Three Lives, One Love

By jejejetije

5.2K 933 740

Seoul, 1961 "Jung, cepat buka bukunya." "Sssttt! Jangan berisik, Kim. Nanti ketahuan." Halaman demi halaman b... More

Preambule
Kehidupan Pertama : Satu
Kehidupan Pertama : Dua
Kehidupan Pertama : Tiga
Kehidupan Pertama : Empat
Kehidupan Pertama : Lima [Akhir]
Kehidupan Kedua : Satu
Kehidupan Kedua : Dua
Kehidupan Kedua : Tiga
Kehidupan Kedua : Empat
Kehidupan Kedua : Lima [Akhir]
Kehidupan Ketiga : Satu
Kehidupan Ketiga : Dua
Kehidupan Ketiga : Tiga
Kehidupan Ketiga : Empat
Kehidupan Ketiga : Lima
Kehidupan Ketiga : Enam
Kehidupan Ketiga : Delapan
Kehidupan Ketiga : Sembilan
Kehidupan Ketiga : Sepuluh
Kehidupan Ketiga : Sebelas
Kehidupan Ketiga : Dua Belas
Kehidupan Ketiga : Tiga Belas
Kehidupan Ketiga : Empat Belas
Kehidupan Ketiga : Lima Belas
Kehidupan Ketiga : Enam Belas
Kehidupan Ketiga : Tujuh Belas

Kehidupan Ketiga : Tujuh

141 27 27
By jejejetije

Juan Fernández Island, Chile, September 2019

"Dr.Hope, we got an emergency situation. Some kitchen staff are having food poisoning. Apparently somebody bought something on the way here and shared it with everyone. Now most of them are not in good condition (Dr.Hope, darurat. Beberapa staf dapur keracunan makanan. Sepertinya seseorang membeli sesuatu sebelum ke sini dan berbagi dengan semua orang. Sekarang sebagian besar keadaannya tidak baik)."

"Okay. Be there in two (Oke. Aku sampai dua menit lagi)."

Pria yang dipanggil Dr.Hope tersebut meraih tas peralatan dokter miliknya lalu melesat keluar kamar di Crusoe Island Lodge, tempatnya menginap. Ketika ia tiba di restoran hotel, ia melihat Sang Manajer Hotel, yang tadi menghubunginya, melambai kesetanan ke arahnya.

"One of them suddenly stopped breathing, Doctor. Please save her! (Salah satunya tiba-tiba berhenti bernafas, Dokter. Tolong selamatkan dia!)"

"I'll do my best, Mr.Suarez. You need to stay calm and call the ambulance (Saya akan melakukan yang terbaik, Tuan Suarez. Anda harus tetap tenang dan hubungi ambulans)." Dr.Hoper berkata sambil terus melangkah ke arah para staf dapur yang terbaring di lantai.

"They're on their way here, Doctor (Mereka di jalan menuju ke sini, Dokter)."

Dr.Hope mengangguk. Ia melihat ke sekitar dan melewati beberapa orang yang mengalami masalah ringan. Petugas kesehatan akan menangani mereka, pikirnya sebelum mendudukkan diri di samping wanita yang tengah diberi nafas buatan.

"How long she has been unconscious? (Berapa lama dia sudah tidak sadarkan diri?)"

"Eh maybe three minutes, Sir (Eh mungkin tiga menit, Tuan)."

"Okay. Step aside, please (Oke. Tolong minggir sebentar)."

Dr.Hope memeriksa detak jantung serta kondisi paru-paru wanita yang ia taksir berumur 50-an itu. Senyumnya muncul saat mendengar detak jantung wanita tersebut.

"She's gonna be alright. Stay with her until the paramedic arrives. I'm checking the others (Dia akan baik-baik saja. Tetaplah bersamanya sampai paramedis tiba. Saya akan memeriksa yang lain)," gumamnya.

Dr.Hope baru saja menegakkan badan ketika seseorang berteriak, "Over here, Doctor! (Sebelah sini, Dokter!)"

