Giordan tersenyum setelah penyematan mahkota dan jubah nya.
Kini ia lah raja Negeri ini.
Sayup sayup ia merasakan kehadiran ayah dan ibu nya dari kejauhan.
Dapat ia rasakan bahwa kedua nya juga turut tersenyum bahagia sekarang.
Giordan beralih menemukan sosok paman nya, Mark.
Kakak dari sang ayah yang kini memandang nya dengan tersenyum bangga pula.
"Paman?"
"Kenapa yang mulia raja?"
"Paman aku tetaplah Jio kecil yang paman kenal."
"Yang merengek memaksa ditemani main oleh Levanya?"
"Paman jangan menggoda ku, Levanya tidak datang?"
"Tadi dia bilang ingin mengurus suatu hal, tetapi dia bilang akan datang."
"Tuan putri ceroboh, ijinkan aku memarahi nya nanti paman."
"bagaimana yang mulia sudah sebesar ini? Seingat paman kemarin kalian masih bermain kejar-kejaran di taman belakang."
"Vanya berhenti aku lelah."
"Tidak kalau begitu kau otomatis kalah."
"Tidak aku menang."
"Tidak aku!"
"Ibu huwaaaaa," tangisan kedua nya mulai menggelegar mengganggu acara minum teh tenang sang ratu.
Nana bangkit menghampiri kedua nya.
"Ibu aku tidak suka dengan Levanya."
"Aku juga tidak suka pada mu huwaaa mama papa jemput lele."
Nana agak meringis melihat kedua nya yang memang selalu seperti ini. kalau dekat pasti bertengkar dan kalau jauh akan saling menanyakan.
"Tidak boleh seperti itu anak anak ayo berbaikan."
"Bibi lele mau pulang."
"Mama dan papa lele sedang tidak di rumah jadi lele dititipkan disini 2 hari pulang nya kan bisa besok. Sekarang dengan bibi dulu ya?"
"Ibu punya jio jangan sama Levanya Bu."
Nana memijat pelipisnya pusing akan kelakuan kedua bocah itu.
"Ada apa pangeran dan putri Levanya ribut begitu?"
"Yang mulia raja lele mau pulang."
"Yatuhan putri belum genap sehari kau dititipkan sudah mau pulang. Memang persis mama nya." Gumam Jeno.
"Pulang besok ya nak? Hari ini kita kan mau kemah di taman belakang."
"Benarkah?" Tanya Levanya.
"Ayah kenapa tidak memberi tahu Jio dulu? Jio kan anak ayah?"
"Jio laki laki selalu mengalah pada perempuan nak, mengerti?"
"Baik ayah," Jio menunduk lesu.
"Baiklah sekarang anak anak harus tidur siang nanti malam kita kemah di taman belakang."
Kedua anak anak itu segera berlari ke kamar masing masing di ikuti pelayan pribadi mereka.
"Bagaimana yang mulia malah menjanjikan itu pada anak anak padahal pekerjaan menumpuk?"
"Tenang saja, bisa ditunda sebentar untuk mereka na."
......
"Ibu kenapa kalau berkemah harus ada api unggun?"
"Hmm agar tidak ada nyamuk?" Jawab Nana asal tapi jio masih belum terima dengan alasan itu.
"apakah hanya itu?"
"Ya itu masuk akal." Ucap Levanya.
"Tidak ada yang lain?"
"Ada!" Jeno menyahut.
"Apa ayah?"
"untuk memberikan kehangatan orang di sekeliling nya yang sedang berbicara dari hati ke hati satu sama lain. Itu lah fungsi utama api unggun."
"Hmm itu jawaban yang memuaskan Jio mau jadi api unggun yang memberikan kehangatan untuk orang sekitar Jio yang sedang berbicara serius."
Nana tersenyum mengusap rambut si kecil.
"Ayo kita makan pizza nya ibu sendiri yang membuat nya tadi."
"Benarkah?"
"Asyiik terimakasih bibi."
"Terimakasih ibu."
"Terimakasih Nana."
"Sama sama semua nya."
"Bukan kah ayah dan ibu tak pernah meninggalkan peran nya sebagai orang tua untuk ku paman?"
"Ya mereka bisa mendidik pangeran dengan baik sampai bisa menjadi seperti sekarang."
"Apa yang mulia tau bagaimana pertemuan kedua nya?"
"Entah, aku tak pernah menanyakan itu."
"Mereka bertemu saat yang mulia raja berada di panti asuhan dan kebetulan ratu juga ada disana ikut bakti sosial. Mulai saat itu mereka makin sering bertemu lalu menjalin hubungan hingga akhir nya menikah."
"Ayah pasti langsung terpesona pada ibu," Gi0rdan terkikik membayangkan nya.
"Bukan kah sangat terlihat? Seberapa besar cinta yang mulia raja pada ratu?"
"Hmm ayah sangat menyayangi ibu, aku bersyukur ibu mendapatkan cinta begitu besar dari ayah."
"Yang mulia tau saat pertama kali Yang mulia Jeno menggendong yang mulia? Dia benar benar menangis saking terharunya. Itu bahkan membuat ratu sampai tertawa."
"Benarkah? Semenyentuh itu?"
Mark mengangguk kembali menerawang ke masa masa itu.
"Dia juga sama seperti anda, adik ku juga kadang menyesali takdir nya menjadi raja. Bagaimana dia berjuang begitu keras diatas keterpaksaan untuk menggantikan posisi ayah kami. Aku saksi nya. Jadi kalau dulu yang mulia berfikir dia menekan yang mulia untuk belajar ewn mengatakan bahwa yang mulia yang menjalani ini dia tak tau bagaimana rasanya dipaksa seperti itu. Dia lah yang paling mengerti."
"Ayah...."
"Oh iya beliau menitipkan ini, yang mulia bisa membuka nanti. Beliau mengatakan saat anda sudah jadi raja aku boleh memberikan ini untuk anda."
Giordan memandang kotak kayu usang berukuran sedang yang di berikan oleh paman nya.
"Terimakasih paman."
"Yang mulia orang yang hebat. Anda pasti bisa melakukannya. Kalau yang mulia mengalami kesulitan jangan segan segan menghubungi saya. Saya juga ayah yang mulia, kalau yang mulia merasa tak sanggup berdiri anda bisa bersandar pada saya."
"Boleh kah aku bersandar sekarang paman?"
Mark mengangguk mantap merentangkan tangan nya mengisyaratkan sang keponakan untuk memeluk nya.
"Jio lelah paman."
Setetes air mata nya turun. Dia benar benar lelah.
Mark hanya bisa mengusap punggung anak itu.
"Jio ingin pergi tapi ayah tak akan senang."
"Satu bulan ini benar benar mimpi buruk paman jio lelah."
"Paman tau, menangis lah nak."
Dan disanalah Jio menumpahkan segala kesedihan nya. Di bahu sang paman. Hari itu Jio benar benar menangis sampai kelelahan.
To be continue
Ini tuh cuma 5 chapter dan ada di draft..
Wkwkk cuma hasil kegabutan dan kegalauan tangan ku aja kali yaa...