GIBRAN DIRGANTARA

By fafayy_

19.8M 2M 1.2M

Sudah terbit dan tersebar di seluruh Gramedia Indonesia -Satu dari seratus sekian hati yang pernah singgah. K... More

01. GIBRAN DIRGANTARA REYNAND
02- KOLOR POLKADOT
03-BERITA HOT
04-BENDAHARA CANTIK
05-PIZZA MALAM
06-NODA MERAH
07-ADA YANG TURUN
08-GAK BOLEH BAIK
09- GIBRAN SADBOY
10- ADA YANG LEPAS
11- KAUS KAKI
12-HARGA DIRI ABEL
13- TENTANG MASA DEPAN GIBRAN
14- TAMPARAN MANTAN
15- MALAIKAT PELINDUNG
16- KECEBONG VS RENTENIR KELAS
17- KECUPAN SINGKAT
18- SURAT KEHILANGAN
19. I LIKE YOU
20- RINDU YANG AKAN DATANG
21- UNGKAPAN HATI
22- SETITIK LUKA & SETITIK RASA
23- CEMBURU TANPA MEMILIKI
24- OFFICIAL HIS
25- KESAYANGAN GIBRAN
26- BAHAGIAMU BAHAGIAKU
27- AKU, KAMU, DAN BAHAGIA
28- CANTIKNYA GIBRAN
29- GIBRAN, ABEL, DAN KENZO
GC KE 2 AGBEROS TEAM (BUKAN UPDATE)
31- RATU CANTIK VS PARASIT CANTIK
32- HADIAH UNTUK ABEL & BENTENG PERTAHANAN
PENJELASAN!
33- SUATU PERBEDAAN & TIGA PARASIT
34- GAGALNYA KENCAN
35- PERMINTAAN MAAF
36- MURID BARU
TYSM FOR ARGANTARA (BUKAN UPDATE)
37- SYARAT BERSAMA
38- TERIMAKASIH LUKA
39- PUTUS ATAU TERUS
40- HUJAN DAN USAI
41- LINTAS KENANGAN
42- MERINDUKANNYA
43- BUKAN PURA-PURA
44- DI BAWAH RINTIK HUJAN
45- GORESAN LUKA
46- TITIK TERAKHIR
47- KEMBALI
coming Soon
price list
Vip order
Special Offer Po ke 2
SPIN OFF GIBRAN DIRGANTARA

30- RATUNYA GIBRAN & GUGURNYA PAHLAWAN

338K 35.6K 36.4K
By fafayy_

GIBRAN DIRGANTARA REYANAND.

Mau tanya, seberapa kangen kalian rindu dengan Gibran? 1%-100%

Sebelum kaliam putar mulmed serta lanjut untuk membaca. Jangan lupa untuk vote dan follow aku ya.

Dan sertakan komentar di setiap paragfrafnya. Spam next di akhir part.

Play song's-

-Orang ketiga (hivi)

-Gugur bunga (shanna shannon)

"Tak perlu susah-susah mencaru ketulusan dan baiknya seorang laki. Cukup nilai dia dari sikap terhadap orangtua serta adik perempuannya."

- Kenzo Galaksa.

30- Ratunya Gibran & gugurnya pahlawan

Malam ini, Gibran terus kepikiran oleh Abel. Apakah gadis itu marah dengannya perihal dirinya tidak menjemput Abel yang sendirian didepan toko bunga?

Jujur, Gibran sangat berterimakasih kepada Kenzo. Malah cowok itu tidak ada rasa marah dan rasa kesal sama sekali, Gibran percaya Kenzo, tidak mungkin sahabatnya itu ada hubungan dengan kekasih dari sahabatnya.

Tadi, Kenzo sempat menjelaskan dan meminta maaf karena lancang menghantarkan Abel.

Suara dentingan sendok yang menghiasi kesunyian ruang makan kediaman keluarga Reynand pun tak memecahkan perhatian Gibran. Cowok itu memainkan mobil-mobilan milik Gara atau adiknya. Memaju mundurkan dengan pelan serta menabrak-nabrakan pada piring milik ayahnya.

Arga menyenggol kaki istrinya, kemudian mengkode untuk menengok ke arah putranya.

Pria itu berdeham, "Kamu gak makan, Gib?"

Gibran menggeleng lesuh, kemudian menggigit ayam goreng tiga sekaligus.

"Buset!" Decak Arga. "Ngomongnya gak laper tapi makan ayam tiga paha sekaligus," sindirnya.

