Enam Tahun Kemudian

By MbakTeya

735K 57.6K 1.8K

Enam tahun setelah Remi membantu Bumi, dia kembali dipertemukan dengan lelaki itu dalam situasi tak terduga... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat

Sembilan Belas

18K 1.4K 45
By MbakTeya

Bumi menatap ponsel di tangan dengan kening berkerut, Kenapa suara Remi terdengar aneh. Apa ada sesuatu yang Remi dicurigai? Atau wanita itu mengetahui sesuatu yang tidak bisa dia ceritakan.

Namun, dengan terpaksa dia harus menunda rasa penasarannya terlebih dahulu. Karena sekarang dia harus cepat menemui Nina dan mendengar informasi yang disampaikan wanita itu lewat sambungan telepon. Informasi yang sama seperti yang telah Remi katakan beberapa jam lalu.

Tidak butuh waktu lama, Bumi tiba di tempat janjian. Dia memarkirkan mobil dan segera masuk ke dalam restoran, tak sulit menemui Nina. Wanita itu sudah memberi tahu keberadaannya lewat pesan.

"Hai," kata Bumi menyapa Nina yang langsung berdiri sembari tersenyum lebar.

"Hai juga, Bumi. Lama tidak bertemu." Bumi tersenyum tanpa kata. Dia memang sengaja menghindari ajakan Nina untuk sering bertemu. "Kamu lagi sibuk banget, ya?"

"Begitulah," kata Bumi akhirnya. Nina sudah bertanya dua kali, tidak mungkin dia tetap bungkam.

"Ah, begitu ya. Semoga kesibukan kamu cepat selesai, ya. Kamu juga jangan lupa tetap jaga kesehatan," kata Nina dengan menampilkan senyum semanis mungkin, berharap senyumnya dapat kembali meluluhkan hati Bumi.

Nina mengakui, beberapa tahun lalu dia sudah salah mengambil langkah, dia kira Bumi sudah bisa dikendalikan. Akan menuruti semua apa yang dia katakan dan inginkan. Tetapi dia terlalu percaya diri, sampai gelap mata dan melakukan kesalahan besar. Bumi terlepas dari genggamannya, meski dia sudah mengajak balikan, bahkan sampai orang tuanya pun meminta Bumi kembali padanya. Namun, lelaki itu sudah mengambil keputusan, Bumi tetap mengakhiri hubungan mereka berdua.

Semua itu membuat Nina sangat tertekan, dia sampai stres berkepanjangan. Apalagi awal-awal hubungan mereka berakhir, Bumi nyaris memutuskan semua kontak dengannya. Saat itu Nina sampai mengikuti Bumi ke mana pun lelaki itu pergi atau menyuruh seseorang mengawasi Bumi jika dia sedang sibuk.

Nina kira lambat lain Bumi akan kembali padanya setelah kemarahan lelaki itu reda, tetapi lama-kelamaan Bumi mulai terlihat jalan bersama wanita. Ada beberapa wanita yang mendekati Bumi dengan tak wajar, menatap Bumi memuja dan terlihat jelas berharap mendapatkan hati lelaki itu. Semua wanita-wanita seperti itu yang dia beri pelajaran. Dia tidak akan membiarkan Bumi dimiliki orang lain. Bukannya dia sudah bilang, jika Bumi itu ditakdirkan hanya untuknya seorang.

Setelah Bumi kembali menerimanya sebagai teman pun dia tetap melakukan pengawasan. Dia tidak mau berhenti waspada, karena Bumi sangat menggoda di mata banyak wanita.

Namun, sekarang dia punya rencana lain. Rencana yang sudah pasti akan membuat Bumi senang dan keluarga lelaki itu berhutang jasa padanya karena berhasil menyelamatkan Bumi dari incaran wanita mengerikan.

Nina berencana memberi tahu Bumi jika selama ini lelaki itu telah di awasi oleh seseorang. Dia tidak perlu khawatir namanya akan terbawa, karena Nina sudah menyiapkan rencananya dengan sempurna. Dengan begitu dia yakin, Bumi akan kembali padanya lagi.

Masih dengan senyum manis, Nina berkata, "Ayo duduk, jangan berdiri aja." Nina menarikan kursi di hadapannya dan mempersilakan Bumi duduk segera.

"Jadi, apa yang kamu katakan di telepon tadi itu memang benar?" tanya Bumi begitu duduk. Sudah cukup basa-basinya, dia tidak punya banyak waktu.

"Pesan minum dulu, dong. Aya makan?"

"Aku tidak haus, dan aku tidak lapar," kata Bumi cepat. "Katakan semua apa yang kamu tahu, Nina?"

Nina menghela, dia menatap lelaki di depannya dengan sedih sebelum mengangguk perlahan. "Iya, sekarang aku yakin kamu memang diawasi seseorang."

"Sekarang?" Kening bumi berkerut, jika Nina berkata sekarang berarti sudah dari dulu dia tahu ada yang mengawasinya.

