meskipun ia adalah murid terpintar. Apalagi saat mengetahui anak miskin itu sekelas dengannya.

Ia ingin agar gadis itu keluar dari sekolahnya. Ditambah setiap kali melihat ataupun mengingat tentang Vanya, rasanya ia sangat geram dan ingin mengganggunya. Itu sebabnya hampir setiap hari di sekolah, ia habiskan untuk mengganggu Vanya hingga gadis itu lelah dan memilih keluar sendiri dari sekolah ini.

Ia tidak ingin merengek pada orang tuanya untuk mengeluarkan gadis itu seperti anak kecil manja. Ia bisa membuat gadis itu keluar dengan sendirinya, tanpa harus memperburuk nama baik sekolahnya hanya karena mengeluarkan siswa yang baru pindah karena beasiswa.

Tapi ketika ia sampai di kelas dan menyaksikan pemandangan Rea yang bertengkar dengan Nathan, pikirannya tak lagi pada rencananya mem-bully Vanya. Pikirannya langsung terfokus pada Rea, bayang-bayang gadis itu yang dengan berani menyelamatkan Vanya dari aksi pem-bully-annya pulang sekolah kemarin.

Ia tidak bisa mencengah otaknya memikirkan keanehan gadis itu sejak kemarin. Rea, selalu tidak peduli tentang apapun yang tidak bersangkutan dengan Nathan. Gadis itu tidak pernah repot-repot meliriknya saat mem-bully Vanya, selalu bersikap baik padanya dan teman-temannya, serta tidak pernah menegur apapun yang ia lakukan meski salah hanya karena mereka adalah teman baik Nathan. 

Ya, apapun yang gadis itu lakukan semata-mata hanya untuk Nathan meski Nathan tak pernah melakukan hal yang sepadan untuknya.

Fokus hidup Rea hanya Nathan seorang.

Namun, hal yang tidak biasa dari gadis itu terjadi sejak kemarin. Dimulai dari gadis itu membantu Vanya agar terbebas darinya, mengejeknya, pulang tanpa Nathan, dan bertengkar hingga memutuskan hubungannya dengan cowok itu.

Saat istirahat pertama hari ini juga tidak biasanya gadis itu mau berjauhan dengan Nathan, biasanya gadis itu akan lengket dan tidak mau dipisahkan dengan Nathan. Apalagi duduk bersama Savita dan Vanya? 

Dilihat-lihat Rea lebih dekat dengan Savita dan Vanya dibanding dengan Vera sekarang.

Agam berdiri dari duduknya secara tiba-tiba, keempat temannya yang lain menoleh kaget karena cowok yang dianggap sebagai ketua dari perkumpulannya itu bergerak tiba-tiba padahal sedari tadi diajak bicara hanya diam.

"Rooftop, Gam?" Vano, salah satu teman satu perkumpulan dengan Agam itu bertanya, mewakili pertanyaan teman-teman lainnya yang diam.

"Duluan aja, ntar gue nyusul," Agam menjawab tanpa menoleh sedikitpun, langkahnya menuju ke arah keluar kelas. 

••••

"Udah denger belum soal Rea mutusin Nathan?" 

Rea mengurungkan niatannya untuk membuka kunci bilik toilet yang ia pakai ketika mendengar seseorang menyebut namanya dan Nathan dari luar bilik.

"Ha? Gak mungkin, lo bohong kan?" suara lainnya menyahut, Rea diam menajamkan telinganya untuk mendengarkan lebih jelas dan jauh percakapan orang di luar sana yang membicarakannya.

"Serius tau. Kejadiannya tadi pagi."

"Masa sih? Gak mungkinlah. Tau sendiri kan lo Rea sebucin apa ke Nathan."

"Nah makanya itu. Katanya tadi pagi tuh Nathan mukul sama ngedorong Rea sampe dia nangis."

"Serius lo? Wah, gak nyangka Nathan cowok kasar ternyata."

"Menurut lo mereka bakal balikan lagi gak?"

"Kalo gue jadi Rea sih enggak bakal sudi balikan sama Nathan, apalagi udah main fisik."

"Kita sepemikiran sih. Tapi ini Rea ke Nathan woi."

"Iya sih, palingan juga besok mereka balikan lagi."

"Hooh, kayak sebelum-sebelumnya kan?"

"Nathan ganteng sih, tapi kalo main fisik buat apa masih dipertahanin hubungannya coba. Rea goblok banget deh."

Rea tersenyum tidak percaya mendengar tawa kedua gadis di luar sana yang menggema di dalam toilet. 

