AXELION

By starlightlui

163K 11.6K 658

"She's my greatest HELLO and the hardest GOOD BYE." *** Hanya berawal dari insiden kecil yang malah membawa b... More

PROLOG
Part 1 - Insiden Kecil
Part 2 - Dia Lagi!?
Part 3 - Kalung Ursa Minor
Part 4 - Hukuman Pagi
Part 5 - Perjanjian
Part 6 - Hangover
Part 7 - Rumor [1]
Part 8 - Rumor [2]
Part 9 - He's Everywhere
Part 10 - Threat
Part 11 - Feel Sorry
Part 12 - The (Fake) Girlfriend
Part 13 - Tamu Istimewa
Part 14 - Pingsan
Part 15 - Dijodohkan
PART 16 - Langit Malam Tanpa Bintang
Part 17 - Late Again
Part 18 - The Punishment
Part 19 - Anggota Baru Sixers
Part 20 - Teman
Part 21 - This Feeling
PART 22 - The Basketball Match
Part 23 - Pasangan Dadakan
Part 24 - What If More Than Friend
Part 25 - The Truth
Part 26 - Dinner With Her Family
Part 27 - Aku?
Part 28 - A Night With Him
Part 29 - Beauty And The Beast
Part 31 - She's Weak
Part 32 - Let's Dating

Part 30 - Sisi gelap Axelle

2.9K 249 20
By starlightlui

HALO👋 !! AXELLE LUCYA UPDATE!

Maaf ya updatenya lama bangett, maaf juga kemarin kena prank :) semoga dengan 3200 kata ini bisa ngobatin rindu kalian ya!

SEBELUM ATAU SESUDAH BACA JANGAN LUPA BINTANG KECILNYA!! THANK U ^^

SORRY FOR THE TYPO...

HAPPY READING!!

Playlist : Hew Hope Club, Dannia Paola - Know Me Too Well.

***

Dari kejauhan Lucya dapat mengenali seorang lelaki yang tengah duduk di motornya itu. Siapa lagi kalau bukan, Axelle. Lucya habis menemui Coach Maia membicarakan mengenai posisi flyer nya dan juga menyuruhnya untuk mengumpulkan para Anggota Sixers besok saat mata pelajaran kedua di mulai. Bukankah itu seharusnya menjadi tugas Ayme? Well, mengingat kejadian hari ini yang terjadi, sepertinya posisi Ayme sebagai ketua sebentar lagi akan terancam.

"Axelle, pegangin bentar, mau iket sepatu," Lucya menyodorkan totebag berwarna nude nya pada Axelle.

"Siapa?"

"Huh?" Lucya menatapnya bingung.

"Enggak jadi, enggak masuk," Ucap Axelle lalu mengambil alih totebag Lucya tersebut.

Lucya menatapnya dengan mengerutkan keningnya dalam, "Ngomong ama lele sono," Tanggap Lucya sebelum ia merunduk untuk mengikat tali sepatunya.

Axelle yang melihat itu berdecak pelan, lalu mengambil jaket kulitnya yang terdapat di tangki motornya lalu ia berdiri di depan Lucya dan menutupi gadis itu yang tengah berjongkok. Axelle menatap lurus, menunggu Lucya sampai selesai.

Perlakuan yang Axelle berikan tersebut, membuat Lucya terpaku beberapa detik dengan tatapannya yang naik— menatap wajah Axelle yang kepanasan membuat kening lelaki itu mengerut dengan matanya yang sedikit menyipit.

Tersadar, Lucya buru-buru mengikat tali sepatunya lalu berdiri, menatap Axelle sedikit canggung, "Thank you," ucap Lucya dan mengambil alih kembali totebag-nya.

"Laper, enggak?"

"Enggak, tapi kalo ada yang mau traktir makan, masa di tolak," Jawab Lucya lalu terkekeh geli.

"Enggak ada yang ngajak, cuman nanya doang," Ucap Axelle yang langsung merubah ekspresi wajah Lucya menjadi cemberut.

Axelle tersenyum dan menyentil pelan dahi gadis itu, "Mau makan apa?"

"Umm... I can't think any. any suggestion?"

"Kalo di ajak makan di pinggir jalan, mau?"

"Mauuuu, makan apa?"

"Maunya makan apa?"

"Enggak tau, emang menunya apa aja?"

Axelle tertawa kecil.

