Oh My Husband!

By twelveblossom

221K 20.1K 8K

Daripada dijodohkan dengan a crazy rich grandpa, Lizzy lebih memilih menikah dengan temannya yang dia cap seb... More

1. Pernikahan Dengan Kontrak Tertulis
2. Tidur Bersama Tala
3. Menangis di Pelukan Tala
4. Kiss Kiss Untuk Tala
5. Naik Satu Tangga
6. Ada Yang Aneh Dengan Lizzy
7. Lizzy Lupa-lupa Ingat
8. Terbangkan Aku ke Bulan
9. Hujan Punya Cerita
10. Sedihnya Tanpa Alasan
11. Obrolan Singkat Sebelum Berperang
12. Seberapa Berani Felicia?
13. Si Beruang Galak
14. Kerisauan Hati Felicia
15. Serba Terburu-Buru
16. Malam Ini, Kamu Untukku
17. Mengetuk Pintu Rumah Malaikat
18. Yang Paling Cantik Ya Felicia, Lah
19. Aku Berharap Waktu Berhenti, Tapi Tidak Bisa
20. Kalau Tidak Percaya, Kamu Pergi Saja
21. Waktunya Maaf-Maafan
22. Yang Sengaja Disembunyikan
23. Malaikat Kematian Pun, Punya Pengecualian
24. Kisah yang Lama Hilang
25. Yang Hilang Bersama Angin Musim Hujan
26. Suara dari Keheningan
27. Alasan Yang Sulit Diterima
28. Satu-Satunya Yang Linglung
29. Hidup yang Singkat pun Akhirnya Diakhiri
30. Pikiran Yang Rancu - S1 selesai
31. Dunia Yang Terbalik
32. Tidak Masalah Jika Kamu Melupakanku
The Heartless Marriage

33. Dia Yang Egois

7.8K 533 289
By twelveblossom


Felicia hari ini.

Pernah tidak kamu merasakan jika hidupmu sudah kosong? Seperti tidak memiliki apa pun sebagai tujuan. Tidak mempunyai alasan hanya sekedar untuk bangun dari tidur. Perasaan yang membuat bertanya-tanya, sebenarnya apa kegunaanmu tetap berada di dunia?

"Apa aku di sini hanya untuk menghabiskan pasokan oksigen?"

"Kalau aku hanya bisa menghabiskan oksigen, berarti dengan hidupnya aku, semua orang bakal merugi."

"Kayaknya, dunia bakal baik-baik saja tanpa aku."

"Dunia ini pasti bakal lebih baik, kalau aku enggak ada."

Kalimat-kalimat itu dilontarkan Felicia ketika dia berguling-guling di lantai. Felicia sedang merasa jika dia hidup hanya untuk dirinya sendiri, tidak ada faedahnya bagi orang lain. Jadi, dia hanya hidup karena belum waktunya mati. Sayangnya, Felicia tidak berkeyakinan hidupnya ini menyenangkan. Hah. Dia capek bernafas, lelah berpikir, dan bahkan juga terlalu letih mengeluh. Apalagi kini Felicia dikurung di dalam tempat yang mereka sebut rumah sakit. Setiap harinya, kegiatan Felicia terbatas di tempat ini dan selalu diawasi. Apa semua orang menganggap Felicia ini binatang langka yang perlu terus dikurung dan diamati? Felicia kan manusia yang punya hak untuk bebas, lepas serta terbang tinggi ke langit.

Kalau begini caranya, Felicia jadi bertanya-tanya, kapan aku mati?

"Aku ingin tahu rasanya mengepakkan sayap bersama burung unta," Felicia bergumam. Dia berdecak setelah ingat jika burung unta tidak bisa terbang. "Atau aku harus meminta Keluarga Ekadanta menciptakan sayap. Mereka kayaknya bisa melalukan hal mustahil menjadi nyata," gadis itu bermonolog.

Termasuk membuat hidupku begitu berantakan, mereka dapat melakukannya dengan mudah, batin Felicia.

Aku ingin tahu, apa lagi yang akan mereka ambil dariku karena sampai saat ini mereka tetap membiarkan aku hidup.

Padahal, aku sudah tidak memiliki apa pun yang dapat dibagikan kepada orang lain.