Syera mencubit paha Arga dengan kesal. Tidak makan dipermasalahkan, makan juga dipermasalahkan. "Biarin, kayaknya anak kita lagi patah hati," bisiknya.

Arga berdeham pelan, sebelum akhirnya pria itu mengeluarkan suaranya. "Gib, Gib, papah punya permen susu lho, kamu mau gak?"

Gibran menggeleng pelan, bahkan bibir cowok itu cemberut seperti orang yang sedang dalam mood buruk. Tapi siapa yang percaya, seorang Gibran moodnya buruk? Yang ada malah cowok itu memperburuk mood orang lain.

"Kamu mau duit gak? Kemarin pas di ruang guru kamu mau duit papah 'kan? Nih papah kasih, mau buat beli kontener, pabrik permen susu atau---"

Gibran menegakkan tubuhnya, membuat ucapan yang terlontar dari bibir Arga sontak terhenti.

"Gibran gak mau duit, tapi Gibran mau sertifikat," ucapnya.

"Oke, mau sertifikat tanah? Ayo papah beliin, tapi gak disini. Di bandung, tempat saudara mamah tinggal di sana. Tapi jangan diem terus kayak gini,"

"Gibran maunya sertifikat bumi, Pah,"

"Astaghfirullah, bang! Lo emang bener-bener ya! Belom pernah rasain dicambuk pake pecutan malaikat Malik lo, ya?!" Sahut Geisha yang baru saja datang dari arah kamarnya.

"Bacot banget lo bocil!"

Arga berdecak, ia menggeser tempat duduknya berdekatan dengan putra sulungnya. "Kamu kenapa? Kalo ada masalah jangan disimpen sendiri,"

"Kamu lagi patah hati? Ngomong sama papah, papah pakarnya dulu," kata Arga.

Gibran mencibikkan bibirnya, kemudian ia menolehkan kepalanya dan bergumam, "Sok banget lu, mamah marah aja kicep. Disuruh apa-apa nurut, di kurung di gudang aja diem. Ini yang namanya pakar?"

"Gibran---"

Arga mengerutkan dahinya sembari menatap anaknya yang bergerak gelisah.

"Gibran a-anu, pah." Cowok itu berdesis ngilu serta tangannya begitu kuat meremas tangan ayahnya.

"Kenapa, nak?"

"Minggir, Pah," suruh Gibran. Namun, bukannya minggir pria itu malah tambah mendekatkan dirinya dan mencekal tangan anaknya.

"Pah!"

"Apa sih?!"

"MINGGIR, PAH! GIBRAN KEBELET EE'!"

Tanpa menggubris ucapan dari sang ayah yang terus mengumpat tertahan, cowok itu ngacir menaiki satu persatu anak tangga yang menghubungkan kamarnya.

Tak perlu basa-basi lagi, ia langsung mendorong kencang pintu kamar mandinya dan membuka dua celananya, kemudian duduk di atas kloset. Gibran menghela nafas lega, akhirnya gumpalan dosanya keluar juga.

"Aah! Lega,"

Ia menyandarkan punggungnya, ia mendongakkan kepalanya memikirkan cara apa lagi untuk membujuk Abel.

Gibran tak menyalahkan Kenzo dan juga Abel, justru ia menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa lebih memilih menghantarkan Rani daripada menjemput Abel yang jauh lebih butuh dari parasit cantik itu.

Buru-buru Gibran menyudahi aktifitas beraknya, kemudian cowok itu menaikkan celananya dan menaikkan raseleting celananya kembali dan sedikit berlari keluar dari kamar mandi.

Ia menghentikan langkahnya akan teringat dengan sesuatu.

"MOTOR GUE 'KAN DISITA SAMA SI ARGA!"

Abel mengusap-usap rambutnya yang sedikit basah, gadis itu baru saja selesai mandi malam ini. Entahlah, kenapa hawa malam ini tiba-tiba sangat panas, membuat Abel tak tahan untuk menyentuh air didalam kamar mandi.

Gadis itu, baru saja keluar dari dalam kamar mandi yang letaknya disamping dapur.

"Ini dosa gue yang terlalu banyak atau emang mau hujan, makanya panas begini," ucap Abel.

"Bel, ayah tinggal sebentar kamu berani dirumah? Enggak lama, paling nanti jam sebelas pulang," ucap Ayah Abel, pria itu memakai koko putih serta sarung kotak-kotak merk gajah terbang.

"Biasanya juga gitu, yah. Intinya jangan malem-malem pulangnya, ayah 'kan sekarang rentan banget buat demam. Takutnya nanti ayah jatuh sakit lagi," ucap Abel penuh dengan perhatian.

