Remi memasuki rumah masih dengan kemarahan, dia mengumpati Bumi dalam hati dengan tangan terkepal. Ingin sekali rasanya kembali untuk memberi lelaki itu pelajaran. Berani-beraninya Bumi membawa musuh ke depan rumahnya.
Bagaimana jika rencana Bumi tidak berjalan lancar, dia dan keluarganya akan mendapat masalah. Dan yang terparah sudah pasti dirinya. Apa lagi sejak dulu Nina tidak pernah menyukainya. Jika dipikirkan sekarang, wanita itu sudah dari dulu terlihat ingin sekali menyingkirkannya dari hidup Bumi.
Memikirkan itu membuat Remi semakin cemas, dia juga kian marah pada Bumi yang tidak berpikir panjang sebelum bertindak. Memang Bumi sudah bilang jika dia tahu sedang diawasi saat mereka sudah berada di tengah obrolan. Tetapi tetap saja, lelaki itu seharunya tidak datang jika berpikir akan ada kejadian seperti ini. Kekesalan Remi semakin memuncak, dia benar-benar tidak ingin bertemu Bumi lagi. Kalau bisa pun Bumi tidak boleh berada dalam ruangan yang sama dengan Radi dan dirinya.
Akan tetapi dia tidak tahu harus bagaimana menghalangi Bumi untuk datang menemuinya dan Radi tanpa dicurigai. Apa dia harus pergi lagi dari sini hanya karena menghindari Bumi?
Hal itu tidak mungkin. Ibu dan ayahnya sudah pasti akan marah besar. Mereka berdua memaksanya pulang sejak lama sekali, tidak mungkin dia pergi lagi sekarang.
Menghela, Remi mengacak rambut hingga berantakan. Dia sedang menutup wajahnya sembari membungkuk saat merasakan tepukan di bahu. Remi segera bangkit, dan mencoba tersenyum begitu melihat Jupiter tengah menatapnya dengan kening berkerut.
"Apa sesuatu yang buruk terjadi?" tanya Jupiter menatap wanita di depannya dengan bingung. Remi keluar dengan sikap biasa saja, tetapi sekarang wanita ini tampak.sangat marah. Seseorang pasti sudah membuat Remi kesal, dan Jupiter tidak senang melihatnya.
Dia lebih suka melihat Remi yang tersenyum dan tertawa cerita. Dia lebih suka melihat Remi terus bahagia dan terhindar dari semua masalah. Cukup enam tahun lalu saja dia melihat Remi begitu tampak menderita. Dia tidak ingin melihat Remi seperti itu lagi.
"Kamu bisa cerita padaku jika ada masalah." Jupiter senang jika bisa menemani Remi bercerita. Dan dia akan lebih senang jika bisa membantu wanita yang menarik perhatiannya setelah sang istri meninggal.
Ya, dia menyukai Remi. Berawal dari rasa kesepian di tinggal sang istri, dia kerap kali mengunjungi kota kelahiran istrinya. Lalu suatu hari tanpa sengaja dia bertemu Remi yang tengah memeriksa kehamilan. Sejak saat itu dia terkadang mengunjungi Remi. Dan lama-kelamaan rasa kagum melihat Remi membesarkan Radi seorang diri, berubah menjadi cinta tanpa di sadari.
Jupiter sungguh-sungguh ingin membuat Remi dan Radi bahagia, tetapi dia tidak langsung mengatakan itu semua pada wanita di depannya ini. Karena dia tahu, Remi tidak memimiliki perasaan yang sama dengannya.
Namun, Jupiter tidak akan menyerah di sini. Dia akan berusaha keras membuat Remi memiliki perasaan yang sama sepertinya. Jupiter yakin, sekeras apa pun hati wanita, jika diberi perhatian dan kasih sayang pasti akan luluh juga. Sekarang dia sedang mengusahakan itu. Beruntung Remi kembali ke Ibu Kota yang sama dengannya, dia jadi bisa menemui Remi kapan saja.
Jarak yang semakin dekat, membuat Jupiter berharap jika Remi mulai membuka hati untuknya.
"Bukan apa-apa kok, Bang." Remi memaksakan senyum. Dia tidak perlu bercerita pada Jupiter sekarang, karena Remi yakin Bumi yang akan menceritakan pada lelaki itu. "Aku benar-benar tidak ada masalah." Senyum Remi kian lebar saat mendapat tatapan Jupiter yang tidak berpaling sedikitpun darinya.
Jupiter terlalu peka, dan dia tidak menyukai hal itu. Remi takut suatu hari Jupiter akan mengetahui rahasia yang coba dia sembunyikan.
Kalimat mengejutkan yang dikatakan Jupiter tahun lalu saja masih membuatnya takut. Apa lagi sekarang saat Radi semakin besar. Tahun lalu, saat Radi berulang tahun yang ke lima Jupiter pernah berkata 'Waktu hamil kamu benci banget sama Bumi, ya. Semakin di perhatikan, Radi sedikit mirip dengan Bumi' karena rasa terkejut dan takut, Remi hanya tertawa dan mengangguk. Dia mengakui pada Jupiter jika dia dan Bumi sedang bertengkar.
