CHOOSE

By Beatlys00

166 18 8

Mereka berbeda tetapi memiliki keinginan yang sama. Mereka berbeda dan membutuhkan satu sama lain. Dia Gema... More

CHOOSE|•|Chapter 1
CHOOSE|•| Chapter 2
CHOOSE |•| Chapter 3
CHOOSE |•| Chapter 5
!!!

CHOOSE |•| Chapter 4

16 3 2
By Beatlys00

"Kita memang butuh model baru. Beberapa kali gue ngegap kalau Meriska udah gak minat lagi buat kerja sama, kecuali emang dia lagi butuh duit dadakan pasti datangnya ke kita," pria berlesung pipit itu mengeluarkan pendapatnya. Kevin, sebagai fotografer dan mengurusi seluruh tektek bengek dokumentasi dalam katalog dan semacamnya sering kali merasa kesal akan sikap dan ketidak-profesional dari Meriska.

"Lagian efek dari dia udah gak sebesar dulu lagi, ibaratnya melempem lah."

"Habis manis sepah dibuang." Celetuk Abi.

"Fakta bos."

Gema berdehem. "Mau gak mau, kayanya emang harus cari peganti. Pendapat gue, sih, kita harus cari model yang kelasnya lebih atas dari Meriska. Karena itu penting buat menarik minat pelanggan."

"Gue setuju. Dan masalah siapanya, gue gak tahu menahu dan gue serahkan ke kalian," ucap nyerah Abi setelah keputusannya.

"Kalau model yang bener-bener model di sini masih bisa dihitung jari, bos. Kebanyakan model yang sok-sok an berasa jadi model. Disuruh pose baru beberapa kali udah mati gaya. " Kevin lagi-lagi berceletuk.

"Yang penting dia menarik. Lagian, kan itu udah tugas lo." Balas Gema.

"Gue ada usulan sih, cuman ragu bakal berhasil atau enggak." Kevin sejenak melihat Gema.

"Gem, gimana kalau Fio aja. Kita tau lah kalau pamor seorang Fio gak diragukan lagi."

Gema terdiam. Sebetulnya hal yang sedikit dihindari oleh Gema adalah satu projek bersama Fio. Dengan berbagai alasan yang selalu Gema pikirkan, Gema lebih memilih untuk tidak terlibat.

"Enggak Vin. Gue gak yakin sama schedule dia."

"Coba dulu lah Gem. Masa dia gak bantu lo sebagai pacarnya."

"Kerjaan ya kerjaan Vin. Beda lagi! Masih banyak yang kaya Fio."

"Beda Gem. Gak ada yang bisa nyamain Fio. Dari kharisma sama demage-nya. Gue yakin kalau kita ngegaet Fio omset kita pasti naik. Lagian siapa coba yang gak kenal dia di kota ini. Ah, gue pikir satu indonesia pun bakal tau dia. Cuman sayangnya dia terjebak di kota kecil ini."

"Gue bakal coba."

***

Malam minggu, malam perayaan bagi semua pasangan kekasih. Berlainan dengan mahasiswa yang membagi kehidupan kampusnya dengan bekerja. Hari produktif untuk bekerja dan weekend untuk menempuh pendidikan. Gema menatap langit-langit gejebo yang berada di samping utara kampus, lampu neon kuning terlihat terang di atasnya dengan gumpalan asap rokok yang mengepul. Gema kembali menghisap bahan nikotin itu lalu mengembuskan asapnya. Terdengar beberapa kali gerombolan mahasiswa yang saling mengobrol dari perjalanannya menuju kelas. Sudah menjadi suasana akrab bagi Gema mendengar celetukan beberapa mahasiswa tentang dirinya. Entah disengaja atau memang orang-orang itu tidak tahu keberadaan Gema.

"Lo tau ka Gema?"

"Mahasiswa Prodi kita siapa yang gak tahu ka Gema?"

"Lily!"

"Gak aneh sih, lo kan bukan asli sini."

