Testudines:Amongraga

By SiskaWdr10

5.5K 479 230

[Series stories F.3 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Ketika rumah bukan lagi tempat berpulang. "Anak perempu... More

01.Tukang ojeg telepati
02.Surat lamaran menikah
03.Pola pikir Mr.Amongraga
04.Pentingnya menghargai
05.Apa definisi rumah?
06.Nikotin dan ruang bebas
07.Penerus dari peradaban
08.Merima dua kemungkinan
09.Titik berhentinya di lo
10.Gadis pistanthrophobia
11.Sya, semesta minta maaf.
12.Perisai berlekung manis
13.Seisi dunia adalah Raga
14.Raga is not a monster
16.Rumah tentang seseorang
17.Dewasanya figur ayah
18.Sekalipun egois terbesar
19.Tungkai yang kembali mati
20.Kini hujan yang bersaksi
21.Siapa, takdir? that bullshit.
22.Jalan main setiap karakter
23.Sekuat racun peptisida
24.Ada dalam dua kubu sama
25.Beberapa keadaan pelik itu
26.Harapan bercita-cita ada?
27.Pelan-pelan agar sejalan
28.Muncul dari hal sepele
29.Ibu peri pemilik hati tulus
30.Adalah bagian yang patah
31.Arah kian menyepi kesian
32.Seruput coklat hari Rabu
33.Ruang tak pernah hilang
34.Yang bangkit yang sakit
35. Hiii

15.Pemenang kehidupan

127 15 1
By SiskaWdr10

15.Pemenang kehidupan

Mood Nesya jika malam terkadang tidak sebaik pagi menjelang siang. Kesempatan melamun begitu terasa lebih banyak, ia benci ketika melamun otaknya bekerja sendiri memikirkan kemungkinan buruk di masa depan yang bahkan itu hanya terbayang-bayang di kepalanya saja.

Raga:
Siang, nona.

Ah, untuk apresiasi datang di waktu tepat berilah dia panggilan pahlawan.

Otot jantung:
Malem, babu.

Raga:
Semua tamu sudah datang, nona diharapkan turun untuk acara ramah tamah.

Otot jantung:
Bubarin saya gak ramah.

Raga:
Siap laksanakan, nona malam ini ingin makan apa?

Otot jantung:
Mungkin jantung kmu?

Raga:
Boleh, bonus hati. Segera datang.

Otot jantung:
Cancel aja

Raga:
HAHAHA, U SO CUTE.

Di bungkus selimut gadis itu senyum sendiri, untuk pertama kalinya ia dibuat mesem-mesem begini.

Raga:
Sya, ar u okey?

Nesya mendengkus menyadari Raga itu peramal ulung.

Otot jantung:
Sendiri itu tenang, selebihnya sepi.

Otot jantung:
Dafugh, i hate this.

Otot jantung:
Ga, semua orang berhak bahagia ya?

Otot jantung:
I feel insecure and insecurity about them.

Dihapus, mengetik ulang, dihapus lagi----begitu saja sampai sepuluh menit Nesya menghembuskan nafas kasar.

Bertanya seperti itu rasanya ia gadis paling menyedihkan, dan Raga bisa jadi membencinya.

"Apaaa sih insecure ke orang yang tiap hari nyemangatin lo? tolol! itu namanya nggak ngehargain perjuangan dia!" cetus Nesya menunjuk-nunjuk diri sendiri pada bayangan kaca.

Bel rumah memaksa Nesya malas-malasan menuruni tangga, siapa pula yang datang. Ah iya, Bi Fitri hanya bekerja sampai jam lima sore. Jadi setiap malam Nesya berdua dengan major, dan seandaikan major bekerja ke luar negeri, ia mau tidak mau sendiri. Mengenai hal berbau mistik Nesya tidak pernah mencemaskan hal itu.

Major dalam kutipannya selalu mengulang kata: mahluk paling licik dan keji cuma manusia. Mungkin yeaah, karna para hantu takut padanya.

"Pergi."

"Baru dateng gue, sya?" cengiran Raga sirna rengekan bocah. "Urgent nih, grasak-grusuk gue dari rumah."