"Ih, yaudah terserah kamu aja, aku ngikut aja," Ucap Lucya lalu mencebik.

Axelle menaiki motornya setelah memakai jaketnya, menyodorkan helm pada Lucya dan menyalakan mesin motornya. Seperti biasa, Lucya tidak bisa mengunci helm tersebut dan seperti biasa nya juga Axelle yang akan melakukan hal kecil yang entah mengapa seperti sudah menjadi kebiasaan dan jangan lupakan pukulan kecil pada helm tersebut yang selalu Axelle berikan ketika helm tersebut sudah terpasang sempurna di kepala Lucya.

"Udah, naik," Lucya mengangguk, lalu menaiki motor Axelle dengan berpegangan pada pundak lelaki itu. Motor Axelle pun berjalan, keluar dari area sekolah.

Dari kejauhan, tepatnya di parkiran mobil yang berhadapan dengan parkiran motor, keempat teman Axelle yang tengah duduk di depan mobil Gibson dan Jibril, memperhatikan Lucya dan Axelle dari Lucya datang sampai kedua orang itu pergi.

Putra menggeleng-gelengkan kepalanya sembari meratapi nasib, "Jadi pengin punya pacar."

Jibril mengangguk, "Hmm, pengin punya cowok kayak Axelle gue."

"Najis lo homo, jauh-jauh lo dari gue, Jib," Cecar Arnold sembari mendorong bahu Jibril.

Putra, Gibson, dan Zayn yang tengah bersender di depan mobil Gibson, tertawa kecil, "Noh lo ama Levi sono, Jib," celetuk Putra.

"Anjeng, kagak gitu, bercanda doang gue. Maunya yang kayak Lucya lah, atau... Hope aja kali ya? Kan single porever tuh bocah katanya,"

"Kayak dia mau aja ama lo," Celetuk Gibson dengan tatapan lurusnya yang datar.

"Ye, enggak usah ikut-ikutan lu kang ghosting, bisa-bisanya lu ghosting anak orang, waktu itu aja di ajak pulamg bareng, makan bareng, eh tadi di cuekin," Putra dan lainnya terkekeh kecil melihat Gibson yang masih tidak menunjukan ekspresi apa-apa. Dia memang ahli dalam mengontrol ekspresinya untuk tetap tenang.

***

Lampu berganti menjadi berwarna merah, sontak saja Axelle memberhentikan motornya tepat di paling depan sebelah kiri. Lucya memperhatikan seorang anak kecil yang tengah memegang kemoceng di tangannya— duduk di trotoar, ia tidak hanya memegang kemoceng, terdapat sebuah benda lain juga yang mencuri perhatian Lucya dari awal, yaitu sebatang rokok yang menyala.

Lucya merogoh dua lembar uang di saku jas seragamnya, "Dek,"

"Kenapa?" Tanya Axelle menoleh kan kepalanya ke kiri.

"Mau ngasih duit ke adek itu."

Axelle menyodorkan tangannya— meminta uang yang akan Lucya berikan pada anak tersebut, lalu Axelle merogoh tiga lembar uang berwarna merah dari saku celananya.

"Dek, sini," Axelle memanggil anak tersebut yang saat itu juga langsung berdiri masih dengan rokok yang menyala di tangannya,  "Tolong bersihin bagian depannya."

"Sini rokoknya," Axelle mengulurkan tangannya. Anak tersebut awalnya terlihat terdiam beberapa detik, sebelum ia menyodorkan rokoknya pada Axelle, kemudian ia membersihkan motor Axelle dengan cepat sebelum lampu menjadi hijau.

Axelle  mengangkat beberapa lembar uang yang tadi dan satu tangannya yang tadi masih memegang rokok milik anak kecil tadi, "Pilih yang mana?" Tanya Axelle pada anak tersebut.

"Ini, kak."

"Ini daripada ini kan?" Tanya Axelle— mengangkat uang tersebut lalu sebatang rokok.

Anak itu mengangguk sedikit canggung.

"Kalo gitu, kalau kamu mau punya banyak uang kayak gini, jangan ngerokok. Karena ini," Axelle mengangkat rokok tersebut, "dia itu enggak menghasilkan apa-apa selain penyakit, dan itu bakal buat kamu kehilangan yang ini nantinya," Ucap Axelle sembari mengangkat tangan kanannya yang memegang uang.

"Rokok cuman rugiin kamu, berhenti secepatnya, hm?"

