(Not) Friendzone

By Pandayusy

14.3K 612 16

[EDITED] - DONE Ini tentangku. Tentang perasaanku kepadanya. Tentang keinginanku. Tentang sebuah rasa ata... More

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XV - Berakhir di sini?
THE LAST BUT NOT LEAST

Bab XIV

783 35 1
By Pandayusy

Aku melirik ke arah Raise yang kini tertidur pulas di kasurku. Setelah meyakinkan bahwa Raise sudah terlelap. Aku pun bangkit dan memilih untuk mengambil cardigan yang aku gantung. Sepertinya cuaca di luar sedikit dingin, dan beberapa kali aku mendengar suara gemuruh petir.

Tok.. tok.. tok..

Suara ketukan pintu membuatku terkesiap. Berjalan menuju pintu, dan ketika membuka aku menemukan ka Ori.

"De, lo jadi ikut?" Tanyanya dan melirik ke dalam kamar.

Aku pun keluar dari kamar, dan menutup pintu perlahan takut Raise akan terbangun.

"Kenap lo?" Sahutku.

"Apanya yang kenapa?" Tanya balik ka Ori.

Terpaksa, aku letakkan telapak tanganku. Sepertinya ka Ori sedang tersambet sesuatu. Seumur hidupku kapan pernah dia panggil "de"?

"Apaan si lo ra?" Ka Ori menepis tanganku.

"HAHAHAHHA, lo kesambet apaan sih. Atau salah makan? Tumben aja manggil gue de." Kataku, sambil menahan suara tawaku.

"Sial lo! Gue lagi bener malah diketawain." Gerutu ka Ori, dan berjalan duluan di depanku.

Aku pun mengikuti ka Ori, dan berjalan di belakangnya. Saat di tengah tangga, ka Ori berhenti.

"Kenapa lo?" Tanyaku-lagi.

"Lo yakin? Mau ketemu Kay?" Tanyanya, dengan pandangan mata yang benar-benar meragu.

Aku pun tersenyum, dan menghampiri ka Ori. Merangkulnya sembari meneruskan jalan kami.

"Lo kata gue cengeng? Gue udah ikhlasin Kay. Jangan khawatir, karena perasaan gue juga udah mati rasa."

"Ra!"ka Ori menyentakku, tapi sekuat tenaga aku tetap memilih merangkulnya. Karena aku yakin, ketika aku lepaskan maka ka Ori akan memarahiku.

"Aku percaya, kebahagiaanku suatu saat ada. Meski bukan bersama Kay, dan tentunya setelah melewati proses sakit ini. Jadi, jangan khawatir ka. Gue bakal baik-baik aja." Yakinku.

"WOEEE LAMA BANGET KALIAN KAYA SIPUT. Udah lapar gue."

Aku tertawa, dan berlari kecil menuju ka Raiq yang berteriak dari depan rumah.

*

"ARA!!" teriakkan dari penghuni rumah langsung mengagetkanku yang baru saja tiba di depan. Aku pun mengusap dadaku, melihat kelakuan Kay. Ya ampun! Kalau bukan karena aku ga mikiri kesehatan dia, udah pasti aku bejek-bejek.

"Udah malam teriak aja lo!" Balasku, dan menjambak rambutnya meskipun hanya sebentar.

"DUH ARA!" Keluhnya, "Anjir, hobi lo jambak gue terus. Nanti gue bisa ga ganteng nih," Ucapnya dan mengusap rambutnya.

"Tadi rumah lo rame banget ada apaan? Sorry gue ga jenguk lo. Gue--" aku langsung memotong ucapannya dengan meletakkan telunjukku pada bibirnya.

"Berisik. Biasa tante sama om gue baru dateng." Jawabku, dan melenggang masuk ke halaman belakang. Di sana ada dua ayunan yang menjadi tempt favoritku sejak aku kenal dengan Kay.

"Tumben datang. Salam ya." Pinta Kay, dan aku mengangguk. Aku coba melirik di belakang Kay, kemana dua kakakku itu? Perasaan tadi mereka ada. Kenapa sekarang menghilang?

"Tante sama om kemana?" Tanyakku balik.

"Biasa, ada acara dari kantor." Aku hanya ber-oh ria. Benar, rumah Kay sangat sepi. Kay sebenarnya memiliki kakak laki-laki. Hanya menetap di Australia. Aku sempat bertemu, tapi hanya sekilas. Dan you know lah, aku pelupa.