Felicia masih sibuk dengan pikirannya sembari menatap langit-langit saat telinganya mendengar suara langkah kaki mendekat. Seseorang masuk ke dalam kamar. Felicia tahu siapa yang datang tanpa harus melihat rupanya. Ia mengenali suara kaki Nabastala, segalanya soal pria itu Felicia hafal. Bukan maksud Felicia menjadi maniak akan Nabastala, tapi kenangan yang ada dalam serebrumnya sekarang semuanya soal pria itu. Bahkan Felicia sempat ingat jika dia pernah membuat perkumpulan aneh dengan nama Talaisme, Pemuja Tala, dan Talanesia.

Yah, bisa dibilang ingatannya yang kacau ini kadang membuatnya tidak dapat memilah emosi yang benar. Sebagian dari dirinya menginginkan Nabastala, lalu separuhnya lagi tidak. Entah lah, Felicia juga bingung dengan keadaannya sekarang.

Felicia menurut saja ketika orang yang datang tadi mengangkat kepala si gadis kemudian meletakkan bantal di bawah agar kepala Felicia tidak langsung bersentuhan dengan lantai. Caranya bergerak begitu hati-hati. Sepertinya, tidak ada orang yang lebih lembut dari pria itu. Sebenarnya, ada sih hanya saja, Felicia tidak memerhatikan mereka. Atensinya cuma tertuju kepada Nabastala. Namun, ia enggan mengakuinya.

Felicia mengernyit. "Gak usah sok baik," katanya galak kepada Nabastala.

Nabastala sebagai satu-satunya pengunjung setia Felicia pun mengabaikan, ia justru ikut berbaring di samping Felicia.

"Lagi mikirin apa?" Suaranya yang begitu dekat bertanya kepada Felicia.

Felicia menggeser sedikit tubuhnya agar berjauhan dengan Nabastala. Ia tidak seberapa suka Nabastala berada di dekatnya, tapi Felicia juga tak menolak untuk menjawab pertanyaan pria itu. Sudah dibilang kan, jika pikiran Felicia ini plin-plan.

"Aku lagi berpikir, manfaatnya aku tetap hidup itu apa," gumam Felicia, jujur.

"Untuk membenciku?" Nabastala memilihkan jawaban yang penuh dengan keraguan itu.

Felicia melejitkan bahu. "Separuh dari diriku tidak membencimu," balasnya. Felicia mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap Nabastala. Tangan Felicia hendak menyentuh paras Nabastala, namun berhenti begitu saja. "Sebagian dari diriku itu tidak membencimu, tapi bukan berarti aku akan menyukaimu," lanjutnya sambil tersenyum lebar seolah tidak memaafkan Nabastala adalah suatu pencapaian terbesar dalam hidupnya.

Nabastala mengabaikan perkataan Felicia, ia tahu konsekuensinya dan dirinya tidak ingin protes akan hal tersebut. Felicia berkenan berbaring di sampingnya saja sudah termasuk pencapaian yang besar.

Well, dua orang ini punya pencapaian besarnya satu sama lain.

Nabastala tak sengaja menunjukkan senyumnya karena merasa konyol. Kenapa ia bisa begitu bangga dapat berada di sisi Felicia tanpa penolakan si gadis? Bukan kah itu hal yang biasa? Memangnya, siapa Felicia hingga dapat membuatnya jatuh bangun?

"Idih, senyum kamu jelek banget," Felicia meledeknya. Ia bahkan memberikan ekspresi jijik yang membuat Nabastala mengatupkan bibir.

"Memangnya, kamu secantik apa sampai mengejek aku jelek?" Nabastala membalas.

Felicia justru tertawa. "Apa enggak salah kamu tanya begitu?" Felicia bangun dari posisi berbaring menjadi duduk. "Coba tanyakan sama diri kamu sendiri, seberapa cantiknya aku sampai kamu dulu berani mengkhianati keluargamu demi aku―"

"―Bukan demi kamu, tapi demi diriku sendiri," potong Nabastala yang ikut duduk. Nabastala melipat tangan di depan dada. "Kesepakatan dengan Sambara jauh lebih menguntungkan," sambungnya.

Felicia menendang kaki Nabastala sampai pria itu mengeluh kesakitan. "Berengsek, aku sungguhan tidak waras karena pernah menyukai kalian," ucapnya.