Brakk

Kedua gadis yang tengah berdiri di depan cermin panjang itu menegang saat menyadari bahwa pintu salah satu bilik toilet terbuka dan menampakkan sosok Rea dengan wajah datar. 

Rea dengan santai melangkah mendekat ke arah wastafel yang berada di depan cermin untuk mencuci tangan, kedua gadis itu merapatkan diri dan menyingkir saat Rea mendekat.

"Oh. H-hai, Re!" 

Rea melirik salah satu gadis yang menyapanya lewat kaca. ia masi fokus mencuci tangannya.

"Em, de-denger-denger.. lo putus sama Nathan ya?" Rea menutup keran yang ia pakai, mengambil tisu dan mengelap tangannya hingga kering sebelum membuang tisunya ke tempat sampah. 

Setelahnya Rea berbalik menghadap ke arah dua gadis itu dan menatap mereka bergantian sembari melangkah mendekat. Kedua gadis itu sedikit panik, melangkah mundur hingga tubuhnya sudah mepet dengan tembok.

Rea memiringkan kepalanya, matanya menatap ke arah nametag keduanya bergantian.

"Dayana.... Zevara...," gumamnya sebelum kembali menegakkan kepalanya dan menatap keduanya dengan mata menyipit.

"Bukannya kalian udah tau kalo gue putus sama Nathan ya?" tanya Rea dengan sebelah alisnya.

"I-itu.."

"Kenapa masih tanya kalo udah tau?" ekspresi gadis itu masih saja santai meski tidak ada sedikitpun senyuman.

"Atau sebenernya kalian belum tahu dan asal ngegosip cuma karena omongan orang?" Keduanya menelan ludahnya susah payah dengan mata bergeming takut. 

"Ohh, gue tahu," Rea tersenyum miring, semakin mendekatkan wajahnya ke arah kedua gadis itu. "Pasti yang kedua kan?" Rea tersenyum remeh dengan kedua alisnya terangkat mengejek.

"Jelas yang keduanya gak sih? Orang kalian tadi bilang Nathan mukul dan ngedorong gue sampe nangis. Padahal yang bener itu Nathan nampar dan ngedorong gue, bukan mukul," bibir atas Rea mengerut jijik, tangannya terangkat menyentuh pundak keduanya dan menepuk pelan. "Lain kali kalo ngegosip cari yang lebih akurat. Sekalian tanya orangnya langsung daripada kejadian kayak gini keulang lagi ya?"

"Gue malu kalo jadi kalian soalnya," Rea menurunkan tangannya dan berbalik keluar toilet. Tapi langkahnya terhenti selangkah sebelum mencapai pintu. 

"Oh ya. Dan gue gak nangis, kalo kalian mau tau."

Setelah mengatakan itu, Rea membuka pintu dan langsung melangkah keluar. Ia menghembuskan nafasnya berat, rasanya sedikit gemetar setelah melakukan hal yang belum pernah ia lakukan di hidupnya entah sebagai Rea atau Ara.

"Tadi gue keren gak sih?" tanyanya pada dirinya sendiri sambil memegang kepalanya yang sedikit berdenyut. 

"Keren gak keren, yang penting gue puas." 

Gadis itu terkekeh bangga pada dirinya sendiri sebelum meninggalkan senyuman lebar yang semakin meluntur ketika matanya menangkap sosok Agam, malaikat mautnya yang menatapnya dan melangkah mendekat.

Langkah Rea terhenti, matanya sedikit melebar saat melihat langkah lebar Agam yang semakin mendekat. Beberapa langkah sebelum Agam benar-benar berada di dekatnya, Rea segera berbalik dan melangkah cepat menjauhi Agam.

Agam mengerutkan keningnya saat melihat Rea berbalik menjauhinya. Menyadari itu, dengan spontan ia juga mempercepat langkahnya mengejar langkah kaki gadis itu. 

Awalnya ia hanya berniat mengikuti Rea, siapa tahu gadis itu melakukan hal yang bisa membuatnya menemukan alasan keanehannya sejak kemarin. Dan entah mengapa saat melihat gadis itu seperti menghindari bersimpangan dengannya, membuat rasa penasarannya semakin tinggi.

Rea menoleh ke belakang, matanya mendelik saat melihat Agam mengikutinya dengan langkah yang semakin cepat dari sebelumnya.

"Buset, malaikat maut ngejar gue!" pekiknya tertahan sambil terus mempercepat langkahnya.

Nafasnya sudah tersenggal-senggal saat menyadari bahwa Agam terus saja mengikutinya. Dengan cepat ia berhenti dan bebalik menghadap Agam.

