•
•
•
"Kak Seulgii!"
"Ayo bangunnnnn!".
"Kak Seulgi--"
"--Yang.."
"--Jelek!"
"Ayo bangunn, ini hari minggu kakk!".
Seulgi mengusap telinganya yang berdengung berkat teriakan adiknya yang melengking hebat, "azka kaka ngantuk.." ujarnya serak dengan wajah yang sekusut sprei.
"Tapi hari ini jadwal kita olahraga."
"Ayo bangun," Azka menepuk pipi Seulgi yang terdapat guratan merah bekas tidur sedangkan Seulgi berusaha menghindari pukulan-pukulan kecil yang diberikan Azka sebelum merubah posisi tidurnya. Tentu aja Azka ga nyerah ngebangunin kakaknya yang kebo kalo tidur, dia ikut pindah kemudian kembali memainkan tangan Seulgi untuk digoyang-goyangkan agar pemiliknya risih.
"Kak seulgi jelek yang jombloo ayo bangun!".
"Kalo kaka ga bangun nanti rezeki kaka dicaplok ayam."
"Jodoh kaka ga sampe-sam---Kakkkk!" Dia berteriak ketika mendadak Seulgi menarik tubuh kecil itu kedalam dekapannya erat. "Mending kita bobo lagi." Katanya dengan suara yang parau.
Azka memberontak kesal. "Ngga mau, ish ayo kak Seulgi." Intonasi yang dipakai Azka mulai merengek yang membuat akhirnya Seulgi tersenyum gemas dan memaksa matanya untuk terbuka, pemandangan yang pertama kali dia lihat adalah adiknya yang memanyunkan bibirnya bete. "Iya ganteng ini kaka udah bangun,"
"Yaudah ayo."
Seulgi magut magut, dia berkedip-kedip sambil membersihkan kotoran dimata minimalisnya. "Cium dulu dong,"
Azka membebaskan dirinya dari rengkuhan Seulgi, dia mulai mendekatkan bibirnya menuju pipi Seulgi yang membuat pemiliknya tersenyum senang namun tiba-tiba dia beralih menuju daun telinga Seulgi untuk digigit.
"Aw Azka sakit tau!".
Azka justru tertawa, dia menjulurkan lidahnya meledek Seulgi yang sudah terbangun sepenuhnya.
"Biarin aja wlee."
•••
Sekitar sepuluh menit Seulgi malas-malasan mengumpulkan nyawanya dia dan Azka berangkat olahraga pagi ke taman kota tempat biasa mereka berolahraga setiap hari libur.
Sebenernya Seulgi ngantuk mampus, semalem dia melek sampe jam satu pagi buat nyusun makalah yang bakalan dikumpulin hari senin alias besok. Makanya tadi pas dibangunin Azka jam enam pagi buta dia rada males, walaupun emang olahraga kegiatan rutin mereka setiap satu minggu sekali supaya sehat, kuat, dan bugar.
Ugh berasa iklan obat kuat-- eh susu maksudnya.
Berkat itu juga Seulgi bisa dapetin perut kotak-kotaknya tapi bukan cuman ngandelin lari doang sih, dia setiap sebelum atau bangun tidur pasti push up dan sit up 3 set, satu set nya 10 kali.
Sesampainya ditaman kota sekitar sepuluh menit dengan mengendarai sepeda, dua sejoli itu jogging santai menikmati angin pagi meninggalkan sepedanya di tempat parkir yang tersedia disana.
"Azka ayo semangat!" Seulgi berteriak seraya menoleh kebelakang dimana ada keberadaan adiknya yang sudah mulai terhuyung dalam larinya karena udah sekitar dua puluh menit mereka jogging.
"Aku cape kak."
Seulgi terkikik geli, padahal yang paling semangat ngajak olahraga tadi pagi bocah itu tapi sekarang lemes banget kaya risol. Akhirnya Seulgi memutuskan berhenti berlari dan menghampiri Azka yang sedang bertumpu lutut. "Yaudah kita istirahat minum dulu yuk."
Seulgi menggenggam jari jemari mungil Azka dan bergegas menariknya tapi bocah itu menahan. "Kak.."
"Kenapa?" Tanyanya kebingungan melihat Azka memasang mata sendu, ga lama dia merentangkan tangannya.