"tumbenan ra, salam yah. Terus Raiq sama Raise ikut?

"Ikut,Raise tidur. Tau deh Raiq mana. Tante Mili sama Om Bayu mana Kay?" tanyaku. Kulihat dirumahnya benar-benar sepi.

"Biasa lah. Haha." he? Dia ketawa sendiri.

"HOI!" teriakkan dari Raiq membuatku menoleh kearahnya yang membawa sebuah plastik dengan sebuah logo fast food. Hmm, pantes ini anak ilang. Lagi pesen makanan toh. Dan mereka berdua pun menghampiriku. Mereka bertiga duduk menggelepar di lantai sementara aku masih asik di atas ayunan. Coba kalo ada Renan makin lengkap dan akupun berniat bertanya keberadaan Renan.

"Ka iq, Renan kemana?" tanyaku sambil meminum minuman yang dibelikan oleh Raiq.

"Lah, emang belum ngasih tahu kamu?" Tnyanya. Aku pun mengerutkan dahiku, ngasih tau kemana kali?.

Aku pun menggeleng. "Ga tau aku, orang dia katanya mau balik. Eh malah kalian udah ada di sini."

"Ya, emang dia udah pulang pas minggu kemaren. Terus disuruh apa gitu sama papa di kantor, makanya kita bisa ke sini. Biar tahu rasanya dia ngurus perusahaan." ku lihat wajah Raiq tersenyum puas, dan aku pun tertawa.

"Hahaha, ga ngebayangin gue. Gimana si Renan bisa kerja begitu." Aku tak bisa menahan ketawa ketika membayangkan Renan berkerja di kantor papanya. Apalagi dengan kelakuan dia yang "setengah".

"Skype-an yuk!" tawarku.

"Ayuukk!" dan Ka ori pun langsung memberikanku handphonenya. Ku lihat daftar di skype-ya untung saja kali dia online.

"HALOO!!!" teriakku begitu ku lihat panggilannya ter-accept. Pemandangan pertama yang ku lihat, wajah lecek Renan yang sepertinya sangat lelah.

"Apa lo?" ucapnya judes dan seperti bergerak-gerak. Oh ternyata dia pindah keatas kasurnya.

"Jutek amet bro." Ucap Ka Ori yang kini sudah ada di belakang.

"Raiq, dosa besar sama gue lo. Ini kan seharusnya tugas lo. Lah lo malah ikutan pergi bukanya nemenin gue. Resek lo." Dumel Renan.

Aku pun kembali tertawa. "Hahaha, jadi gimana rasanya ren?" Ucapku. Dengan menaik turunkan alisku.

"Asem!!" Aku pun kembali tertawa melihat wajahnya yang gusar. Ya ampuun, dia baru aja disuruh nanganin perusahaan bentar aja langsung begitu. Ku rasakan tiba-tiba handphone sudah berpindah tangan ke Kay yang mengambilnya. Kulihat ia tiduran di atas rumput malam.

"Bentar." Ucap Kay pada Renan, yang masih bisa kudengar gumamam Renan. What? Kulihat dia memasang tong-sis.

"Sini semuanya" ucap Kay mengajak semua untuk duduk didekatnya. Aku pun mendekat dan tiduran di antara Ka Ori dan Raiq, ga mungkin aku duduk bersamanya karena akan membuat jantungku berlompat ria juga malam ini.

"Woy! Udahan belum kalo udah gue mau tidur." Teriakkan dari hp itu membuatku kembali merebut tongkat yang terdapat hpnya. Segera ku pasang diatas kami agar kami semua terlihat.

"Gitu banget, gak kangen ama gue?" ucapku dengan nada sedikit memelas,.

"ehee,,lo aja ga kasian ama gue" ledeknya.

"bodo." Ucapku. "Kapan balik?"

"Tau nih nunggu kabar big bos!" ku dengar dia menghela nafas kasar, wah pasti dia udah terlalu capek.

"Bro, kalo ada lo lengkap tau" celetuk Raiq.

"Apaan lo, ini juga lo harusnya bantuin gue malah enak kesono!" aku hanya terus terdiam dan memandang langit malam ini dengan pembicaraan antara laki-laki bereempat itu.

"Kaa,,pinjam tangan." Rengekku denga Ka ori. Tanpa sungkan ia pun merentangkan tangannya. Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang antara aku dengan yang lainnya.

"Raa.."sebuah suara dari Kay membuatku menoleh kearahnya.