"Mau cemburu sama siapa lagi?" satu alis Nesya terangkat, curiga.

Raga tertawa, ingat kejadian hujan deras kemarin. "Nggak bisa cemburu, bisanya jadiin lo calon mantu, mantu bunda."

"Garing lo."

"Raga, sya."

Nesya berdecak, cara Raga meralat benar-benar membuatnya dongkol. "Bunda lo mana mau punya mantu kaya gue."

"Kata siapa? orang kata Bunda kriteria menantunya harus kaya Nesya. Nesya Prinzessin, yang ketawanya sedikit, galaknya banyak, hobinya baca, cintanya Raga, pipinya bulet, lucu---"

"Maksud lo gue gendut?" ditajamkan iris matanya. Nesya bukan gadis yang mudah merona bila diberikan rayuan buaya.

"Nggak, sya---"

"BOHONG! gendut ya gue?"

"Eh? nggak."

"Tuh kan!" jujur Nesya kali ini merajuk, bibir mengerut dengan dua alis menukik tajam.

Raga menggaruk tengkuk, mula dari adiknya, Aurora sekarang Nesya ternyata pembahasaan berat badan selalu jadi hal berpengaruh besar bagi mereka. "Nggak, tapi kalo ngambek iya," balas Raga. Dia sudah hafal jalan pintas terbaik.

"Iya apa?!" terkoneksi tiga detik, langsung cepat merubah raut wajah. "Nggak ah, b aja. Orang gue nggak gendut," lanjut Nesya mencoba biasa saja. Raga terkekeh meng-iyakan.

Untuk menghindari beragam jenis fitnah atau kekhilafan antara dirinya dan Nesya, teras depan menjadi tujuan Raga sekarang.

"Ayo, biar banyak," perintah Raga menyodorkan pena penuh coretan tipe-x serta satu kertas kosong sedikit lecek.

"Lo serius semua anak warbes minta TD gue?" maksud Nesya, apa ia penemu bolham atau rumus-rumus fisika sampai mereka ramai-ramai minta tanda tangannya.

"Ah---Auora minta di cesiing hp-nya nih," kembali disodorkan benda bentuk segi panjang hitam polos.

"Punya Kak Aurora tapi dipake hp lo?" celetuk Nesya.

"Gue apa-apa berdua sama dia, ibaratkan udah kaya kepompong berubah jadi amoeba," menyengir santai.

"Kupu-kupu!" ralat Nesya mengambil bolpoin, entah apa tujuannya kali ini Nesya cepat menuruti selagi ia bisa.

"Mereka tuh sya fans garis miring lo, mereka suka sama karya tulis lo, setiap hari kalo ke warbes gue bawa buku novel karya lo, iseng Achung baca gak lama anak lain ikut baca, gak nyangka katanya pacar Raga berbakat banget, lah orang belom?"

Dipuji berbakat membuat Nesya yang selama hidupnya selalu di ceemooh tidak berguna tersenyum hangat. "Belom apa, sih?"

"Pacaran."

Cepat-cepat mengalihkan ke buku. "Definisi pacaran menurut lo apa?"

"Ikatan manis yang beresiko pisah, kita gini aja ya biar nggak pisah?" ucap Raga memeluk dua lipatan kaki, mengunci tatapan pada mahluk lucu di sebelahnya.

Satu tangan Nesya mengibas ke atas. "Sory i'm anti romantic."

Raga tertawa nyaring. "Lucu banget lucu. Jago nulis, sayang kucing, cantik. Aduh.... jadi bingung mau pake adat mana nanti." khayalan Raga sudah mencapai batas maksimum padahal lima detik sebelumnya ditolak Nesya. "Gue suka semua karakter yang lo buat di buku, suka sama cara penulisan yang gampang di mengerti, alur sederhana tapi berkesan dan salipan pesan-pesan di dalemnya. Sya, lo keren. Keren banget."

Jantung Nesya berpacu kencang, gerakan tangan terhenti sesaat. "Harus ditegasin ulang gitu?"