"Yahh, cemen banget masa spiderboynya kak Seulgi minta digendong?".
Dia mencibik. "Aku cape tau kak."
Seulgi terkekeh gemas, dia mengusak rambut Azka yang lumayan terbasahi keringat sebelum berjongkok menuruti keinginan adiknya. "Okey, Come on little boy!".
Azka tersenyum kemenangan dia menubruk punggung Seulgi melingkarkan tangannya diantara leher Seulgi yang membuat pemiliknya agak mendesah keberatan. Tapi abis itu dia berdiri menahan pantat Azka dengan kedua lengannya dari depan.
"Kak seulgi ga cape emangnya?".
"Ngga dong, apalagi kalo azka cium ka seulgi." Seulgi menunjuk pipi kirinya sendiri dimana azka menyandarkan dagunya.
"Iwhh ngga ah kak seulgi bau keringet."
"Biasanya juga azka cium cium ketek kaka waktu bobo."
"Emang iya? Ngga ish kak seulgi boong."
"Kaka harus tau fitnah tuh lebih kejam daripada fitnes."
Seulgi terkekeh. "Mana ada kak Seulgi boong, udah nih turun minum dulu."
Azka mengangguk sebelum merosot dari punggung Seulgi dan mengambil minum disepedanya, tanpa basa basi lagi mereka meneguk setengah air dari botol minum sanking ausnya.
Sembari menunggu Azka memulihkan energinya Seulgi ngelakuin rutinitas push up sekaligus sit upnya.
"Kak Seulgi ngapain sih?" Tanya bocah itu penasaran, dia emang sering ngeliat Seulgi ngelakuin kegiatan itu tapi gatau apa faedahnya.
Seulgi ngga ngejawab apa-apa dia masih fokus menaik turunkan tangannya dengan menompa beban tubuhnya sampai-sampai keringet dia bercucuran dikaos putihnya, bahkan menetes ke tanah.
"Kak seulgi kalo aku naik kuat ngga?".
"Siapa takut? Tapi kalo kaka bisa, hadiahnya Azka harus cium kak Seulgi ya?".
Azka berdecih tapi endingnya dia tetep meng-iyakan keinginan kakaknya yang maksa banget minta dicium. Dia berlari menaiki punggung Seulgi yang masih tengkurep.
Azka terkikik geli waktu Seulgi mulai mengangkat tubuhnya. "Wah seru banget hihihihi."
"Ayo kak Seulgi semangat!"
Sedangkan Seulgi udah mukanya merah banget urat dileher sekaligus pelipisnya menyembul memaksa tubuhnya untuk memompa."D-delapann!".
"S-sembilann!"
"S-sepu--Arghhh!".
Seulgi tumbang kebawah tanah gara-gara udah ga kuat nahan bebannya lagi soalnya sebelumnya dia udah situp 3 set push up 3 set ditambah pushup ngangkat azka mau mati aja rasanya.
"Yah kak seulgi cemen."
Sementara itu mereka ga menyadari ada dua orang perempuan menghampiri mereka berdua. "kak Seulgi."
Seulgi terdiam menganalisis siapa pemilik suara yang memanggilnya. Dia bangkit dan berbalik, "eoh karina?".
"kaka olahraga disini juga?".
"Iya hehe."
Seulgi baru sadar disebelahnya ada wanita lain dan itu adalah orang yang Seulgi berusaha hindarin dari kemarin. "B-bu i-irene?".
"Ah ya ka ini mama aku." Karina menarik tangan Irene mendekat yang membuat cewe itu semakin gugup dihadapan Seulgi entah apa alasannya.
Seulginya sendiri kaget kalau ternyata Irene mamahnya karina, Seulgi pernah bilang Irene tua tapi gak setua itu sampe punya anak setingkatan sama Seulgi.
Seulgi cuman senyum canggung yang juga dibales senyuman tipis sama si dosen tua dihadapannya.
Azka menarik-narik kaos tipis yang digunakan Seulgi. "Kak seulgi itu siapa?".
"Ahh ini aunty karina temen kaka, dan ini aunty irene dosen kaka."
"Dosen? Kaya bu guru jicu?".
Ditanggapi anggukan oleh Seulgi.
Bocah itu membulatkan bibirnya kecil seraya magut magut.
