Enam Tahun Kemudian

By MbakTeya

735K 57.6K 1.8K

Enam tahun setelah Remi membantu Bumi, dia kembali dipertemukan dengan lelaki itu dalam situasi tak terduga... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat

Enam Belas

23.5K 1.9K 54
By MbakTeya

Tidak ada yang bisa Bumi katakan lagi. Dia hanya membodohi diri sendiri yang bilang terlalu cepat pada keluarganya. Andai tadi malam dia diam saja, semuanya akan lebih mudah. Bumi menyesal. Lagi-lagi dia salah mengambil langkah. Tetapi jika tidak bilang pun dia akan dijodohkan.

Bumi menghela napas panjang, dia menunduk sembari mengacak rambut saat merasa diperhatikan. Bumi tersenyum kecil pada Radi yang tengah menatapnya penasaran. "Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?"

"Ini lumah Om Bumi, ya?" tanya Radi penasaran.

"Iya. Ini rumah orang tua Om."

"Ohh. Tempat belmainnya besal sekali, ya. Ladi juga pingin punya yang sepelti ini."

Remi segera menatap Radi, dia kaget dengan ucapan sang anak yang tiba-tiba. Gawat jika Radi menginginkan ruangan bermain yang sama persis seperti ini. Lengkap dan luas.

Di rumah orang tuanya sudah ada tempat bermain khusus,  tetapi tentu saja tidak terlalu luas. Bahkan bisa terbilang kecil karena adik-adiknya tidak suka bermain dalam ruangan. Mereka lebih sering beraktivitas di halaman belakang.

"Kamu boleh ke sini kapan saja. Om akan menemanimu bermain."

"Sungguh?"

"Tentu saja. Om janji." Bumi tersenyum saat Radi mengulurkan jari kelingkingnya sembari menggoyangkan agar segera di sambut. Dengan senyum kian lebar, Bumi menyambut dan kembali membuat janji.

Bumi sungguh tidak keberatan menemani Radi bermain. Apalagi di sini banyak yang bisa di mainkan, dia yakin Radi tidak akan bosan.

Remi yang melihat semua itu hanya mendesah. Dia ingin melarang, tetapi kini anaknya tampak begitu bahagia. Nanti saja dia menasihatinya saat mereka tiba di rumah.

"Sekarang kamu bebas main sepuasnya, dan bilang saja jika memerlukan bantuan," kata Bumi, setelah itu dia tersenyum saat melihat Radi mengangguk dan segera berlari menuju permainan lain.

Ada sedikit kecanggungan setelah Radi tidak ada. Bumi menatap Remi ragu-ragu sebelum berkata, "Aku akan keluar."

Remi mengerutkan kening, lalu mengangguk pelan. Kalau mau pergi ya pergi saja, tidak perlu izin juga. Dia juga tidak akan mencari-cari lelaki itu. Dan dia juga tidak butuh teman, Remi lebih suka di sini berdua saja dengan Radi meski mereka cuma tamu yang datang berkunjung.

"Aku akan segera kembali."

'Tidak kembali pun tidak apa.'

Inginnya sih bilang begitu, tetapi dia takut Bumi tersinggung dan membatalkan niatnya pergi. Jadi dia kembali mengangguk sebelum berbalik ke tempat semula. Duduk di sudut ruangan, Remi mengabaikan Bumi yang keluar dalam langkah pelan.

"Di sebelah sana ada game yang bisa dimainkan orang dewasa. Kamu bisa memainkannya sembari menunggu Radi."

Remi menatap Bumi, lalu mengikuti arah yang ditunjuk lelaki itu. Untuk sekarang dia tidak tertarik bermain apa pun. Remi baru hendak mengatakan penolakan, tetapi saat dia kembali menoleh ke pintu Bumi sudah tidak ada lagi di sana. Lelaki itu sudah pergi meninggalkannya.

Mengangkat bahu tak peduli, Remi kembali menatap Radi yang bermain sebelum bangkit dan mendekati anaknya. Remi sedang memberi Radi beberapa penjelasan saat mendengar suara keras dari luar.