Beruntung saat itu Jupiter hanya tertawa dan ikut menjelekan Bumi. Dia lega karena Jupiter tidak pernah membahas hal itu lagi. Sekarang semoga saja tidak ada yang memperhatikan Radi sedetail Jupiter. Cukup Jupiter saja yang membuatnya nyaris terkena serangan jantung, jangan orang lain lagi.
"Benarkah?" Helaan napas Jupiter membuat Remi meringis. Lalu perlahan mengangguk pelan. Melihat wajah Jupiter membuatnya ingin bercerita teman yang selalu membantunya ini. Tetapi dia menahannya, masalah memberi tahu Jupiter bukan tugasnya.
"Syukurlah kalau begitu. Sekarang ayo masuk, Radi sudah menunggumu sejak tadi." Remi mengangguk, dia langsung pergi dengan senyum kaku meningalkan Jupiter yang memasang wajah masam.
Jupiter kecewa. Dia tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya saat ini. Sebenarnya dia tahu jika Remi menemui seseorang, tetapi dia tidak tahu siapa yang ditemui Remi di dalam mobil karena terlalu kelap. Meskipun merek mobil yang dimasuki Remi tidak asing, dia tetap tidak bisa menebaknya. Dia juga sudah berencana untuk melihat Remi lebih lama. Tetapi Radi akan kecewa jika dia tidak masuk sekarang juga, jadi setelah megambil keperluannya di mobil, dia langsung kembali masuk dengan pikiran tak fokus.
Sering kali dia selalu menatap ke pintu, berharap Remi baik-baik saja dan segera kembali ke sisinya. Tetapi dia harus menunggu cukup lama sampai melihat Remi kembali dengan wajah memerah menahan amarah. Jupiter yakin Remi mendapat masalah. Tetapi dia ikut marah karena Remi tidak mau berbagi cerita dengannya. Padahal dia juga tidak akan menceritakan kisah Remi pada orang lain.
Jupiter menghela, tidak ada yang bisa dia lakukan lagi sekarang. Remi tidak mau bercerita dan dia tidak mungkin memaksa. Sebaiknya dia kembali ke tempat Radi, lebih baik membantu Radi menyelesaikan pekerjaannya dahulu. Toh, Remi juga sudah pasti akan ada di sana.
Namun, begitu dia sampai di tempat Radi yang tengah duduk ditengah-tengah banyak mainan, tidak ada Remi di sana. Meski sudah melihat sekitar pun Remi tetap tidak terlihat sejauh mata memandang. Jupiter mulai bertanya-tanya saat melihat seseorang keluar dari dapur dengan botol minuman di tangan.
"Kenapa, Bang?" Remi mengerutkan kening melihat Jupiter tersenyum lega padanya. Dia bertanya-tanya tentang keanehan Jupiter, tetapi tidak langsung menanyakan pada lelaki tersebut. Remi memilih mengabaikan, dan segera mendekati Radi yang mengulurkan tangan, meminta minuman yang dibawanya. "Sudah sampai mana merakitnya?" tanya Remi begitu duduk di samping Radi. "Dan di mana Om Arkan?" Remi ingat betul dia sudah meminta Arkan menemani Radi dan Jupiter, tapi seja dia masuk tidak ada Arkan di mana pun.
"Om Alkan pelgi," kata Radi yang kembali sibuk mencoba merakit sendiri kapten Zoronya.
"Ada yang meneleponnya, jadi dia langsung pergi."
Remi mengangguk mendengar jawaban Jupiter, sebelum tersenyum melihat Radi. Wajah serius anak kecil berusia lima tahun sangat mengemaskan, hingga Remi berusaha keras menahan diri agar tidak menciumnya. Radi sedang berusaha keras, jadi dia tidak perlu menganggu.
"Aahhh."
Terkekeh, Remi tertawa pelan sembari mengacak rabut Radi saat anaknya berhasil menyatukan beberapa potongan. Namun, senyum Remi langsung memudar begitu mendengar suara yang sangat dikenalnya tengah berbicara dengan ayah dan ibunya yang baru saja pulang undangan. Remi bangkit berdiri saat Bumi dan kedua orang tuanya memasuki ruang menonton.
"Remi, Bumi mau ketemu kamu, nih," kata Ibunya lalu langsung terdiam saat berkontak mata dengan Jupiter. "Loh, Jupiter juga ada di sini. Tante gak tahu." Ina tersenyum.
"Saya sedang membantu Radi, Tante."
Ina mengangguk. "Iya. Remi sudah cerita kalau kamu akan datang, tetapi Tante tidak tahu kalau kamu datang sekarang. Tahu begitu tadi Tante bawakan makanan."
Jupiter hanya tersenyum, lalu matanya melirik Bumi yang tengah menatapnya juga. Mereka berdua tidak mengatakan apa pun, sama-sama terkejut bertemu di sini.
"Kamu ada perlu apa?" tanya Remis setelah berdehem. Dia menatap Bumi sembari menahan kesal. Sudah di bilang untuk tidak menemuinya lagi, paling tidak sampai masalah ini selesai, tetapi kini Bumi malah berdiri di hadapannya. "Ayo kita berbicara di luar." Remi melangkah lebih dulu saat melihat Bumi engan menjawab pertanyaanya.
