Loversation

By valeriepatkar

97.8K 11K 4.9K

Semoga semua orang punya teman bicara. Agar hidupnya bisa bertambah, satu juta hari lamanya. More

Clue 1.
Clue 2.
Clue 3.
Clue 4.
Clue 5.
Clue 6.
Clue 7.
Clue 8.
Clue 9.
Clue 10.
Jatuh Cinta Seperti di Fiksi-Fiksi
Hati-Hati di Jalan, Dirga

Clue 0.

23.3K 2K 1.2K
By valeriepatkar

clue 0.

ingatan biru yang kembali lagi

Dirga, Theala, dan kata-kata yang gak pernah terucap.

"Semoga semua orang punya teman bicara,

Agar hidupnya bertambah,

Satu juta hari lamanya."

Keywords : Trauma masa kecil dan teman bicara

**


Jakarta, 14 September 2022

Dirga


"Apa kabar, Dir?"

"Lumayan."

Emang paling bener setiap ditanya kabar gak usah ngomong sejelas baik atau gak baik sih. Bilang aja lumayan, soalnya dalam satu hari aja terlalu banyak hal random yang gak bisa definisiin hari yang baik atau hari yang buruk. Jadi, yaah. Lumayan.

"Ini... Mirip... Doraemon ya." kepala gue miring melihat seekor kucing yang sedang berdiri di atas meja, tepat di hadapan gue. Dia jenis kucing ras American Shorthair abu-abu yang dipakein baju warna biru dan kalung berbentuk lonceng. Jadi gue mengangguk dengan yakin, "He eh, mirip Doraemon."

"MEREM!" Sosok di sebelah langsung menggeplak lengan gue, padahal dari tadi dia khusyuk merem menghadap Doraemon ini.

"Dia bukan Doraemon. Dia ini kucing yang bisa mewujudkan apa yang kita inginkan jika kita memohon dengan baik sama dia."

Lah iya, Doraemon, kan?

"Namanya Cipung."

Lah, kok jadi anaknya Raffi Ahmad?

"Alias Kucing Kampung."

"Oooooh," gue ngangguk-ngangguk dengan tampang serius.

"CEPETAN MEREM!" Sosok di samping gue ini ngomel lagi. Heran, perasaan jaman kuliah dia gak hobi ngomel-ngomel begini. Apa semua orang yang mau kawin tuh level stresnya lebih tinggi ya dari pada orang lain pada umumnya?

"Glen, ini si ibu, namanya siapa?" bisik gue.

"Bu Wati!" Glendy ngomel lagi sambil khusyuk merem di hadapan Doraemon ini. Eh Cipung. Eh, Kucing Kampung maksudnya.

"Oooh," gue ngangguk-ngangguk lagi dan bersiap buat memejamkan mata. "Gue kira Nagita Slavina."

Gue bisa mendengar helaan napas Glendy yang beratnya persis kayak helaan napas bapak-bapak beranak 3 -berat banget.

"Meow."

Oh, ternyata Cipung bisa ngomong.

"Nah!" gue dan Glendy sama-sama terperanjat kaget dan membuka mata setelah beberapa menit merem. Ternyata Bu Wati udah mendapatkan jawaban dari Cipung. "Sepertinya menurut Cipung, teman kamu ini sudah berada di jalan yang tepat."

Panjang amat pendapatnya? Perasaan tadi Cipung cuma "Meow" sekali.

"Oh, gitu yah Bu," Kali ini Glendy yang mengangguk-angguk serius.

"Karir baik, kesehatan juga baik, tapi jodoh... Yah, memang belakangan sedang sulit. Kamu sedang menutup pintu hati ya?"

Gue berkedip beberapa saat sambil melihat ke dada gue sendiri, mana? Gak ada pintunya?

"Kabar baiknya, tahun ini akan ada seseorang yang bisa membuat pintu hati kamu terbuka lagi."

"Deket kan yah Bu orangnya?" Glendy memastikan.