Ayah Abel mengangguk dan tersenyum, ia tidak pernah merasakan kekurangan sedikitpun dari kasih sayang anaknya. Satria, dan Abel, dua anak kesayangannya yang saat ini menjadi tujuan hidupnya.

"Yaudah ayah tinggal dulu. Kalo laper sayurnya ayah taruh di dalam etalase paling atas."

Setelah mendapatkan izin dari sang anak, ayah Abel melenggang keluar rumah. Katanya sih, mau main poker bersama bapak-bapak kompleks.

Biarlah, biar beliau menghabiskan masa-masa tuanya. Abel tidak mau melarang dan tidak merasa malu, selagi untuk kesenangan ayahnya dan selagi tidak melakukan hal haram, Abel sudah tenang dirumah.

Langkah kaki Abel berjalan memasuki kamarnya, tapi sebelum itu gadis itu mematikan televisinya yang terus menyala.

"Lebih baik kita usai disini, sebelum cerita indah tergantikan pahitnya sakit hati. Bukannya aku mudah menyerah, astaghfirullah!"

Penggalangan lirik merdu dari bibir Abel tergantikan jengkitan kaget di akhir penggalan lirik yang ia nyanyikan.

Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali saat melihat sosok cowok yang duduk anteng diatas kasurnya.

"GIBRAN!" Teriak Abel

"Mau ngapain kesini?!" Tanya Abe berteriak.

Gibran memalingkan wajahnya dan mengetuk-ngetukkan jemarinya diatas lututnya. Kemudian ia berkata, "Kangen aja--- m-maksudnya gapapa,"

"Mending pulang aja, udah jam sepuluh malam," usirnya.

"Ngusir gue?" Abel mengangkat bahunya acuh. Abel tidak mempermasalahkan Gibran main kemari, hanya saja waktu ya yang tidak tepat.

Abel memundurkan langkahnya perlahan saat melihat Gibran mendekat ke arahnya. "G-Gib, mau n-ngapain? K-kamu---"

Tubuh Abel seperti kehilangan oksigen. Tubuh Abel menegang saat merasakan dekapan kuat dari Gibran. Cowok itu memeluk Abel begitu kuat.

Pelukan pertama dari seorang Gibran yang terasa begitu hangat membuat niat Abel untuk marah dengan Gibran, tiba-tiba hilang begitu saja.

"Maafin gue, Abel." lirihnya.

Rasa ingin menolak pelukan Gibran, dan menentang kuat permohonan maaf dari cowok ini, namun hatinya berkata lain. Meski ia ada keinginan untuk marah dengan Gibran, tetap saja tidak bisa. Perlakuan cowok itu selalu saja berhasil membuat Abel luluh.

Dari berita yang beredar dari bibir ke bibir, katanya kemarin Gibran menghantarkan Rani pulang. Dari situ Abel merasa kesal setengah mati, dan lebih memilih mematikan ponselnya untuk satu hari ini menghindari pesan dan telepon dari Gibran.

"Gue berani sumpah, gue gak ada hubungan apapun sama Rani. Gue kemarin----"

"Iya tau, sekarang kamu pulang," potong Abel di akhiri usiran lembut dari bibirnya.

Gibran melepaskan pelukannya, dan menatap lebih dalam lagi manik mata teduh milik kekasihnya.

"Sebentar aja, gue mau liat Ratunya Gibran yang akhir-akhir ini berubah jadi dingin," ucapnya.

"Sayang," Gibran menyentuh pipi Abel, kemudian berkata, "Tetap jadi Abelnya Gibran yang gue kenal. Meskipun ada masalah nantinya, jangan pernah berubah,"

"Seratus dari sekian perempuan yang pernah singgah disini. Kamu," Gibran menyentuh hidung Abel dengan jari telunjuknya. "Satu-satunya perempuan yang akan singgah disini selamanya,"

Jantung Abel berdetak sangat kencang, untuk sekedar membuka suara saja bibirnya serasa dikunci rapat-rapat. Manik matanya pun tak lepas dari mata Gibran yang seperti magnet.

"Lo emang bukan yang pertama buat gue, tapi yang terakhir buat gue," lanjutnya.

"Dan kamu," balas Abel. Ia memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatinya untuk pertama kali. "Cowok pertama dan terakhir buat aku,"

Oh ya Tuhan! Berikan sayap untuk Gibran saat ini juga, baru kali ini Gibran mendengarkan kata manis dari bibir Abel yang mampu membuat dirinya seolah ingin terbang tinggi-tinggi dan jatuh di atas ribuan kapuk yang empuk.

