(Not) Friendzone

By Pandayusy

14.3K 612 16

[EDITED] - DONE Ini tentangku. Tentang perasaanku kepadanya. Tentang keinginanku. Tentang sebuah rasa ata... More

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV - Berakhir di sini?
THE LAST BUT NOT LEAST

Bab X

610 34 0
By Pandayusy

"ARAA!! BANGUN! BANGUN!!"

Uh, aku mengerjapkan mataku yang terasa berat. Cahaya matahari sudah menyembul dari jendela kamarku. Menoleh ke orang yang tidak merasa berdosa sudah menganggu tidurku.

"Hmm..." Aku hanya berdeham, sementara laki-laki itu beranjak ke meja belajarku. Mengambil sesuatu, seperti tampan.

"Bangun dulu yuk!"

Aku mengangguk, "Lo kok bisa di sini?"

"Ya bisa aja, mana ada yang ga bisa wek."

Aku hanya menggeleng dengan tingkah Kay, tubuhku rasanya panas dingin. Uh, sepertinya aku benar-benar akan terserang sakit.

"Lo mau cuci muka dulu?" Tanya Kay.

"I--iya," jawabku.

Aku pun mencoba untuk beranjak. Ah tumben, kakiku rasanya seperti jelly. Tapi sebisa mungkin, aku  mbangun walau Kay membantuku hingga di depan kamar mandi. Begitu kembali, aku melihat Kay sedang berada di luar kamarku.

"Ngapain lo di sana? Mau bunuh diri?" Ucapku walau dengan suara kecil.

Kay terkekeh, lalu berjalan ke arahku. "Kalau gue bunuh diri siapa yang mau temenan sama lo?"

"Banyak. Tuh masih ada Riani,"

"Oh riani doang? Pantes jomblo mulu."

Aku melotot, ingin rasanya aku pukul mulutnya itu pake puh sayangnya tidak bisa. Aku memilih bersandar di kepala ranjang.

"Ayo! Makan dulu," sahut Kay.

Kay pun mengambil mangkok yang berada di atas nampan. Mengaduk sebentar dan menyuapiku. Aku tidak bisa menolak, dan memilih untuk memakan.

"Semalam gue denger dari jendela gue, kamar lo rame ra. Terus gue langsung telepon Ori, katanya lo ngigau. Terus katanya lo demam tinggi," jelas Kay.

Masa sih semalam aku mengigau? Rasanya nihil. Apa karena kondisi fisikku? Ah ya, aku baru ingat. Semalam aku tertidur setelah meminum obat karena kepala rasanya berat. Dan sekarang, malah badanku seperti di remuk.

Ceklek.

Aku menoleh, melihat Bunda dan Ayah yang sudah rapih. Aku mengeryit, mau kemana? Batinku.

"Araa, udah bangun sayang?" Tanya Bunda yang sudah ada di sampingku.

Samar-samar aku dengar,

"Terima Kasih Kay. Udah mau jagain Ara." Suara Ayah.

"Bunda sama Ayah mau kemana?"

"Loh? Kamu lupa? Kita mau ke Surabaya sayang, tadinya mau dibatalin takut kamu masih sakit. Tapi untunglah kamu sudah sadar," jelas Bunda.

Aku menepuk dahiku, "Hehe, Ara lupa bun. Yaudah, Ara kan udah baik-baik aja. Lagian ada ka Ori, Renan sama Kay kok."

"Iya, kalau gitu Bunda sama Ayah pergi yah. Cepet sembuh sayang," ucap Bunda dan bangkit mencium keningku, bergantian dengan Ayah.

"Yuk Kay, om sama tante titip Ara ya!"

"Siap om! Hati-hati," sahut Kay.

Kay pun kembali duduk di sampingku, dan menyuapiku kembali. Kemana dua orang saudaraku? Rasanya rumah sepi, biasanya mereka paling hyperaktif kalau ada sesuatu.

"Ori ada rapat dadakan di kampus, kalau Renan katanya ada kelas pagi hari ini." Jelas Kay.

"Lo bisa baca pikiran gue?! Ckckck, hebat," ujarku.

"Enggak, ketebak aja dari muka lo."

"Udah ah Kay, gue kenyang." Kataku begitu Kay akan menyuapiku kembali.