"Iya, biar dunia tau. Mau diulang lagi?"

"Nggak!"

"Cantik."

"Cih."

"Cantik banget."

"Gue colok ya mata lo?" ketus Nesya menimbulkan gelak tawa dari Raga.

Harus, bagaimana pun caranya ia mengubur dalam-dalam jeritan dari dalam hati sana. Coba putar ulang kejadian beberapa jam lalu dengan itu kalian akan mudah tahu arti kehadiran Raga malam ini.

Pertama Nesya insecure kedua berujung obrolan usil sekarang. Semata Raga tahu obat ampuh ketika merasa diri ini tidak pantas dibanggakan.

Ketika orang lain sedang insicure tidak bisa kita harus menyuruhnya 'jangan insecure, kamu cantik dan yeah---bla-bla-bla', hei, apa yang sudah terjadi tidak bisa disiasati untuk kembali ke awal, jalan terbaiknya hanya satu, berikan apresiasi lebih atas sesuatu yang sangat ia sukai lalu imbuhi kata 'cantik' sebagai pemanis bukan sebagai kata 'utama'. Dengan begitu sekalipun kita tidak utuh menguasai paras memesona setidaknya kita unggul dibidang lain.

Sekiranya orang-orang pentinglah yang banyak diminati tanda tangannya, untuk itu Raga melakukan ini, mengide sendiri agar Nesya merasa keren, hebat, jagoan jauh dari insicure dan insicurity.

"Kalo definisi pinter apa menurut lo?" tanya Nesya, tawa Raga berubah gumaman serius. Nesya menyimpan pulpen, tarik nafas lebih dulu sebelum argumen-argumen telak keluar.

Mimik Nesya memperhatikannya begitu serius terkesan lucu bagi Raga, ia mendengus geli. "Dukun."

"Hah?"

"Yeaahhh? dukun. Dukun suka disebut orang pinter, Nesya," balas Raga enetng. Nesya tersulut emosi menggigit otot lengan Raga.

Kesunyian yang hanya milik malam sekarang terganggu oleh suara berisik tawa Raga. "Bodo, ah. Pulang lo!"

"Ini kan rumah kita."

"Dih?!"

"Major sih yang nyicil."

"Iya, gue yang numpang," kata Nesya lanjut menulis di bagian kosong.

"Semua mahluk hidupkan emang numpang di buminya Tuhan, sya?" alis tebal Raga bertaut. Nesya menghela, manggut-manggut.

"Ya-ya-ya, lo gak pernah salah."

"Kalo menurut lo, definisi pinter apa?" pertanyaan dari Raga membuat Nesya mengetuk-ngetuk ujung pena ke arah pelipis.

"LO."

Raga mengerjap. "Gue?"

"Pinter bikin naik darah."

"Kalo darah rendah kan pusing, sya?"

"DIEM, YA?"

"HAHAHA, AMPUN YA?"

Sejurus mimik Nesya kembali serius. "Orang yang bisa antisipasi ke hal-hal berbau penyakit hati. Misal, orang yang lebih percaya realita dari pada ekspektasi. Itu sih definisi pinter di luar pelajaran menurut gue."

"Karna?"

"Karna berharap adalah penyakit yang kita buat sendiri dan bisa jadi celaka kalo nggak sesuai yang kita minta."

"Sya.... enggak ada salahnya berharap terlepas dari harapan itu nggak akan sesuai sama kenyataan, karna sebagai manusia kita emang harus punya harapan," ucap Raga perpaduan lembut dan serak yang mendominasi.

Di dalam sana hati Raga remuk mendengarkan penuturan Nesya, orang yang sudah malas berharap adalah orang-orang yang berulang-ulang dikhianati dunia. Dan Nesya masuk dalam barisan orang-orang tersebut.

"Yahhh, artinya gue bukan manusia?"

Kekehan Raga membuat sekitar hangat, ia menggeleng. "Manusia, lo masih berharap buat tiap tahun ada diskon novel gede-gedean kan?"