"Lo kenapa sih ngikutin gue?!" semburnya langsung, membuat Agam juga langsung menghentikan langkahnya kaget.

Cowok itu mengerutkan keningnya bingung, "Siapa yang lo sebut ngikutin lo?" 

"Siapa lagi kalo bukan lo?" tanya Rea balik dengan kening berkerut kesal. 

"Gue?" tanya Agam lagi sambil menunjuk dirinya sendiri. Cowok itu tertawa sinis sebelum kembali sedikit menunduk menatap Rea yang tingginya hanya selehernya. "Kurang kerjaan apa gue ngikutin lo? Kurang-kurangin deh tingkat ke-pede-an lo!" Agam menatap mengejek ke arah Rea.

"APA? Gue ke-pede-an?" Rea membuka mulutnya tidak percaya mendengar perkataan Agam. "Jelas-jelas lo ngikutin gue dari toilet sampe sini. Masih bilang gue yang ke-pede-an? Benerin dulu tuh otak lo!"

"Apa lo bilang?" Agam mengerut tidak suka mendengar perkataan berani yang keluar dari mulut gadis itu.

Rea tertawa sinis sambil membuang mukanya sebelum kembali mendongak menatap Agam dengan senyuman miring. "Gue baru tahu ternyata lo sama budek-nya kayak Nathan."

"APA LO BILANG?" Agam berteriak marah dengan kening berkerut sepenuhnya.

"Susah ngomong sama orang budek," Rea berbicara sambil menggelengkan kepalanya, lalu bebalik dan melangkah meninggalkan Agam yang megertakkan gigi dan mengepalkan tangan menahan emosi.

"ARGH, SIALAN!" Agam mengumpat sambil menendang udara untuk meluapkan emosinya.

Cowok itu menghela nafas banyak-banyak, kemudian berbalik dan melangkah menuju rooftop setelah menghembuskannya dengan penuh emosi.

Brakk

Keramaian di rooftop seketika melenyap ketika Agam datang dan menarik kursi besi yang kosong dengan kasar sebelum mendudukinya. Rahangnya masih mengeras, sesekali nafasnya juga dihembuskan kencang-kencang.

"Lo kenapa, Gam?" Ricard bertanya sambil membuka bungkus permen bertangkai sebelum memasukkannya ke dalam mulut.

Agam diam, ia melirik Ricard sebentar sebelum mengamati satu persatu anak yang ada di sana. Tatapannya berhenti saat melihat Nathan tengah meneguk minuman soda dalam kaleng.

"Lo!" Agam menunjuk Nathan, membuat semuanya beralih menatap ke arah yang sama dengan Agam. 

"Gue?" Nathan menunjuk dirinya sendiri dengan kening berkerut. Agam mengangguk.

"Lo. Jangan pernah mau diajak balikan si Rea. Jangan pernah mau!" Agam berkata dengan penuh penekanan, kemudian meraih salah satu minuman soda dalam kaleng yang masih utuh di atas meja. Membuka dengan sekali hentakan dan meneguknya cepat.

Nathan awalnya mengerutkan keningnya bingung mendengar perkataan Agam. "Dia bilang mau ngajak gue balikan?"

Agam diam tidak menjawab, masih fokus meneguk minuman kalengnya. Tapi meski tak dijawab, senyuman miring Nathan menggembang. "Udah gue duga dia gak beneran bisa hidup tanpa gue."

Beberapa anak disana mengerutkan keningnya bingung melihat tingkah Agam yang tidak seperti biasanya. Baru kali ini ia datang dengan emosi menggebu-gebu, apalagi penyebabnya adalah seorang gadis selain Kiranti.

Bara mengerutkan keningnya samar melihat ekspresi Agam dan Nathan bergantian. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya sebelum meneguk minuman kaleng miliknya.

To be continue...

••••

makasih buat vote dan komennya
itu bikin aku jadi semangat up😭❤

btw, harusnya kalian sadar sesuatu. ada yg tau apa?

see u next chap😻

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 195K 37
Aurora tersenyum tipis, menatap Aric tanpa benci sedikitpun. "Aku harus apa, Ar?" Lirihnya. Aric tertegun. "Aku harus apa untuk benci kamu, Ar?" Tany...
2.9M 281K 81
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya.
535K 34.7K 62
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...
533K 80.4K 44
[Special RĂ©incarnation Series] Aku terjebak di dalam tubuh pemeran penjahat dari cerita yang pernah kubaca sebelumnya. Tubuh seorang putri palsu yan...