Nabastala sedikit tertarik dengan ucapannya, "Kalau sekarang bagaimana?"

"Bagaimana apanya?"

Nabastala melipat kakinya, tangannya menyangga dagu. "Seberapa banyak rasa sukamu yang masih tertinggal?"

Felicia mendengus. "Apa kamu pikir aku masih sangat menyukaimu setelah ingatanku kembali?"

Nabastala tertawa mengejek, "Ingatanmu tidak kembali secara utuh." Ia mendekati Felicia untuk berbisik. "Karena kalau itu yang terjadi, kamu tidak akan membiarkan aku masih bernafas," katanya dengan percaya diri sekaligus membongkar sedikit rahasia

Felicia yang jengkel pun dengan tangkas bergerak dengan menerjang Tala, membuat pria itu jatuh tertidur di lantai sementara Felicia berada di atasnya. Felicia mencekiknya.

"Kamu mau mati sekarang?" Ancam Felicia.

Lebih menjengkelkannya lagi, Nabastala justru tertawa. Dia kelihatan senang, meskipun kepalanya terbentur lantai cukup keras. Ditambah lagi tangan Felicia lumayan kuat menekan lehernya.

"Kok malah ketawa?" Felicia semakin kesal.

"Terserah aku, ini bibir sama gigiku sendiri. Mau ketawa atau cemberut kamu enggak boleh protes."

"Sumpah ngeselin kayak anak kecil," gerutu si gadis.

Nabastala tidak banyak berkomentar karena sedari tadi dia senyum-senyum. Felicianya yang sedekat ini. Wangi sampo yang masih tertinggal pada surai Felicianya sedang bermain-main menggoda indra penciumannya. Tangan Nabastala pun merangkul pinggang wanita yang berada di atasnya, menekan lawannya untuk menipiskan spasi.

Felicia yang awalnya ingin mengomel jadi kehilangan kata-kata. Sedari dulu, Nabastala mempunyai mantra-mantra yang dapat ia gunakan untuk membuat lawannya membisu dan terpesona. Belenggu mantra itu diaktifkannya ketika si pria menginginkan sesuatu. Jadi, saat paras mereka begitu dekat dan Felicia sadar ada percikan ketertarikan pada sebagian dari dirinya, gadis muda itu pun mengizinkan nalurinya bekerja.

"What would you do if I kissed you right now?" Nabastala berkata lebih seperti bisikan, mendahuli bibir Felicia yang hendak meminta.

Nafas Felicia berderum tanpa dapat ia kendalikan dengan benar. Kemarin Felicia lah yang menggoda Nabastala, tapi sekarang gadis itu merasa terbawa dalam godaan yang terencana dengan rinci.

"I would kiss you back ...."

Ucapan Felicia menggantung karena Nabastala sudah meraih tengkuk gadis itu ke dalam kail yang dalam. Kecupan itu meletup-letup seperti kembang api yang baru dinyalakan.

Sebuah persatuan yang membuat mereka terbawa suasana sendu. Menarik Felicia ke dalam ingatannya lagi. Kenangan yang terus bercampur menjadi satu. Akan tetapi, Felicia tidak dapat berkonsentrasi lagi setelah Nabastala menggigit bibirnya lembut, mengajari bagaimana seharusnya Felicia bergerak bersamanya.

Tanpa keraguan. Tanpa berpikir dua kali, Felicia mengikuti perintah Nabastala dengan sukarela.

Malam itu, tiba saatnya saling mengenang sentuhan satu sama lain. Di mana mereka pernah terbang beriringan menggapai langit. Malam itu, mereka bersama-sama menciptakan dinding yang digunakan untuk menyekat semua masalah dan kegundahan.

Malam itu ... mereka menghentikan alur yang sedih selama sementara. Malam itu, mereka memilih melupakan sebentar, sebelum besok kembali dalam cerita penuh dengan masalah.

"Kiss me again, kiss me until i am sick of it," kata Felicia ketika jeda.

Lantas Nabastala mengabulkannya tanpa menunggu sekon berikutnya berlalu.

-

"Kamu seperti kurang tidur," ujar Summer pagi itu ketika mereka berada di taman rumah sakit.