Dia segera menoleh ke pintu, sebelum menatap Radi yang memengangi tangannya, tampak sangat kaget, hingga bibirnya memucat. "Tidak apa, Sayang. Kamu bisa main lagi," kata Remi menenangkan anaknya.

Awalnya Radi menggeleng, namun saat Remi menunjuk beberapa permainan yang belum dicoba, anak itu mengangguk dan dengan langkah pelan mulai meninggalkan Remi.

Sepeningalan Radi, Remi kembali menatap ke pintu. Dia menggigit bibir beberapa kali menahan gelisah. Dia ingin keluar, tetapi tidak mungkin meninggalkan Radi sendiri di sini. Membawa Radi lebih tidak mungkin lagi. Remi sedang diliputi kegelisahan saat pintu tiba-tiba terbuka. Remi langsung menenggak tubuh dengan terkejut, lalu menghela saat melihat seorang wanita muda yang masuk sembari membawakan minuman dan camilan.

"Ini camilan dan minumannya, Mbak. Silakan di makan."

Remi mengangguk, dia menatap wanita muda yang sedang meletakan nampan di meja dengan sedikit keraguan. Sebelum memutuskan mendekat dan memanggilnya pelan. "Mbak saya bisa minta tolong," kata Remi saat mereka saling tatap. "Tolong temani anak saya di sini sebentar." Remi kembali berkata setelah melihat wanita muda di depannya mengangguk.

"Bisa, Mbak. Saya akan temani anak Mbak di sini."

"Terima kasih, ya." Remi tersenyum sebelum menghampiri Radi dan mengajak anaknya berdiskusi selama beberapa menit. Radi menolak, anaknya lebih memilih tidak bermain-main di sini dari pada harus ditinggal sendiri. Namun, setelah merayu dengan berbagai cara, Radi akhirnya mengangguk pelan.

Remi yang tidak ingin Radi berubah pikiran, segera angkat kaki dan menghilang.

Dia menelan ludah saat tiba di ruang tamu. Om Surya dan Tante Tata sudah kembali, kini Tante Tata sedang menangis dalam pelukan suaminya.

Remi menggigit bibir, dia takut mendekat. Takut membuat suasana semakin kacau balau.

"Mau bagaimana lagi Bu, anaknya sama-sama gak saling tertarik. Mau dipaksa bagaimana pun mereka tidak akan mau bersama. Andai kita berkeras pun kasihan anak-anak."

Apa yang dikatakan Om Surya benar. Jika mereka dipaksa terus bersama pun hasilnya akan ada perceraian.

"Ibu tenang saja. Meski Remi tidak bisa jadi menantu Ibu, dia tetap bisa jadi anak Ibu. Ibu tetap bisa ketemu dan mengajak Remi jalan kapan saja. Apalagi sekarang Remi juga sudah  kembali ke rumahnya."

'Aku tidak bisa, Om!'

Remi hanya bisa menahan kegelisahan sekarang. Dia tidak mungkin berkata ‘tidak’ disituasi seperti ini. Bisa kacau semuanya, dan jika mereka sering bertemu pun Remi takut Tante Tata akhirnya akan menyadari hubungan Bumi dan Radi.

"Iya kan, Remi. Istri Om masih bisa mengajakmu bertemu dan jalan bersama."

Remi tersentak saat mendapat pertanyaan mendadak. Dia kira tidak ada yang menyadari kehadirannya, ternyata mata Om Surya sangat teliti. "Iya, Om. Tante bisa bertemu aku kapan saja," kata Remi berjalan mendekat di bawah tatapan semua orang. "Sudah ya Tante, jangan menangis lagi." Remi berlutut di hadapan Tante Tata, dia mengusap lengan wanita itu beberapa kali. Saat Tante Tata menatapnya, Remi segera mengusap air mata di pipi keriputnya. "Sudah, ya."

Tidak ada jawaban dari wanita di depannya, tetapi Remi mendapat anggukan yang memuaskan. Remi memeluk Tante Tata beberapa saat sebelum melepaskan dan kembali pada ayah dan ibu yang langsung menggenggam tangannya erat.

Akhirnya semua masalah selesai. Remi tidak tahu bagaimana cara mereka memberi tahu Om Surya dan Tante Tata, tetapi sekarang dia benar-benar merasa sangat lega. Akhirnya dia bisa terbebas dari masalah ini.