Anak lelaki tersebut mengangguk dan mengembangkan senyumnya, "Makasih banyak, kak," ucapnya setelah menerima yang yang diberikan Axelle.

"Iya, sama-sama. Jangan pake buat beli macam-macam ya," Axelle mengelus ubun-ubun anak itu.

Untuk yang kesekian kalinya Axelle membuatnya terpesona dengan perlakuan manisnya, meskipun kali ini bukan padanya. Dan lihatlah, senyum tulus yang Axelle berikan pada anak tersebut membuat sudut bibir Lucya berkedut, menahan senyumnya. Well, reputasi nya mungkin buruk di sekolah. Tidak tau aturan, nakal, dan tidak hormat pada guru dan lain sebagainya, namun dibalik semua itu, Axelle memiliki hati yang baik dan juga bijak.

Lucya rasa dia semakin menyukai lelaki sialan ini.

***

"Mau cobain lele?"

Lucya yang tengah mengedarkan tatapannya di sekitarnya yang hanya ada tiga orang yang makan di kios itu pun menoleh pada Axelle dengan kedua alis terangkat.

"Udah pernah coba lele?"

Lucya menggeleng lalu sedikit memajukan kepalanya pada Axelle yang duduk di hadapannya, "Emang enak ya?" Tanya Lucya dengan suara pelan.

Axelle mengangguk, "Lumayan. Kamu juga sering sebut nama lele kan?"

"Kan bercanda doang, lagian lelenya juga enggak keberatan namanya di pake."

"Mana dia tahu kamu sering sebut nama dia, mungkin aja tiap kamu sebut nama dia, dia keselek dalam air," Ucap Axelle mengikuti gurauan yang di ciptakan Lucya lebih dulu.

"Keselek dalem air, gimana ya?"

"Bisa, nanti kita coba keselek di dalem air abis ini," Celetuk Axelle lalu memasukan kerupuk kedalam mulutnya.

"Duluan aja sono," Tanggap Lucya sebelum kembali menegapkan posisinya.

Axelle terkekeh kecil, "Jadi mau lele atau enggak?"

"Terus pesanan aku tadi gimana? Aku enggak mau ah makan banyak, seharian kemarin aja aku makannya banyak, pas timbang berat badan malamnya, tau enggak aku naik berapa?"

"Berapa?"

"Naik satu beratnya," jawab Lucya dengan kedua matanya yang sedikit melotot, membuat Axelle yang tadinya sudah menopang dagu, bersiap mendengarkan cerita Lucya berubah menatapnya datar.

"Satu aja?"

"Hooh, satu. Berat aku yang tadinya empat puluh empat jadi empat puluh lima," Ucap Lucya lalu mendengus sebal, tidak terima.

"Terus, itu artinya apa?"

"Ya, artinya... aku gendut,"

"Astaga, itu cuman naik satu angka aja kamu udah gila begini. 45 isn't that bad too, so what's wrong with that?" Ucap Axelle sedikit frustasi, "Apa setiap cewek kayak gini? Naik berat badan satu aja, udah kayak kehilangan barang berharga."

Lucya mengulum kedua bibirnya kedalam, "Masalahnya, satu kg itu naiknya ke pipi aku," Gumam Lucya sembari memegang kedua pipinya. Tadi pagi ia berkaca dan merasa ada yang berbeda dari wajahnya. Ya, pipinya terlihat lebih berisi dan dia tidak menyukainya.

"Kenapa memangnya? Jelek?" Tanya Axelle dengan satu alis terangkat.

"You tell me?"

"Kamu cantik," jawab Axelle cepat, "Mau pipinya chubby atau Enggak, mau beratnya naik satu kg atau seratus kg pun, tetap cantik, Lucya."

"Nyenyenye, omongan cowok buaya ya gini."

Axelle tertawa kecil, tidak menanggapi lagi karena makanan mereka telah datang, "Makasih, bang," Ucap Axelle yang ditanggapi ramah oleh sang penjual sebelum pergi.

"Makan dulu," Axelle menggeser sepiring berisi nasi dan lauk pesanan Lucya ke hadapan gadis itu, lalu mengambil sendok dan garpu— mengelapnya dengan tisu lalu memberikannya pada Lucya. Axelle melakukan hal yang sama dengan sedotan untuk Lucya sebelum memasukan sedotan tersebut kedalam Es teh milik gadis itu.