"Gue pulang dulu, kalo ada apa-apa jangan ragu buat hubungi gue. Gue bukan orang lain buat lo, Bel." Ucapnya. Abel mengangguk dengan perlahan.

Setelah puas memandangi wajah cantik kekasihnya, cowok itu membalikkan badannya dan berjalan ke arah jendela kamar Abel. Sebenarnya bisa saja ia pulang lewat pintu rumah Abel, hanya saja entah kenapa lewat jendela kamar lebih nyaman dari apapun.

"Gib!" Panggil Abel saat Gibran hendak menaikkan kakinya.

Gibran membalikkan badannya, dan menaikkan sebelah alisnya dengan bertanya-tanya.

Bolehkan Abel meminta lagi kepada Gibran? Bolehkan Abel membuang gengsinya jauh-jauh?

Abel menundukkan kepalanya dan memilin bajunya. "A-aku b-boleh minta p-peluk lagi?"

Sial! Kenapa pipi Abel rasanya memanas sekali. Apakah Abel sangat bodoh? Ataukah Abel membuat risih seorang Gibran? Entah ada angin darimana gadis itu ingin merasakan pelukan hangat dari Gibran sekali lagi.

Abel menundukkan kepalanya dan memejamkan matanya rapat-rapat. Ia rasa ucapannya tadi adalah hal yang bodoh.

Ia menggeleng kuat, kemudian mendongakkan kepalanya. "Gak! E-enggak ja---"

"Sini," suruh Gibran. Cowok itu merentangkan tangannya lebar-lebar, bersiap menyambut kekasihnya masuk ke dalam pelukannya.

Abel menggeleng. "Gak jadi, kamu pulang aja----"

Ucapan Abel terpotong saat merasakan tarikan pada bahunya dan merasakan betapa hangatnya tubuhnya didalam dekapan seseorang ini. Abel mendongak, dan mendapati Gibran yang menaruh dagunya di atas kepalanya, sembari mengusap-usap punggungnya.

Abel menurunkan tangannya yang bertumpu pada pundak cowok itu. Kemudian dengan ragu, ia melingkarkan tangannya pada pinggang tegap milik kekasihnya ini.

Gibran mendorong tubuh Abel. "Udah ya, nanti hilaf. Takutnya lo nanti kenyang sembilan bulan sebelum sah,"

Abel melebarkan bola matanya, ia memukul pelan lengan cowok itu.

"Gue pulang. Lain kali gue kesini lagi, bawa keluarga dan juga bawa Pak lurah, Pak RT, dan juga bawa penduduk se-kompleks,"

"Mau ngapain?!" Tanya Abel sedikit kaget.

Gibran menundukkan badannya. "Mau sahin anaknya bapak Selamet. Cewek cantik yang berhasil merubah cowok playboy ini," Gibran mengedipkan sebelah matanya dengan genit.

"Gue pulang dulu,"

"Good night, kesayangan Gibran." Ucapnya. Kemudian cowok itu melangkahkan kakinya keluar dari jendela kamar Abel.

Belum juga cowok itu menurunkan kakinya dari atas jendela kamar Abel. Suara lembut itu kembali terdengar di telinganya, yang membuat cowok itu buru-buru turun dari atas jendela kamar Abel dan jingkrak-jingkrak kegirangan.

"Good night juga, kesayangan Abel."

Siang ini, Gibran dan juga beberapa kawanannya sedang berada di clubing. Lampu yang gelap serta kelap-kelip lampu tumblr menambahkan kesan ruangan ini seperti malam hari.

Banyaknya pasangan muda-mudi yang berjoget layaknya tidak punya beban hidup. Rasa ingin menyentuh minuman haram itu, namun egonya sangat menolak keras. Entah, jika ia ada keinginan untuk menyentuh minuman haram itu, ia jadi teringat orang-orang rumah dan orang terdekatnya, Abel. 

"Nih, Bong, gue kasih susu aja buat lo. Kecebong gak boleh minum Amir, nanti tumbuh kembangnya terhambat!" Kata Algerian sambil menyerahkan segelas susu coklat kepada Gibran.

"Gue gak mau!" Tolak Gibran mentah.

"TERUS LO MAU APA?!" Teriak Algerian frustasi.

For your information, sedari tadi Gibran membuat Algerian pusing. Yang katanya pengen minuman keras lah, pengen es teh lah, pengen boba lah, dan pengen segala macamnya. Semuanya sudah dituruti oleh Algerian, terkecuali minuman keras itu.