"Dekat kok. Kamu harus lebih peka dan berusaha keras saja."

"Tuh! Denger!"

"Aw!" digeplak lagi gue. Ini Glendy kenapa mendadak jadi emak-emak yang lagi omelin anaknya depan mertua sih?

Ngomong-ngomong gak usah heran gitu. Ini memang agenda rutin yang akan selalu dilakukan Glendy setiap bulan.

"Lo diajak Glendy ke dukun mana lagi hari ini, Dir?"

"Dia bukan dukun, dia itu orang indigo yang kucingnya bisa melihat masa depan," jelas Glendy, gak terima Ardan katain orang kenalannya dukun.

Gak usah heran. Sepanjang tahun, gue udah diajak keliling ke 3-4 orang pinter karena Glendy penasaran kenapa sampai sekarang gue masih sendiri. Glendy percaya, ada yang gak beres sama gue selama 4 tahun terakhir, dan dia udah mulai khawatir. Goal-nya sebelum menikah awal tahun depan adalah memastikan gue gak sendiri lagi.

Padahal kalau dipikir-pikir, di sini bukan cuma gue yang betah sendiri.

"Tumben baru pulang."

Gue mendengar suara pintu apartemen terbuka dan ternyata Pejabat Negara kita baru pulang jam setengah 10 malam.

"Tumben sudah pulang." Balasnya sarkastis. Selalu jago dalam urusan sahut-menyahut.

"Ini baru mau jalan." Gue udah bersiap sama tas tenteng besar gue. "Tadi Trian pinjem mobil gue buat beli makanan sebentar, makanya gue nunggu."

Dion sempat melirik gue lama, masih gak familiar sama santainya hubungan yang gue punya dan Trian sekarang setelah hampir 3 tahun lebih gak pernah saling bicara satu sama lain.

"Oh." Matanya lalu melirik sosok yang sudah tergeletak mirip orang mati di atas lantai, beralaskan sarung cap Gajah motif kotak-kotak ungu di pinggir jendela yang bikin dia persis kayak hansip lagi jaga kompleks. "Produktif sekali ya dia. Cari makan, makan, tidur."

Bukan cuma Trian yang begitu. Kalau lirik ke bagian kiri sedikit tepat di depan televisi, ada Glendy yang udah ngorok juga di atas sofa.

Ardan hari ini gak ada karena lagi manggung sama bandnya di Pestapora.

"Wow, it's amazing I can live with these species.. At the same roof." Dion masih speechless sama keputusannya sendiri untuk pulang dari London setelah wisuda S2 di sana.

Dan tinggal di apartemen ini lagi pula.

Sama Glendy, Ardan, Trian.. Dan gue.

"Ya salah sendiri. Siapa suruh ngide tinggal bareng gue." Celetuk gue bikin lirikan Dion semakin sewot. "Udah ah, cabut."

"Ke mana?" tanya Dion lagi.

"Diving."

Sebelum denger dia ngoceh lagi, gue langsung cabut ke daerah Senayan.

Sesampainya di sana, gue terdiam mematung di dalam mobil ketika ada satu barang asing yang ada di jok samping, tepat di sebelah gue.

Buku.

Warnanya biru.

Dengan judul yang sesuai dengan tampilan fisik bukunya.

Ingatan Biru.

Sebelumnya buku itu gak ada sama sekali di mobil gue, jadi pasti ini barangnya Trian yang ketinggalan.

Bukunya udah lumayan berumur. Walaupun bukan buku yang terbit dari puluhan tahun lalu, buku ini tetap kelihatan lusuh karena terlalu sering dibuka pemiliknya

Ada beberapa halaman yang ditandain sama bookmark warna-warni yang sama kelihatan tuanya.

Ketika gue gak sengaja buka halaman depan... Gue berhenti untuk beberapa saat.

Lama.

Gak tau berapa lama sampai akhirnya gue turun masih membawa buku itu bersama barang bawaan gue yang lain.