"Thank you," Ucap Lucya lalu meminum es tehnya sembari tersenyum samar.

"Oh ya, Xel, nanti abis ini langsung ke Warmak ya,"

"Kenapa?" Tanya Axelle setelah menelan makanan dalam mulutnya.

"Ya, mau pulang lah."

"Buru-buru banget?"

"Hooh," Lucya mengangguk, "Mau ikut nganter Mami sama Audrey ke bandara, mereka mau ke Jogja,"

"Lama? Papi kamu ikut? Kamu sendirian dirumah?"

Lucya menyipitkan kedua matanya mendengar pertanyaan berbobot itu, "Kenapa emang?"

"Buat berjaga-jaga, kadang penjaga rumah kamu enggak bisa diandalkan."

"So, what's that mean?"

Axelle mengedikkan kedua bahunya sebagai tanggapan lalu kembali fokus pada makanannya, "Cepat makan."

***

Lucya melepas handuk yang melilit dirambutnya yang basah dan mengambil hair dryer yang terletak di meja rias sebelum menyalakannya dan mulai mengeringkan rambutnya yang masih basah. Ia sudah mengantar ibunya, Audrey dan Suster Tini dua jam lebih yang lalu dan mereka juga telah sampai dengan selamat di Jogja sekarang. 

Ditengah-tengah fokusnya Lucya mengeringkan rambutnya, bel rumah yang memang terdengar samar sampai ke kamarnya berbunyi. Lucya tidak beranjak, membiarkan Mbak Irma untuk membukanya, namun sampai bel tersebut berbunyi tiga kali Mbak Irma sepertinya belum membukanya. Membuat Lucya harus menghentikan aktivitasnya.

"Sebentar!" Seru Lucya sembari berlari menuruni tangga dan bergegas untuk mencapai pintu rumah.

Dengan cepat ia membuka kunci pintu tersebut dan membukanya lebar— mengangkat kepalanya untuk menatap seorang lelaki yang sudah berdiri di depannya. Lucya terkejut menatap wajah itu, wajah dingin dengan tatapan yang selalu membuat Lucya tidak merasa aman itu tengah menatapnya dengan senyum kecilnya. Perasaan Lucya menjadi campur aduk, lidahnya bahkan kelu untuk berucap, entah itu untuk bertanya atau langsung mengusir atau berteriak minta tolong pada siapapun.

"Boleh masuk? Aku masuk duluan," Tanpa izin, Keenan memasuki rumah tersebut melewati Lucya yang langsung melihat keluar— tepatnya ke arah pos satpam rumah.

"Enggak usah khawatir, aku kesini cuman mau makan bareng kamu, aku juga udah minta izin uncle sebelum kesini," Ucap Keenan tenang sembari menaruh tiga paper bag makanan di meja depannya.

Lucya membuka pintu tersebut lebih lebar agar tidak tertutup, berjaga-jaga jika ada bahaya yang akan diciptakan oleh Keenan setidaknya ia bisa berteriak memanggil satpam atau lari dari sini secepat mungkin.

"Kamu sudah makan? Aku beliin makanan kesukaan kamu, sini," Keenan memanggil tanpa menoleh pada Lucya dengan sibuk mengeluarkan bermacam makanan dari paper bag tersebut.

Lucya tidak menanggapi sedikitpun, ia melangkah mendekati sofa yang di tempati Keenan.

"Keluar," hanya satu kata itu yang keluar dari mulutnya, satu kata perintah yang ia harap bisa mempan mengusir lelaki gila ini.

Seketika Keenan menghentikan aktivitasnya, terdiam dua detik sebelum menoleh kepada Lucya yang langsung mengalihkan tatapannya. Tidak, dia tidak boleh terlihat seperti anak kecil penakut dihadapan lelaki ini. Lucya pun memberanikan dirinya, melemparkan tatapan tajamnya— membalas tatapan Keenan padanya.

"Are you deaf?" Tanya Lucya yang tidak dijawab oleh Keenan dengan terus menatap gadis itu dengan tatapan yang tidak bisa Lucya artikan namun tatapan tersebut membuatnya merasa khawatir, gelisah dan takut.

"Get. Out," Tekan Lucya serius.

Untuk beberapa saat, Keenan yang hanya terdiam dengan dingin pun mengembangkan senyumnya, "Come on, aku cuman mau makan bersama aja, sebelum aku kembali ke Aussie. Don't you miss me?"

