#Pov_DokterFarhan
Aku harus segera sampai.
Ratih belum bisa aku beritahu masalah ini, dia sedang memikirkan hilangnya Hafiza. Aku tidak akan memintanya untuk ikut denganku.
Tapi memang seharusnya saat ini aku bersama Ratih, tetapi aku tidak bisa mengajak dia ikut bersamaku.
Aku benar benar tidak ingin jiwanya terganggu lagi, aku tidak ingin kesehatannya ikut terganggu karena masalah baru.
"Aku akan menghadapi masalah ini sendirian dahulu, aku pasti bisa." pikirku.
#Drrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
Ponselku berdering kembali, ini kedua kali bapak menelfonku.
Ku pasang handset di kedua telingaku, tanganku masih sibuk menyetir mobil dengan berhati hati.
"Farhan, kamu sudah sampai mana?"
Nada perkataan bapak tidak bisa terkondisikan.
Mungkin dia bingung menghadapi masalah ini sendiri, terlebih lagi dia tidak tau apa apa.
"Ini Farhan sedang di jalan, sebentar lagi sampai. Cegah Abu dulu sebelum Farhan sampai ke rumah!"
"Cepatlah! Jangan lupa tetap berhati-hati."
Ku matikan telefon dan fokus kembali melanjutkan perjalanan.
***
Dari panggilan pertama, aku di kejutkan dengan panggilan bapak, dia memintaku agar segera pulang. Ada sesuatu hal terjadi di rumah.
Ada seorang wanita berniqab tiba tiba datang ke rumah mencari Abu.
Dia memaksa untuk membawa Abu.
Entahlah siapa wanita itu, kenapa tiba tiba dia datang dan berniat membawa Abu.
Keadaan Abu memang masih belum stabil, dia masih membutuhkan perawatan karena mungkin sebentar lagi ingatannya akan pulih kembali.
Maka dari itu kepalanya sering sekali merasakan sakit dan pusing hebat.
Mobil, ku parkirkan di garasi. Tanpa basa basi aku langsung berlari masuk ke dalam rumah.
Benar saja, di dalam rumah ada seorang wanita berniqab hitam duduk dengan anggun, ia mengenakan gamis berwarna Abu muda.
Disana ada bapak dan juga Abu.
Dia memandangku. Ku lihat matanya yang semakin menyipit. Mungkin dia sedang tersenyum kepadaku, aku bisa mengerti dari bahasa matanya.Tetapi aku sama sekali tidak membalas senyumnya, dan beranjak duduk di samping Abu adiku.
"Siapa kamu," tanyaku.
"Saya Herlina, istri dari mas Fajar."
Dia menyebut nama Herlina, istri dari Fajar. Lalu apa urusannya dengan keluargaku?
"Lalu kenapa kamu kemari?" tanyaku.
"Iya, karena suamiku mas Fajar ada disini."
Aku terdiam.
"Dia suamiku."
Wanita yang mengaku Herlina itu menunjukan satu jarinya ke arah Abu.
"Maaf kamu salah, dia ini adalah Abu adikku."
Aku terus mempertahankan pendapatku sendiri, bahwa dia memang lah Abu Adikku. Dan tentunya dia adalah kekasih Ratih. Bukan Fajar ataupun suaminya.
"Aku kehilangan suamiku satu tahun lalu, aku kemari ingin menjemputnya. Tolong jangan pisahkan antara suami dan istri!" jawabnya memelas.
Matanya berkaca kaca, butir air matanya terjatuh.
Tetapi aku masih tidak merespon kata katanya. Bahkan ketika ia menangis pun aku tidak mempunyai rasa peduli.
"Abu, apa kamu ingat dengan wanita itu?"
Aku bertanya kepada Abu, dia kekeh menjawab, bahwa memang dia tidak mengenal wanita itu.
"Aku sama sekali tidak mengenalnya, aku tidak tau dia siapa. Dan kenapa tiba tiba dia memintaku untuk ikut dengannya!"
Ku arahkan pandanganku kepada Herlina, gadis berniqab itu.
"Jangan menipu kami, tolong pulang. Jangan ada drama dan sandiwara disini." kataku.
Wanita itu tetap teguh dengan pendiriannya. Dia tetap ingin mengajak Abu yang ia anggap sebagai suaminya itu.
"Tolong izinkan aku membawa pulang suamiku. Aku sudah lama mencarinya, kesana kemari aku mencari keberadaannya. Aku sangat merindukannya.
Mas Fajar, aku mohon. Ingat aku! aku ini istrimu mas."
Abu melirik ke arahku, dia memasang wajah penuh arti. Sepertinya Abu sedang meminta tolong padaku untuk terhindar dari wanita itu, semakin lama dia di sini, perkataanya semakin meyakinkanku.
Tidak, dia itu penipu!
"Tolong buka penutup wajahmu!" kataku.
"Maaf untuk hal ini, aku tidak bisa," dia menolak permintaanku mentah mentah.
"Kenapa, kamu takut?"