"Ya kenapa?" tanyaku. Kulihat mata birunya memandangku dengan serius.

"Bisa ngobrol berdua?" aku pun mengangguk dan mengikutinya yang telah duduk diayunan yang agak jauh dari tempat kami ini. aku menepati ayunan sebelah kanan dan dia di sebelah kiriku. Sambil menunggunya yang masih terdiam kugerak-gerakkan kecil kakiku yang membuat ayunanku bergerak. Kurasakan angin malam yang kini menerpa wajahku, rasanya bahagia ada dirinya di sampingku. Tapi, aku hanya tersenyum miris bahwa ini hanya sementara.

"Ra.." Panggil Kay. Aku pun menoleh, dan melihatnya memperhatikanku. Ada yang salahkah denganku? Kurasa tidak.

"Kenapa Kay?" Tanyaku.

"Kamu mau pergi ya?" Deg! Pertanyaan dari Kay membuatku menghentikan ayunan kecil dikakiku. Bagaimana ia bisa tau. Tapi aku tutupi itu dengan senyuman bersama tawa menghadapnya. Aneh saja apalagi mendengar kata kay memanggilku dengan "kamu" namun aku menghargai itu.

"Pergi kemana kali. Orang gue di sini aja sama kamu, ngaco lo ah!" Tawaku berusaha mencairkan suasana penuh keseriusan ini. namun, Kay masih tetap memandangku begitu. Dan akhirnya akupun memberanikan diri untuk bertanya.

"Kalo aku pergi kenapa Kay?" kulihat matanya membulat lebar.

"Ga..Ga.. itu ga boleh. Kamu kan bakal terus ada sama aku Ra." Ujarnya. Terdengar aneh, namun aku hargai apapun itu.

Akupun kembali menggerakan ayunanku dan membalas ucapannya.

"Ga selamanya Kay aku ada di samping kamu kalau udah saatnya kita ga kaya begini mau bagaimana. Sebenarnya cukup merasakan kenangan yang selama ini kita jalani tentu sudah baik, kalo aku nantinya Allah berkehendak kita berjodoh pasti kita bersatu. tapi kan kenyataan ga seperti itu Kay, jadi mau ga mau bila suatu saat nanti aku atau kamu lepas dari keadaan ini harus menerima itu. Yah walaupun jujur aku ga akan pernah lupain persahabatan kita walau nantinya aku misalnya berpisah sama kamu." Jelasku. Hufff.. rasanya saja berbicara seperti ini berat.

"Kita kan sahabat, ya aku tau ko Ra. Aku tau.. tapi? Tak bisakah kamu tetap bersamaku menjadi sahabatku selamanya? Aku takut jika suatu saat persahabatan kita ga lengkap." Ucapnya. Dan aku pun tersenyum untuk menengok kearahnya.

"tenang. Aku ga akan pergi. " tapi kulihat matanya memperhatikanku sedikit menyipit. Walaupun malam tapi aku bisa merasakan perbedaan tatapannya.

"Lo bohong!" sentaknya. Akupun kaget dengan tingkahnya, sepertinya Kay emosi. Tapi kenapa? Untung suaranya tidak terlalu besar.

"Bohong kenapa?" Jawabku.

"Lo bakal pergi kan ra, lo bakal pergi dari gue!! Lo bakal mutusin persahabatan ini kan ra, lo bakal ngejauh raa." ucapnya. kulihat wajahnya tertutup dengan raut kesedihan. Ya Allah kenapa Kay?

"Maksudnya apa si Kay? Aneh tau ga. Tadi lembut sekarang lo nyentak gue." Ujarku.

"Lo milih kuliah bukan disini kan?" Deg! Bagaimana ia bisa tau? Aku hanya diam mulutku rasanya kelu untuk berbicara. Rasanya hanya ingin tau bersembunyi saja. Bahkan saat ini Kay sudah berlutut sambil menatapku. Rasanya aku tak tega..

"Ra.. jawab gue" Ucapannya membuatku kembali ke dunia ku saat ini. ini bukan mimpi, dia tau? Dari mana dia tau?.

"Raa jawab!" Sergahnya sambil mengguncakan badanku. Aku akan menjawabnya. Dengan keteguhan hati aku menjawab dengan penuh keyakinan...

"Iya kay! Gue ga akan kuliah disini, sorry." ucapku. Kurasakan badannya merosot. Dia jatuh terduduk di bawahku. Ini rasanya seperti dejavu, saat kejadian di taman lalu.