Tapi, tak ada satupun dari jajaran minuman yang dipesan Algerian, diminum oleh Gibran. Dengan alasan, "Gue gak mau! Bosen liat susu putih sama coklat begituan!"

"TERUS LO MAU APA, BANGSAT?! MAU GUE BIKININ SUSU IJO, HAH?! GUE PERASIN LANGSING DARI SUSUNYA BUTO IJO KALO GAK SUSUNYA MAK LAMPIR! MAU?!" Teriak Algerian frustasi.

Kadang Algerian ada keinginan untuk meracuni sang sahabat dengan racun tikus dan segala macamnya. Takutnya nanti nasib Gibran sama seperti monyet dari sahabat kakaknya. Katanya, monyet dari sahabat kakaknya itu mati gara-gara keracunan racun tikus.

Gibran menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri. "Gue maunya susu murni? Berani perasin?"

"Astaghfirullah." Decak Algerian.

"IIH! DISINI TEMPATNYA KENAPA SUMPEK BANGET SIH, CYIIN!"

"KAMU KALO MAU LEBAR MENDING DI MASJID AJA DEH, SAY!"

"DISINI GAK ADA OM-OM BERDUIT YA?! PADAHAL SANTI PENGEN CARI OM-OM BUAT BAYARIN SKINKER AKU, SIST!"

Dengan serempak, Gibran, Algerian, dan Kenzo menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Disana, tepatnya di kerumunan orang-orang yang sedang berjoget ria, ada tiga waria yang selama ini ia hindari mati-matian.

Ada Cimon, Yanti, dan Santi. Entahlah, dua cowok letoy itu kenapa bisa disini.

"Eh ada akang Goblin!" Ucap Cimon terkagum.

Gibran berdecak, baru saja ia batin, cowok letoy ini bakal mengganggunya. Cimon dan kedua sahabatnya datang kemari memakai pakaian seperti biduan. Legging ketat dengan warna yang mencolok, baju berwarna ungu, serta syal bulu yang melingkar di lehernya. Dan jangan lupakan soal wig yang terpasang apik di kepala mereka.

"Ihhh najisun deh! Disini kok gak ada sholawatan sih, semuanya pada maksiat. Gak takut di siksa di neraka apa?" Ucap Santi seraya memandangi sekeliling yang dipenuhi muda-mudi yang saling bermabuk-mabukkan.

"HEH!" Sentak Algerian, yang mampu membuat tiga banci itu terlonjak kaget. Tak hanya itu saja, Kenzo yang berada disampingnya pun sama halnya.

"LO KALO MAU SHOLAWATAN MENDING DI MASJID DEH! SAMA PAK USTADZ MAHMUDIN!" Ucap Algerian berteriak kesal.

"Emggak usah susah-susah sholawatan deh! Momoy maunya dangdutan aja," sahut Cimon. Ia menggosok telinganya yang terasa panas akan musik dj yang mendentum keras.

"EH AKANG DJ! PUTERIN LAGUNYA RHOMA IRAMA DONG!" Teriak Cimon pada sang Dj yang kelihatannya tak menggubrisnya.

Karena mereka tahu, mengurusi sang banci pun tak ada manfaatnya. Tak hanya sekali dua kali saja, banci ini sudah berkali-kali datang kemari.

"Lo kalo mau dangdutan, pergi sana ke gang-nya mang jajang!" Sahut Kenzo membuka suara.

"Udah-udah, sist, jangan pada ribut! Mending kita keluar aja yuk, disini soalnya gak ada om-om idamannya Yanti." Ujar Yanti, cowok letoy dengan wig abu-abu itu menarik pergelangan tangan kedua sahabatnya.

"PERGI SANA LO! KALO PERLU GAK USAH BALIK LAGI!" Teriak Gibran. Kemudian, cowok itu membuka ponselnya yang sedari tadi bergetar.

Decitan pada kursi dari samping Gibran, membuat cowok itu menoleh. Kenzo memasukkan beberapa buku dan satu laptopnya kedalam tasnya.

Gibran mengerutkan keningnya bingung. "Mau kemana, Jok?" Tanyanya.

Kenzo menoleh. "Pulang."

Langkah kaki cowok itu berjalan meninggalkan Gibran dan juga Algerian. Tapi sebelum itu, Kenzo membalikkan badannya dan sempat menawarkan sesuatu.

"Mau ikut gak?"

°°°°

Tiga cowok dengan selisih umur yang tak jauh pun memutar-mutar badannya dikit demi sedikit. Menatap sekitar yang amat sangat sepi. Kenzo celingak-celinguk dengan diam dan menatap sesuatu dibawahnya dengan intens.