Keenan berdiri dari duduknya, "come here, Lucya," Keenan menunjuk sofa di depannya, menyuruh Lucya untuk duduk, namun gadis itu masih Bertahan ditempatnya tanpa bergeser sedikitpun.

Keenan melangkah pelan untuk ke arah Lucya, sontak saja gadis itu mundur beberapa langkah, "Lucya..."

"Why are you here, Keenan? What do you want?" Tatapan Lucya seketika berubah, bukan sebuah tatapan tajam penuh ancaman yang ia berikan dengan berani lagi, namun sebuah tatapan memohon yang tersirat.

"I just wanna eat with you, after that I'll go," jawab Keenan jujur. Tetapi Lucya tidak dapat mempercayai kata apapun yang keluar dari mulut lelaki ini lagi. Bagi Lucya, setiap kedatangan Keenan, itu ada maksud yang harus Lucya jauhi.

Lucya tidak memiliki pilihan lain, jika ia tidak menurut, maka itu akan mempercepat sesuatu yang ia tidak ingin terjadi. Lucya pun menduduki sofa di depan Keenan, melirik sebentar keluar pintu rumah yang terbuka lebar lalu menoleh pada Keenan yang sudah sibuk dengan makanannya.

"Ayo, makan, ini," Keenan menggeser sekotak makanan kedepan Lucya, namun Lucya hanya menatapnya tanpa berniat menyentuh.

"Aku udah makan tadi," Ucap Lucya menatap meja dihadapannya, "Sama Axelle," Tambah Lucya yang membuat Keenan menghentikan kunyahannya dan menatap gadis itu untuk beberapa detik sebelum melanjutkan kembali makannya.

"Kamu keliatan dekat banget sama dia, dia juga hadir bareng kamu di acara ulang tahun Papa aku, sejak kapan kalian dekat?"

"Aku dekat sama dia sebelum orang tua kita kenalin kita satu sama lain," Jawab Lucya lugas sembari menatap Keenan yang terdiam lagi dan menatapnya.

Keenan menatap Lucya dengan satu alis terangkat yang mendapatkan anggukan Lucya.

Lucya berdehem. Ia mengalihkan tatapannya saat lelaki itu berdiri dari duduknya dan kini berpindah duduk di sebelah Lucya yang langsung bergeser, namun lengannya ditahan kuat oleh Keenan.

"Memangnya bisa?" Tanya Keenan yang membuat Lucya berkerut bingung. Keenan menatap tangan Lucya dan memegangnya dengan kedua tangannya sembari mengelusnya, membuat Lucya langsung menarik tangannya dengan kuat namun Keenan juga menguatkan tenaganya.

"Memangnya kamu pikir kamu bisa sama dia, Lucya?"

"Maksudnya?"

"Aunty Rose memang orang yang restuin adanya hubungan kamu sama dia, tapi Aunty Rose juga yang bisa mutusin hubungan kalian. Termasuk diri kamu sendiri,"

"What are you talking about?"

"What I'm talking about, menurut kamu, Mami kamu bakal biarin kamu di jaga sama anak geng motor berandal kayak dia?"

Lucya terkejut. Bagaimana Keenan bisa tahu?

Keenan yang melihat keterkejutan Lucya terkekeh sinis, "Dasar berandalan," Umpat Keenan

"Keenan!" Tegur Lucya dengan suaranya yang meninggi sembari berdiri dari duduknya.

"What?!" Balas Keenan membentak yang ikut berdiri menatap Lucya, "Seriously, you like him? Kenapa kamu suka sama dia? Bukannya kamu punya trauma sama cowok?"

"Brengsek lo," Ucap Lucya kasar.

"Iya, semua cowok gitu. Di dunia ini ada dua tipe cowok, Sama seperti papa kamu dan aku, Lus," Keenan mendekati Lucya yang menatapnya tajam, lalu melanjutkan ucapannya, "Sebaik apapun laki-laki, mereka tetap brengsek."

"Salah satu contohnya aku, right, Lucya?"

Keenan menyingkirkan beberapa helai anak rambut Lucya yang langsung menjauh— mundur, namun lelaki dihadapannya ini dengan kasar menarik lengan Lucya sampai ia menabrak tubuh Keenan. Kemudian Keenan meremas kedua bahu Lucya, sedikit membungkuk untuk mensejejarkan tingginya dengan Lucya dan membekap mulut Lucya yang baru akan berteriak.

