Enam Tahun Kemudian

Por MbakTeya

735K 57.6K 1.8K

Enam tahun setelah Remi membantu Bumi, dia kembali dipertemukan dengan lelaki itu dalam situasi tak terduga... Más

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat

Empat Belas

22.2K 1.7K 40
Por MbakTeya

Melihat Ibu dan Ayah sudah dibawa kedua adiknya, Remi menunduk dan menatap Radi dengan kasih sayang. "Mami boleh minta sesuatu?" kata Remi pelan. Sejak dia menangis pagi tadi, Radi tidak pernah mau menjauh, dia selalu berada di dekatnya dan terus mengawasi. Remi tentu saja senang, setidaknya ada yang selalu bersamanya di saat dia terkena masalah begini. Namun, sekarang dia tidak bisa. Ada pembicaraan serius yang akan dia lakukan bersama ayah dan ibunya, dan Radi tidak seharunya berada di sana.

"Mami mau minta apa? Ladi gak mau tinggalan Mami."

Remi memaksakan senyum. Belum dia meminta, anaknya sudah memberi peringatan. Tetapi tetap saja, dia tidak akan membawa Radi serta. "Mami cuma mau Radi main sebentar di kamar. Mami ada sedikit pekerjaan, kalau Mami udah selesai, Mami temani Radi bermain."

"Oke," kata Radi setelah terdiam beberapa saat. Selama mereka tinggal berdua,  terkadang lbunya memang meminta izin untuk mengurus pekerjaan penting yang harus diselesaikan dengan cepat. Kali ini pun pasti seperti itu. "Tapi Mami jangan sedih lagi, ya."

"Tentu saja, Sayang. Mami janji gak akan sedih lagi." Remi mengulurkan kelingkingnya, dia tersenyum saat Radi menyambut dengan ceria. "Sekarang kamu naik ke kamar, hati-hati jalannya, jangan lari-lari." Remi melambaikan tangan saat anaknya mulai menaiki tangga. 

Setelah Radi menjauh, Remi segera berbalik dan melangkah ke tempat Ibu dan ayahnya dibawa. Dia memasuki kamar dengan pelan dan berdiri di depan pintu saat mendengar sang Ibu tengah mengomeli Arkan karena membuat bajunya basah, padahal ia tengah sibuk.

"Semua salah paham, Bu. Bang Bumi gak melamar Kak Remi. Aku salah mendengar dan aku salah kasih berita!" teriak Arkan membuat hening suasana.

Remi memejamkan mata, akhirnya mereka berhasil memberi tahu Ibu dan ayahnya meskipun harus dengan cara seperti ini. Akhirnya dia bisa terbebas dari masalah. Perasaan Remi sudah mulai membaik saat dia mendengar suara terbata ibunya.

"Apa? Gak mungkin? Kamu sedang bercanda, kan?"

"Enggak, Bu. Ini serius. Bang Bumi gak pernah melamar Kak Remi. Aku salah, kita semua salam paham sama mereka berdua."

Melihat ibunya tampak begitu terpukul, Remi diam-diam mengepalkan tangan menahan kesedihan. Sudah lama ibunya berharap dia akan segera menikah dan hidup bahagia dengan pasangan. Tetapi Remi tidak bisa melakukan itu semua, dia takut jika memikirkan seseorang yang mendekatinya tidak bisa menerima Radi dengan sepenuh hati. Tetap bisa menyayanginya meski tahun sudah berganti.

Semalam ibu mengira dia telah dilamar oleh teman masa kecilnya. Teman yang dikenal ibu cukup baik, sehingga ibu langsung menerima dan terlihat sangat bahagia. Namun, sekarang ibunya sudah tahu akan kenyataan sebenarnya, sudah pasti hatinya akan sangat terluka.

"Gak mungkin, jadi ini semua cuma salah paham." 

