Whoo Whoo Love (SUDAH TERBIT)

By anothermissjo

281K 60.4K 10.1K

#4 Campus Series Mila si cantik yang memiliki otak encer dan tubuh supermodel, sering mengalami pasang surut... More

Campus Series
DoDoMa Cinta Hati
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 20.2
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24.1
Chapter 24.2
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30 (TAMAT)
Sekuel WWL
Open Pre-Order!

Prolog

16K 2.6K 416
By anothermissjo

Serius deh, ini prolog terpanjang :") mau dipangkas tapi nggak nemu titik pangkas yang tepat wkwk :") 

Enjoy❤️

Di dalam kelas sedang terjadi perdebatan tidak ada habisnya. Para mahasiswa dan mahasiswi berusaha menengahi, tapi gagal. Mereka menahan napas, gigit jari, dan ada pula yang merekam perdebatan itu. Sebagian dari mereka adalah junior yang baru masuk, sedangkan sisanya senior yang memutuskan mengulang entah untuk memperbaiki nilai atau tidak lulus mata kuliah Hukum Acara Pidana.

"Jadi menurut kamu membunuh diperbolehkan?" Taro mempertanyakan hal yang sama, tak berhenti menyudutkan lawannya.

Mila, si cantik bak supermodel, menatap tak mau kalah. "Saya nggak bilang begitu. Dalam kasus Miftah, dia membela diri dari begal, tapi kenapa dia dihukum karena itu? Miftah hanya membela diri, bukan sengaja membunuh begal itu."

"Apa menurut kamu membela diri harus sampai menghilangkan nyawa orang lain?" tanya Taro tetap santai. 

"Nggak. Tapi begalnya menodongkan pisau ke arah Miftah. Dia pasti refleks untuk membela dirinya," balas Mila tak mau kalah.

"Dengan cara menusuk begal itu? Menusuk sampai meninggal?" Taro memasang wajah tanpa ekspresi. "Kalau begitu seandainya nanti saya dibegal, saya tusuk aja begalnya sampai meninggal dan saya menyatakan bahwa itu adalah pembelaan diri."

Mila mengepalkan tangan di bawah meja. Rasanya dia ingin menoyor kepala dosennya itu, tapi dosa. Tahan, tahan, Mil. Tahan. Jangan lepas kendali. Batin Mila.

"Cukup, Mil." Elvi menyenggol bahu Mila, yang kebetulan duduk di sampingnya. "Gue sampai haus sendiri denger lo debat sama Pak Taro," bisiknya.

Mila mengabaikan permintaan Elvi dan melanjutkan perdebatan ini. "Pasal 49 ayat 1 KUHP mengatur tentang perbuatan pembelaan darurat untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum. Orang yang melakukan pembelaan darurat nggak dapat dihukum. Begitu pula dengan Miftah. Dia dipukul sama begalnya sampai jatuh. Motornya mau diambil. Miftah melawan, lalu begalnya mau nusuk dia. Miftah melawan balik sampai akhirnya menusuk begalnya. Itu adalah pembelaan diri, Pak Taro."

Ini bukan debat jaksa dan pengacara di pengadilan, tapi seisi kelas sudah seperti menyaksikan hal itu. Sisa jam kuliah mereka terkuras habis karena hal ini.

Salah satu mahasiswa berdeham. "Pak, maaf. Jam kuliah kita udah selesai." 

Taro melirik arlojinya dan benar saja. Jam kuliah sudah berakhir bahkan lewat lima menit dari waktu yang seharusnya. "Kalau begitu saya akhiri dulu perkuliahan hari ini. Jadikan kasus Miftah tugas kalian. Tulis opini kalian apakah setuju Miftah dihukum atau tidak. Sertakan landasan hukumnya. Saya akan menyampaikan pada Pak Bruno tentang tugas ini."

Mila berdecak. "Gue nggak perlu nulis lagi. Gue udah nyebutin opini gue tadi."

Elvi menyenggol bahu Mila. "Jangan berisik, Mil. Kalo kedengeran, bisa debat lagi. Pusing pala, Incess."

Mila menatap Taro dengan tajam. Kalau tatapan sudah bisa membunuh seseorang, Mila sudah melakukannya sejak tadi. 

"Kalian boleh keluar." Taro mempersilakan. Kemudian, dia melihat pada Mila. "Tapi untuk Mila, tolong tunggu sebentar. Saya ingin bahas soal tugas ini karena kamu ketua kelasnya."