"Ini baru 5 suapan Ara, ayo abisin! Jangan males makan gitu deh biar lo cepet sembuh."

"GAK!" Bentakku.

"ABISIN!"

Aku mendengus, jika sudah begini. Mau--ga--mau aku harus menurutinya. Dengan setengah hati, aku pun menerima suapan Kay hingga bubur itu habis dari mangkok.

"Puas?" Tanyaku sinis.

Kay terkekeh dan mengacak rambutku, "Sekarang minum obat lo."

Kay memberikan 3 pil, ew, jujur saja aku ga mau minum obat! Tapi lagi dan lagi, aku harus kalah dengan Kay dan menelan pil yang sungguh pahit itu.

"Puas banget lo lihat gue," ujarku.

"Puas lah!" Sahut Kay dann beranjak membawa makanan itu keluar. Sementara aku mengambil mengambil handphone, dan memanggil seseorang yang kurasa bisa menemaniku.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, ri! Sini lo main ke rumah gue," ucapku.

"Gue lagi asik nonton film nih. Lagian gue males ah kesana, ujungnya nanti gue lo kacangin kan ada Kay."

"Ga gitu juga kampret! Udah sini main aja, ajak Mozi aja. Kan lumayan lah, biar lo ga jones banget."

"Sial! Mozi lagi latihan band kayaknya errr...."

Aku mengerutkan dahi, sepertinya ada yang disembunyiin.

"Lo nyembuyiin sesuatu? Kok lo bisa tahu Mozi latihan?! GUE GA MAU TAHU! 30 MENIT HARUS DI RUMAH KALAU ENGGAK GUE YANG NYAMPERIN LO!"

Klik.

Aku pun melempar handphoneku ke samping, ah apalagi ini? Ada apa antara Riani sama Mozi? Apakah mereka pacaran? Jika begitu, kenapa mereka tutupi?

"AARGHH! PUSING DAH!"

"Berisik. Teriak-teriak, sakit ini kuping gue." Kata seseorang di ambang pintu. Aku menoleh, dan memberikan tatapan jahat khas Ara.

Ternyata Renan sudah berada di depan pintu. Dan beranjak masuk ke kamarku, pakaiannya masih sedikit rapih yang membuatku sadar bahwa dia baru pulang.

"Eh kok lo udah balik nan?"

"Udah. Cuman satu pelajaran doang. Lo gimana udah mendingan? Udah makan? Udah minum obat?"

"Bawel," dengusku.

"Masih mending gue perhatiin dari pada gak ada. Oh ya, gue besok berangkat."

Perkataan Renan membuatku mengeryit, "Kemana?"

Renan melotot ke arahku, lalu menarik pipiku. "Lo bego atau oon?"

"Uuuuu atittt nannn!!!" Ucapku sambil mencoba menepis tangannya. Tapi nihil, tetap saja Renan menarik pipiku. Setelah dia melepaskan, barulah aku melotot dan mengusap pipiku.

"Sakit pea! Nanti kalau gue tambah sakit gimana?"

"Bodo." Sergah Renan dan tiduran di samping kasurku. Memainkan handphoneku. Huft.

"Jadi lo mau kemana?" Tanyaku lagi, dan kali ini serius.

"Jadi lo beneran lupa?"

Aku hanya mengangguk, memejamkan mataku mengingat apa. Oh ya! Betapa bodohnya aku. Aku melirik ke arah Renan dengan senyuman tanpa dosaku.

"Udah inget?" Renan bertanya dengan alis terangkat. Aku mengangguk penuh semangat.

"Dan gue ikut?" Harapku.

"NO WAY!" Renan berteriak tepat di depan wajahku. Langsung saja aku mengambil guling, dan memukul badannya.

"Resek lo! Resek! Kalau gue jantungan gimana hah? Mau tanggung jawab?!, Lagian kenapa sih gue mau ikut juga," ocehku.

Renan mengaduh, dan langsung menatap mataku. "Seandainya lo ikut pun ga bakal bisa pergi nantinya. Mendingan lo selesai dulu unek-unek hati lo. Dari pada nanti lo masih ada pikiran, ga bakal sukses tujuan lo nantinya."

Rasanya aku tidak bisa berkata apapun. Renan benar, masih ada yang harus aku selesaikan di sini.

"Terus kuliah lo?"