Dokter muda itu langsung mendekat dan melihat seorang pemuda yang tak sadarkan diri disertai dengan ruam dan bengkak di wajahnya.

"What did you guys have before? (Apa yang kalian makan tadi?)"

"Just some Ceviche* and...and some people also drank alcohol with it (Hanya Ceviche dan...dan beberapa orang juga sambil minum alkohol)."

"Sepertinya pemuda ini punya alergi alkohol sampai wajahnya begini. Yang lain juga kelihatannya sama," batin Dr.Hope.

Tepat saat itu, ia bernafas lega setelah mendengar suara ambulans mendekat. Ia mengangkat tangan memanggil petugas medis kemudian melaporkan kondisi yang dialami para staf dapur hotel.

"I haven't checked everyone. Just these two. But it looks like other than them, everyone is not in severe condition (Saya belum memeriksa semuanya. Hanya dua orang ini. Namun kelihatannya selain mereka, yang lain kondisinya tidak parah)."

"Gracias, Doctor (Terima kasih, Dokter)."

Dr.Hope membantu petugas medis memeriksa beberapa staf dapur yang duduk di lantai. Ia menanyai keadaan mereka dan semuanya mengeluh sakit kepala. Beberapa orang juga mual dan muntah sehingga ikut dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans kedua yang menyusul tak lama setelah yang pertama.

"Thank you, Dr.Hope, for your help. I could only think of you after I heard what happened. I apologize for disturbing you (Terima kasih, Dr.Hope, atas bantuannya. Saya hanya bisa mengingat nama Anda setelah mendengar yang terjadi. Mohon maaf sudah mengganggu)," ucap Tuan Suarez setelah keadaan kembali normal.

"Don't worry about it. Every doctor would do the same. It's our job (Janga  kuatir. Setiap dokter akan melakukan hal yang sama. Itu pekerjaan kami)."

Dr.Hope kembali ke kamarnya. Ia ingin sekali tidur setelah selesai memberi pelatihan untuk para tenaga medis lokal hari ini. Sialnya saat baru saja merebahkan tubuh di kasur, ponselnya berdenting menandakan pesan masuk. Ia mengeluarkan ponsel dari saku jeans-nya dan membaca pesan yang baru saja masuk.

"Haahh...ya, oke." Ia meletakkan ponsel di sampingnya. "Aku mau tidur dulu. Berpikirnya nanti saja."

---

Seoul, Korea Selatan, Desember 2019

"Ya, Abeoji. Hmm...itu juga sudah." Jun menjawab pertanyaan Sang Ayah melalui telepon. "Abeoji tidak mengantuk? Di sana sudah malam, kan?"

"Tadi Abeoji terbangun karena Samcheon perlu ke kamar kecil."

"Apa...kondisinya membaik sesudah kemoterapi kemarin?"

"Yaaa begitulah. Untuk kondisinya sekarang, dia baik-baik saja."

Jun menangkap nada sedih dalam suara ayahnya. Ia paham bahwa ayahnya tersiksa melihat orang yang ia cintai menderita dan barangkali menurun kondisinya hari demi hari.

"Aku...ingin sekali ke sana." Jun tersenyum sedih. Untung saja ayahnya tak dapat melihatnya.

"Kami baik-baik saja. Tidak perlu kuatir, Jun."

"Aku akan selalu mendoakan dan mendukung Abeoji dan Hoseok Samcheon."

"Terima kasih, Nak."

Pembicaraan ayah dan anak tersebut berakhir beberapa menit setelahnya. Meskipun demikian, Jun belum mengalihkan tatapannya dari foto yang menghiasi layar ponselnya. Foto Sang Ayah bersama Hoseok Samcheon yang diambil setelah kemoterapi pertama kekasih ayahnya tersebut.

Sering kali Jun merasa hidup kedua pria tersebut tidak adil. Mereka terpisah selama puluhan tahun sebelum akhirnya bertemu kembali. Namun, dengan kenyataan pahit mengenai penyakit Dr.Jung.

"Abeoji, meskipun berat, kuharap Abeoji akan selalu kuat. Semoga Abeoji dan Samcheon berbahagia."