Melihat ibunya menggeleng lemah, Remi perlahan mendekat. "Maaf, Bu. Tetapi ini lah kenyataan yang sebenarnya," kata Remi pelan sembari memeluk ibunya yang meneteskan air mata kesedihan.

Tidak ada yang berbicara untuk beberapa menit ke depan, semuanya dibisukan keheningan. Remi terus memeluk ibunya yang tengah menangis, usapan di punggung ibunya terus dia lakukan. Berharap sang ibu segera tenang agar kesehatannya tidak dikorbankan.

Ibunya sudah tua, Remi sangat takut hal-hal yang mengejutkan bisa membuat ibu shock dan kesehatannya menurun, tetapi beruntung semua itu tidak terjadi. Ibunya memang tampak begitu sedih, hatinya juga sudah pasti sangat sakit. Namun, hal yang paling disyukuri Remi karena ibunya masih tetap berdiri tegak.

Mereka semua terlalu fokus pada ibunya, sampai tidak menyadari ayahnya yang kewalahan menahan kemarahan dan kesedihan. Lalu saat sadar, ayahnya sudah nyaris jatuh ke lantai andai Raka tidak segera menahan.

"Ayah!"

Suasana dengan cepat menjadi berisik. Remi yang sudah sejak tadi menahan tangis tidak mampu lagi bertahan saat melihat ayahnya nyaris pingsan.  Dia segera memeluk ibunya yang jatuh ke bawah saat melihat suaminya melemah.

Remi ingin mendekati ayah. Dia ingin tahu kondisinya, tetapi dia tidak bisa. Ada ibunya yang perlu dia tenangkan. Remi tidak mau kedua orang tuanya sakit bersamaan.

Beruntung kedua adiknya cepat tanggap, mereka langsung memberi pertolongan pertama tanpa menunggu lama.

"Ayah sudah tidak apa," kata ayahnya setelah bisa kembali bernapas dengan lancar. Dia menatap ke arah Remi dan sang istri dengan senyum menenangkan. "Ayah sudah tidak apa Bu."

"Tetapi kita harus tetap ke rumah sakit, Yah." Arkan datang dengan segelas air, dan langsung menyerahkan pada  ayahnya. "Kita harus periksa kondisi Ayah."

"Tidak perlu. Ayah baik-baik saja."

Remi mendesah saat ayahnya tetap menolak. Jika begini terus mereka akan khawatir berkepanjangan. Sebaiknya dia menghubungi Ardan, yang belum kembali karena dipinta mengerjakan sesuatu di luar. Dia akan meminta Ardan menjemput dokter yang sering memeriksa kesehatan ayah dan ibunya.

"Sekarang bukan kesehatan ayah yang penting, tapi masalah ini."

"Ayah salah. Kesehatan Ayahlah yang paling utama. Masalah Remi bisa menunggu nanti, yang paling penting ayah dan ibu sudah tahu jika ini hanya salah Paham." Remi menggeleng tegas, sekarang masalahnya buka apa-apa lagi. Cukup ayah dan ibunya tahu dan tidak berharap lagi, Remi sudah cukup senang.

"Tapi kita selesaikan masalah ini dulu. Setelah itu baru kesehatan Ayah."

Remi ingin membantah lagi saat Ayahnya tetap kekeh dengan pendirian. Ayahnya memang keras kepala, sering kali mengabaikan kesehatannya sendiri. Itulah kenapa ibunya kerap kali marah-marah.

"Jadi semua ini benar-benar hanya salah paham saja?" tanya Ayahnya pelan.

Remi segera mengangguk. Dia tidak ada alasan untuk berbohong dan menunda jawaban. Ayah dan ibunya sudah tahu kenyataan yang sebenarnya, jadi dia tidak perlu segan-segan.

"Iya, Yah. Ini semua salah paham. Saat itu posisi Bumi memang sedang berlutut dan memegang tanganku. Tetapi dia tidak sedang melamar. Arkan salah memahami suasana, jadi dia asal berteriak."

