Enam Tahun Kemudian

By MbakTeya

769K 59K 1.8K

Enam tahun setelah Remi membantu Bumi, dia kembali dipertemukan dengan lelaki itu dalam situasi tak terduga... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat

Delapan

38.3K 3.1K 65
By MbakTeya

Setelah urusannya selesai. Bumi kembali memainkan jemari di gawai, memesan tiket pesawat yang bertujuan ke ibu kota hari ini juga. Dia akan kembali ke rumah secepatnya. Bumi ingin kembali menyapa Remi dan juga anaknya.

Masalah pertemuan dan apa yang telah dia janjikan pada keponakannya bisa dibatalkan. Mereka masih memiliki kesempatan lain untuk berjalan-jalan bersama. Kakaknya mungkin akan marah, tetapi dia yakin hanya sebentar saja.

Setelah selesai memesan tiket pesawat, Bumi berbalik dan melangkah keluar bandara. Dia harus mencari kado lain untuk ulang tahun keponakan. Kado yang sebanding dengan kapten Zero di tangan atau dengan sesuatu yang lebih mahal. Lagi pula dia belum memberi tahu hadiah apa yang akan dibawanya.

Puas dengan pemikirannya, Bumi memasuki mobil yang sejak tadi sudah menunggu.

"Ke Lexury dulu, Pak," kata Bumi pada sopir yang mulai menjalankan mobil. Dia mengetuk-ngetuk kursi di sisinya sembari menatap keluar jendela dengan pikiran kembali pada Remi.

Remi sekarang tampak lebih bahagia dari yang terakhir dia ingat. Tidak sepertinya yang setelah perpisahan mereka mendapat banyak masalah, Remi malah terlihat sehat-sehat saja. Wanita itu tetap cantik, tubuhnya tetap profesional dan berisi di tempat seharusnya. Berbeda jauh darinya yang harus mengalami penurunan berat badan yang signifikan karena masalah yang terus berdatangan.

Awalnya setelah tidak pernah lagi melihat Remi dan mengetahui wanita itu sudah pindah ke tempat lain dia hanya sedih sesaat. Karena bagaimana pun mereka sudah berteman lama. Dan saat tiba-tiba temannya menghilang tanpa kabar itu sangat menyebalkan.

Lama-kelamaan Bumi merasa biasa saja meski rasa bersalah tetap ada. Apalagi saat itu Bumi baru bisa bernafas lega saat Ayahnya kembali sehat dan juga dalang dibalik informasi palsu yang menjelekkan namanya tertangkap.

Namun, tidak lama kemudian dia sudah kembali dibuat pusing dengan rengekan Nina yang mengajak untuk segera naik ke pelaminan tahun itu juga.

Karena Bumi menyayangi Nina dan ingin hidup dengan wanita itu, dia menyetujui dengan cepat. Dia segera memberi tahu niat baiknya pada keluarga, tetapi tidak mendapat sambutan baik.

Keluarga besar menyuruhnya memikirkan ulang. Benar-benar berpikir baik dan buruk demi masa depan. Mereka terus menunda-nunda izin setiap kali dia meminta pernikahan.

Ibu, Ayah dan ke tujuh saudaranya tidak bilang jika mereka tak merestui hubungannya dan Nina secara terang-terangan. Jadi, meskipun kesal, dia berpikir akan bersabar. Bumi terus menunjukkan kelebihan dan kebaikan Nina pada keluarganya agar ijin segera didapat. Dia ingin menikah dengan perempuan yang  direstui oleh keluarga besarnya.

Akan tetapi setahun berlalu, Nina menjadi semakin tidak sabar. Wanita itu kerap kali marah jika dia meminta menunggu. Orang tua Nina juga mulai menuntutnya agar mau menghalalkan Nina segera. Mereka takut dia tidak bisa menahan diri dan melakukan sesuatu yang macam-macam pada anak gadisnya.

Tentu saja Bumi mengatakan tidak. Dia mencintai Nina, dia akan menjaga Nina dengan sangat baik. Bumi juga meminta pemakluman mereka dan berkata akan berusaha secepatnya menikahi Nina.

Setelah itu Bumi sempat mengira masalah selesai, Nina akan sabar bersamanya menunggu restu. Tetapi, Nina semakin tidak sabar. Ancaman putus kerap kali keluar saat mereka bertengkar. Awalnya Bumi tetap bersabar, dia meminta maaf karena merasa bersalah tidak bisa menuruti keinginan Nina segera. Setelah mengeluarkan semua emosi, Nina juga sering kali menangis sembari meminta maaf karena telah melampiaskan kemarahan padanya.

Jika mereka sudah berdamai Nina akan kembali bermanja-manja padanya. Wanita itu juga memberinya banyak suntikkan semangat.

Melihat Nina yang seperti itu membuat Bumi sedih. Dia juga mulai bertanya-tanya pada keluarganya kenapa mereka tidak merestui Nina. Jawaban mereka tidak memuaskan. Malah membuatnya kesal, jadi Bumi berhenti bertanya dan mulai kembali meminta restu dengan sedikit paksaan. Namun, Ibu dan Ayahnya tetap mengabaikan. Dan Bumi masih tetap terus memaksa.

Semakin hari Bumi semakin merasa tertekan. Kepalanya semakin sakit saat pertengkaran terus terulang. Orang tua Nina juga semakin memaksa, sedangkan keluarganya tetap bungkam. Puncaknya tiga tahun lalu, Nina meminta putus sembari membandingkan dirinya dengan pacar adik wanita itu yang bisa cepat mendapatkan tanggal pernikahan.

Rasa frustrasi, kemarahan, kesedihan dan rasa tidak berdaya yang dialami Bumi membuatnya menyetujui permintaan putus Nina. Hubungan mereka berakhir saat itu juga. Meski Nina sudah meminta maaf, dan mengajaknya kembali berhubungan, Bumi memilih angkat tangan.

Meski masih merasakan sakitnya putus cinta, dia ingin menjernihkan pikiran. Terbukti setahun berlalu setelah menjauh dari hubungan percintaan, dia merasa lebih bahagia. Dan sekarang setelah hubungannya dan Nina kembali ke titik awal, yaitu hanya  pertemanan. Bumi merasa hidupnya semakin cemerlang. Pekerjaan selalu lancar, hubungannya dan keluarga baik-baik saja, dan hidupnya kembali damai.

Bumi tidak menyesali hari-hari yang telah dia lewati bersama Nina. Meski mereka kini hanya berteman, Nina tetap pernah membuat hari-harinya bahagia. Ya, meskipun begitu, saat ini dia tetap mengatakan tidak untuk kembali bersama meski Nina sering kali mengajaknya balikan.

Hubungannya dan Nina sudah tutup buku. Kini Bumi hanya ingin menghabiskan waktu sendiri sampai ada wanita lain yang menarik hatinya dan membuatnya ingin menikah. Dan Bumi segera menggelengkan kepala saat bayangan Remi dan Radi melintasi kepala.

Kenapa dia harus memikirkan Remi di saat memikirkan tentang pernikahan begini? Bumi mengerutkan kening, sebelum menghapus semua kekacauan di kepala saat mobil berhenti di depan Lexury.

'Mungkin karena ini kali pertama dia bertemu Remi setelah sekian lama,' pikirnya dalam hati sembari melangkah masuk.

                                *****

"Oma!"

Remi melepas tangan Radi saat anaknya berlari dan menyongsong ibunya yang tengah melambaikan tangan pada mereka. Dia meringis ngeri saat melihat Radi berlari dengan cepat, Remi takut anaknya akan terjatuh atau menabrak orang-orang yang berlalu lalang. Tetapi beruntung ketakutan itu idak pernah terjadi, Radi sampai ke pelukan ibunya dengan selamat.

Merasa bisa kembali  bernapas lega, Remi melangkah mendekati Ayah dan Ibunya yang memaksa menyusul, meski Remi sudah menolak puluhan kali. Ibunya bilang dia sudah rindu berat dengan Radi.

Semenjak ada Radi, setiap kali mereka mengobrol lewat telepon ibunya selalu menanyakan kabar dan keberadaan anaknya ini.

"Radi di mana?"

"Radi sedang apa?"

"Apa Radi sudah makan? Makannya pakai apa?"

Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan seputar Radi.

Remi senang dan amat sangat bersyukur ibunya menyayangi Radi tanpa pandang bulu.

Belum mengetahui identitas asli Radi saja Ibunya sudah amat menyayangi anaknya, apalagi jika tahu Radi adalah cucu kandungnya, pasti sang ibu akan lebih menyayangi dan memberi perhatian penuh pada anak lelaki berusia lima tahu itu.

Akan tetapi Remi tidak berencana mengungkapkan jati diri Radi sekarang. Dia ingin menahan rahasianya selama mungkin.

Sebagai seorang ibu yang telah melahirkan dan membesarkan Radi seorang diri, Remi ingin yang terbaik untuk anaknya. Dia ingin melindungi anaknya dari semua hal buruk yang ada di dunia.

"Aduhhh..., cucu Oma. Kok, makin ganteng aja, sih."

Remi tersenyum saat mendengar Ibunya menyanjung Radi. Senyumnya semakin lebar saat melihat kedekatan mereka berdua. Kini Radi harus menampung semua ciuman yang dilayangkan sang Ibu.

"Kamu apa kabar Remi?" tanya sang Ayah saat Remi menghentikan langkah di hadapan ayah dan ibunya.

"Aku baik-baik saja, Yah. Ayah apa kabar? Baik juga, kan?" Remi menyalami Ayahnya, sebelum memeluk lelaki paruh baya itu dengan kerinduan yang teramat sangat.

"Kamu benar, Ayah baik-baik saja. Sekarang Ayah merasa semakin baik karena kita akan tinggal bersama lagi. Apalagi sekarang ada Radi, cucu Opa yang semakin kuat dan besar ini."

Remi meringis, merasa bersalah karena selalu menunda-nunda pulang ke rumah. Banyak alasan yang dia buat setiap kali orang tuanya mengajak pulang. Hampir semua alasan berhubungan dengan Radi, yang membuat orang tuanya marah sebelum mengalah setelah dia merayu sedemikian rupa.

"Ma-" Remi menghentikan kalimatnya saat melihat Radi mendekat untuk memeluk kaki Opanya setelah terbebas dari sang Oma. Karena tidak ingin menganggu temu kangen ayah dan Radi, Remi memilih menyapa sang Ibu.

Memeluk wanita yang telah melahirkan dan memberi kasih sayang padanya dengan erat sembari menanyakan kabar. Jawaban ibunya tidak jauh berbeda dari ayahnya, membuat Remi lagi-lagi hanya bisa meminta maaf.

"Itu sudah berlalu, sekarang yang penting kan kamu dan Radi sudah ada di sini," kata Ibunya tersenyum hangat pada Remi yang masih memasang wajah bersalah.

Remi mengangguk, dia kembali memeluk sang Ibu sebelum melepaskan saat Ayahnya dan Radi mengajak pulang.

"Baru gak ketemu Radi  setengah tahu lebih aja, dia udah kelihatan semakin besar saja." Remi mengangguk setelah mendengar ucapan sang Ibu. Dia ikut memperhatikan Radi yang berjalan di depan, mengobrol asyik sembari bergandengan tangan dengan Opanya. "Dan dia masih belum bisa bilang R. Kapten Zoro jadi Zolo."

"Aku udah ajarin supaya dia bilang R lebih fasih, tapi tetap aja gak bisa," kata Remi sembari tertawa.

Mendengar tawa Remi, Ibunya menatap anaknya dengan senyum tipis.

Enam tahun lalu, dia sangat terkejut saat Remi tiba-tiba ingin pindah tempat tinggal. Dan yang lebih mengejutkan Ina adalah Remi yang sudah memilih tempat tinggalnya sendiri. Meski dia melarang, Remi tetap memohon dan berkata ingin belajar mandiri.

Setelah dengan berbagai pertimbangan akhirnya dia mengabulkan dengan syarat-syarat yang telah disetujui Remi. Anaknya berjanji akan sering memberi kabar dan pulang ke rumah.

Remi memang sering kali memberinya kabar. Saling video call juga nyaris seminggu empat kali. Tetapi untuk pulang ke rumah, dia sangat jarang. Apalagi saat Remi bercerita dia mendapatkan teman dekat yang tengah hamil besar dengan kesehatan yang sangat buruk.

Sering kali Remi menceritakan kisah hidup temannya, yang selalu keluar masuk rumah sakit demi mempertahankan kehamilan. Cerita itu membuat Ina iba dan merasa sedih. Apalagi saat Remi bercerita jika temannya meninggal dunia tiga bulan setelah melahirkan.

Tanpa membuang waktu, Ina segera memesan tiket pesawat dan mendatangi Remi saat itu juga. Dia berkaca melihat Remi yang tengah menggendong bayi lelaki yang tampak sehat dan mengemaskan.

Itu pertama kali Remi mengenalkan Radi padanya. Kala itu Remi bilang dia yang akan mengambil tanggung jawab mengurus Radi. Menganggap Radi anak kandungnya dan juga memberi banyak kasih sayang.

Tentu saja Ina menolak keras, dia tidak mau Remi terbebani mengurus seorang anak. Mengurus bayi itu tidak mudah, butuh ekstra kesabaran dan kerja keras. Tetapi Remi tetap kekeh meski Ina sudah berkata dia saja yang mengurusnya.

Sekarang dia sungguh tidak menyangka. Radi, bayi kecil yang dilihatnya bertahun lalu sudah tumbuh besar dengan penjagaan Remi. Anak perempuannya memang luar biasa tangguh dan mandiri.

"Ada apa, Bu?" tanya Remi saat merasa diperhatikan.

"Bukan apa-apa. Ibu hanya bersyukur saat itu kamu keras kepala untuk merawat Radi sendiri. Karena setiap kali ibu lihat, kamu semakin terlihat bahagia semenjak ada Radi." 

Remi membeku, dia menghentikan langkah mendengar ucapan tulus sang Ibu. Matanya mendadak berkaca, rasa bersalah kembali menyerangnya. Bertahun Remi sudah berbohong, tetapi dia juga tidak sanggup berkata jujur.

"Maafkan aku, Bu," ucap Remi menahan perih di mata.

"Kenapa meminta maaf. Itu sudah masa lalu. Dan sekarang Ibu senang loh kamu bersikeras."

Remi mengepalkan tangan sembari menunduk. Tidak berani menatap sang Ibu. Beruntung tidak ada yang memperhatikan, karena Ibunya memilih fokus mendengar obrolan cucu dan suaminya di depan.







Sekarang aku tahu up malam hari udah kayak cari petaka. Jaringannya benar-benar hilang, aku sampai gak tahu mau ngapain.

Gara-gara masalah itu juga aku jadi kesal, target up dua kali sehari jadi berantakan 😭😭

Tolong ingatkan aku untuk tidak up malam hari lagi

Continue Reading

You'll Also Like

7M 48K 60
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
4.6M 134K 88
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...
2.4M 108K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
660K 59.2K 54
⚠️ BL LOKAL Awalnya Doni cuma mau beli kulkas diskonan dari Bu Wati, tapi siapa sangka dia malah ketemu sama Arya, si Mas Ganteng yang kalau ngomong...