Enam Tahun Kemudian

By MbakTeya

735K 57.6K 1.8K

Enam tahun setelah Remi membantu Bumi, dia kembali dipertemukan dengan lelaki itu dalam situasi tak terduga... More

Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat

Satu

80K 4K 42
By MbakTeya

Remi membuka mata saat merasakan tangan seseorang melingkari perutnya. Dia menguap sebelum menatap kaca jendela yang terbuka lebar dihadapan, berkedip beberapa kali saat tidak mengenali sekitarnya.

Ah, setelah berpikir beberapa detik Remi teringat sesuatu. Kemarin seharian dia dan Selvi membantu Bumi, sang sahabat untuk membuat kejutan pada kekasih yang ingin dinikahinya.

"Tolonglah. Aku cuma mau kasih kejutan buat Nina sebelum ngelamar. Kamu gak perlu tampilin wajah, loh. Cukup gambar tangan sama foto dari belakang aja, ehh samping juga, sih. Tetapi tenang saja, fotonya juga dari jauh," kata Bumi memohon pada Remi yang tetap menggelengkan kepala.

"Ide kamu buat kejutan buruk banget. Seperti tidak ada ide lain saja,"jawab Remi saat itu sembari menggelengkan kepala.

Dimintai tolong untuk berpura-pura menjadi selingkuhan Bumi, Remi mana mau melakukan hal konyol seperti itu. Selain membuang-buang waktu setelah membaca konsep yang dibuat Bumi, Remi juga takut hal konyol ini akan mengakibatkan hal buruk. Dia takut selagi membatu Bumi di bar, mereka terpergok oleh Raja, lelaki yang sedang dekat dengannya. Apalagi Bar yang akan Bumi kunjungi merupakan Bar milik Raja.

"Tolonglah Remi, cuma kamu yang bisa aku mintai tolong. Setelah ini aku janji bakal modalin kamu liburan ke Raja Ampat."

Remi tetap menggeleng, dia terus asik memainkan ponsel di tangan. Mengabaikan Bumi yang tengah memohon dan Selvi yang tertawa di sampingnya.

"Semua biaya aku yang tangung, loh. Kamu gak perlu keluarin apa-apa. Liburan bareng Selvi juga boleh."

"Deal," jawab Remi dan Selvi berbarengan. Setelah itu mereka saling tatap sebelum tertawa.

"Punya teman gini banget," kata Bumi menatap kedua sahabat wanitanya dengan kesal.

"Buat hadiah perpisahan, lah. Setelah nikah kamu gak bakal bisa modalin kita liburan lagi," ucap Selvi sembari mengajak Remi tos, yang langsung di sambut Remi dengan gembira.

"Betul. Kamu kira permintaan kamu mudah apa." Remi menimpali sebelum meletakan ponsel dan mengambil kertas yang berisi apa-apa saja yang harus dilakukan bersama Bumi untuk kejutannya. "Serius nih, terakhir harus masuk hotel. Ngeri banget kalau Nina hilang kesabaran dan pukul aku." Mengingat banyak sekali kasus-kasus pengerebakan karena perselingkuhan membuat Remi bergidik ngeri. Dia takut rambut indahnya akan jadi korban.

"Ya, kali. Begitu Nina masuk kan aku udah nyambut di depan pintu."

Remi tertawa, baru teringat apa yang dikatakan Bumi beberapa menit lalu. "Yaudah deh, yuk kita mulai. Cepat kelar cepat liburan kita." Remi bangkit dan pindah tempat duduk di samping Bumi, dia menyandarkan kepala ke bahu lelaki itu dan meminta Selvi segera membidiknya dengan lensa kamera.

Ini rencana mendadak yang didapatkan Bumi setelah berpikir menjadi cuek dan menjauhi Nina selama seminggu tidak cukup untuk kejutan. Jadi seharian mereka bekerja keras. Pergi keberbagai tempat dan bolak-balik ganti pakaian demi mendapat foto terbaik dan menyakinkan.

Lelah sudah tentu, sedikit penyesalan juga mulai dirasakan Remi. Andai dia tidak tergoda liburan dan menyetujui permintaan Bumi, dia tidak akan merasakan rasa lelah ini. Dia ingin rebahan dengan nyaman di kamarnya.

Namun, hal terakhir yang perlu mereka lakukan belum selesai. Ternyata merias kamar hotel sesuai apa yang diinginkan Bumi tidak mudah. Lelaki itu juga entah bagaimana mendadak bodoh karena tidak meminta ahli yang bekerja di bidang ini untuk mendekorasi kamar.