Arkan menunduk saat disalahkan. Padahal dalam hati bertanya-tanya.

Bukannya Kakak perempuannya dan Bumi menjawab 'ya' atas pernyataannya?

Apa yang didengarnya itu hanya khayalannya saja?

Arkan segera menggelengkan kepala. Tidak, tidak. Dia yakin Kak Remi dan Bumi sama-sama menjawab iya atas pernyataannya. Tetapi dia tidak akan mengatakannya sekarang, dia tidak mau dituduh membela diri, apalagi semua ini memang kesalahannya.

"Arkan-Arkan. Sudah berapa kali Ayah bilang jangan suka mengambil kesimpulan sembarangan."

"Maafkan aku ayah," kata Arkan pelan, dia semakin menunduk dan tidak tahu harus mengatakan apa lagi.

"Sudahlah. Meski ini bermula dari kesimpulan kamu yang sembarangan, ayah dan yang lain juga salah karena tidak memberi Remi kesempatan menjelaskan.  Dan Bumi juga salah karena tidak menolak dengan keras. Padahal kalau mau dia bisa menolak dengan keras, tetapi dia tetap bungkam sampai akhir. Bukan hanya itu saja, dia malah menurut dan segera memberi tahu keluarganya. Ini memang Bumi yang gak bisa menjelaskan atau dia gak mau karena menyukaimu."

"Ayah," kata Remi. Menegur ayahnya yang berkata bukan-bukan.

Mungkin keluarganya tidak tahu. Tetapi Bumi tidak akan pernah menyukainya. Remi tahu tipe istri idaman Bumi, dan semua itu tidak ada pada dirinya. Begitu pun dengan Remi, Bumi bukanlah tipenya. Bukan lelaki yang ingin dia jadikan teman hidupnya.

"Iya-iya. Ayah cuma bercanda. Sekarang ayo kita cari jalan keluar, hubungi keluarga Bumi secepatnya agar mereka tidak perlu datang."

Meskipun ayahnya berkata hanya bercanda, tetapi Remi tahu ayahnya sedih dan berharap. Namun, Remi tidak bisa melakukan apa-apa. Dia dan Bumi tidak pernah ada hubungan apa pun selain pertemanan.

"Kita tidak mungkin memberi tahu mereka lewat telepon. Sebaiknya kita datang ke sana dan meminta maaf," kata Ina setelah ketenangannya kembali. Pihak mereka yang memulai kesalahan ini, jadi pihak mereka juga yang harus datang dan meminta maaf.

"Iya. Ibu benar, sebaiknya kita yang ke sana untuk menjelaskan."

Remi ingin menggeleng, dia tidak mau pergi ke sana. Tetapi jika tidak pergi sekarang masalahnya tidak akan selesai, jika dia hanya mengirimkan orang tua dan saudaranya saja pun tidak mungkin. Mereka akan kebingungan melihat keengganannya.

"Aku akan segera bersiap," kata Remi akhirnya. Dia akan minta Radi untuk tetap tinggal, dia bisa meminta tolong pada pekerja rumah tangga di sini untuk mengawasi Radi bermain.

Namun, setengah jam kemudian saat mereka dalam perjalanan, Radi ikut serta bersamanya. Kata ibunya lebih baik Radi dibawa saja, sekalian berkenalan. Remi yang ingin melarang pun batal saat ibunya mengajak Radi yang langsung antusias akan pergi jalan-jalan bersama.

Remi sedikit gelisah, sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan Om Surya dan Tante Tata. Terakhir kali mereka bertemu pun di rumah sakit saat Om Surya tidak sadarkan diri. Sekarang sudah enam tahun berlalu, bagaimana dengan kondisi kesehatan mereka berdua? Apa sama seperti ibu dan ayahnya, yang selalu naik dan turun jika tidak diperhatikan dengan benar.

"Mami. Nanti ayo kita ke sana."