Felicia menguap untuk yang ke sekian kalinya. "Aku sibuk berciuman dengan Nabastala sampai pagi, jadi aku tidak sempat tidur," jawabnya terlalu jujur. "Well, aku harus memanfaatkan Nabastala sebanyak-banyaknya karena aku dengar dia akan pergi ke Bali selama satu minggu," imbuh Felicia dengan nada sedikit kecewa.

Summer hampir menjatuhkan cangkir kopinya. "Really? Kalian sudah sejauh itu. Aku kira kamu tidak bisa menyentuhkan karena terlalu benci dengan Nabastala. Bahkan kamu sedih karena Nabastala akan pergi," komentar Summer.

"Iya, aku membencinya. Tapi dia sangat pintar saat diajak berciuman. Jadi, aku ingin memanfaatkan tubuh Nabastala untuk kesenangan pribadi." Felicia mengatakan itu sambil menyeringai seolah strateginya ini sangat cemerlang.

Summer ikut tersenyum melihat tingkah lawan bicaranya. Jujur saja, keadaan Felicia jauh lebih baik daripada saat Felicia pertama kali datang. Sebenarnya, Summer pernah membantu Felicia ketika gadis itu menjalani perawatan karena kecelakaan empat tahun lalu. Kondisi Felica kala itu mirip seperti patung yang tidak punya emosi sama sekali.

"Buat dia jangan mengatakan apa pun," kata Nabastala dalam ingatan Summer waktu itu.

Summer pun meragu, bagaimana bisa perempuan yang sudah redup tersebut dapat bicara kembali? Summer sempat mendengar jika kecelakaan yang dialami Felicia melibatkan beberapa pria. Entah apa yang terjadi, Felicia ditemukan dalam keadaan baju terkoyak dan tidak sadarkan diri. Ia bisa menangis tiba-tiba sambil melukai dirinya sendiri. Lalu, pada suatu saat Keluarga Ekadanta yang sekaligus orang tua asuh dari Summer Song pun membicarakan soal membuat Felicia lupa. Mereka membawa Felicia pergi dari perawatannya. Tahun-tahun berlalu, Summer pernah beberapa kali mendapati Felicia mengunjungi Rosemary. Summer melihat Felicia jauh berbeda dari seorang perempuan yang pernah dirawatnya dahulu.

Summer menilai apabila gadis itu memiliki kehidupan yang jauh lebih baik. Dia terlihat begitu mencintai dan dicintai. Namun, anggapan Summer tak bertahan lama ketika ia diutus untuk menemani Felicia lagi beberapa bulan lalu.

Menurut Summer, Felicia yang sekarang adalah Felicia yang terombang-ambing. Gadis itu tidak dapat memilah antara yang nyata dan sekedar khayalannya. Semua kenangan mengerikan yang pernah didapatkan Felicia tercampur aduk, hingga mendorong Felicia merasa hidupnya tidak berharga. Untuk siapa Felicia hidup? Jika benar, Felicia hanya hidup untuk dirinya sendiri ... lantas kenapa dia tak dapat bahagia? Kalau dia tidak bahagia kenapa Felicia tak bisa mengakhiri kehidupannya saja? Toh, tidak ada yang rugi. Pertanyaan-pertanyaan itu yang kerap diungkapkan Felicia kepadanya.

Summer berpendapat, apabila Felicia ini serupa bom waktu. Menunggu waktu saja sampai dia meledak, satu pemicu dapat menghancurkan gadis ini berkeping-keping. Namun yang Summer heran, manusia-manusia di sekitar Felicia selalu mengikatnya. Mereka memperlakukan Felicia serupa barang. Apa kah mereka tahu yang mereka kira hal terbaik untuk Felicia justru menghancurkan gadis itu? Mereka tidak membiarkan Felicia memilih jalannya sendiri.

"Summer, kamu melamun lagi!" Seru Felicia.

Summer langsung tertawa kecil. "Tidak aku hanya memikirkan, jika Felicia yang sekarang jauh lebih baik." Summer sedikit berbohong.

"Benarkah?"

"Iya, kamu dapat berpikir positif soal Nabastala." Summer berpikir sebentar. "Mungkin karena hal itu kamu dapat meminta reward darinya. Misalnya, ijin untuk jalan-jalan sebentar ke luar dari rumah sakit," saran Summer Song. Summer tampaknya memiliki ide yang lebih bagus saat berbisik kepada pasiennya, "Kamu bisa ikut Nabastala ke Bali."