"Besok lagi, deh. Aku udah capek banget," kata Remi sembari menghempaskan diri di sofa. Dia menyingkirkan kertas dan beberapa kota kosong ke bawah sebelum membaringkan diri di sana. Tampak sangat nyaman meski sekitarnya berantakan.

"Iya, nih. Udah malam juga. Lagian kita masih punya waktu besok. Acaranya kan sorean." Selvi ikut menimpali setelah melihat Remi sudah memejamkan mata. "Jangan tidur Remi, katanya kamu mau pulang."

"Aku gak tidur, kok." Remi menimpali tanpa membuka mata, dia hanya sebentar begini, setelah itu Remi yakin dia akan kembali membuka mata dan pulang ke rumah. Tetapi lama-kelamaam suara obralan Selvi dan Bumi tidak terdengar lagi. Remi jatuh tertidur saking lelahnya.

Remi mengerang saat seseorang memanggilnya beberapa kali, lalu dia membuka mata saat merasakan tepukan di pipi.

Bumi tersenyum melihat Remi mengusap kedua mata sebelum berbicara.

"Makan dulu, mumpung makanannya masih hangat."

Remi menggerutu, dia tidak lapar. Dia hanya mengantuk. Namun, Remi tetap bangun terduduk dan menelan air liur saat melihat makanan di atas meja. "Selvi mana?" tanya Remi membelah sumpit dan mulai mengambil makanan yang tersedia.

"Pulang dia."

"Loh, aku kok gak dibangunin, sih." Remi menatap Bumi kesal. Dia juga ingin memarahi Selvi karena meninggalkannya sendiri. Gadis itu tega sekali padanya, padahal mereka sudah janjian akan pulang bersama.

"Tadi Selvi dijemput pacarnya.  Dia juga pulang buru-buru," ucap Bumi sembari menuangkan minuman ke gelas dan meletakan di depan Remi. "Kamu makan aja yang kenyang, nanti aku antar pulang."

"Oh, harus itu," kata Remi dengan senyum puas. Kala itu dia kembali melanjutkan makan tanpa berpikir apa-apa.

Setelah selesai makan mereka tidak langsung pulang. Mereka memilih mengobrol galor-gidul sembari menunggu hujan sedikit reda.

Mungkin karena suasana yang pas atau setan-setan hotel sedang berpatroli di sekitar mereka, membuat posisi duduk keduanya semakin dekat dan semakin merapat. Lalu entah siapa yang memulai  lebih dulu, tahu-tahu mereka mulai berciuman dengan intensitas yang mengairahkan. Lalu Bumi memangku Remi dan memeluknya erat, setelah itu mereka...

Remi segara bangun terduduk setelah mengingat apa yang telah mereka lakukan semalam. Rasa tidak nyaman dibagian bawah tubuhnya juga membuat jantungnya berdebar.

Dengan gerakan perlahan Remi menoleh ke samping, dia langsung menutup mulut dengan kedua tangan melihat Bumi berbaring di sisinya dengan bertelanjang dada. Bukan hanya itu saja, tanda kemerahan menyebar di berbagai tempat di tubuh Bumi.

Belum selesai keterkejutan Remi, dia melihat Bumi membuka mata. Lelaki itu menatapnya selamat beberapa detik sebelum bangun terduduk dengan wajah sangat shock.

Apa yang mereka lakukan semalam adalah kesalahan yang amat sangat fatal. Apalagi keduanya dalam keadaan sadar-sesadarnya, tidak terpengaruh minuman keras apapun. Tetapi dengan bodohnya mereka terbawa hawa nafsu dan melakukan hal terlarang berulang kali sampai mereka merasa puas dan kelelahan.

Semalam mereka sangat menikmatinya, melupakan dunia dan malah bersenang-senang berdua. Kini setelah kesenangan berakhir, mereka baru menyesalinya.

"Remi, aku minta maaf, aku..."

"Jangan minta maaf." Remi segera memotong ucapan Bumi. Dia mengalihkan pandangan sembari menutupi seluruh tubuh. Rasa tidak nyaman semakin terasa di sekujur badan. "Kalau kamu minta maaf aku bakal merasa ingin mati, kalau kamu minta maaf..." Remi menghentikan kalimatnya, dia mematung beberapa detik saat melihat bercak darah di atas sprei.

Sembari menggingit bibir, Remi mengerakkan kaki untuk menutupi bercak tersebut dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Pergerakan yang perlahan, tetapi Bumi sudah melihat semuanya.

Wajah Bumi semakin pucat, apalagi saat teringat percakapan semalam.

