(Not) Friendzone

By Pandayusy

14.3K 612 16

[EDITED] - DONE Ini tentangku. Tentang perasaanku kepadanya. Tentang keinginanku. Tentang sebuah rasa ata... More

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV - Berakhir di sini?
THE LAST BUT NOT LEAST

Bab VIII

626 39 0
By Pandayusy

Bab ini Khusus dedikasi buat Kay. Jadi pake PoV Kay ya.

Kay-

Gue terduduk di balkon kamar. Memandang langit yang gelap, tiada bintang yang bersinar. Sementara, pikiran gue melayang ke beberapa arah.

Bagaimana perasaan lo kalau orang yang selama ini bareng sama lo? Kemana-mana sama lo, bahkan mungkin udah lo anggap sebagai adik lo sendiri, punya perasaan lain? Apa jadinya kalau kalian tahu?

Kalut? Takut? Bersalah?

Ah, rasanya itu cocok seperti perasaan gue kali ini. Memang, gue masih kepikiran dengan Ara semenjak ungkapan dia di taman. Tapi, entah kenapa beberapa hari ini gue ngerasa dia semakin jauh. Biasanya, dia itu bintang yang akan bersinar duluan dibanding gue.

Coba lo diposisi gue, dia nangis karena lo! Dia terluka sama lo, siapa sih yang ga bakal ngerasa sakit juga? Tentu gue juga sakit. Gue ngerasa terlalu bego, kenapa gue ga bisa punya perasaan sama dia. Kenapa perasaan gue hanya tertuju pada satu perempuan, yang kini sudah berstatus dengan gue. Sejujurnya, gue bukan cowok yang gampang nangis, tapi beberapa hari kemarin gue berhasil nangis di depan dia.

Gue melirik ke ayunan yang berada di taman belakang gue. Biasanya, di sana gue habisin waktu gue bersama Ara. Tapi sekarang enggak, karena gue mulai sibuk dengan dia dan juga persiapan gue kuliah. Dan Ara, yang juga sibuk untuk persiapan kuliahnya.

Ra, seandainya gue bisa buat lo bahagia. Seandainya---, ah rasanya seandainya saja tidak cukup. Karena faktanya, gue udah nyakitin dia sebagaimanapun dia mencoba tegar. Gue mengambil handphone gue di kantong jaket gue, melihat walpaper yang kini sudah gue ganti dengan foto gue berdua Nata. Ya, Vera Chintya Aranata. Perempuan yang saat ini menjadi kekasih gue.

Drtt... Drtt...

Ting!

Bunyi notifikasi Line pun masuk, gue tersenyum begitu melihat siapa yang mengirim pesan.

VCNata: lo lagi ngapain ro? Mikirin ara ya? :)

Untung saja, Nata tidak cemburu. Dengan sabarnya dia mendengarkan cerita gue, dan mengerti bagaimana keadaanya. Sebenernya, di luar sana dia dipanggil Vera, tapi gue panggil dia Nata, dan dia manggil gue Iro.

"Halo?" Sahutan diseberang sana buat gue tersenyum.

"Hi! Lo lagi apa nat? Udah makan?"

"Basi lo nanyain gue udah makan apa belum. Lo lagi apa? Ara gimana?"

"Entah. Beberapa hari ini gue ga lihat dia, biasanya juga dia ke rumah gue tapi ga tahu."

"Gue jadi ga enak sama dia kar---"

"Ssst. Kan berkali-kali gue udah bilang, ini bukan salah lo. Kalaupun salah, ini salah gue kok. Karena gue udah terlanjur jatuh hati~"

"Pea. Lebai banget. Oh ya ro, hari rabu sibuk? Gue mau nonton."

"Oh? Sama siapa?"

"Dasar cowok ga peka."

Gue tertawa kecil, sifatnya 11:12 sama Ara.

"Yaudah rabu gue jemput nanti nonton bareng sama gue."

"Makasihhh irokuuu! Oh ya, gue juga udah mau berangkat nih ke bogor. Jadi lo baik-baik ya, inget jangan deket sama siapa-siapa kecuali ara. Kalau ketahuan, gue jamin kuping lo ga selamat!"

Gue makin tertawa kencang, dan hanya terdengar klik. Pertanda, Nata sudah memutuskan sambungannya. Mungkin, sebagian orang yang lihat mengiranya Nata gue itu kalem, padahal salah besar.

Love you nat, batin gue.

"Kenapa lo ketawa ga jelas?"

Gue langsung menoleh ke sumber suara. Ternyata, di atas kasur gue udah ada Mozi. Ya, mozi adalah teman gue dan juga teman Ara, walau gue tahu dia ga begitu dekat sama Ara.

"Kok bisa lo masuk?"

"Gue ketok pintu lo ga nyahut. Terus malah gue denger lo lagi teleponan, yaudah, gue masuk aja. Kebetulan bukan?"

Gue mengedikkan bahu, dan berjalan ke meja belajar. Mengambil beberapa kaset yang akan dipinjam sama Mozi.

"Oh ya Kay, kakak lo kapan balik? Penasaran gue sama dia. Padahal awalnya gue kira lo anak tunggal," ujar Mozi.