Elvi menepuk pundak Mila. "Kalo gitu gue duluan ya, Mil. Jangan debat lagi." 

Setelah semua orang sudah keluar, Mila baru bangun dari tempat duduknya. Perlahan dia menuruni anak tangga karena ruang kelasnya berundak-undak seperti tangga. Mila masih memasang wajah kesal bercampur jutek.

"Hari ini kita pulang bareng. Mama minta kita mampir ke rumah," kata Taro. 

"Bapak sendiri aja. Saya nggak ikut," balas Mila malas.

"Mil, ayo dong. Saya nggak bermaksud memojokkan kamu tadi. Saya tau kamu pintar makanya saya nanya. Itu kan berguna supaya teman-teman di kelas tau. Di samping itu, saya yakin setiap orang punya opini--"

Mila menyela, "Terserah. Saya nggak mau ikut."

Taro menghela napas. "Masa saya datang nggak bawa istri saya? Apa kata Mama nanti? Takutnya Mama ngira kita berantem."

"Bilang aja gitu." Mila membalas semakin jutek. "Oh, iya. Kalo mau ngomong hal kayak gini, chat aja. Saya nggak mau ada yang tau kita nikah. Jangan sampai Sani dan Sweety tau. Bapak udah janji nggak akan ngebiarin hal ini tersebar luas. Awas sampai ada yang tau!"

Sebelum Taro mengoceh lebih jauh, Mila sudah keluar dari kelas. Saat Taro memanggilnya, kebetulan sekali dia melihat Tebing melewati ruang kelasnya. Dengan cepat Mila memanggil laki-laki itu. "Pak Tebing!" 

Tebing menoleh dan berhenti sebentar. Mila mempercepat langkahnya untuk menghampiri Tebing. Sambil menampilkan senyum, Mila bertanya, "Pak Tebing mau ke kantin ya?" 

"Iya. Kamu mau bareng?"

Mila mengangguk sambil tetap tersenyum. Tanpa pikir panjang, dia menarik lengan Tebing demi menghindari Taro. Dia tidak peduli menjadi tontonan semua orang di lorong. Toh, beberapa di antara mereka tahu bahwa dirinya pernah hampir menikah dengan Tebing. 

"Kamu lagi menghindari seseorang ya?" tebak Tebing.

"Kok Bapak tau?" Mila kaget.

"Soalnya kamu nggak pernah segenit ini dulu. Kelihatannya sih laki-laki di belakang sana itu yang mau kamu hindari." Tebing menoleh sebentar ke belakang, mendapati tatapan tajam dari laki-laki yang berdiri di ambang pintu ruang kelas Mila. "Dosen baru ya?" 

Mila nyengir dan memilih mengabaikan pertanyaan itu. "Pak Tebing tumben nggak bareng sama Pak Ana dan Pak Cloud? Mereka ke mana?"

"Mereka lagi ngegosip," jawab Tebing. 

Mila pura-pura tertawa. Mila tetap mengajak Tebing berbincang supaya Taro tidak mengejarnya. Ternyata siasatnya berhasil karena Taro tidak mengejarnya sama sekali. 

Di belakang sana Taro tak berhenti menghela napas berat. Menyaksikan Mila pergi dengan laki-laki lain membuatnya kesal. Tak ada hal yang tidak dia ketahui tentang Mila. Dan tentu saja dia tahu tentang Tebing. Iya, istrinya hampir menikah dengan laki-laki itu. 

❤️❤️❤️

Gimana prolognya?🙈🙈

Jangan lupa vote dan komen kalian🤗😘😘

Follow IG & Twitter: anothermissjo

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 227K 49
¤ ¤ ¤ Highest rank #2 on chicklit (060217) Lanjutan dari "Contract Partner". Bagi yang mau membaca, silahkan baca Contract Partner terlebih dulu. Waj...
2M 30.3K 46
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1M 39.1K 19
Note: Cerita ini sebenarnya sudah tamat tahun 2020. Tersedia versi PDF, Karyakarsa dan cetak. Di Wattpad, sebagian besar bab sudah dihapus. D'Abang S...
584 83 4
*** Seorang lelaki Bernama Ice Galendra Valentino, Biasa dipanggil Ice. Ia seorang Indigo. Ice Tidak mempunyai teman sama sekali. Mereka takut mendek...