"Apa ini pertama kalinya?" tanya Bumi saat dirinya tidak berhasil memasuki Remi dalam seksi dorong. Kala itu dia tersenyum lebar sembari menciumi wajah Remi saat melihat wanita itu mengangguk dengan wajah merona. "Terima kasih sudah memberikan yang pertama untukku. Aku akan pelan-pelan dan membuatmu puas dan bahagia sampai tidak ada waktu untuk menyesalinya."

Bumi memukul kepala. Tidak pernah menyesalinya bangsat. Sekarang saja dia sangat menyesal sudah merebut kesucian sahabat baiknya.

"Aku..." Bumi mengusap wajah. Dia tidak berani menatap Remi. Bahkan sekarang dia tidak tahu harus melakukan apa. Ingin bertanggung jawab dan akan menikahi Remi atas semua yang telah mereka lakukan, itu mustahil. Konyol juga, karena Remi tahu siapa yang dia dambakan untuk menghabiskan masa depan dengannya.

"Kita anggap ini tidak pernah terjadi.
Ah, bukan. Ini semua memang tidak pernah terjadi, iya, kan?" ucap Remi menatap Bumi sembari menganggukkan kepala beberapa kali.

Bumi memberanikan diri membalas tatapan Remi. Dia mengepalkan tangan melihat wajah pucat dan mata Remi yang memerah menahan tangis. Bibir Remi juga bergetar sebelum digigitnya sembari menunduk.

"Ya. Ini semua tidak pernah terjadi," kata Bumi pelan setelah menelan ludah beberapa kali. Sesuatu yang tak kasat mata menusuk hatinya. Namun, Bumi abaikan karena tahu itu semua karena dia merasa bersalah.

"Bersumpah lah kamu tidak akan pernah mengingat atau membahas ini pada siapa pun," ujar Remi terbata. Sekeras apa pun dia menahan air mata, rasa sesal semakin membuatnya ingin menangis.

Remi tidak mau mengingat petaka ini, dia ingin melupakan semuanya. Menganggap ini tida pernah terjadi dan tidak ada yang membahas dan pernah mengingat lagi.

"Aku bersumpah dengan hidupku. Aku akan merahasiakannya dan tidak akan mengatakan pada siapa pun. Aku juga akan melupakannya. Seperti yang kamu bilang, ini semua tidak pernah terjadi."

"Iya. Semalam kita hanya tidur-tiduran saja. Tiduran seperti yang biasanya kita lakukan kalau berkumpul bersama yang lain." Remi menganggukkan kepala, menyakinkan diri sendiri. "Tidak terjadi apa-apa, tidak terjadi apa-apa," kata Remi menghela panjang.

Setelah itu dia tertawa, tawa yang dipaksakan. Tawa yang semakin didengar semakin miris. Tawa yang membuat air mata yang coba ditahan sejak tadi merembes keluar. Tawa ironi yang membuat Bumi mengalihkan pandangan sembari menyumpahi diri sendiri.

Sesal sudah pasti, ingin mengulang waktu tentu saja. Namun, semua itu tidak bisa Bumi lakukan. Dia hanya manusia lemah yang terlampau bodoh.

Mereka masih dibuai kebisuan saat dering ponsel Bumi membuat keduanya tersentak. Mereka saling pandang sebelum Bumi bergerak kebingungan.

Remi yang memahami situasi mereka segera mengalihkan pandangan, dia menutup kepala dengan selimut dan memejamkan mata saat merasakan pergerakan Bumi yang terkesan buru-buru.

Keheningan kembali terjadi, sampai Remi menurunkan selimut dari atas kepala saat mendengar ucapan Bumi. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan dengan tak percaya. Remi berharap dia salah mendengar informasi yang diberikan Bumi beberapa detik lalu. Tidak mungkin dia datang sekarang.

"Selvi sebentar lagi sampai. Dia datang bersama yang lain dan juga Raja," kata Bumi pelan. Mereka datang untuk membantu menyelesaikan dekorasi pesta. Namun, Bumi tidak mengatakan hal itu pada Remi.

Ya, Tuhan. Ternyata pendengarannya tidak salah. Raja benar-benar akan datang. Lalu apa yang harus dia lakukan sekarang?

Remi merasa pusing. Dia bingung dan ketakutan.

"Aku akan mengatakan pada mereka kalau kamu datang lebih awal. Aku akan bilang kamu datang setelah aku menghubungimu berkali-kali meski matahari belum menampakan diri."






Dihhhh, gaje banget aku. Belum selesai yang satu, udah nulis cerita lain 😂😂😂

Continue Reading

You'll Also Like

3.1M 153K 62
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
1.1M 44.2K 37
Mereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa ya...
895K 84.2K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
1.5M 136K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...