"Emang kenapa? Ada apa sama ka Gema? Lily liat ka Gema ganteng, iya gak?"

Terdengar helaan nafas dari empat orang di sana.

"Lo tahu ka Fio? "

"Fio? Ka Fio mana? Lily gak tahu?" Ucap gadis denga suara cempreng itu.

"Zainna Fio Naushen! Masa gak tahu?"

"Oh, Lily tahu. Ka Fio cantik banget." Lily berkomentar dengan antusiasnya.

Lagi-lagi helaan napas terdengar.

"Ka Gema beruntung banget bisa dapetin ka Fio, secara ka Fio kalian tahu sendirilah."

"Gue denger dari kating kalau ka Gema bucinnya kebangetan. Ka Fio juga cuek angkuh gitu ternyata nih, ya, saking baiknya apapun yang ka Gema mau pasti ka Fio kasih. Lo percaya gak ulang tahun ka Gema aja dikasih motor dong!"

"Anjir, kelebihan duit, sih itu."

"Masa, sih? Lily juga mau motor kan enak buat kuliah gak harus naik angkot."

"Tapi lo pernah mikir gak kalau kebucinan ka Gema itu cuman manfaatin kebaikan ka Fio. Ya motor aja dikasih apalagi yang lain?"

"Min, lo jadinya suudzon tahu."

"Iya, nih. Mina, kan belum tentu bener juga."

"Tapi, ada benernya juga, sih. Lily juga terlintas mikir gitu."

"LILY DIAM DULU!"

Sudut bibir Gema terangkat, tidak asing untuk mendengarkan hal yang sebetulnya Gema sendiri sudah bosan. Gema bangkit dari posisi terlentangnya, menghunuskan rokoknya yang tinggal sedikit. Dilihatnya punggung lima mahasiswa yang asyik bergosip itu semakin menjauh, Gema tidak tahu siapa mereka tapi Gema akan menyebutnya sebagai mahasiswa sampah.

Suara dering telepon terdengar. Dilihatnya Tertera nama Fio di sana.

"Fi!"

"Gem, udah pulang?"

"Masih di kampus."

"30 menit lagi jemput gue, bisa?"

Gema melirik jamnya, "Shareloc. Ok!"

"Gem, tapi nanti beli dulu pochajang yang biasanya, ya. Minumnya terserah lo aja."

"Iya, Fi. Ada lagi gak?"

"Sekalian ke apotek, ya Gem. Obat vertigo sama jamu datang matahari."

"Iya, Fi."

"Oh, iya. Gem kayanya gu—"

"Fi, ayok mulai!" Teriakan di sebrang sana terdengar oleh Gema tidak asing.

"Gem, nanti gue kabarin lagi."

"Fi?"

"Gem, sebentar. Gue past—"

"Shareloc sekarang juga!!!"

Gema bergegas dengan tergesa. Membuka pesan yang dikirim dari Fio bermaksud untuk menenangkannya. Tidak peduli itu semua Gema segera mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Memang tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Gema sampai ditujuan. Dari luar Gema bertemu dengan orang-orang yang tidak asing bagi Gema. Masuk ke dalam, suasananya menjadi beda pasalnya ada beberapa orang yang tidak Gema kenali. Mata Gema menjelajah, di sudut kanan terlihat Fio yang tergesa membereskan barang miliknya. Tidak jauh dari Fio ada seorang laki-laki yang mencoba menahan Fio.

"Gue harus pergi, Qi."

"Gak bisa pergi gitu aja, Fi. Kita selesain kerjaan kita."

"Gak bisa. Gema tahu."

"Ya terus kalau Gema tahu, kenapa? Kita bisa jelasin kan sama dia."

"Gema gak akan mengerti kalau masalahnya ini."

"Fi!"

"Qi, gue mohon."

"Ini pekerjaan. Ketika lo udah terikat sama kontrak lo harus profesional."

"Gue bakal ganti penaltinya." Teriak Fio kencang cukup membuat Luqi terdiam beku.