"Iya, sekarang. Karena beberapa bulan lalu aku belum yakin saat tidak sengaja melihat kamu diawasi seseorang. Namun, karena aku sudah beberapa kali memergoki hal itu. Aku jadi yakin ada yang mengawasi kamu. Apalagi saat aku berhasil mendapatkan kamera orang itu, banyak sekali foto kamu dan beberapa wanita yang tidak aku kenal." Nina mengambil tas di atas meja dan membukanya, dia mengeluarkan amplop di sana. "Bukalah," kata Nina sembari mengulurkan amplop cokelat tersebut ke hadapan Bumi.

Bumi segera mengambil dan membukanya. Dia melotot melihat foto dirinya di berbagai tempat bersama teman, rekan bisnis atau hanya wanita kenalan biasa. Semua foto ini diambil dari kejauhan, tetapi tetap saja wajahnya dan para wanita kenalannya terlihat jelas.

'Sialan, jadi benar ada yang mengawasi selama ini,'

Bumi mengumpat dalam hati. Dia berdecak jengkel sembari meremas foto ditangannya.

"Di mana dia? Pelaku yang mengambil semua gambar ini," tanya Bumi dengan menahan semua emosi yang nyaris meledak.

"Aku menyerahkannya ke kantor polisi."

Bumi menatap Nina, sebelum bertanya kantor polisi mana. Saat Nina menjawab pertanyaannya dia segera bangkit berdiri. "Terima kasih atas informasinya, aku akan membalas suatu saat nanti."

Nina mengangguk, tahu jika Bumi sedang sangat marah. Rencananya juga sudah berjalan lancar. Cepat atau lambat, Bumi akan kembali padanya. Dengan senyum puas, Nina mengambil minuman dan mulai menyesapnya. Dia sedang sangat bahagia saat ponselnya berbunyi. Tanpa menunggu lama, Nina segera mengecek, dia langsung membeku melihat foto Bumi tengah mengendong anak kecil bersama Remi di dekatnya. Mereka berdua terlihat sangat intim.

"Sialan!" Nina menggebrak meja. Dia tidak tahu jika Remi sudah kembali. Rencananya untuk mendapatkan Bumi batu dia mulai, tetapi sekarang penghalang yang paling menyusahkan kembali datang. Nina lagi-lagi mengumpat dengan wajah memerah. "Sialan-sialan, apa yang harus aku lakukan?!" Nina meremas rambut, dia tidak bisa melawan Remi seperti menghadapi wanita-wanita lainnya. Dulu dia tidak tahu jika keluarga Remi ternyata sangat kaya, sekarang setelah dia mengetahuinya, dia harus mencari cara lain yang lebih sempurna.

                                *****

Sudah lebih dari dua jam setelah Remi menutup sambungan dari Bumi. Tetapi dia masih merasa sakit kepala. Jika Nina memberi tahu Bumi semua ini, bahkan sampai menunjukkan bukti, siapa lagi yang bisa mereka curigai?

Remi memijat pelipis yang mendadak berdenyut, dia segera mengangkat ponsel yang berdering dengan berisik.

"Halo," kata Nina mengangkat panggilan segera saat mengetahui Selvi lah yang menelepon.

"Kamu sudah dengar," kata Selvi dengan suara tak bertenaga.

"Ya," kata Remi. Meski Selvi tidak menyebutkan dengan jelas, dia tahu apa yang dimaksud Selvi.

"Haaahhh. Apa selama ini dugaanku salah? Selama ini mungkin aku benar-benar telah mencurigai orang yang salah." Remi meremas ponsel saat mendengar helaan napas panjang Selvi sebelum menutup sambungan.

Jika seperti ini, mereka akan memulai dari awal lagi. Meski begitu Remi berharap jika wanita-wanita yang dulu berdekatan dengan Bumi hanya kebetulan saja. Dia berharap jika Bumi bukanlah yang mengakibatkan setiap musibah yang diterima teman atau rekan bisnis lelaki itu. Dia juga berharap pelaku segera ditanggap dan Nina mengatakan kejujuran.

Menghela lagi, Remi memilih keluar kamar dan turun ke lantai bawah. Menemani anaknya bermain lebih bermanfaat dari pada dibuat pusing dengan pikirannya yang tak tentu arah.

"Mami," sapa Radi yang sudah berada di dalam kolam renang.

"Aduh." Remi menepuk kening. Lagi-lagi Radi sudah berada di dalam air, seminggu mereka tinggal di sini, entah sudah berapa puluh kali anaknya itu keluar masuk kolam renang.

'Apa aku suruh Ayah buat tutup kolam renang saja, ya.'

Remi menggeleng. Itu tidak mungkin dilakukan. Kasihan ayahnya yang sangat suka berenang jika dia meminta hal itu. Bukan hanya ayahnya saja, semua anggota keluarganya sangat menyukai berenang.