"Ini bukan masalah takut atau tidak! Aku berniqab karena ini adalah sunnah. Aku telah menerapkannya semenjak awal aku dewasa. Bahkan sebelum menikah dengan mas Fajar.
Jadi tolong, jika untuk pembuktian hal duniawi, jangan gadaikan akhirat ku." jawabnya begitu tegas.
Ya Allah apa yang telah aku katakan, maafkan aku. Bukan maksudku untuk meminta wanita itu melepas niqabnya disini.
Maafkan aku jika telah memintanya membuka keistiqomahan yang telah lama dia jalani, jika itu memang benar adanya.
Aku hanya takut, wanita itu berusaha membohongi kami dengan dramanya.
Jika memang benar, apa untungnya wanita itu berkata dusta begini, apa untungnya dia bersandiwara.
Apa untungnya dia mengajak Abu untuk ikut jika dia bukan suaminya?
Mungkin aku terlalu mudah berburuk sangka padanya sehingga tidak memberi kesempatan untuk membuktikannya.
Aku masih berusaha membela Abu di depan wanita itu, bahwa Abu itu bukan Fajar.
Mungkin saja dia memang salah orang.
"Maaf, tapi Abu itu adalah kekasih Ratih. Adikku." jawabku.
"Dia adalah mas Fajar suamiku! Dia bukan Abu, dan tentunya bukan kekasih siapapun kecuali dia adalah kekasihku."
Wanita itu terus saja menyebut Abu adalah Fajar.
"Tolong nak, jangan buat keributan disini. Sebaiknya kamu pulang, dia itu adalah anakku, Abu namanya. Dia bukan Fajar yang kamu sebutkan."
Ayah berusaha membantuku menjelaskan.
"Atau perlu aku laporkan ke kantor polisi? Kalian yang telah membuat mas Fajar begini kan? Bapak Wijaya yang terhormat telah menabrak mas Fajar satu tahun lalu.
Sampai akhirnya dia menjadi amnesia begini, dia tidak mengingat saya karena anda!"
Lagi lagi Herlina mengatakan itu sembari menangis.
Tetapi, tau dari mana wanita itu tentang kejadian satu tahun lalu?
Bukankah kejadian itu hanya kami yang mengetahuinya?
Ratih, iya! Dan dia yang tau masalah ini.
"Kenapa diam?"
"Maaf ukhty, aku memang kehilangan ingatanku. Tetapi bukan berarti aku tidak memiliki rasa yang kuat.
Aku sama sekali tidak mengenal kamu, aku tidak merasakan perasaan apapun ketika melihatmu bahkan ketika bertatap mata denganmu.
Bahkan aku minta maaf, melihatmu saja aku tidak suka!"
Abu berusaha mengungkapkan isi di hatinya.
"Kenapa kamu jahat padaku mas Fajar?" jawabnya.
"Maaf, pulang lah. Jangan memintaku untuk ikut denganmu!" Lanjutnya.
"Mas Fajar! Aku ini istrimu, kamu berdosa jika menelantarkan ku." wanita itu berdiri dari tempat duduknya.
"Aku adalah Rey, kekasihku hanyalah Ratih!" Abu menjawab dengan suara tinggi.
*DEGGGGGG
Sebenarnya sakit sekali ketika mendengar Abu mengatakan dirinya sebagai kekasih Ratih.
"Tidak mas! Kamu harus ikut aku pulang ke rumah. Ibu selalu menangis memikirkan kamu mas. Terlebih bapak, dia sampai sakit sakitan menunggumu pulang."
Abu terkejut mendengar kata orangtua.
"Orangtua?" tanya nya.
"Iya,"
***
#POV_Abu
Apakah benar yang dikatakan wanita itu?
Apakah aku ini adalah Fajar?
Apakah aku mempunyai orangtua, dan sudah pasti aku memiliki orang tua..
Dimana orangtuaku sebenarnya?
Sedangkan Ratih tidak pernah membantuku mengingat ingat siapa orangtuaku. Dia hanya memintaku untuk mengingatnya, Hafiza dan perjalanan panjang selama ini. Entah apa itu, aku belum bisa mengingatnya.
Tapi sejujurnya, hatiku lebih percaya kepada Ratih, aku juga menyimpan rasa di lubuk hati yang paling dalam. Aku merasa sangat dekat dengannya, dan aku memang mencintai nya.
Tapi di sisi lain, aku berfikir secara logika.
Aku adalah seorang anak, tentunya aku memiliki orangtua.
Dimana orangtuaku ya Allah, aku harus mempercayai siapa!
********
"Tolong berikan aku kesempatan untuk membuktikan."
"Baiklah," ucapku.
"Besok aku akan kemari membuktikannya. Mas Fajar, tunggu aku kembali,"
Wanita itu berpamitan untuk pergi dan berjanji akan kembali lagi.
***
Bersambung*****
Ingatkah tentang mimpi Ratih seusai mati suri?
Dia bermimpi mas Rey pergi bersama wanita bercadar?
Apakah mimpinya akan terjadi?