Gibran mengusap tengkuknya yang terasa merinding. "Kita ngapain disini?"

"Mau meras susunya Mak Lampir. Lo mau 'kan?" Bisik Algerian.

Gibran memukul kepala Algerian dari belakang dengan cukup keras, bahkan kepala cowok itu sampai terhuyung kedepan.

"Anjing lo! Kepala gue----"

"Papah,"

Kaget, Gibran dan Algerian tentu saja sangat kaget saat Kenzo mengatakan kata 'papah'. Ia menunduk, dan melihat Kenzo yang bersimpuh pada gundukan tanah dihadapannya.

"P-papah?" Beo Algerian.

'Bara Ksatria bin Tomi Ksatria'

Itulah nama yang tertempel pada batu nisan putih disana. Kenzo menunduk lemah dan tangannya setia mengusap batu nisan itu. Foto kecil berukuran 1R pun sempat jatuh dari genggamannya.

"P-papah," lirih Kenzo sekali lagi.

"Ken, lo---" Gibran menarik bahu Algerian saat cowok itu maju beberapa langkah dan hendak melayangkan pertanyaan buat Kenzo.

"Nanti aja," ucapnya.

Beberapa tahun lalu, saat Kenzo berusia empat tahun. Ia seperti bermimpi berada di kantor polisi dan sempat mendengar isakan tangis dari seorang pria, pria yang dimaksud di mimpi Kenzo sempat mengucapkan bahwa ia adalah ayah kandungnya.

Disana juga ia merasakan ada ayah tirinya serta banyak orang disana. Sempat mendengar kalimat maaf dan ucapan selamat tinggal dari pria tersebut.

Dan setelah ayah tirinya bercerita, ternyata semuanya itu bukan mimpi. Semuanya terjadi secara nyata saat Kenzo diambang kesadaran dari tidurnya. Katanya, ayah tiri Kenzo baru sempat bilang sekarang karena kuburan dari ayah kandung Kenzo sempat di jauhkan oleh orangtua dari almarhum ayah kandung Kenzo.

Kenzo terisak pelan, jika ia tahu semuanya itu nyata, Kenzo ingin kembali ke masa lalu, dan mencegah ayah kandungnya untuk pergi selama-lamanya.

"P-papah, kenapa gak bangunin Kenzo waktu itu?" Tanya Kenzo pada batu nisan bertuliskan 'Bara Ksatria'.

"Setiap malam, Kenzo selalu dihantui mimpi itu lagi. Dimana papah gendong Kenzo, dan mengucapkan kalimat terakhir kalinya buat Kenzo,"

"Ternyata semuanya bukan mimpi. Kenapa  waktu itu gak bilang?" Kenzo meremas gundukan tanah kuburan milik almarhum ayahnya dengan cukup kuat.

Jakunnya naik turun menahan rasa kelu pada rongga serta pada lidahnya. Kenzo mengedipkan matanya berkali-kali menghalau air matanya yang selalu turun dengan bebas.

"Papah? D-dia ayah kandung lo?" Tanya Algerian seraya menunjuk batu nisan itu dengan dagunya.

Kenzo mendongak kemudian mengangguk sekilas. Sebelum akhirnya ia menundukkan kepalanya lagi, merasakan penyesalan yang amat sangat dalam.

"Kok gue gak tau?" Gumam Algerian.

Cowok itu kembali mendongak, membiarkan air matanya kering diterpa angin yang berhembus dengan sedikit kencang. Masa bodoh dengan gengsi dilihat kedua sahabatnya jika ia sedang menangis.

"G-gue anak haram," ucap Kenzo.

"Bunda gue di per----"

"Lo bukan anak haram!" Tolak Gibran kuat, menentang ucapan Kenzo yang terus mengucapkan kalimat yang tidak harusnya keluar.

"Gue tercipta dengan cara yang salah," ujar Kenzo.

"Otak lo yang salah. Lo bukan anak haram, walaupun lo tercipta dengan cara yang salah, tapi bukan berarti lo itu anak haram, Ken!" Sahut Algerian.

Gibran mencengkram kuat bahu Kenzo, hingga membuat cowok itu memejamkan matanya saat merasakan sedikit ngilu pada bahunya.

"Lo nyesel udah lahir di dunia ini? Coba Ken, bilang sekali lagi kalo lo itu anak haram," kata Gibran.

Kenzo mendongak, kemudian berkata, "Gue anak haram,"

Satu pukulan telak menyapa rahang Kenzo, Gibran pelakunya. Algerian melotot, ia ingin menarik Gibran, namun ia urungkan niatnya.