"Jangan bilang Renan kalau semuanya ga beres." Renan tertawa, aku pun ikut tertawa.

"IH LO APAAN SIH. GUE TADI BENERAN DI TELEPON ARA! MINGGIR!"

Teriakkan perempuan yang sangat aku kenal membuatku bingung. Kenapa si Riani berteriak?

"Kenapa tuh temen lo?" Tanya Renan.

"ARA LAGI SAKIT! LAGI TIDUR! JANGAN GANGGU ADIK GUE DULU!"

"ISH! ORI JELEK KAYA KETEK GUE KAN UDAH BILANG TADI GUE DI TELEPON ARA BUAT DATENG! RESEK LO AH!"

"BOHONG! RIANI YANG OON, ADIK GUE MASIH TIDUR."

Seketika saja, aku dan Renan tertawa. Aku mengerti sekarang kenapa Riani berteriak seperti itu. Pasti ada ka Ori. Mereka memang tidak akur, belum saja menghentikan tawaku. Orang yang baru aku sebutkan muncul.

"Ish! Tuh kan Ra, gue males banget makanya ke rumah lo! Tuh macan tutul galaknya kebangeten, pantesan aja mukanya banyak keriput." Gerutu Riani yang kini sudah duduk di depanku.

"Eh lo! Ga usah ngomong sembarangan ye nenek rombeng. Lo tuh mulut ga bisa di solatip aja napa, bawelnya ketulungan. Masih mending cantik, lah ini?" Sindir ka Ori.

"Lo berdua berantem mulu gue jodohin!" Gertakku. Riani dan ka Ori pun serentak melotot ke arahku yang ku balas kembali.

"Sono dah lah! Gue mau sama Riani," usirku.

Renan pun beranjak duluan, sementara ka Ori masih menatapku. "Hati-hati lo sama tuh cewek. Bawelnyee ngalahin emak-emak komplek. Atau jangan-jangan ketularan lo sama dia?"

Sebuah bantal pun melayang, dan ka Ori berhasil menepis. Lalu tertawa sembari keluar.

"Bye rombeng!" Ledek ka Ori.

"MACAN TUTUL SET---"

Aduh, aku langsung menutup mulut Riani. Ckck, dia ga sadar apa kalau ada manusia di depannya?

"Diem, atau mulut lo gue sumpel kaos kaki!"

Riani melotot, tak berapa lama langsung mengangguk.

"Lo sama siapa ke sini?"

"Naik ojek."

"Oh ya, gue lanjutin lagi. Dari manaa lo tahu Mozi latihan band? Biasanya lo kan cuek sama dia atau jangan-jangan...."

Riani melotot, tak!

"Pacaran?! Mimpi lo! Emang lo belum tahu ya hubungan gue sama Mozi? Kayaknya si Kay udah tahu tuh," ujar Riani.

Aku mengeryit, hubungan?

"Emang lo sama Mozi apaan?"

"Astagaa, buah naga! Jadi lo ga inget?!"

"Ga."

"AW! Apaan sih?!" Aku berteriak mengusap dahiku yang di sentil oleh Riani.

Bukannya menjawab, Riani malah meminum airku.

"Eh lo nanti bisa sakit!"

"Bodo lah. Asal lo ga rabies kan?" Selanjutnya, aku lihat Riani sudah memakan lolipop yang ada di tasnya.

"Jadi?" Tanyakku ulang.

"Mozi itu rumahnya sebelah sama gue. Mozi itu anaknya kakak nyokap gue. Mozi itu adiknya Mas Mizo. Dengan nama lain Mozi itu sepupu gue. Inget?!"

Aku memutar bola mataku dan mengingat kembali, ah ya! Bagaimana aku lupa.

Aku meringis, "Kok gue biss lupa?"

"Emang lo kan pelupa." Celetuk Riani.

"Sore nongkrong yuk! Gue lagi mau mocha masa," ajak Riani.

Aku hampir saja menggeleng, tapi tatapan Riani yang sangat---memelas. Membuatku tidak tega. Akhirnya aku mengangguk, dan lagian bukannya aku sudah sembuh?

"Gue kok ngantuk ya abis minum obat? Hoaaaam." Aku menguap dan mulai membaringkan tubuhku. Riani mengatur bantalku, dan menyelimutiku.