"Ide yang bagus!" Felicia senang.

Felicia menjalankan gagas brilian yang dilontarkan teman baiknya. Ia lantas dengan langkah ringan berjalan menuju ruangan yang diketahui Felicia sebagai posko bertahan Nabastala ketika pria itu tidak sedang bertugas. Letaknya dekat dari kamarnya, hanya perlu tiga menit berjalan kaki. Karena Felicia sedang berlari sekarang, jadi hanya perlu waktu delapan puluh lima detik, ia telah sampai di depan pintu.

Tanpa mengetuk, Felica langsung membuka pintu. Ada Nabastala yang tampak sedang serius berbincang dengan seorang perempuan. Namun, mereka langsung hening saat mengetahui kehadiran si gadis. Felicia mengenal siapa lawan berbincang Nabastala. Namanya Aruna Ekadanta.

"Good afternoon, Young Lady," sapa Aruna dengan suara yang begitu dalam. Wanita yang memakai gaun hitam selutut itu menatapnya dramatis, seolah kedatangannya di sini adalah sebuah mukjizat.

"Hi, Runa," sapa Felicia sambil berlalu.

Jujur saja, Felicia tidak seberapa menyukai Aruna. Selain karena Aruna terlalu cantik, hingga membuat Felicia iri―Aruna juga memiliki pandangan menilai setiap melihat Felicia. Aruna seolah sedang menimbang seberapa menguntungkannya Felicia untuk bisa dibiarkan hidup. Aruna memperlakukannya sebagai binatang buruan.

Felicia lebih memilih melangkah untuk mendekati Nabastala yang refleks mengulurkan tangan ketika Felicia berusaha meraihnya. Jari-jari mereka bertaut begitu saja, sementara tangan Nabastala yang lain membelai kening Felicianya.

"Jadi, ada hal menarik apa yang membuatmu berlari ke sini?" tanya Nabastala lebih seperti gumaman pada telinga Felicia.

Felicia mendongak agar ia dapat menatap Nabastala. Senyum Felicia terurai menyebabkan gigi kelincinya muncul. "Kata Summer karena aku sudah menjadi manusia yang berpikiran positif, aku harus dapat reward dari kamu."

Nabastala penasaran dengan kemajuan Felicia. "Memangnya, kamu berpikiran positif soal apa?"

"Soal aku bisa saja memanfaatkan tubuh kamu untuk keperluan pribadi meskipun aku membenci kamu."

Nabastala bertanya-tanya, "Keperluan pribadi?"

Felicia mengangguk, dia berjinjit untuk membisikkan sesuatu yang langsung membuat telinga Nabastala merah muda. Aruna yang melihat tingkah mereka jadi ikut penasaran. Wanita itu maju satu langkah, tapi langsung mundur lagi saat Felicia mendesis seperti serigala yang galak.

"Kamu tidak perlu selalu menuruti saran Summer. Bisa saja yang dia ucapkan itu tidak baik―"

"―Jadi, berciuman denganmu bukan sesuatu yang baik?" Felicia memotong ucapan Nabastala.

Nabastala langsung terbatuk, tatapannya berlari-lari dari Felicia lalu Aruna. Nabastala dapat mendengar tawa ringan dari saudari sepupunya yang membuatnya malu. Padahal, Nabastala baru saja berdeklarasi kepada Aruna jika ia tidak akan menyentuh Felicia sebelum istrinya sungguhan sembuh. Lantaran begitu, perbuatan curang Nabastala justru ketahuan lebih cepat dari yang ia kira. Padahal kemajuan hubungan mereka perlu dirahasiakan agar Keluarga Ekadanta tidak menggunakan Felicia lagi sebagai ujian kepatuhan bagi Nabastala.

Nabastala sebenarnya tidak perlu khawatir sebab Aruna tampaknya juga enggan membocorkan rahasia sepupunya. Ada secuil rasa bersalah atas perbuatannya dulu kepada Nabastala. Jadi, ia bermaksud membayar utang budinya dengan menjaga satu rahasia kecil.