"Halo aunty, aku azka." Dia malu malu memperkenalkan dirinya.
Irene memperhatikan anak laki-laki itu dan tanpa sadar dia tersenyum hangat, entah mengapa perasaannya seperti tercampur aduk apa mungkin karena dia mengetahui latar belakang Azka?
"Kalian udah sarapan belum?" Tanya Irene tiba-tiba.
Seulgi dan Azka kompak menggeleng.
"Gimana kalo kita sarapan bareng?".
Karina menyetujui usulan mamanya. "Nah betul, yuk azka." Tanpa menunggu persetujuan dari Seulgi Karina menggenggam tangan Azka meninggalkan mereka berdua.
Semakin gugup lah Seulgi dia gatau pasti ini karena malu atau apa tapi yang bisa dipastikan dia merasakan atmosfir aneh jalan berdampingan bersama dosennya, biasanya Seulgi ga pernah merasakan hal aneh kaya begini kalau sama Jisoo bahkan Wendy yang ibaratnya dia udah kenal lama tapi kenapa sama Irene yang baru dia temuin beberapa hari lalu hatinya seperti ingin terbang dari dadanya?
"Uhm kamu setiap hari olahraga disini?" Tanya Irene membuka percakapan sederhana diantara mereka.
"Ngga bu, cuman setiap hari minggu aja."
"Ohh gitu," Irene merutuki dirinya sendiri sesaat menyadari kalau pertanyaannya konyol, iya juga mana mungkin Seulgi olahraga setiap hari kan dia juga sibuk kuliah.
"Tapi badan kamu bagus, kamu ada ngegym juga?".
Seulgi berkedip cepat atas pujian wanita disebelahnya, pipinya memanas. "U-uh ngga bu hehe, cuman olahraga rutin biasa aja."
Irene magut-magut mengerti, dia bilang gitu bukan karena centil atau genit tapi pada kenyataannya badan Seulgi itu memang proporsional dia tadi ga sengaja liat kaos putih yang manusia itu gunakan jiplak absnya sendiri dan itu cukup... menggiurkan.
"Kalo gitu kapan kapan kita olahraga bareng kamu mau?".
Seulgi berkedip cepat menangkap apa yang dosennya katakan, "y-ya?".
"Kalo kamu kebe---"
"Kak Seulgi! Ayo buruan aku laper!" Azka berteriak dari jauh memecahkan percakapan dua manusia itu. "Ya azka." Tanpa sempat menjawab permintaan Irene Seulgi berjalan mendahului Irene menghampiri adiknya sekaligus Karina.
Irene menghela nafasnya, dia kembali berpikir apakah dirinya terlalu kentara dan spontan untuk Seulgi? Tapi permasalahannya adalah irene benar-benar tidak mengerti bagaimana caranya ber-basa basi.
Mereka berempat menuju tukang bubur yang berada dipinggir taman, untungnya lagi sepi jadi mereka ga perlu ngantri dan dempet-dempetan.
"Bang pesen empat bubur ya." Kata Seulgi sedikit berteriak.
Dan saat itu juga dia mengingat satu hal. "Oh iya jangan lupa yang satu tanpa ayam bang."
"Oke siap neng seulgi."
Irene terhentak oleh request pesanan Seulgi. "Kamu tau gi?".
Atensi Seulgi dan Karina tercuri oleh pertanyaan Irene dengan ekspresi yang bingung. "Tau apa bu?".
"Saya alergi ayam?".
Seulgi membuka mulutnya. "Ahh itu, ibu juga alergi ayam? Sama kaya Azka dong berarti? Azka juga ga bisa makan ayam, nanti badannya bisa merah merah."
Irene mempoutkan bibirnya, agak malu juga dia kegeeran mengira Seulgi tau tentang dirinya, ternyata itu buat Azka alias adiknya yang kebetulan memiliki kesamaan.
"Bang ralat, yang gak pake ayam jadi dua ya." Seulgi berteriak lagi yang direspon sign oke sama si abang.
"Wah bu guru kita samaan dong?" Azka bertanya antusias sambil menopang kedua pipinya diatas meja, membuat Irene merasa gemas mengusak rambutnya.
"Iya, azka kok bisa alergi ayam?".