Emang aneh jam 10 malam malah pergi ke kolam Aquatic Gymnastic di Senayan. Di saat gak ada satupun orang yang latihan di sini, gue malah datang sendirian biar gak ada yang ganggu gue.

Setelah pasang diving fins, gue langsung masuk ke dalam kolam.

Jauh.

Terus.

Sampai ke kedalaman 20 meter di bawah sana.

Di kedalaman sini gue bisa mengatur napas. Tenang tanpa ada suara apapun. Gue gak tau apakah di luar sana lagi hujan deras atau gak. Gue juga gak tau apakah di luar sana lagi ramai atau sepi.

Di dalam kolam ini.. Cuma ada gue, dan pikiran gue.

Gue akan selalu memejamkan mata, diam beberapa lama sampai akhirnya napas gue mulai menipis sampai waktunya tiba untuk kembali ke permukaan.

Terus di bawah sini, banyak pertanyaan muncul di kepala gue.

"Apa kabar, Dir?"

"Lumayan."

"Kenapa sampai sekarang lo masih selalu inget hal yang sama?"

"Kenapa gue harus lupa?"

Kenapa semua orang harus lupa supaya bisa jadi lebih baik?

Kenapa semua orang di masa lalu harus diganti sama orang baru meskipun kenangannya masih tetap tinggal di ingatan?

When you have pain, and you look at them, it will hurt.

But when you don't look at it, you'll forget it somehow.

Gue sekarang sedang gak melihat luka itu.

Gue cuma memejamkan mata selama yang gue bisa karena dengan ketenangan ini, gue tau gue akan baik-baik aja.

Tapi kadang ketika napas gue hampir habis dan gue harus kembali ke permukaan, realita menyambut gue lagi.

Sementara gue akan terus mengingatnya.

"Hai, Dir."

Langkah gue terhenti ketika ada sosok cewek yang berdiri di hadapan gue dengan senyum cerianya yang cantik.

Lalu gue akan terus mengingatnya.

"Hai, Kin." Gue mengulas sebuah senyum yang sama lebarnya kayak senyum yang selalu gue tunjukan ke semua orang.

Dan gue akan terus mengingatnya.

Setiap malam gue harus berdiam lama di kedalaman dua puluh meter.

Karena ketika hanya ada gue dan diri gue sendiri, di sana gue gak perlu mengingat dia lagi.

Dia akan selalu ada bersama gue.

Nama yang ada di halaman depan buku biru itu.

Theala Radista Queensy.

Ini masih cerita tentang gue dan seseorang yang berakhir tanpa pernah sempat dimulai.

Dan gue masih gak pengen lupain dia.

Sama kayak gue gak pernah lupain masa kecil gue.




**


Enschede, 14 September 2022


Theala


"Apa kabar, Thea?"

Tuk,

Tuk,

Tuk,

"Baik kok." Jawab gue disela langkah kaki yang bergerak cepat. Dengan sepatu heels setinggi 5 sentimeter, jalan secepat ini akan membuat bagian luar kelingking dan tumit gue sakit setengah mati.

Cuma gimana ya kalau udah telat?

"Baiknya gimana?"

"Ya... Baik?" kening gue berkerut sambil melirik jam tangan. "Baik ya baik... Baik-baik aja."

Baik-baik aja kok hidup gue.

Berangkat kerja setiap pagi kayak orang lain,

Pulang tepat waktu,

Istirahat,

Weekend ngumpul dan ketawa-ketawa meskipun habis itu tenaganya habis gak tersisa.

Selama masih sama dengan orang lain, gue seharusnya baik-baik aja.

Tuk,

Tuk,

Tuk,

"de trein naar Groningen komt zo aan."

Kereta gue sedikit lagi sampai.

"Not going in?" seseorang bertanya dari samping, menyadarkan gue yang melamun terlalu lama.

"Oh, ya, hahahaha. Nope. Thanks."