Namun, kejadian itu cukup jelas terekam oleh Gema tepat di depannya membuat rahang Gema semakin keras, matanya tajam, napasnya memburu. Lekas Gema menarik Fio kuat menjauh dari sana. Mendorongnya tak terkendali.

Gema tidak bisa.

Untuk kali ini ia tidak bisa menahan amarahnya meski di depannya ada Fio.

Gema menjadi kalut sendiri. Ini salah, tetapi tidak bisa menahan. Rasanya Gema tidak berani untuk menatap Fio lebih lama lagi.

"Gem, kalau lo butuh gue pasti jelasin." Fio berucap dengan hati-hati.

"Lo pikir dengan hal yang gue gak suka gue butuh penjelasan?"

"Gue butuh pekerjaan ini, Gem."

"Gue gak pernah larang lo kerja selama ini, mau lo kerja sampe pagi ke pagi, sehari ataupun berbulan-bulan gue gak akan larang, Fi. Tapi kenapa partner lo harus dengan orang yang jelas-jelas berapa kali gue bilang sama lo untuk gak satu projek?"

"Gue butuh uang, Gem."

"Uang seberapa yang lo butuhin? Keluarga lo mampu, Fi. Nenek lo orang terpandang. Lo tinggal sebutin angka aja nenek lo bisa menuhin."

Fio menatap Gema tidak percaya. "Kalaupun mau gue pasti minta. Tapi enggak untuk kali ini. Gue pengen berusaha sendiri dan memang selalu seperti itu. Gue gak akan minta terlebih minta sama lo yang penghasilannya gak seberapa."

Kali ini Gema yang menatap Fio tidak percaya. "Fi, lo sadar sama omongan lo?"

Fio menjadi terbata, menutup mulutnya dengan tangan. Sumpah, Fio tidak bermaksud.

"Fi, omongan lo."

"Gem, maaf. Bukannya gue ngerendahin lo."

"Di saat gue gak peduli sama omongan orang lain ngerendahin gue. Tapi, denger langsung dari mulut lo bagi gue itu—"

"Gak gitu, Gem. Maaf, sumpah maaf banget gue gak bermaksud. Gem, Maaf!"

Fio mendekat, menarik tangan Gema dalam genggamannya. Fio tidak bersungguh-sungguh ketika mengucapkan kata itu.

Fio hanya kesal.

Dalam satu hentakan Gema melepaskan genggaman Fio, sangat kasar dan membuat Fio mengaduh.

"Gem!"

Sekuat tenaga Fio menahan tarikan dari Gema. Memohon dengan bersungguh-sungguh agar kesalahannya bisa dimaafkan, tetapi ketika melihat kilatan mata Gema yang benar-benar kalut Fio hanya bisa pasrah. Mengaduh kesakitan saat Fio dipaksa masuk ke dalam mobil.

"Gem, sumpah gue minta maaf. Gue janji gak bakal ingkar lagi!" Teriak Fio ketakutan disaat Gema mengemudi dengan kecepatan penuh. Jalanan sedikit lenggang justru membuat Fio semakin ketakutan. Gema memang berada dipuncak kemarahan yang sulit untuk ditenangkan.

Mobil berhenti tepat di depan rumah minimalis berwarna merah marun dengan pelataran yang dipenuhi tanaman yang sudah mati. Meskipun Gema tidak menyuruh Fio untuk turun tetapi secara otomatis Fio turun mengikuti Gema. Perlahan memasuki sebuah ruangan yang hanya tersedia satu kasur dan satu sofa panjang.

Klik...

Pintu terkunci.

Fio menatap naas dibalik pintu.

Ini adalah kesalahannya.

Dan ia mendapat hukuman.




To be continue.

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 130K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
5.2M 383K 54
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
269K 11K 30
Menjadi seorang istri di usia muda yang masih di 18 tahun?itu tidak mudah. Seorang gadis harus menerima perjodohan dengan terpaksa karena desakan dar...
1M 102K 55
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...