Bocah itu menggidikan bahunya kecil. "Aku ngga tau bu guru, kata ka Seulgi emang dari kecil." Adunya seraya memajukan bibirnya terlihat tidak senang.
Seulgi menyetujui dan melanjutkan penjelasannya adiknya. "Waktu azka masih bayi saya pernah kasih bubur yang rasa ayam ternyata badannya merah merah parahnya malah demam. Pas sempet dibawa ke dokter ternyata dia alergi ayam."
Irene dan karina magut-magut mengerti. Efek sampingnya kurang lebih sama kaya Irene, ya namanya juga alergi pasti begitu.
"Oh iya azka jangan panggil bu guru lagi, mending panggil aunty aja okey?".
Azka menukikan sebelah alisnha. "Emang nama bu guru siapa?".
"Qirani Irene lavanya, dan azka bisa panggil aunty rani atau aunty irene gimana?".
Mata Azka berbinar. "Wah nama aunty panjang banget, cantik lagi sama kaya aunty."
Seulgi terkekeh atas perkataan Azka.
Well ini perubahan yang signifikan buat Azka, biasanya dia gak terlalu mudah dekat dengan seseorang. Tapi sama Irene dan Karina? Dia gampang banget bergaulnya tentu aja itu buat Seulgi seneng.
"Bisa aja, emang azka namanya ga panjang?".
Bocah itu menggeleng. "Ngga nama azka cuma Azka doang."
Irene membulatkan bibirnya tapi sehabis itu dia mencapit hidung mancung anak laki-laki dihadapannya. "Azka doang ya? Gapapa, namanya ganteng sama kaya orangnya."
Bocah itu terkikik sekaligus tersipu malu akan pujian Irene.
Kurang lebih sepuluh menit setelah cakap-cakap, pesanan mereka datang.
"Kak seulgi tolong ambilin sendok dong."
Seulgi dengan senang hati menuruti permintaan adiknya, baru aja Azka ingin segera menyantap dia dihentikan oleh Seulgi.
"Azka sebelum makan harus apa?".
Bocah itu menepuk keningnya sambil ketawa, "oh iya hehe."
Dia menyatukan kedua tangannya bersamaan dengan Seulgi sebelum menutup matanya dan berdoa.
"Ya tuhan, terima kasih atas makanan yang engkau berikan untuk azka dan kak seulgi dan juga aunty aunty cantik ini."
"Amin."
Irene tersenyum dalam diam, berdoa itu termasuk hal sederhana yang sering mereka lalain tapi ngeliat kaka beradik itu hirau sama hal-hal kecil berhasil membuat hatinya menghangat.
Setelah itu mereka menyantap bubur mang dodi langganan Seulgi dan Azka setiap abis olahraga.
Beberapa suap Seulgi ga sengaja tersedak bubur. "Uhuk uhuk uhuk," Karina dan Irene bersamaan panik mereka berdua bersicepat menyodorkan aqua gelas dalam timing yang sama.
"Ini ka minum dulu." "Minum dulu gi."
Saat itu juga ibu dan anak itu saling bertatapan canggung, namun kecanggungan itu dipatahkan karena Seulgi mengambil asal salah satu minuman yang ternyata milik Karina.
Irene mengerlingkan matanya, dia berdehem canggung. Membiarkan Karina memberikan perhatian lebih oleh Seulgi, dengan cara berpindah dan membantu menepuk punggung Seulgi.
Sampai akhirnya rasa tersedak manusia itu sudah mereda. "Uh makasih kar."
"Jangan buru buru ka makan nya ga bakalan dicuri kok buburnya." Kata Karina mengejek Seulgi.
"Iya nih kak Seulgi kaya bayi aja makan nya." Tambah Azka.
Yang ditegur cuman memanyunkan bibirnya karena diledek oleh dua orang secara bertubi-tubi, dia sempet melirik kearah Irene yang duduk disampingnya tapi dosen itu hanya tersenyum tipis lalu melanjutkan makannya dengan ekspresi biasa namun terkesan aneh.
Seulgi pikir, memang seperti itu lah watak dosennya.
Garang garang dingin.
Mereka menghabiskan makanannya sekitar sepuluh ditambah lima menit sampe buburnya terproses turun, saat Seulgi mau ngeluarin lembaran uang untuk membayar, Irene menahan. "Biar saya yang bayar," Seulgi segera menggeleng cepat. "Jangan bu, sayanya ngga enak."