Remi menoleh ke arah yang ditunjuk Radi saat mendengar suara anaknya. Dia menatap taman yang mereka lewati dengan senyum senang.  "Tentu saja. Setelah urusan Mami selesai, kita bisa ke sana segera," kata Remi sembari mengusap kepala anaknya. Di sini ada banyak tempat yang bisa mereka kunjungi untuk liburan. Ada juga beberapa tepat favorit Remi yang ingin dia tunjukan pada anaknya. Siapa tahu tempat-tempat favoritnya akan menjadi tempat favorit Radi juga.

"Benalkah. Asyik. Semoga ulusan Mami cepat selesai. Ladi mau cepat ke sana."

Remi mengecup kepala anaknya penuh kasih sayang. "Tenang saja, secepatnya kita akan segera ke sana." Remi yakin mereka akan menyelesaikan masalah ini dengan cepat. Meski ayah dan ibunya sudah tahu, tapi Remi masih diliputi ketakutan. Dia berharap Om Surya dan Tante Tata bisa bersikap lapang dada seperti ayah dan ibunya.

Sebenarnya ada beberapa hal yang Remi khawatirkan, tetapi yang paling dia takutnya hanya ada dua. Pertama dia takut Om Surya akan sangat terkejut dan jadi drop, apalagi Om Surya memiliki riwayat penyakit jantung, itulah kenapa sejak tadi dia terus berdoa agar Om Surya tidak suka jika dia masuk ke keluarganya. Jadi, Om Surya bisa lega saat mereka tiba dan menceritakan kebenaran. Yang kedua dia juga menghawatirkan Tante Tata, usia wanita itu sudah lebih dari 70. Bahkan sebentar lagi sudah 80 tahun. Dia takut semua ini dapat mempengaruhi kesehatannya. Apalagi sejak dulu wanita itu menyukainya dan kerap kali mengajak masuk ke keluarga mereka sebagai istri Bumi.

"Remi, kita sudah mau sampai."

Remi menelan ludah saat mereka sudah mulai memasuki kompleks perumahan. Dia meremas kedua tangan dengan gelisah. Dulu dia sering ke sini, tetapi dia tidak pernah merasa tertekan begini. Remi terus diliputi kegelisahan saat merasakan kecupan di pipi, dia menoleh sesaat sebelum tangan kecil mengalungi lehernya. Kecupan-kecupan lain dia terima dengan senang hati.

Dia tidak bertanya kenapa Radi tiba-tiba seperti ini. Remi hanya menyambut semua kecupan Radi dengan tawa bahagia. Sering kali Radi memang bertingkah seperti ini, memeluk tiba-tiba dan memberinya banyak ciuman.

"Sayang, Oma mau juga dong dapat kecupan," kata Ibunya bertepatan dengan mobil memasuki pekarangan rumah.

Remi memeluk Radi erat sebelum turun dari mobil. Dia tidak melepaskan tangan anaknya dari genggaman saat mereka berdiri di hadapan bangunan mewah bergaya modern.

Sembari menahan debaran di dada, Remi menatap Radi.

'Sayang, ini rumah Oma dan Opamu yang lain,'

Ada sedikit keinginan untuk mengatakan hal itu pada anaknya, tetapi dia mengabaikan. Akan jadi masalah jika dia salah berucap di depan ayah, ibu dan ketiga saudaranya yang sejak tadi terus memegang ponsel. Tampaknya ketiganya sedang saling berbalas pesan karena Ardan tidak tahu apa-apa saat diajak ke rumah Bumi begitu dia turun dari mobil.

"Ayo kita masuk."

Remi mengangguk, sebelum berdoa dalam hati. 

'Semoga saja semua berjalan lancar, semoga saja mereka bisa keluar dari rumah ini dengan damai. Dan semoga saja tidak ada yang menemukan jejak kemiripan Radi dan Bumi.'




Selesai

Seguir leyendo

También te gustarán

392K 22K 29
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
950K 88.1K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
1.1M 112K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
562K 21.6K 46
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...