Seharusnya hari ini gue pergi berangkat kerja seperti orang lain yang mengacuhkan impian mereka untuk bertahan hidup hari ini.

Tapi bukannya bersiap untuk naik kereta itu biar lebih cepat sampai tujuan, gue malah diam aja ketika kereta itu sampai.

Apa karena kaki gue sekarang kesakitan?

Atau karena... hari ini aja, gue pengen punya hari yang beda dari hari lainnya?

Di pusat kota Enschede, ada satu halte bus yang selalu ramai karena jadi pusat dari semua pemberhentian bus kota-kota besar seperti Amsterdam dan Rotterdam.

Namanya Halte Bolsterweg.

Duduk di sini, akan ada banyak orang yang langkah kakinya menggebu-gebu seperti keinginan mereka di masa muda. Namun sepasang mata mereka lelah seperti kenyataan menyambut masa dewasa yang harus mereka terima.

Begitu juga gue.

Duduk di antara guratan ingatan dan kenyataan itu.

I want you to know

That it doesn't matter

Where we take this road

But someone's gotta go

Gue masih suka mendengarkan lagu sedih meskipun gue gak tau apa yang benar-benar sedih hari ini.

And I want you to know

You couldn't have loved me better

But I want you to move on

So I'm already gone

Mendengar lagu sedih kadang hanya membuat gue merasa cukup dimengerti. Sebab semakin dewasa gue sulit untuk mengerti apa yang sungguh-sungguh jadi kemauan diri sendiri.

Sambil mendengarkan lagu dengan alat pendengar musik yang sekarang udah gak ada kabelnya, ditemani layar hape yang semakin tahun semakin lebar, lalu dikelilingi orang-orang yang tertawa menonton video Tiktok di FYP mereka.

Dunia aja berubah.

Masa gue enggak?

Tunggu... Salah pertanyaan.

Dunia aja berubah.

Kenapa gue enggak?

Kenapa gue masih selalu sama?

Sepasang mata gue menatap percikan-percikan air yang jatuh satu per satu membasahi tanah.

Hujan.

Karena September adalah awal dari musim hujan yang akan selalu panjang.

Gue merogoh tas tote kulit gue untuk mencari sesuatu. Payung. Di mana payung lipat yang selalu gue bawa setiap musim hujan?

Gak ada.

Gue lupa membawanya.

Gue hanya terus menatap hujan yang turun semakin deras bersama orang-orang yang berlarian untuk berteduh. Sedangkan gue masih diam sambil melihat sepatu stiletto gue yang semakin basah karena terkena percikan air.

"Thea.."

Gue kira hari ini gue harus menembus hujan.

"Eh, Mas."

Ternyata ada seseorang yang datang.

Seseorang yang gak takut dengan sebuah payung.

Sampai detik ini, ketika dunia banyak berubah, gue masih selalu sama.

Gue masih seseorang yang selalu bodoh berkawan. Gue masih seseorang yang gampang kelelahan ketika bepergian tapi saat terlalu lama sendiri juga bingung karena kesepian. Gue masih seseorang yang terjaga sampai jam 2 pagi untuk memikirkan banyak hal yang hanya akan menyakiti diri sendiri.

Gue masih seseorang yang menyukai puisi.

Karena katanya,

Puisi adalah sesosok manusia yang terdiri dari beberapa bait sajak. Setiap kalimatnya memiliki banyak arti dan rangkaian katanya akan membentuk banyak cerita. Huruf-huruf di dalamnya menari-nari mewakili perasaan yang melahirnya banyak tanya.

Tanya yang gak pernah ada jawabnya.

"Ini buku dari penulis kesukaan kamu kan?"

Gue melirik buku biru yang diberikan Mas Dhika.

"Oh.. Iya."

"Bagus ya judulnya. Ingatan Biru."

"Hmm." Gue menatap buku yang masih bagus karena baru aja dibeli. Beda dengan buku gue yang udah lusuh dan menghilang entah ke mana.