"Duh, kalau lo emang beneran sakit ntar sore ga usah aja ra! Bisa delivery gue kok," ucap Riani.

"Gapapa. Nanti bangunin aja."

"Gue di rumah lo dulu ya? Di rumah gue sepi. Gue juga bawa kaset, gue numpang nonton ya? Mozi juga lagi ngeband," pinta Riani.

Aku hanya mengangguk dan mulai memejamkan mataku. Tidak tahu lagi apa yang Riani lakukan, karena hanya suara tidak jelas yang menghampiriku.

**

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 4 sore. Aku sudah terbangun sejak jam 3, teringat dengan Riani yang akan mengajakku jalan. Sementara itu, Riani pulang sebentar karena dia tidak bawa baju ganti.

"Lo tuh masih sakit! Ga usah pergi kenapa sih?!" Kata ka Ori di balik pintu.

"Udah sembuh, sono lo! Gue mau ganti baju," usirku.

Ceklek. Pintu yang tertutup pun membuatku melanjutkan kembali aktifitasku. Memilih sebuah kemeja flanel berwarna motif kotak berwarna biru dongker, ditambah dengan kaos putih polos, serta celana rapped berwarna biru pudar.

"Lo harus gue anterin!"

Aku melotot dengan ka Ori yang langsung muncul begitu aja.

"Lo bisa ga sih ngetok dulu?! Gue lagi ganti baju." Bentakku.

Bukanya keluar ka Ori malah tertawa, "Biasanya juga gue lihat lo naked."

Sial, dia kalau ngomong ga bisa disaring dulu apa?

"Bodo amat kak. Bodo." Aku pasrah, dan memilih untuk menyisir rambutku, menguncir menjadi ikat kuda.

"Udah ayo kalau mau nganterin gue!"

"Yuk dah!"

Aku dan ka Ori pun beranjak dari kamar berbarengan. Menuju ke lantai satu. Di ruang tengah aku lihat Renan sedang tiduran di atas karpet sambil menonton tv.

"Lo ikut ga nan?" Teriakku.

Renan menoleh, "Males. Gue di rumah aja, titip yang biasa aja deh."

Aduh! Malapetaka, nyesel aku udah ngajak Renan. Kalau dia bilang titip yang biasa aku sudah paham, 2 loyang Pizza ukuran large, ditambah chicken wings, serta puding rasa banana. Bangkrut aku!

"Ini!" Renan menyodorkan sebuah kartu yang aku pahami itu kartu kredit dia.

"Gue tahu lo takut bokek. Gue juga cowok, mana mau dibayarin cewek? Udah pake ini!"

Aku mengangguk. "Makasih Renan sayangkuuu."

Muah. Aku mengecup pipi Renan dan berjingkak-jingkak ke luar rumah menuju mobil ka Ori. Gapapa deh gue bawain titipan dia, kan bebas. Berarti gue jajan pake kartu Renan. Dan itu secara ga langsung, gue dibayarin Renan. Haha.

"RA! INGET, JANGAN SAMPE TAGIHAN GEDE!"

"IYAAAAAA!" Aku berteriak senang, lalu langsung masuk ke mobil mini cooper berwarna merah. 

"Eh? Kok lo naik mobil itu?" Tanya ka Ori.

"Lah? Emang lo mau bawa si bip? Bosen ah!" Rengekku. Ka Ori pun menggeleng lalu masuk ke dalam rumah lagi.

"Ngerepotin aja," dengus ka Ori saat menstrater mobil.

"Bodo amat!"

Aku terkekeh, memang ka Ori cukup sayang sama si Bip. Mobil X-Trail yang menjadi kado di saat usianya 17 tahun. Dan perjalanan pun dimulai.

-------------

TRATAK! TAK! DEM!

Ngeng. Dung. Dung. Dung prikitieeew🐰

Gue : RENANNNN MICUUU❤❤
Renan : Gue tahu kok gue ganteng.
Gue : gue sulap jadi bulu gajah!
Renan : emang gajah ada bulu?

Hahahah.

Duh! Andai om gue kaya Renan sayangnya gue ga punya sepupu! Hahhaha

Udah gitu aja, don't forget to coment and vote!❤

With love,

Panda-

Continue Reading

You'll Also Like

RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.7M 226K 68
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
5M 268K 60
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...
2.5M 251K 60
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
1M 96.7K 53
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...