Mengangguk, Bumi pamit pada orang tua Remi dan Radi sebelum mengikuti wanita itu dari belakang setelah melakukan kontak mata pada Jupiter untuk kesekian kali. "Gak mungkin," gumam Bumi melihat tatapan tajam Jupiter. Tidak mungkin saudaranya menyukai Remi, kan?
Tidak mungkin dan sangat tidak masuk akal. Dia sulit mempercayai jika Jupiter benar-benar menyukai Remi. Tipe istri idaman Jupiter bukan lah wanita seperti Remi, dan dia yakin akan hal itu. Tetapi kenapa Jupiter ada di sini? Kenapa Jupiter terlihat sangat dekat dengan Remi dan Radi.
"Jadi, kenapa kamu masuk padahal aku sudah melarang?" Remi segera mundur dan menahan dada Bumi saat lelaki itu terus maju, dia mendelik pada Bumi yang memasang wajah kaget. Apa sih yang sedang Bumi pikirkan sampai tidak fokus dan menyadari jika dia sudah berhenti berjalan?
"Maaf." Bumi menunduk, dia memasang wajah polos sebelum mundur saat Remi mendorongnya menjauh.
"Jika kamu memikirkan hal lain, sebaiknya pergi saja." Tidak ada jawaban dari Bumi, membuat Remi menatapnya dengan kening berkerut. Lama Remi menunggu, namun Bumi benar-benar berhenti berbicara. "Aku pergi." Remi menyerah, dia sudah pergi meninggalkan Bumi saat tangannya di tarik.
"Sejak kapan kalian begitu dekat?" tanya Bumi dengan suara pelan.
"Dekat dengan siapa?" Remi berbalik, dia mengibaskan tangan Bumi hingga terlepas.
"Sejak kapan kamu begitu dekat dengan Jupiter?" tanya Bumi lagi,
"Kamu tidak perlu tahu," kata Remi cepat. Dia tidak akan menceritakan awal mula kisah kedekatannya dan Jupiter pada Bumi. Tidak penting dan Bumi sangat tidak perlu mengetahuinya.
"Begitu, ya."
Suara kecewa Bumi terdengar sangat jelas, namun Remi tetap mengabaikan. Bukan urusannya.
"Aku tahu kamu berani masuk bukan untuk menanyakan hal ini, kan?"
Bumi menghela. Dia menatap Remi dalam. "Aku minta maaf. Tadinya aku ingin membiarkanmu sendiri sampai aku menyelesaikan semua masalah. Tetapi aku bertemu ayah dan ibumu di depan gerbang, mereka mengajakku masuk," kata Bumi pelan. "Aku hanya ingin mengatakan itu agar kamu tidak berpikir macam-macam."
Sangat terlambat. Remi sudah berpikir jika Bumi lelaki egois yang tidak mau mengalah. Tetapi dia tidak akan mengatakan itu pada Bumi. "Oke. Aku mengerti, sekarang kamu boleh pergi."
"Tunggu. Setelah aku berhasil menyelesaikan semua masalah ini aku boleh menemui kamu dan Radi lagi, kan?"
"Lihat saja nanti," kata Remi sembari berlalu pergi.
"Sudah selesai bicaranya," kata Jupiter yang mengangetkan Remi. "Kaget, ya?"
Remi cemberut, dia mendekati Jupiter yang tengah bersandar di tembok. "Mau pulang, ya?" tanya Remi setelah berhadapan dengan Jupiter.
"Iya. Sudah malam. Radi juga sudah terlihat mengantuk."
"Terima kasih sudah membantu Radi," ucap Remi tulus.
"Santai saja, aku senang membantunya," kata Jupiter sembari melirik Bumi yang berdiri tidak jauh dari mereka. "Kalau begitu aku akan pergi sekarang."
"Hati-hati."
Jupiter mengangguk sebelum melangkah mendekati Bumi yang maju. "Ayo kita bicara sebentar," kata Jupiter melewati Bumi begitu saja.
Bumi mengangguk pelan, dia menatap punggung Remi yang menjauh sebelum berbalik dan mengikuti Jupiter. Lima belas menit kemudian mereka sudah duduk berhadapan. Bumi menceritakan semua masalahnya, meski masih menyimpan banyak pertanyaan tentang hubungan Jupiter dan Remi, tetapi Jupiter tetaplah saudaranya yang bisa membantu jika dia mendapat masalah lebih serius.
"Sebelum Nina terbukti bersalah dan berhasil diamankan pihak berwajib, aku berencana meletakan beberapa pengawal untuk melindungi Remi." Proses hukum membutuhkan waktu, Bumi khawatir jika dia fokus mencari bukti kejahatan Nina, ada seseorang yang akan menyerang Remi.
"Tidak perlu. Sejak tiga tahu lalu ada seseorang yang melindungi Remi dan Radi. Bahkan kurasa orang itu lebih hebat dari para polisi dan pengawal yang ingin kamu pekerjakan."
Yaaa kemalaman 🤣🤣🤣