"Kasih kucing aja kalo ga enak," Jawab Irene bercanda sebelum kembali melanjutkan. "Lagian saya yang ngajak kamu dan azka sarapan bareng, jadi biar saya yang bayar kali ini."
Seulgi sempat bertukar pandang dengan Karina lalu wanita itu memberikan anggukan membuatnya menghela nafas pasrah meski ada perasaan ga enak didalam hatinya, mungkin kalo yang traktir Wendy, atau teman-temannya yang udah deket Seulgi masih bisa menerima.
Tapi ini dosennya yang bahkan Seulgi pernah ikut kelasnya juga ngga, takutnya Irene ataupun Karina menyimpan image buruk buat Seulgi, nanti ngiranya dia cuman manfaatin situasi atau apalah itu.
Ya meski cuman bubur yang paling seharga sepuluh ribu tapi tetap aja.
Sehabis menyelesaikan segalanya, mereka pergi dari sana dan matahari mulai menjulang tinggi. Seulgi tebak ini pasti udah jam sembilan pagi, tau dari mana? Dia ga sengaja liat apple watch yang karina pakai hehe.
"Bu Irene, Karina, makasih ya atas traktirannya." Seulgi menggoyangkan sedikit tangan Azka yang berada digenggamannya dan anak itu langsung mengerti isyarat yang diberikan kakaknya.
"Iya aunty irene, aunty karina makasih banyak." Dia mendengahkan kepalanya sebelum tersenyum lebar hingga menciptakan lesung dipipinya yang lucu.
Karina berjongkok menyamaratakan tinggi Azka. "Iya sama-sama, lain kali kita makan bareng lagi ya? Atau kapan kapan azka main kerumah aunty gimana?".
Bocah berumur enam tahun itu mengangguk antusias tanpa ragu. "Yayaya! Azka mau."
"Oke nanti suruh kak Seulgi hubungin aunty ya, kalo Azka mau main kerumah aunty."
"Siap aunty!".
Setiap sudut bibir Karina tertarik dia terlalu dibuat gemas oleh kelucuan Azka, sebelum dia kembali berdiri menghadap Seulgi. "Kaka mau langsung pulang atau gimana?".
"Kayanya iya kar, udah terlalu siang juga kita belum mandi dan harus beresin rumah hehe."
Karina mempoutkan bibirnya sambil magut-magut mengerti, "mau kita anterin?".
"Oh ga perlu kar, kita bawa sepeda.''
"Yaudah kalo gitu aku dan Azka duluan ya?" Direspon anggukan oleh Karina, Seulgi sempat menatap hazel dosennya yang mencerah berkat pantulan sang mentari. Itu indah, bahkan membuatnya tiba tiba menjadi gelagapan. "U-uh bu Irene saya duluan, terima kasih sekali lagi traktirannya biar lain waktu gantian saya yang traktir kalian."
Irene tersenyum menepuk ringan lengan Seulgi. "Gaperlu repot-repot, dan hati hati dijalan."
"Byebye bu guru cantik dan aunty cantik." Azka mengibaskan jari jemari mungilnya kearah dua wanita itu.
"byebye juga ganteng, jangan lupa mandi biar makin ganteng ya?" Jawab Irene bergurau.
"Pasti bu guru cantik!".
Setelah berucap seperti itu Azka dan Seulgi mulai menjauh dari pandangannya, senyuman dibibir dua wanita itu tidak meluntur sama sekali. Terlihat seperti menyiratkan hal yang sama.
"Kak Seulgi, guru guru kaka cantik semua ya?"
Seulgi sedikit menatap kebawah, dia mencubit hidung adiknya. "Dasar genit banget sih kamu?".
Azka mengatupkan bibirnya seraya terkikik. "Tapi emang iya tau kak Seulgi, bu guru Jicu cantik bu guru irene juga cantik."
Seulgi cuman mengangguki perkataan adik kecilnya, tentang Jisoo Azka memang sudah tau karena perempuan itu beberapa kali atau lebih tepatnya sering kerumahnya buat main bareng Azka atau kadang Jisoo ngajak pergi ke mall dan sebagainya.