"Ke..napa?" suara Kay bergetar aku pun yang tak tega menemaninya duduk di bawah. Aku sengaja duduk sedikit berjauh, dan akupun merenggangkan tubuhku di atas rumput halus ini. Dan akhirnya bisa membuatku melihat bintang di sana. Bintang yang sama seperti Kay sulit untuk digapai. Setelah kurasa posisi ini cukup nyaman aku mencoba untuk menjawab pertanyaan dari Kay yang mungkin membuatnya menjadi seperti patung itu.

"Ka..rena gue ga mungkin berada terus disisi lo."

"Tapinya kenapa?" Ucapnya, dan kurasakan disampingku seperti ada seseorang dan ternyata itu adalah Kay.

"Kenapanya gue gatau dan gue ga bisa jelaskan itu Kay."

"Ga mungkin. Lo pasti pergi karena sesuatu kan? Lo bukan Ara yang gue kenal! Yang ninggalin gue, kitakan udah janji mau bersama-sama meraih impin kita. Kenapa lo pergi?" Cerocosnya. Aku pun menjadi tersenyum mendengar penuturan. Jika ku jujur, aku seperti seorang pengemis cinta bukan? Dan aku tak mau itu.

"Maaf, Kay. Menurut gue ini yang baik, dan masalah tentang itu tenang saja. Kita juga ga akan lost kontak, awalnya memang gue berpikir untuk menghilangkan komunikasi. Tapi karena lo sudah tau? Bagaimana bisa? Yang ada gue menjadi tak bisa tenang ninggalin kamu." Jawabku jujur.

"Ga mungkin Ra!! Ga mungkin!! Lo tuh pasti bakal sama gue! Arggg.." Ia pun menjambak rambutnya seperti frustasi.

"Maafin gue Kay, aku tahu. Tapi tenang bukankah persahabatan itu ga akan pernah bisa putus walaupun berbeda di tempat yang sama? Kita masih satu langit kok Kay. Yakinin aja bahwa gue bakal balik suatu saat nanti ke lo lagi Kay. Balik seperti in. Gue hanya pergi Kay, sementara." pergi melupakan perasaan ini padamu, bahwa aku terlalu mencintaimu lanjutku dalam batin.

"Gue tau lo pasti ga suka ya liat gue pacaran? Tapi gue suka sama dia Ra, gue sayang sama dia. Bukan-bukan gue gatau. Gue yakin lo ga suka ya liat gue pacaran?" Ucapnya yang sontak membuatku tertawa. Bagaimana dia bisa berpikiran seperti itu?

"Ya ampun Kay, lo so tau banget sih! Gue seneng kali liat kalian berdua, seneng banget malah. Mudah-mudahan kalian berjodoh." Yah mudah-mudahan yah Kay, dan mudah-mudahan juga aku bisa menghapus rasa ini.

"Aku minta maaf.." suaranya yang terdengar lembut membuatku menatapnya. Ini anak kenapa? Sedikit-sedikit berbeda.

"Maaf tak bisa mencintaimu, maaf karena menginginkanmu, maaf karena tak bisa mencintaimu seperti kamu mencintaiku. Maafin aku ra, aku laki-laki bodoh yang tak bisa mencintaimu. Tapi aku hanya manusia biasa, aku tak bisa berkehendak bagaimana, andai aku bisa. Aku akan mencintaimu selalu, tapi nyatanya kini aku malah mencintainya." Tolakan halus Kay membuat mataku memanas. Yah,aku tau. Aku tahu bahwa di sini aku hanya mengharapkan lebih darinya. Walaupun terlihat jelas di hubungan kami pacaran enggan sahabat juga berlebih inikah rasanya menjadi friendzone? Tapi kini aku menjadi sakit. Pada akhirnya aku hanya seorang perempuan yang terkubang di dalam perasaan yang menyakitkan ini. Dan semoga saja ini adalah baik bagiku untuk pergi jauh dari hidupnya, dan juga baik untuknya yang tak akan merasa terbeban dengan kehadiranku.

"Kamu ngomong apa si Kay? Ngomongnya ngaco." ujarku.

"Ga,,gaa aku ga ngaco. Aku beneran Ra."

Aku pun segera bangkit, tak berniat bersamanya terlalu lama karena akan membuka kembali luka yang aku sembunyikan selama beberapa hari ini dengan tembok dihatiku.