"Puisi mana yang paling kamu suka, The?"

Gue membuka buku itu dengan random. Namun masih ada satu halaman yang akan selalu gue ingat di luar kepala.

"Ini.." Gue membuka halaman itu dengan pelan, menatapnya tanpa suara.

Dia yang menangis lebih keras untuk air matamu.

Dia kau pandang sebelah mata,

Manakala kedatangannya tak lebih dari bayangan semu

Datang sekali waktu mengisi pentas hidupmu yang begitu jemu.

Dia menunggu, namun enggan kau tunggu

Rapat pintu hatimu

Kau tutup dengan api yang tak pernah padam

Sebab teguh pendirianmu untuk berlindung dari segala rayu

Dia tak pergi karena kau yang tinggalkan dia

Kau susur semak-semak hari lalu

Membiarkannya kedinginan di hari kini tanpa satupun bait dari sebuah lagu

Dia menangis dan tak kau seka

Air matamu tumpah ruah

Dibanjiri mereka yang rupanya bukan dia

Dunia ini berubah dan gue masih akan selalu sama.

Gue masih seseorang yang akan selalu meninggalkan.

Dan gue masih seseorang yang masih dihantui dengan bayang-bayang masa kecil yang menakutkan.





*

*

*


Memperkenalkan, Loversation.

Cerita untuk mereka yang masih belum beranjak dari masa kecil yang tak menyenangkan.

Sejak pertemuan mereka tahun 2013, ada banyak kata yang gak pernah Dirga dan Thea ucapkan untuk satu sama lain.

Di cerita ini, mereka akhirnya bisa mengatakannya.

Loversation akan dibuka dengan 10 clue yang ditulis di Wattpad dan seluruh platform Digital, kemudian akan diakhiri dengan sebuah buku yang akan menutup semua tanya dan kata yang tak pernah terucap.


Main Characters

Gamaliel Audirga Danuandra (Dirga) - 28 years old

A home and sea seeker, a bright extrovert, laughing and having fun a lot.

"If remembering someone hurts enough, let's forget the hurtful parts and keep the good ones inside. Forgetting them will hurt you more."


Theala Radista Queensy (Theala) - 27 years old

A petroleum analyst, an independent introvert, love wearing high heels and seeing her arlogi.

"In a term called love, there is no accepting nor understanding. There's only a sacrifice, for someone to be someone else. To love and to feel loved."


Pradhika Jannadi (Dhika) - 31 years old

A child saver, an understanding ambivert, and a wonderful watcher.

"In life, we're only going to love one person in our lives right."

Kinan Rahmadi (Kinan) - 28 years old

A society caregiver, an admiring extrovert, and a good listener.

"As long as we keep trying, there's always a good serenity over bad chaos. And I am okay waiting."

Supporting Characters

DISCLAIMER : Foto dan visualisasi yang ada dalam cerita ini tidak dimiliki oleh penulis, dan tidak terkait dengan cerita serta karakter yang ditulis. Foto dan visualisasi adalah sepenuhnya milik credit yang terkait. Foto hanya digunakan untuk membantu pembaca memvisualisasikan apa yang terjadi. Cerita ini adalah fiksi dan tidak bersangkutan dengan orang, visualisasi, instansi, atau lembaga tertentu.


**

Catatan Valerie

Welcome to the new era,

Karena banyak cerita yang gak pernah tersampaikan di Nonversation,

Karena Dirga berhak bahagia,

Karena Thea berhak bahagia,

Dan karena semua cerita berhak menemukan akhir terbaiknya.

Represent you the friends of my youth, Dirga, Theala, dan Loversation.

Continue Reading

You'll Also Like

439K 31.4K 35
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
343K 22.2K 49
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...
854K 109K 37
Sebagai putra sulung, Harun diberi warisan politik yang membingungkan. Alih-alih bahagia, ia justru menderita sakit kepala tiada habisnya. Partai ya...
1.7M 24.4K 41
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...