"Lo bukan anak haram! Harus berapa kali gue bilang sama lo, hah?! Dengan lo bilang kalo lo itu anak haram, sama aja lo nyesel lahir di dunia ini, dan nyesel---"

"Gib! Bukan gitu!" Sentak Kenzo.

"TERUS APA?!"

"Dengan lo bilang kayak gitu sama aja lo buat almarhum ayah kandung lo tambah nyesel disana. Coba lo bilang gitu sama bunda lo, betapa remuknya hati seorang ibu kalo anaknya bilang kalo dia itu anak haram, hasil kelakuan bejat dari kedua orangtuanya." Lanjutnya.

"Seharusnya lo bangga sama kedua orangtua lo, meskipun lo tercipta dengan cara yang salah, apa mereka ada keinginan buat buang lo? Gak 'kan? Setidaknya ayah kandung lo udah akuin kesalahannya, dan beruntung bunda lo gak gugurin kandungannya waktu itu. Dan berujung lo mati," sarkas Gibran.

Kenzo diam tak menjawab, ucapan Gibran begitu sangat menampar hatinya. Beberapa hari ini, setelah ayah tirinya bilang jika Kenzo itu bukan anak kandungnya, Kenzo lebih sering berdiam diri di kamar dan menyalahkan bundanya kenapa harus mempertahankan janinnya waktu itu jika dirinya tercipta dengan cara yang salah.

"Bayangin! Bayangin kalo lo ada diposisi ayah lo waktu itu. Hamilin seorang cewek yang bukan muhrimnya, dan setelah anaknya lahir ternyata anaknya bilang kalo dia itu anak haram, hasil bejat kedua orangtuanya. Bisa rasain lo gimana remuknya diposisi kayak gitu?" Ujar Gibran. Ia terkekeh sinis melihat raut wajah Kenzo yang seperti penuh penyesalan.

"Lo gak perlu nyesel, Ken. Seenggaknya makam ayah kandung lo udah di temuin, meskipun sangat jauh dari rumah kita. Seenggaknya lo tau dimana tempat istirahat ayah lo disini," ucap Gibran menenangkan Kenzo.

"Lo juga gak perlu sedih-sedih lagi sekarang. Ada om Andre yang selalu mencurahkan kasih sayangnya buat lo,"

"Walaupun lo bukan anak kandungnya. Tapi apa pernah om Andre bilang kalo lo itu anak tirinya, enggak 'kan?" Lanjutnya.

"Lo kalo butuh temen, gue siap buat temenin lo kesini setiap minggunya, buat ziarah," kata Gibran.

Algerian mengangguk. "Apa gunanya sahabatan kita dari kecil, kalo yang satu susah malah dibiarin,"

Kenzo mendongak, ia sangat bersyukur dikelilingi orang yang sangat perhatian dan sayang dengan dirinya. Sahabat, orangtua, om-omnya, serta orangtua dari ayah tirinya, meskipun bukan kakek-nenek kandung, tapi mereka sangat menyayanginya.

"Gib, Al, makasih," ucap Kenzo.

Gibran menarik bahu Kenzo, kemudian memeluknya ala cowok, begitupun juga dengan Algerian.

Gibran mengangguk. "Gue sama Alge sayang sama lo. Lo itu sahabat pertama dan terakhir buat gue sama Alge. Kalo ada apa-apa-apa, jangan sungkan buat bilang. Lo sedih, gue sama Alge juga harus sedih."

"Suka duka bersama. Lo dan gue, sahabat selamanya." Kata Algerian.

Suara gemuruh petir yang baru saja menyambar, langit hitam pekat yang menutupi matahari, serta hujan deras yang mengguyur tiga cowok yabg berdiri disamping kuburan 'Bara Ksatria', ayah kandung dari Kenzo.

Hujan ini, mungkin mewakilkan air mata dari ayah kandung Kenzo yang turut menitikkan air matanya melihat anak kandungnya yang sudah besar.

Gibran, Algerian, dan juga Kenzo meninggalkan area kuburan saat hujan kian menderas. Beruntung mereka kemari memakai mobil, jadi tidak takut jika mereka akan basah kuyup nantinya.

Setelah kepergian tiga cowok tersebut. Seorang wanita berusia sekitar tiga puluh lima tahun, keluar dari balik dinding kuburan. Ia memandang mobil Pajero yang kian menjauh dari pandangannya.

"Maafin bunda, sayang."