Gue melihat kearahnya, "Jangankan lo, gue aja ga tahu gimana dia. Jarang juga ngasih kabar. Katanya sih dia sekarang sibuk ngurus perusahaan bokap di Aussie."

Mozi hanya mengangguk dan memilih kaset. Gue jadi kepikiran dengan kakak gue, ya memang, sejak kecil kakak gue itu tinggal di sana sama nenek. Perbedaan usia kita juga sama seperti gue dan Ori, 3 tahunan. Tapi, kata mama pas gue baru 2 tahun dia langsung dibawa nenek ke sana. Hanya sejak SMA aja gue jarang ke sana, you know--banyak hal yang harus gue lakuin.

Oke, mari kita skip.

"Ini aja deh Kay." Kata Mozi, dan menyerahkan kembali beberapa kaset.

"Yaudah bawa pulang sono!"

"Oh lo ngusir gue? Mentang-mentang udah punya cewek lo!"

"Hahaha," gue tertawa. Mozi hanya menggeleng dan beranjak keluar kamar.

Setelah Mozi keluar, gue pun langsung berbaring di atas kasur. Dan memikirkan hal-hal yang gue ingin pikirin saat ini.

BRAK!

"LO JANGAN GITU RI, SABAR!"

"MANA BISA GUE SABAR?! HAH?!"

Gue menggeleng ngeliat dua saudara itu berteriak di tengah pintu. Tapi, tunggu dulu. Kenapa muka Ori begitu merah?

Gue pun beranjak dan mencoba memisahkan mereka, "Santai bro. Santai. Ada apa?"

Tidak ada yang menjawab. Hanya saja, gue ngerasa pandangan mereka malah tertuju ke gue yang buat gue ngerasa serba salah.

"Mending lo berdua duduk dulu. Gue ambilin minum, datang rumah gue kok malah ribut, ckckck.",

Gue keluar dari kamar mengambil minum, tidak ada suara teriakkan tadi. Jujur, gue baru kali ini ngeliat Ori begitu emosi seperti itu. Dan kenapa emosi mereka sampai ke kamar gue? Ya, gue tahu sih. Malam ini emang mereka mau main. Tapi biasanya juga cuman ejekkan kecil, tidak seperti tadi. Berbeda.

*

"Nih minum dulu, kurang baik apa gue," ucap gue ketika sampai di kamar. Sekarang malah gue lihat Ori yang menyender di jendela dan Renan yang berada di atas kasur.

"Lo berdua aneh. Tadi dateng, teriak-teriak. Sekarang dieman, napa sih lo? Galau pada?"

"Ini cewek lo?" Tanya Ori, yang buat gue ngalihin pandangan ke arah Ori yang mengangkat Handphone menunjuk walpapernya.

Gue mengangguk, "Iya kenapa? Cantik kan?" Goda gue.

Tapi, aneh. Ori hanya mendengus kasar dan melempar benda itu ke kasur.

"EH! LO GILA APA RI?" Gue berteriak. Kelakuan Ori bener-bener parah. Apa jangan-jangan jiwa mereka berdua ketuker? Renan yang biasanya sangat aktif malah diam, tapi ori?

"Ara mana?"

"Pergi." Celetuk Renan. Kata 'pergi', seperti membuat magnet yang mematikan jantung gue beberapa detik. Maksudnya apa?

"Ma---ksud?" Gue gemetar. Enggak Ara ga boleb pergi! Kenapa gue jadi takut?

"Pergi, sama bokap nyokap gue," sahut Ori.

Renan kini malah menutup wajahnya dengan bantal, calon dia bakal tidur.

"Oh, gue kira apa," ujar gue dan berjalan ke arah Ori membawa 2 softdrink. Hap! Ori menangkap lemparan pendek.

"Lo beneran ga bisa berusaha buat bersama Ara?" Tanya Ori.

"Seandainya gue bisa ri, tapi sayang, gue ga punya hendak buat rubah ini semua."

"Tapi, kan setidaknya lo bisa belajar."

Gue menggeleng, "Tetep aja gue ga bisa. Rasanya, kaya kurang pas aja. Karena kan, Ara selama ini buat gue sama berharganya kaya lo anggep dia. "

Gue lihat Ori tertunduk, "Lo tadi kenapa sama Renan?"

"Oh biasa. Renan emang gitu."

Gue mengangguk, dan meminum minum gue. Tidak ada pembicaraan lagi. Biasanya, kalau ada Ara akan ada yang bisa gue ajak tarung main playstation, sama nonton bola sama pagi.

"Berarti kalau nanti lo kehilangan dia lo siap?" Pertanyaan Ori kali ini benar-benar menohokku.

"Yang pasti, gue ga pernah siap. " Jawab gue tegas.

-------------------

OHOK! TOLONG AKU TERTUSUK!

Mamam tuh bang Kay, kamu nyakitin ayaaku sih!

Eh, skip. Maafkan gue ga jelas wkwk, asli cerita ini gue rombak biar agak oke dikit gitu dah lah❤ hahaha.

Don't forget to comment and vote!❤

With love,

Panda-

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 217K 75
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
386K 47.6K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
3.7M 175K 64
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
847K 60.9K 35
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...