Remi terus mengucapkan syukur dalam hati karena semua berjalan sesuai keinginannya.

Dia sudah bersiap izin untuk memanggil Radi saat anaknya itu berlari mendekat dengan wajah bosan. Tampaknya Radi benar-benar tidak mau dia tinggalkan meski di tempat penuh permainan.

"Apa itu anak yang ibumu ceritakan?" tanya Tante Tata saat Remi memeluk Radi dari belakang.

"Iya Tante, namanya Radi," kata Remi sebelum mulai memperhatikan wajah Tante Tata. Dia ingin melihat apa ada semacam perubahan yang menandai kecurigaan, tetapi ternyata tidak. Remi menghela lega saat Tata menyapa Radi dengan tidak berlebihan. "Salam dulu sama Nenek Tata dan kakek Surya, Sayang," kata Remi meminta anaknya mendekati orang tua Bumi.

Meski terlihat malu-malu, Radi mendekat dan mulai menyalami Tata dan Surya dengan sopan. Radi menerima pelukan dari Tata dan elusan di kepala dari Surya sebelum kembali pada Ibunya.

"Kapan kita pulang?" bisik Radi yang membuat Remi langsung bernapas lega. Dia senang karena bisikan Radi dapat di dengar banyak orang. Kini mereka bisa segera pulang dengan alasan yang masuk akal. Itulah keinginan Remi, sebelum Jupiter dan para keponakannya memasuki ruangan dengan membawa kebisingan. Radi yang berada dalam pangkuannya tampak terkejut sebelum melompat turun.

"Om Pitel!!" teriak Radi kegirangan yang mengagetkan semua orang. Tetapi Radi tidak peduli, dia terus berlari sebelum memeluk kaki Jupiter dengan riang. "Om Pitel-Om Pitel." Radi terus mengulang nama Jupiter dengan nada riang.

"Halo, jagoan. Apa kabarmu?"

Radi berteriak kegirangan saat tubuhnya terangkat dan diletakan di bahu Jupiter, kini dia menjadi yang tertinggi di ruangan ini. Namun, hanya sebentar karena Jupiter segera menarik ke depan, dan menggendongnya seperti yang sering Remi lakukan.

Setelah melihat wajah Jupiter lebih dekat, Radi segera memeluknya. "Ladi sangat baik, Om."

"Bagus. Apa kamu pernah sakit?" tanya Jupiter lagi sembari memberi kecupan di pipi Radi.

"Enggak. Ladi selalu makan tepat waktu. Ladi juga selalu menghabiskannya, iya kan, Mami?"

Remi segera mengangguk dengan senyum tipis.

"Hebat. Sebentar lagi kamu akan jadi jagoan yang sebenarnya. Tetapi kamu masih suka menangis tidak?"

Radi tertawa saat Jupiter menoel hidungnya, dia segera menangkap tangan Jupiter dan menjawab, "Sekalang Ladi tidak menangis lagi. Ladi sudah menjadi kuat." Radi tampak bangga saat mengatakan itu, lalu sesaat kemudian dia memiringkan kepala dan menatap Raka. "Ladi balu ingat. Tadi pagi Ladi menangis gala-gala Om Laka jahat sama Mami. Om Laka buat Mami menangis." 

Raka yang mendapat tatapan semua orang hanya bisa tersenyum sungkan. Remi juga yang merasa malu hanya bisa menunduk dalam.

"Benarkah. Lalu apa sekarang Mami sudah baik-baik saja?" tanya Jupiter. Dia menoleh pada Remi, menatap wanita itu lama sebelum tersenyum saat Remi mengangguk.

"Sekarang aku baik-baik saja," kata Remi.

"Mami baik-baik saja." Radi mengulangi ucapan Remi, dia menatap Jupiter masih dengan senyum lebar.

Remi yang melihat itu hanya bisa tersenyum, dia tidak menyangka Radi begitu merindukan Jupiter. Anaknya dan Jupiter memang sudah tak bertemu lumayan lama, tetapi mereka masih sering berkomunikasi lewat video call.