Angin berhembus sangat kencang, hujan yang tadinya turun dengan deras, sekarang sudah pergi entah kemana. Area permakaman sepi tanpa adanya kendaraan yang lewat kemari.

Kertas putih yang terbang tinggi mengikuti arah mata angin. Hingga kertas tersebut jatuh di antara kubangan air yang memudarkan tinta hitam disana.

Gugur Pahlawanku,

Pahlawanku, kini sudah hilang, dikubur sangat lembut dibawah gundukan tanah merah. Untuk apa menyesal? Setidaknya ia sudah berjuang kuat untuk mempertahankanku disini, walaupun akhirnya ia gugur sebagai pahlawan tanpa jasa. Sikap superheromu semoga menurun kepadaku, pahlawanku, terimakasih sudah berjuang demiku.

Tertanda :

Devan Silalahi.

"SURATNYA DEVAN UNTUK AYAH JANGAN TERBANG-TERBANG DONG! DEVAN CAPEK TAU!" Gerutu sang bocah berusia sembilan tahun yang mengejar kertas tersebut.

Bocah itu jongkok di pinggir kubangan air dan mengambil secarik kertas. "Yaah, tulisannya kabur,"

"Yaudah gapapa deh, yang penting masih bisa dibaca. Semoga setelah aku pergi dari rumah ayah, ayah baca surat dari Devan."

Kemudian, langkah kaki mungil bocah sembilan tahun itu berjalan memasuki gerbang pemakaman. Ia terpekik gembira saat melihat kuburan almarhum ayahnya yang banyak akan bunga-bunga. Ia tidak menyesal setiap hari terus berkunjung kemari.

Wanita berusia tiga puluh lima tahun itu menoleh, wanita itu belum pergi dari sana dengan alasan menunggu taxi lewat. Ia mengamati gerak-gerik sang bocah dengan seksama.

Andaikan, andaikan dulu ia tahu dimana makam ayah kandung Kenzo, mungkin Kenzo akan seperti bocah itu. Senang menyambut sang ayah kandung meskipun dibalik tanah.

"Bara, terimakasih. Walaupun cara kamu salah, tapi aku bahagia udah lahirin Kenzo ke dunia ini. Terimakasih udah kasih aku malaikat kecil, meskipun dengan cara yang salah."

°°°°

To be continue....

Untuk kamu yang sedang patah hati, jangan terlalu sering bersedih. Karena tidak baik untuk pikiran.

Dan untuk kamu yang setia menunggu Gibran, semoga selalu suka apa yang aku tulis. Jangan pernah biarkan jarimu menjudge cerita aku. Karena aku disini berusaha semaksimal mungkin untuk membangkitkan sisi romance, sad, dan juga humor yang aku ciptakan untuk membangunkan mood kalian.

Tetap selalu suka dengan cerita Gibran.
I miss you all🦋

- Menurutmu siapa yang cocok jadi Cimon, Yanti, dan Santi?

#INI ALGERIAN

Btw, dua hari yang lalu baby omo ulang tahun loh ^^

#INI KENZO

#INI ALMIRA, ATAU MORI

JANGAN LUPA UNTUK IKUTI BEBERAPA MEDSOS DIBAWAH INI. SERTA FOLLOW INSTAGRAM @Penerbitgalaxy, untuk terima info baru tentang Argantara disana.

Pasukan setia Argantara, jangan lupa untuk serbu dan ramaikan kolom komentar penerbitan galaxy, tentang postingan Argantara.


Untuk kalian yang bergabung di group Agberos team. Sangat mohon maaf groupnya aku bubarin, dari 2000 anggota sekian aku keluarin semua. Yang setia nimbrung disana pasti tau apa akar permasalahannya. Intinya suka duka bareng kita udah terbiasa disana.

Dan untuk info gc baru, akan di infokan secepatnya.

-Sekilas biodata, yang sering kalian tanya-tanya saat aku open Q&A di Instagram. Aku rangkum sedikit.

Continue Reading

You'll Also Like

20K 2.9K 49
[SUDAH TERBIT] Untuk pemesanan buku hubungi WA : 081774845134 Dear Pembaca ... kisah ini bukan kisah edukasi yang bisa membuat wawasan kali...
266 68 30
*** "But he'es not you! He'es not you! He will never be you! "Ucap nya tanpa jeda membuat laki-laki yg ada disamping nya sedikit terkejut mendengar p...
6.7M 285K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
140K 9.2K 50
[END] "Bahkan hingga akhir, Senja tetap terbenam di Teluk Alaska." (sedang dalam proses revisi, banyak bab yang masih berantakan)