Ting!

Jun membuka pesan dari Sang Ayah yang jelas sekali belum kembali tidur.

From : Abeoji

Abeoji lupa memberitahumu satu hal. Abeoji melamar Samcheon tadi sore dan diterima 🥰 Ini foto cincinnya


Jun tersenyum.

To : Abeoji

Selamat! Aku ikut bahagia 🥰

---

Seoul, Korea Selatan, Januari 2020

"Oppa."

"Jun Oppa."

"Hei, kenapa diam saja?"

"Ha? Oh tidak apa-apa kok."

"Hah! Oppa kira bisa membohongiku? Tidak ada yang bisa membohongi Han Sinbi. Aku punya mata elang dan selalu mengintai apa saja di sekitarku."

Jun mendengus.

"Ya ya ya. Terserah kau saja," kata Jun sebelum mengangkat gelas bir dari atas meja dan menyesap isinya. Malam ini, ia dan Sinbi menghabiskan waktu untuk makan malam bersama. Keduanya berteman baik meskipun sama-sama tak pernah menduga hal itu sebelumnya.

"Aku serius. Kuperhatikan akhir-akhir ini Oppa lebih sering melamun." Sinbi menyumpit telur dadar gulung ke dalam mulut. "Aku tidak keberatan menjadi tempat penampungan kalau memang ada sampah yang perlu dibuang."

"Kata-katamu membuatku yakin akan selalu melihat wajahmu di setiap tempat sampah."

Sinbi meninju pelan lengan Jun yang menanggapinya dengan tawa ringan.

"Katakan padaku cepat. Ada apa?"

Jun menyerah. Gadis ini tak akan mundur kalau sudah menginginkan sesuatu.

"Oke baiklah." Ia menyesap birnya lagi. "Aku mulai memikirkan perkataan beberapa orang mengenai MSF. Dulu, aku sama sekali tidak tertarik tapi tidak tahu kenapa belakangan ini aku mulai memikirkannya dengan serius."

"Lalu, pekerjaan Oppa di sini bagaimana kalau Oppa bergabung dengan MSF?"

"Kalau akhirnya aku memilih bergabung dengan mereka, aku akan meninggalkan pekerjaanku di sini."

"Termasuk semua kenyamanannya?"

"Semuanya."

Sinbi mengucapkan 'wow' tanpa suara.

"Katakan padaku, Oppa. Apa Oppa benar-benar mau melakukannya karena niat dari dalam hati? Atau karena ingin mewujudkan cita-cita Dr.Jung, ayah tirimu?"

Jun tertawa.

"Kalau kau belum tahu, Sinbi-ah, bagiku Hoseok Samcheon bukanlah ayah tiri. Tapi benar-benar ayahku. Tidak ada istilah ayah tiri. Aku menyayanginya sebesar rasa sayangku pada ayahku sendiri meskipun darah mereka tidak mengalir di tubuhku sama sekali."

"Maksudnya?" tanya Sinbi heran.

"Ayahku yang kau kenal bukan ayah kandungku. Dulu, ibuku diperkosa dan Abeoji menikahinya karena ibuku mencoba bunuh diri setelah tahu dirinya hamil. Abeoji bisa saja menyerahkanku pada orang lain setelah ibuku meninggal tapi itu tidak pernah terjadi. Aku adalah putranya dan bagiku Kim Junmyeon Senior adalah ayahku. Begitu juga dengan Hoseok Samcheon."

Sinbi menganga lebar mendengar cerita Jun, membuat pria tersebut tertawa dan melempar kacang ke arah gadis itu.

"Kau kelihatan seperti monyet di kebun binatang yang menunggu diberi makan."

"Oppa! Jahat sekali!"

Jun tertawa melihat kemarahan Sinbi. Meskipun begitu, ia memikirkan kata-kata Sinbi.

"Apakah aku ingin bergabung dengan MSF karena Hoseok Samcheon? Atau karena aku memang menginginkannya?"


- Bersambung -

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 160K 32
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
351K 25K 33
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
387K 6.9K 17
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
6.7M 335K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...