Aruna justru ingin ambil bagian dalam menggoda si pria. "Sepertinya bukan sesuatu yang baik Lzzy―Nabastala sepertinya keberatan karena sudah berciuman denganmu―"

"―Tidak siapa yang bilang aku keberatan!" Suara yang keluar dari Nabastala terdengar melengking serta terburu-buru. "Baik sebagai reward, aku akan mengabulkan satu permintaan. Tentunya, harus sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku," sambung Nabastala.

Aruna geleng-geleng kepala. "Hah, semua orang di Ekadanta bilang jika kamu paling sukar diluluhkan. Mereka berkata begitu karena belum melihat bagaimana kamu begitu lunak terhadap Felicia," komentar Aruna.

Felicia menyeringai. "Setangguh-tangguhnya harimau, pasti dia akan mati juga kan?"

Nabastala jadi curiga akan menyesali keputusannya karena melihat ujung bibir Felicia terjungkit penuh kelicikan.

-

Felicia tersenyum beberapa kali. Ia suka dirinya hari ini. Tubuhnya sedang mengenakan gaun kuning selutut yang bagian roknya dapat mengembang. Pada kepalanya terpasang bucket hat berwarna hijau. Jika dilihat-lihat Felicia mirip nanas sekarang. Sementara Nabastala yang berada di sampingnya memakai pakaian serba hitam yang suram.

Mereka sedang berjalan menuju jet pribadi milik Keluarga Ekadanta demi menjalankan rencana Felicia. Permintaan Felicia adalah jalan-jalan ke pantai. Felicia merengek untuk bisa berenang bersama lumba-lumba. Felicia ingin menjadi mamalia laut yang bebas dan lepas karena sudah capek sekali menjalani hidupnya sebagai mamalia darat. Ditambah lagi, ia sudah mati bosan karena terus saja berada di rumah sakit. Jadi lah, Nabastala membawa Felicia ke Bali sekalian menyelesaikan urusannya di sana.

"Tapi aku tidak jamin kamu bisa berenang bersama lumba-lumba," kata Nabastala yang duduk di hadapan Felicia.

Mereka sudah berada di jet pribadi itu. Ada satu orang pelayan laki-laki yang menghidangkan susu coklat kaleng favorit Felicia. Gadis itu membuka pengait kalengnya. Felicia meminum susu itu dengan gembira.

"Kalau hiu atau paus, apa bisa?" Tawar Felicia.

"Kamu mau mati?"

"Iya," jawab Felicia cepat.

Raut muka Nabastala jadi semakin muram. "Kamu tidak boleh berkata begitu, Lizzy," katanya.

"Kenapa?"

"Kamu akan membuat orang-orang yang menyayangimu sedih. Mereka akan kehilangan kamu jika kamu tidak ada."

Felicia justru tertawa. "Egois sekali. Kamu berkata soal mereka―mereka akan sedih dan mereka akan kehilangan aku. Lalu, bagaimana dengan aku?" Felicia sedikit memajukan badannya ke depan sebelum melanjutkan, "Apa kamu kira aku akan bisa hidup dengan ingatan yang kacau ini? Apa kamu tahu mimpi buruk itu selalu datang menghantuiku? Apa kamu tahu rasanya mengingat lagi, lagi, dan melupakannya kemudian? Apa kamu tahu rasanya saat aku menjadi orang tidak tahu apa pun tentang diriku sendiri?"

Perkataan Felicia lantas membuat Nabastala membuang muka. Dia bukan orang yang terlalu berani untuk menghadapi Felicia yang sedang begini.

Tanpa sadar satu persatu air mata Felicia meluncur turun. "Setiap kalian membuatku lupa, kemudian aku ingat lagi. Perasaan hancur itu datang sama besarnya dan itu berkali-kali terjadi. Itu sangat menyakitkan. Apa kamu tahu yang aku pikirkan? Semua ini akan berakhir kalau aku mati."

Felicia mengakhiri ucapannya dengan kembali mundur. Ia bersandar pada kursi. Menatap jendela pesawat. Mesin itu mulai bergerak, melaju untuk terbang ke angkasa.

Felicia merasa bodoh karena meluapkan emosinya kepada Nabastala. Pria itu tidak akan pernah mengerti perasaannya. Nabastala terlalu dingin untuk disebut manusia.

Mereka duduk berdekatan. Namun, pikiran mereka bersilang jalan. Nabastala sedang berandai-andai. Mungkin kalau jet pribadi ini meledak, dia akan lebih bahagia. Paling tidak dirinya akan meninggalkan dunia ini bersama Felicia.