"Pa—,"

"Admit it, you like me too,"

Lucya sontak menggeleng dengan tatapannya yang sudah memancarkan ketakutan menatap mata Keenan yang membuatnya teringat hari itu. Ya, Keenan memang brengsek dan sinting. Laki-laki itu bahkan mengakuinya.

"No?"

"Sama siapapun kamu berhubungan sekarang, kamu bakal berakhir sama aku, Lus," Ujar Keenan berbisik tepat di telinga Lucya membuat ia merinding.

"Sinting lo, setan!" Teriak Lucya masih dalam bekapan, terus meracau untuk mencoba agar lepas dari Keenan yang tenaganya lebih besar dan tubuhnya yang lebih besar darinya. Ketika tangan Keenan yang membekapnya berjalan ke belakang punggungnya, Lucya menendang tulang kering Keenan membuat lelaki itu lengah, Lucya yang tidak mau menyia-nyiakan kesempatan pun tambah menendang perut Keenan dengan keras membuat lelaki itu merasa sakit.

Lucya pun segera berlari untuk mencapai pintu, tetapi baru mencapai sampai tujuh langkah, Keenan kembali menariknya dengan memeluk Lucya dari belakang dan tangannya yang membekap mulut Lucya lagi dan mencoba untuk mencium Lucya yang menggerakkan kepalanya agar Keenan tidak dapat melancarkan aksinya.

"Lepasin gue, Keenan! Please! Gue mohon banget lepasin gue! Mbak Ir—,"

lelaki itu menghirup aroma tubuh Lucya dengan terus membekap mulut Lucya kuat dan satu kakinya yang menutup pintu rumah tersebut dengan kakinya. Berpikir pintu tersebut telah tertutup, Keenan hendak menarik Lucya ketika ternyata pintu tersebut terbuka lagi dengan seseorang yang ikut masuk.

"Berani-beraninya lo," Axelle menatap tajam Keenan sebelum matanya melirik pada Lucya yang rambutnya masih basah terlihat berantakan dengan matanya yang memerah menjatuhkan sebening cairan, "Beraninya lo nyerang cewek yang gue coba lindungin," Imbuh Axelle begitu ia kembali menatap Keenan.

Perasaan takutnya seketika menguap melihat lelaki itu berdiri disana dengan satu tangannya yang menenteng helm.

"Akhirnya kita—-," ucapan Keenan terhenti di udara karena tanpa berniat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Keenan, Axelle memukul dada Keenan memakai helmnya dengan enteng, namun terasa fatal bagi Keenan yang langsung mundur— memegang dadanya yang terasa nyeri.

Axelle menarik Lucya ke belakangnya lalu ia melangkah maju, mendekati Keenan, "Mau tahu sesuatu?"

Axelle mengeluarkan ponselnya lalu memperlihatkan foto yang tadi ia sempat ambil sebagai bukti kedepannya yang telah terjadi hari ini, "Siapa nama adek tiri lo itu? Ryan Megantara, right? Ah, iya, semua warisan bokap lo lebih cocok buat dia daripada lo."

"Memang berandalan," Cetus Keenan.

Tangan Axelle yang memegang ponsel membentuk kepalan lalu membogem pipi Keenan, "Berdiri lo."

"Berdiri cepetan, tangan gue gatal pengin ngirim foto ini ke bokap lo," Seperti yang di pinta kan Axelle, Keenan bangkit dengan wajahnya yang sudah membiru akibat pukulan dari Axelle.

Axelle menoleh ke belakang— menatap Lucya yang masih terlihat syok ditempatnya, katakan lah ia menghabiskan waktu terlalu lama untuk mengecek keadaan gadis itu sehingga Keenan tidak melewatkan kesempatan dengan mengambil sebuah bingkai foto milik Lucya dan Audrey dan memukul kepala Axelle dari sebelah kiri.

Lucya yang terkejut refleks meneriaki nama Axelle. Lelaki itu memegang telinganya yang terasa berdengung, kaca bingkai kecil tersebut pun pecah namun untung saja tidak ada pecahan yang menancap di wajah Axelle.

Axelle membalikan badannya, helm yang masih ia pegang di tangan kanannya ia lempar begitu saja di lantai, lalu detik selanjutnya Axelle melangkah cepat ke arah Keenan dan tendanganya jatuh tepat pada dada lelaki itu, membuat Keenan mundur beberapa langkah.