"Aku pulang ya," Ucapku. Dan langsung berlalu tanpa memperhatikannya yang masih memanggilku. Aku hanya ingin sendiri. Hanya ingin begitu, mungkin aku terdengar cengeng tapi sungguh aku tak bisa. Bersama ya semakin membuatku tak berdaya menahan gejolak. Begitu langsung di luar rumahnya ku berlari tanpa menghiraukan pak slamet-satpam rumahku. Ku segera membuka pintu dan berlari ke kamarku mengambil Handphoneku dan membawa puh, aku tak mungkin bermalam dikamarku. Kubiarkan Raise malam ini sendiri, karena aku akan tidur di kamar tamu yang juga sedikit aku sukai designnya selain kamarku. Begituh sampai di kamar, ku langsung kunci pintu. Dan tubuhku melorot seketika dengan air mata yang turun deras dari mataku. Mengapa rasanya sesakit ini? sesakit ini hanya dengan melihat wajahnya.

Mengapa dia bisa tahu rencanaku, mengapa? Kalau begini bagaimana caranya aku menghindari dan melupakannya. Walaupun ku tahu, menghindari tak lebih baik. Tapi setidaknya bukankah dengan hal itu aku akan bisa menjadi sedikit tenang untuk melupakannya? Tapi, yang pasti aku tak akan pernah bisa melupakan semua kenangan ini. rasanya ingin aku berteriak di depan wajahnya

Bahwa aku tersiksa namun aku tak bisa aku tak mau dikira sebagai pengemis cinta tapi rasanya beban ini ingin aku semburkan dengannya. Agar ia tahu bahwa sebenarnya aku sangat terluka, dan aku pergi karena terluka. Dan mungkin satu-satunya cara adalah share dengan salah satu saudaraku. Kuputuskan untuk membuka skype dan men-call Renan yang entah aku tak tahu jam berapanya di sana.

"Hmm. Huii" suara gumaman diseberang sana membuat aku tersenyum.

"Assalamualaikum ka Renan. Huii!!" teriakku, kucoba untuk tersenyum. Ku lihat Renan langsung bergerak dari atas kasurnya.

"Napa? Ganggu tidur siang gue." Ohh ternyata di sana siang. Tapi kenapa dia bisa keluar dari kantor? Ahsudahlah.

"Jutek amat."

"Lo kenapa Ra? Muka lo?" tanyanya. Aku hanya menggeleng sedih namun sulit karena ternyata hatiku tak bisa.

Dan aku pun menceritakan seluruh penatku dengan Ka Renan sedikit membantu. Kurasakan bebanku terangkat.

"Yaudah, lo diem aja. Nanti setelah hukuman selesai gue langsung dateng, muak gue juga ama dokumen-dokumen beginian" lucunya yang sontak membuatku tertawa. Nasib sekali bro!

"Diem! Atau gue langsung terbangin lo kesini bantuin gue!" akupun langsung diam. Mana mau aku hihi.

"Yaudah gih lo tidur, gue juga mau lanjut tidur gue mumpung hari ini jadwal kosong."

"Iya udah, tapi ka aku kepengen...' kuucapkan sesuatu yang sudah kupikirkan dari tadi. Kulihat Renan terdiam, mungkin memikirkan. Dan seketik juga langsung dia tersenyum.

"Baiklah, yaudah sekarang tidur ya. Sweet nice dream my princess sleep!" ucapnya dan langsung mematikan sambunganku. Kenapa si pada memanggil aku princess sleep huu.. tanpa ku pikirkan langsung saja ku naik ke kasur berukuran sedang ini dengan puh setia menemaniku. Dan kupanjatkan doa sebelum tidur, tapi tak lupa aku mengsms kakakku. Tapi? Yasudah aku pun mengsmsnya.

To: My bother Ori (08134751719*)

Ka aku udah pulang. Ngantuk, kalau kalian mau menginap yah menginap disana saja

ketikku dan langsung menekan tanda "Send".

Kulirik jam di Handphone ku 22:00. Dan rumahku juga masih pada sepi karena semuanya belum pada datang. Mungkin Ka Ori dan Raiq akan menginap ditempat dia. Haa.. rasanya saja berat menyebutkan namanya. Orang tuaku dan tante om juga belum pulang, mungkin bernostalgia. Dan akupun memejamkan mataku, berusaha melarikan diriku yang gusar kedalam dunia mimpi.

Selamat malam dunia. Ucapku dan tertidur..

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1M 55.7K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
6.3M 268K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
845K 60.9K 35
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
324K 10.9K 25
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...