Nabastala enggan menderita sendirian. Nabastala tidak mau merindukan gadis itu. Nabastala tak sanggup membayangkan dunia tempatnya hidup, tidak ada lagi Felicia di dalamnya.

Nabastala akan melakukan segalanya agar Felicia tetap hidup dan berada di dekatnya.

-

Jasper memijat pelipis kepalanya. Akhir-akhir ini urusan kantor membuatnya pusing. Beberapa dewan perusahaan sedang mencari-cari masalah. Mereka meminta melakukan audit dadakan terkait berlian yang hilang. Jasper tidak habis pikir kenapa keberadaan The Spirit of The Rose dibahas lagi sekarang? Bukannya mereka dulu setuju-setuju saja akan gagasan berlian itu hilang bersama kematian pria itu.

Jasper menghela nafas untuk ke sekian kalinya. Pikirannya jadi membawa Jasper untuk mundur ke belakang. Semua permasalahan ini berawal dari keserakahan keluarga. Coba jika mereka lebih sabar, pasti dia tidak perlu melenyapkan saudarinya sendiri.

"Jeanette," Jasper tiba-tiba mengingat nama itu. Nama yang seharusnya menjadi rahasia antara dirinya dan ibunya.

Nama itu juga yang membuka jalannya untuk berani membayar mahal Ekadanta. Jasper masih mengingat beberapa tahun lalu Aruna Ekadanta menemuinya untuk menawarkan kerja sama.

"Aku di sini datang sebagai wali dari saudaraku. Aku tahu dia akan gagal dalam tugasnya untuk melenyapkanmu. Maka, aku berusaha memperbaiki keadaan."

Jasper masih yang arogan merasa jika perkataan Aruna sebuah kekonyolan belaka. Ia hanya membuang muka. Keluarga ibunya cukup licik dan kompeten untuk menyimpan rapat-rapat fakta yang ada.

Tapi tidak lagi dianggap sebagai angin lalu saat Aruna Ekadanta memberikan satu nama, "Bagaimana keadaan saudarimu si Jeanette Suh? Perempuan malang itu, apa sudah mati?"

Ekspresi Aruna yang penuh kemenangan pun terlihat. Ia berkata dengan dingin, "Bagaimana jika si Kembar Suh bukan lah laki-laki dan laki-laki?"

"Tapi si kembar yang dilahirkannya adalah perempuan dan laki-laki. Kamu aktor yang pintar Jasper Suh atau bisa aku sebut juga Sambara Kanaka Rawindra?" tanya si wanita kepada pria itu.

-

An. Halo semuanya, pertama-tama aku ingin meminta maaf karena updatenya lama. Aku sedang sibuk sekali sama pekerjaanku T.T. Semoga kalian masih ada yang menunggu.

Kedua, terima kasih sudah membaca dan bersabar. Aku harap kamu tetap menyukai cerita ini.

Ketiga, aku menunggu komentar dan vote dari kalian. Jujur, vote dan komentar itu memengaruhi moodku dalam menulis. Misalnya untuk part yang kemarin yang baca sama yang meninggalkan vote dan komentar jauh banget. Aku jadinya sedih dan merasa kayak ceritaku bosenin.

Kalau begitu sampai jumpa pada part selanjutnya. Semoga hari kalian menyenangkan. Untuk chitchat bisa datang ke ig atau twitterku dengan username twelveblossom.

Continue Reading

You'll Also Like

175K 5K 48
[Wajib Follow Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertingg...
Pengantin Iblis By Khalisa

Mystery / Thriller

218K 14K 43
"Kau telah terikat dengannya, Alana." Malam itu burung gagak membawa kabar buruk yang akan menghancurkan seluruh hidup Alana, sebuah kutukan yang mem...
84.1K 2.9K 46
Will you still love me when I'm be a monster? --------------- Shella yang dituntut sempurna oleh orang tuanya hanya dikenal sebagai cewek paling popu...
1.6M 207K 39
[ FOLLOW DULU SEBELUM BACA ] BELUM DI REVISI!! SEBAGIAN PART SENGAJA DI HAPUS!!🙏🙏 PLEASE YANG BACA CERITA INI KALAU UDAH TAU ENDINGNYA JANGAN SPOIL...