"Mami ayo belenang baleng."

Remi menggeleng, dia memilih duduk di sisi kolam renang. Mencelupkan kaki ke dalam air dan terus memperhatikan Arkan yang tengah membawa Radi mengelilingi kolam. Padahal Radi memakai pelampung, dilepaskan saja tidak akan terjadi apa-apa, tetapi Arkan tetap dengan setia membawa ke mana pun keponakannya ingin pergi. Arkan benar-benar Om yang baik dalam hal merawat Radi.

"Ayolah, Mami. Mami sudah lama gak belenang baleng Ladi."

Remi terkekeh, selama mereka di sini dia memang belum pernah menemani Radi berenang. Banyak hal yang harus dia kerjakan. Mulai dari mengurus pekerjaan Sampai sibuk mendaftar dan mengantarkan Radi ke sana sini.

"Kapan saja ya, Sayang," kata Remi. Dia mengulurkan tangan saat Radi mendekat. Dia tertawa saat Radi menarik-narik tangannya, memaksa untuk turun. "Kalau Radi bisa buat Mami jatuh, Mami berenang bareng deh."

Baru saja Remi menyelesaikan kalimatnya, dia sudah tercebur ke dalam kolam. Remi berteriak, lalu melotot pada Arkan yang tertawa keras.

"Yeee, Mami belenang juga," kata Radi bersorak gembira sembari tertawa renyah.

Remi yang ingin marah pada Arkan, mendadak batal karena melihat kegembiraan Radi. Sebagai gantinya Remi menunjukkan kepala tangan pada Arkan yang segera menjauh darinya, dan mulai berenang bolak balik dengan lebih serius. Remi yang sudah terlanjur tercebur memilih menikmatinya.

Dia menemani Radi bermain air selama setengah jam sebelum memaksa anaknya keluar kolam saat dia mulai kedinginan. Sesekali berenang bersama Radi memang menyenangkan, tetapi jangan terlalu lama juga. Remi tidak suka dingin.

Remi sedang berada di dalam kamar mandi saat Radi mengetuk dan memberi tahu ada yang menelepon. "Angkat saja, Sayang," kata Remi tanpa keluar.

Radi segera berlari mendekat, mengambil ponsel Remi dan meletakkannya di samping telinga.
"Halo," kata Radi.

"Halo, Sayang. Ini Om Bumi." Awalnya dia hanya ingin memberi tahu Remi sesuatu, tetapi semuanya batal saat mendengar suara lucu Radi.

"Om Bumi ada pellu apa? Mami lagi di kamal mandi."

"Apa Mami masih lama?" tanya Bumi.

"Ngak tahu. Mungkin tidak lama lagi kelual."

Bumi tersenyum mendengar suara mengemaskan Radi. Dia jadi ingin melihat anak itu secara langsung. "Om akan menunggu, apa kamu mau menemani?" Tidak ada salahnya mengobrol dengan anak Remi yang pintar ini.

"Boleh. Tapi Ladi lagi gambal kapten Zolo."

"Om boleh lihat."

"Boleh. Besok Ladi kasih tahu Om kalau sudah siap."

"Terima kasih, tapi Om mau lihat sekarang. Om tutup, ya. Lalu Om akan telepon lagi." Bumi mematikan sambungan, dia segera melakukan panggilkan video secepatnya sebelum Radi menjauh dari ponsel .

"Om Bumi, ini gambal Ladi," kata Radi setelah melihat wajah Bumi dilayar. Dia meletakan ponsel di bantal, sebelum menunjukkan gambar buatannya yang belum diwarnai.

"Wahhh, bagus sekali."

Bumi tersenyum melihat tawa senang Radi. Mereka bertukar beberapa patah kata lagi, sebelum Bumi benar-benar diabaikan. Radi fokus mewarnai gambarnya.

"Sayang, kamu sedang apa?" tanya Remi yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia mendekati Radi dan menunduk melihat apa yang dikerjakan anak itu. Namun, langkah Remi terhenti saat mendengar suara batuk orang dewasa. Dia mengerutkan kening, lalu menatap ponselnya yang menyala dengan kening berkerut. Saat ponsel sudah berada di tangan, Remi terkejut melihat nama Bumi yang baru saja memutuskan panggilan video.

"Kamu habis video call dengan Om Bumi, Sayang?" tanya Remi menatap Radi yang terus menunduk.

"Iya. Om Bumi mau lihat gambla Ladi."

Remi mengangguk mengerti, dia kira Radi hanya sedang menyambar saja karena anak itu tidak berbicara dengan siapa-siapa. Ternyata ada Bumi yang menemaninya tanpa kata.

Namun, Remi sedikit bingung dengan kelakuan Bumi. Kenapa dia mematikan panggilan begitu dia datang? Aneh.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 47.8K 37
Mereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa ya...
3.9M 42.3K 33
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
817K 52.4K 33
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...