Dan tentang kecantikan dua dosennya itu, Seulgi setuju. Irene dan Jisoo memang cantik, bahkan Seulgi aja sampe pangling tadi ngeliat Irene yang jadi jauh lebih cantik dari biasanya dengan pakaian kasual olahraganya.
Ngga tau ini mata Seulgi yang salah atau gimana, seharusnya dia merasa lebih kalang kabut berhadapan sama Karina tapi ini malah justru sama mamahnya alias Irene.
Apa Irene pakai susuk? Atau Seulgi yang kena kutukan? Karena Seulgi sering bilang dosennya tua? Tapi masa iya ditahun 2021 masih ada karma atau kutukan kaya begitu.
Lagian mungkin Seulgi gugup karena emang pertemuan perdananya sama Irene agak memalukan bukan karena hal lain, Iya lah gak mungkin.
Dosennya udah nikah, ya kali Seulgi punya perasaan lain sama istri orang.
Ih ngga amit amit Seulgi ga mau jadi pebinor.
•••
"Ayo mah pulang." Karina melingkarkan tangannya di lengan Irene membuat perempuan yang lebih pendek itu mengurungkan senyumnya. "Oh iya ayo."
Mereka berjalan kearah dimana mobil mereka berada, karena mereka berdua emang bawa mobil saat kesini tadi.
"Mah menurut mamah kak Seulgi orangnya gimana?" Tanya Karina tiba tiba sementara itu Irene hanya menjawab alakadarnya. "Ya begitu."
"Ih mamah mah, maksud aku mamah suka ngga sama kak Seulgi?"
Mata Irene mendelik sesaat kemudian. "Mamah suka sama kak Seulgi?".
Karina menepuk keningnya, ini kenapa mamahnya jadi mendadak lemot begini dia mendecak lagi. "Bukan suka yang suka gitu, suka sifatnya kak Seulgi gitu apa menurut mama kak Seulgi baik atau gimana?"
''Ya kali mamah suka sama kak Seulgi, ngga boleh lah mamah kan udah sama papah."
Irene tertawa garing, ya benar anaknya benar. Tidak mungkin dirinya suka dengan Seulgi. "Ohh, iya baik kok dia. Keliatan banget Seulgi sayang sama adiknya."
Irene gatau apakah Karina mengetahui rumor tentang Seulgi dan kebenaran dibalik semua itu, tapi Irene sama sekali ga berniat membongkarnya kepada Karina sedikitpun.
Setelah itu mereka sampai kedalam mobil sedan honda civic, Irene menyadari Karina tidak berhenti tersenyum meski dia berusaha menahan atau menutupinya bahkan sampai mereka sudah berada dipertengahan jalan.
"Kamu senyum mulu emang ga pegel apa kar bibirnya?" Tanya Irene tanpa mengalihkan atensinya dari jalanan.
Karina tertawa malu.
"Mah."
"Iya, kenapa?".
"Mamah inget kan orang yang aku sering ceritain? Dan alasan kenapa aku minta mamah ajarin aku masak?".
Irene mengangguk, dia ingat.
Bahkan dia tau kebiasaan Karina yang susah untuk menjawab pesan papahnya tapi jika orang lain alias seseorang yang Karina ceritakan Karina akan secepat petir membalasnya.
Meski Irene tidak tau pasti siapa orang itu karena anak sambungnya tidak pernah memberitau siapa namanya.
"Iya, mamah inget kenapa emangnya?" Tanya Irene sedikit menoleh ke kursi penumpang sebelah.
"Itu kak Seulgi orang yang aku selalu ceritain, mama ga masalah kan kalo aku sama kak Seulgi?".
Bagai tersambar petir, Irene sudah menduga sebelumnya tapi mengapa dia tetap terkejut? Mengapa dalam dirinya seperti diporakporandakan?
Karina mendekat, menatapnya dengan berbinar juga gugup. Irene sekejapmembalas tatapan anaknya, ini berat untuk Irene jawab bukan karena dia tidak memperbolehkan anaknya suka oleh sesama jenis tapi hal lain yang bahkan Irene sendiri ga bisa jelasin apa itu.
Dengan sulit Irene menjawab bersama senyuman yang dia paksakan. "Iya gapapa."
•
•
•
Gapapanya cewe itu memang sulit kawan kawan