Ketika tubuh Axelle berputar dan akan memukul Keenan lagi dengan kakinya yang satu, Keenan sudah lebih dulu menangkisnya, namun begitu Axelle tidak lengah sedikitpun dengan melemparkan bogeman bertubi-tubinya pada Keenan yang hanya bisa menangkis sebagai pertahanannya.

Keenan akan membalas meninju wajah Axelle tetapi Axelle langsung menahan kepalan lelaki itu di udara dan memukul perut Keenan sebanyak tiga kali dengan tangannya yang lain. Begitu Axelle melepaskannya, tidak perlu menunggu lagi, Keenan membalas setiap pukulan Axelle bertubi-tubi, namun sialnya seperti seorang professional, Axelle dapat menghindar dari setiap pukulannya dan menangkis dengan membalas memukulnya.

Lucya yang hanya bisa menyaksikan perkelahian tersebut, hanya berdiri di tempatnya— tidak berniat menghentikan sendiri atau memanggil satpam rumahnya untuk menghentikan perkelahian yang sekarang sudah menjadi brutal, karena Keenan telah terjatuh di lantai dengan Axelle yang terus memukulnya. Axelle terlihat lebih menyeramkan daripada yang terjadi di sekolah tadi. Ia tahu seharusnya dia tidak kaget dengan sisi Axelle yang satu ini, sisi gelapnya.

"Axelle...," Panggil Lucya pelan, tenggorokannya rasanya seperti tercekat.

Merasa telah puas, Axelle menghentikan pukulannya pada Keenan yang sudah terkapar di lantai dengan wajahnya yang sudah berdarah di bagian sudut bibir dan matanya, juga beberapa bagian yang membiru. Ia menarik kerah baju Keenan, "Gue paling benci sama orang yang enggak bisa hargain perempuan, disaat lo ada di dunia ini karena seorang perempuan," Tandas Axelle lalu melepaskan kerah baju Keenan dengan kasar.

"Besok pagi, gue mau lo balik ke Aussie dan jangan pernah ganggu Lucya lagi, foto ini gue hapus," Axelle mengeluarkan ponselnya dari saku dan menunjukan foto yang tadi ia ambil lalu di hapus olehnya. Lucya yang mendengarnya, akan bersuara untuk menghentikannya, namun ia telat, foto yang ia bisa jadi kan bukti telah di hapus.

"Keluarin hp lo," Pinta Axelle yang langsung di turuti oleh Keenan detik itu juga, "Suruh asisten lo, teman atau bokap lo buat booking tiket ke Australia besok pagi. Sekarang."

"Cepetan!" Sentak Axelle yang dibalas anggukan oleh Keenan dengan jarinya yang bergegas mengutak-atik ponselnya untuk meminta seseorang membelikan tiket untuknya.

"Booking tiket saya pulang ke Sidney besok pagi, sekarang juga dan kirim buktinya ke saya,"

"...."

"Kalau saya bilang sekarang, sekarang! Tidak usah melapor ke orang tua saya,"

"...."

Untuk beberapa menit mereka menunggu tanpa mengubah posisi mereka, sampai akhirnya suara ponsel Keenan berbunyi lagi yang merupakan bukti tiket nya ke Sydney. Axelle mengecek mulai dari nama, tujuan, dan tanggal lalu ia mengangguk dan berdiri.

"Setelah lo udah di sana, belajar bela diri. Percuma badan berotot, ngalahin anak SMA enggak bisa," Papar Axelle disusul senyum mengejeknya.

TO BE CONTINUED.

Axelion Alterio

Lucya Aretha

Keenan Megantara

HOPE Y'ALL LIKE THIS PART!

Drop emoji for this part pls~

*

JANGAN LUPA VOTE, COMMENT DAN SHARE CERITA INI KE TEMAN-TEMAN KALIAN!! Also Follow me if u haven't yet!

Buat kalian yang selalu setia nungguin cerita ini, I just wanna say thanks so much, love, and i appreciate u all <3

See you very soon in the next part ya!

Sincerely,
Lou.

Go Follow :
@Loucamilee_
@axelle.alterio

Continue Reading

You'll Also Like

Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 69.8K 34
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
663K 19.4K 40
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...
2.4M 120K 26
Madava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dike...
HER LIFE By hulk

Teen Fiction

7.4M 364K 64
Sudah terbit di Glorious Publisher. Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya...