Enam Tahun Kemudian

By MbakTeya

734K 57.6K 1.8K

Enam tahun setelah Remi membantu Bumi, dia kembali dipertemukan dengan lelaki itu dalam situasi tak terduga... More

Satu
Dua
Tiga
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat

Empat

37.6K 3.6K 170
By MbakTeya

"Ada apa?" tanya Nina saat melihat kekasih, ah tidak sekarang tunangannya menatap pintu dengan kening berkerut. "Ada apa, sih?" Nina semakin penasaran saat Bumi tidak kunjung menjawab, lelaki itu malah bangkit dan melangkah ke arah pintu yang tertutup dengan baik. "Sayang kamu kenapa?"

Bumi terdiam sesaat. Lalu segera menggeleng saat Nina semakin dekat. "Bukan apa-apa," katanya merangkul pinggul Nina dan kembali mengajak masuk.

Sejujurnya tadi Bumi seperti mendengar bisikan Remi yang mengucapkan selamat tinggal. Kata-kata yang sangat tidak terduga,  membuatnya takut dan tanpa sadar mendekati pintu. Beruntung suara yang didengarnya tadi tidak pernah ada.

Bumi yakin suara itu hanya khayalannya saja karena dia menjanjikan sesuatu pada Nina yang berhubungan dengan Remi. Sesungguhnya Bumi juga tidak menyangkan Nina akan memintanya hal seperti ini.

Untuk sekarang dia akan menuruti Nina, selain karena hari ini ulang tahun Nina, dia juga merasa bersalah pada kekasihnya. Selain itu dia juga tidak tahu harus bertindak bagaimana jika berada di dekat Remi. Rasa bersalah dan penyesalan terus menghantuinya sampai sekarang.

"Ya udah, deh. Kamu kalau ada apa-apa cerita, ya. Kita kan sekarang udah tunangan," Kana Nina ceria. Dia menunjukan cincin yang dipasangkan Bumi beberapa jam lalu.

"Pasti. Apa sih yang gak buat kamu."

Nina tertawa mendengar jawaban Bumi. Dia menghapus semua keheranan karena Bumi menyetujui permintaanya begitu saja. Dia juga mengabaikan banyak pertanyaan di kepala. Sepanjang tahun, hari ini adalah malam terbaik menurut Nina. Selain dia mendapat kejutan dari Bumi, lelaki itu melamarnya dengan romantis di depan tema-temanya, dan yang paling membahagiakan dari semua itu tentu saja Bumi akan  menjaga jarak dengan Remi.

Dimatanya Remi itu cantik. Dengan rambut bergelombang alami, membuat gadis itu semakin memikat. Banyak teman-teman prianya tertarik pada Remi, namun dia tidak pernah mengenalkan mereka semua. Jika mereka berjalan bersama saja, nyaris semua mata memperhatikan Remi.

Meski pakaian Remi selalu sopan, namun senyum gadis itu benar-benar manis dan memikat. Dia saja yang wanita mengakui jika senyum Remi benar-benar sangat manis. Apalagi Remi juga termaksud tipe yang murah senyum.

Karena semua hal itulah Nina benar-benar takut jika Bumi terpikat pada pesona Remi. Dia tidak memiliki itu semua, yang dia punya hanya keberuntungan karena Bumi tertarik padanya. Keberuntungan yang akan dia jaga sampai maut memangilnya.

Nina bersumpah untuk tidak mengendurkan pengawasannya terhadap Bumi. Bumi miliknya, tidak akan dia biarkan siapa pun merebut Bumi, termaksud keluarga lelaki itu sendiri. Karena dia yakin, Tuhan menciptakan Bumi hanya untuk Nina seorang.

Dengan senyum puas, Nina memeluk leher Bumi. Dia memajukan wajah dan mengecup bibir Bumi. Berharap lelaki itu akan membalas ciumannya lebih intens. Namun, Nina tidak mendapatkankeinginannya.

Detik ini yang  paling diinginkan Nina adalah ciuman panas yang bisa membawa mereka ke pusaran gairah, tetapi Bumi malah mengacak rambutnya dan mengajak pulang.

Nina kecewa, tetapi dia harus tetap sabar. Mungkin tidak sekarang dia mendapatkan malam panas bersama Bumi, tapi Nina yakin sebentar lagi dia akan mendapatkan semua keinginannya.

           
                              ****
  
"Udah diambil. Yuk balik," kata Selvi yang masih menunggu Remi di bawah.

Remi sedikit terkejut, dia kira Selvi hanya basa-basi saat mengatakan akan menunggunya di parkiran. Ternyata gadis itu benar-benar masih di sini. Remi juga menyayangkan tindakan Selvi saat ini. Dia ingin sendiri, tetapi tenyata keberuntungan tidak berpihak padanya.

"Udah. Yuk, deh." Sedikit berbohong tidak masalah, kan? Remi hanya berharap Selvi tidak meminta ditunjukan alat make-up miliknya. 

Melihat Selvi mengangguk sembari melangkah, Remi segera mengikutinya ke arah mobil. Dia baru saja hendak membuka pintu saat mendengar klakson dari mobil lain.

"Ehh, Raja. Kamu belum pulang juga? tanya Selvi terkejut, tampaknya dia juga tidak tahu jika Raja masih berada di sini.

Remi yang sudah sejak tadi melihat mobil Raja sembari terus bertanya, mendekati mobil itu perlahan. "Apa ada sesuatu yang tertinggal?" tanya Remi.

"Ada," kata Raja dengan senyum lebar.

"Apa?" Remi mengerutkan kening ingin tahu. Dia juga merasa senang karena tidak bodoh sendiri yang meninggalkan barang pribadinya di tempat orang.

"Kamu." Senyum Raja semakin lebar, lalu dia terkekeh saat melihat Remi mengerutkan alis.

"Yuk, masuk. Aku yang akan antar kamu pulang " Raja membukakan pintu tanpa keluar dari mobil. Dia meminta Remi segera masuk agar bisa tiba di rumah lebih cepat.

"Makasih, ya." Remi segera masuk setelah izin dengan Selvi. Dia sangat berterima kasih karena Selvi mau mengantarnya pulang.

"Remiku langsung kamu antar pulang ke rumah, ya. Awas aja kalau kamu ajak ke mana-mana dulu," kata Selvi pada Raja yang menyeringai. "Aku betulan loh, Raja. Kalau aku tahu Remi gak kamu bawa pulang terus, aku akan menerormu."

"Memangnya aku mau ke mana lagi selain antar Remi pulang?"

Selvi tidak menjawab, dia melambaikan tangan pada Remi dengan senyum lebar. "Hati-hati, ya. Pulang langsung minum vitamin dan istirahat yang banyak," pesan Selvi serius.

Remi mengangguk. Dia membalas lambaian Selvi sebelum meminta Raja untuk segera berangkat. Setelah lamaran Bumi selesai, Selvi memang terus-terusan  mengkhawatirkannya.

"Nanti kita mampir ke apotik dulu, ya," kata Remi setelah hening beberapa saat.

"Oke."

Remi tersenyum mendengar jawaban singkat Raja. Senang juga mendengar Raja langsung menurut tanpa banyak tanya. Keadaanya memang terlihat kurang sehat, tetapi fokus Remi bukan itu. Dia harus segera membeli dan menelan obat pencegah kehamilan secepat mungkin.

Memang sih sekali berhubungan belum tentu langsung akan hamil. Tetapi tidak ada salahnya dia mencegah, meski waktu sudah beberapa jam berlalu dari mereka berhubungan. Menurutnya mencegah lebih baik dari pada mendapat masalah kemudian.

"Kamu cuma butuh vitamin, kan. Aku aja yang turun. Kamu tunggu di sini," kata Raja membuat ketenangan Remi menghilang.

"Gak perlu. Aku bisa turun sendiri. Kamu aja yang tunggu di sini," balas Remi cepat. Dia sengaja pulang bersama Raja karena berniat mampir ke apotik untuk membeli pil KB atau pil-pil lain yang bisa mencegah kehamilan. Remi tidak tahu pil apa yang akan dibelinya nanti, dia tidak memiliki pengetahuan tentang itu semua. Remi berencana menyerahkan semua pada pelayan apotik yang ingin ditujunya.

Namun, semua itu akan percuma jika Raja yang turun. Remi juga tidak akan memberi tahu Raja apa obat yang paling dibutuhkan sekarang melebihi vitamin-vitamim penambah stamina.

"Ya gak apa-apa. Masalah vitamin aku ahlinya."

Remi meringis mendengar suara percaya diri Raja. Lalu tak lama kemudian dia menggeleng tegas. "Aku aja," kata Remi kekeh, dia langsung bersiap turun saat mobil berhenti. "Aku cuma bentar, kamu tunggu di sini saja."

"Tunggu. Kita pergi sama-sama," kata Raja mencega Remi kabur.

Remi menggeleng, dia melepas genggaman Raja dan berkata, "Cari tempat parkir dulu. Aku tunggu kamu di dalam." Remi turun dari mobil, dia melambai dan segera berbalik tanpa menunggu jawaban. Remi harus cepat jika tidak ingin ketahuan.

"Mbak aku minta pil KB atau pil pencegah kehamilan lain, apa pun mana dan mereknya," kata Remi cepat begitu berada di depan karyawan apotik.

Karyawan wanita itu mengangguk dan segera mengambil pesanan Remi. Tanpa menunggu lama Remi segera membayar dan memasukan pil-pil tersebut ke dalam tas.

Setelah memasukan uang kembalian ke dalam tas, Remi berkata, " Mbak aku juga beli vitamin yang ini, ini sama ini." Remi menunjuk jejeran vitamin yang berada di kaca atilase di hadapannya.

Dari ekor mata Remi melihat Raja melangkah masuk dan mendekatinya. Diam-diam dia menghembuskan napas lega. Seharian ini baru kali ini Remi merasa amat beruntun, dia sangat lega karena Raja masuk setelah trasaksi rahasianya selesai.

"Cepat banget kamu kabur," kata Raja setelah berdiri di hadapan Remi.

"Gimana dong, aku butuh cepat. Biar cepat bisa pulang juga," kata Remi dengan memamerkan senyum lebar.

"Oh, lega mendengarnya. Aku sempat mengira kamu menghindariku."

Remi segera berbalik, dia menatap Raja terkejut. Lalu menggeleng cepat. "Itu cuma perasaan kamu," katanya pelan. "Kamu tahu kan hari ini aku capek banget, badan aku juga rasanya gak enak. Sekarang tuh keinginan terbesarku hanya mandi dan rebahan. Aku gak mungkin lah menjauh. Itu cuma perasaan kamu aja." Remi menjelaskan panjang lebar. Meski tidak mungkin mendapatkan Raja, dia tetap ingin berhubungan baik dengan lelaki itu.

Tidak perlu ada kata cinta, yang dia butuhkan sekarang hanya pertemanan alami tanpa maksud lain.

"Kukira aku yang paling kamu inginkan."

Remi memukul bahu Raja setelah mendengar gombalan lelaki itu. Setelahnya dia terkekeh bersama Raja  sebelum menatap karyawan di depan mereka dengan salah tingkah. Gara-gara Raja berpikir yang tidak-tidak, Remi sampai mempermalukan diri di depan orang asing.

"Abaikan saja ya, Mbak." Remi menunduk malu, apalagi saat melihat karyawan wanita tersebut tidak bisa menyembunyikan senyum di bibirnya.

"Siap, Mbak. Tenang saja, rahasia aman."

Tertawa pelan, Remi hendak membayar vitamin yang dibelinya, sebelum dicegah Raja.

Kini buka hanya Raja yang membayar Vitaminnya, lelaki itu juga membelikannya beberapa vitamin lain. Barang bawaan Remi menjadi lebih banyak akibat Raja.

"Jangan lupa diminum Vitaminnya. Istirahat dan semoga kamu cepat sehat," kata Raja bersiap berpisah dari Remi.

"Tentu saja." Remi melambaikan tangan. "Terima kasih sudah diantar pulang, dan terima kasih Vitaminnya. Kapan-kapan aku traktir kamu," kata Remi sebelum memasuki rumah.

Remi sudah sering mendapat traktiran Raja, tetapi dia belum sekalipun membelikan lelaki itu sesuatu. Ah, pernah. Entah kapan itu dia pernah membelikan Raja kopi kaleng yang sering ada di mini market.

Setelah ini Remi harus segera mentraktir Raja. Namun, sebelum itu dia harus meminum obat yang akan mencerahkan masa depannya lebih dulu.

Tanpa membuang waktu lagi, begitu memasuki kamar Remi segera mengambil air minum dan obat di tas. Dia menembak pil pencegah kehamilan sembari berdoa agar tidak ada setetes pun benih Bumi yang tumbuh di rahimnya.

                              ****

Dua hari kemudian Remi masih meratapi nasibsaat ponselnya berdering dan nama Bumi menari di sana. Remi engan untuk mengangkat, apalagi kala mengingat permintaan Nina. Tidak ingin mendapat masalah, Remi me.ilih mengabaikan deringan itu sampai mati dan menghilang. Selang beberapa detik, pesan dari Bumi masuk ke ponselnya.

'Ayo kita bertemu. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan. Aku juga akan membayar atas bantuan kamu dan Selvi.'

Remi ragu sejenak, namun saat membaca pesan kedua dari Bumi yang memberi tahu jika Selvi akan datang dan juga alamat serta waktu janjian, Remi menghela sebelum memutuskan untuk datang. Mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka berdua.

Karena mereka janjian hari ini, Remi segera bersiap. Dua jam kemudian dia sudah duduk di hadapan Bumi tanpa mengatakan sepatah katapun. Sama dengan Bumi yang terus terdiam sejak dia duduk di hadapan lelaki itu.

"Apa itu?" kata Remi untuk pertama kalinya setelah hening cukup lama. Dia menatap cek yang di sodorkan Bumi sebelum menatap sekitar.

Menyebalkan karena Selvi  tak kunjung datang, dan dia ingin pulang. Jika tahu begini, dia akan datang lebih lama lagi.

"Bayaran yang aku janjikan. Tiket dan tempat penginap akan aku sediakan juga. Ini hanya untuk kalian bersenang-senang."

Remi melirik angkat yang ditulis Bumi. Dia sedikit terkejut melihat nominalnya. 50 juta hanya untuk bersenang-senang, itu sudah cukup banyak.

Belum hilang keterkejutan Remi, pesan masuk di ponsel membuatnya segera memeriksa. Berharap itu Selvi, namun ternyata pesan yang lebih mengejutkan yang dia terima.

"Apa lagi ini?" tanya Remi kebingungan saat mendapati pesan dari bank yang mengatakan jika dia mendapatkan transfers senilai 250 juta dari Bumi.

"Itu uang kompensasi atas apa yang aku lakukan padamu."

"Apa?" Remi menatap Bumi terkejut, dia menggelengkan kepala tak percaya. "Uang kompensasi?'"

"Ya. Apa menurutmu kurang? Aku akan segera menambahnya untukmu. Namun, tentu saja ada persyaratannya. Aku ingin kamu tutup mulut, jika tidak kamu akan tahu akibatnya," kata Bumi menatap Remi dengan tajam. 

"Maksud kamu apa?!" Remi mengebrak meja, tanpa sadar dia telah membuat keributan. Lalu segera meminta maaf pada sekitanya.

"Bukankan kamu selama ini mendekatiku karena uang. Begitu juga dengan orangtuamu. Mereka terus menggerogoti ayah dan ibuku hanya karena persahabatan lampau."

"Sialan." Remi menyiram wajah Bumi dengan jus alpukat yang di pesannya. "Aku tidak butuh uangmu. Ibu dan ayahku juga tidak membutuhkan belas kasihan orangtuamu. Ingat Bumi, bukan cuma kamu dan orang tuamu saja yang memiliki harta berlimpah."



Terima kasih vote dan komennya 😘😘

Sampai ketemu besok lagi, atau mungkin nanti malam kalau aku mendadak baik 😂

Continue Reading

You'll Also Like

2.7M 195K 35
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
709K 71.3K 24
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
551K 40K 39
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
791K 6.7K 8
(Sedang dalam proses revisi, di publikasikan berkala) Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya k...