Selain Kapten Zoro, Radi juga sangat mengidolakan Jupiter. Baginya Jupiter itu teman yang sempurna. Ah, ngomong-ngomong yang memperkenalkan Radi dengan kapten Zoro adalah Jupiter.

Semenjak enam tahun lalu, pertamanya mereka semakin dekat. Lelaki itu sering menemuinya jika ada waktu senggang.

Bahkan Jupiter pun tahu jika Radi anak kandungnya. Namun, Jupiter tetap tidak tahu siapa ayahnya. Remi hanya bilang, dia tidak sengaja membuat kesalahan saat sedang bersenang-senang di bar bersama teman-temannya.

"Bagus. Setelah ini kamu harus jaga Mami baik-baik, ya. Jangan sampai Mami menangis lagi."

Radi mengangguk cepat. "Ladi selalu jaga Mami. Ladi tidak akan pelna membuat Mami menangis lagi."

"Kamu memang yang terbaik." Jupiter memberi Radi banyak ciuman, membuat Radi tertawa keras sembari meminta pertolongan pada Remi.

"Ibu gak pernah tahu kalau hubungan kalian sedekat ini," kata Tata melihat interaksi Radi dan Jupiter dengan tatapan heran. Bukan hanya dia, nyaris semua orang terkejut dengan kedekatan Radi dan Jupiter.

"Kami sering bertemu saat aku liburan atau kerja di luar kota," kata Jupiter sebelum mengembalikan Radi ke bahunya. "Aku pinjam Radi sebentar, ya. Ada yang mau aku tunjukan padanya."

Remi mengangguk, lalu memutuskan ikut saat Radi memaksanya. Mereka melangkah menjauh dengan cepat, meninggalkan tatapan takjub dari semua orang. Namun, ada satu orang yang menatap punggung ketiganya dengan kening berkerut.

"Jangan-jangan benar," gumam Bumi dengan mata masih terus menatap ketiganya. Tidak lama kemudian, dia memutuskan bangkit saat perasaannya semakin tak nyaman.

Entah kenapa dia merasa tidak suka melihat kedekatan Remi dan Jupiter. Dia kesal pada Jupiter  yang telah merebut posisinya, dulu dia yang bisa mengobrol akrab dengan Remi seperti yang dilakukan Jupiter beberapa menit lalu.

Sekarang, saat hubungannya dan Remi merenggang. Dia tidak pernah menyangka Jupiter akan masuk dan merebut temannya.

Bumi melangkah cepat saat kekesalannya memuncak, dia menatap sekitar mencari ke mana mereka pergi. Lalu memilih menaiki anak tangga saat berpikir jika Jupiter membawa Remi ke kamar. Dengan mengepalkan tangan, Bumi melangkah semakin cepat. Entah kenapa dia semakin kesal.

Dia baru menghentikan langkah saya melihat Remi berdiri sembari menatap lukisan yang berada di tembok samping kamar Jupiter. Dia sedikit lega saat Remi tidak ikut masuk. Tetapi kelegaannya hanya sebentar saja, karena setelah itu terdengar panggilan Jupiter dan Radi yang meminta wanita itu segera masuk.

Dengan rasa panas yang tiba-tiba kembali, Bumi berlari dan segera memegang tangan Remi.  Dia benar-benar sukses membuat Remi memekik kaget.

"Loh, Bumi. Ada apa?" tanya Jupiter yang segera mendekat saat mendengar pekikan Remi.

"Ah." Bumi tidak tahu harus menjawab apa, dia menatap Jupiter, lalu Remi dan terakhir Radi. Mereka semua memasang wajah bingung, membuatnya malu dan segera melepas tangan Remi. "Tidak ada apa-apa, aku hanya menahannya yang nyaris terjatuh" kata Bumi berbohong, lalu saat melihat Remi mengerutkan kening dia segera berbalik dan masuk ke kamarnya sendiri.




Tadinya udah mau nyerah, ngantuk banget. Tapi maksa buat edit ini terus.

Sekarang udah seger lagi ini mata


Continue Reading

You'll Also Like

960K 88.7K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
364K 28.2K 59
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
563K 21.6K 46
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
1.5M 138K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...