Lagi-lagi itu hal sepele namun berhasil membuat Nesya sama seperti manusia lain. Seandaikan Nesya hanya seogok robot Raga adalah baterai, menghidupkan untuk saling melengkapi.

Nesya tercenung untuk enam detik, meringkas inti pembicaraan. "Manusia yang gagal?"

Sayup dari semak-semak jangkrik berdenging, angin meniup anak rambut putih Raga. Bintang gemintang di langit terlihat damai seolah menunggu Raga mengeluarkan monolog pengusik jiwa Nesya.

"Kita itu dari awal udah di takdirin pemenang sama Tuhan, sya. Buat jadi janin terjadi pembuahan lebih dulu, ribuan sperma bakal berlomba-lomba sepanjang kurang lebih 18 cm dari leher rahim ke tuba falopi, yaitu lokasi sel telur. Dari ribuan itu cuma satu yang menang yang lain mati,  S?sperma pertama yang ketemu sel telur bakal usaha nembus cangkang sel telur biar jadi pembuahan. Dalem waktu 24 jam setelah pembuahan terjadi, sel telur bakalan berubah jadi zigot. Zigot ini berkembang jadi embrio atau bakal janin dan menempel di dinding rahim dalam waktu 5–10 hari setelah pembuahan. Terus berkembang, tumbuh bagian tubuh nyerupain manusia di perut Bunda yang tiap hari bakal membesar, dan terakhir hadir ke bumi, itu.... itu si pemenang, sya. Kita-kita yang berhasil singgah di Bumi tuhan adalah pemenang kehidupan."

Tekun di dengar oleh Nesya, dewasa seorang ayah yang tidak pernah ia dapatkan kini bisa dirasa pada sosok Raga. "Bio gue nggak jelek-jelek amat, tau gue tau," balas Nesya kikuk dipandang dalam oleh sorot cemerlang Raga.

"Sya..." agak Ragu tapi sebelum nada itu berubah menyebalkan segera Nesya mendongkak. "Denger gue, sekalipun satu galaksi bilang lo cuma kesalahan gue bakal bilang 'lo emang kesalahan'," katanya hingga mata Nesya melotot.

"Dih? garing lo!" untuk yang satu kata andalan Nesya ini tidak dibalas candaan.

Melaikan mode Raga makin serius, dia juga menunjukan lekung khasnya. "Kesalahan yang punya arti penyempurnaan. Nesya Prinzessin lo tau? setiap penemu terkemuka di dunia pasti nemuin sesuatu dari kesalahan, let's take an example... Archimedes karna air tumpah, Newton kepalanya kejatohan apel, Algoritmi bingung karna scriptnya erorr atau contoh lain setiap kita mau bikin tesis atau skripsi bermula dari kesalahan, diteliti dan dikembangin. Hasil dari setiap kesalahan itu yang berhasil nyempurnain teknologi dunia, peradan manusia sama pola pikir kuno yang stuck di satu titik tanpa gerak, sedangkan lo...."  jari telunjuk kanan Raga ia gunakan membentuk love di udara tepat arah depan wajah Nesya. "Lo kesalahan yang nyempurnain idup gue."

Kacau.

Rasanya detik ini Nesya ada di langit ke tujuh dengan kibaran dua sayap di pundak. Ia mengalihkan pandangan ke depan seraya mengambil botol aqua untuk diminum, gerakan sedikit gemetar tangan Nesya membuat Raga mendengus gemas, kelewat senang.

Sekarang kata kesalahan tidak lagi membuat hatinya tergores, karna Nesya kesalahan yang paling Raga suka.

"Raga lo gak mau pulang aja?" ucap Nesya menegak perlahan air aqua.

"Gue udah pulang."

"Ragaaaaaa."

Cukup sulit sebetulnya mengusir Raga namun pada akhirnya berhasil juga walau bibir anak itu mengerucut, terus saja berkata 'baru dateng' padahal sudah hampir dua jam.

"Jelek lo."

"Gue mau beli rumah deket sini," misuh Raga memasukan kertas penuh tanda tangan Nesya ke saku celana.

"Dihhh?"

Sebelum memakai helem Raga menyodorkan tangannya. "Salim, ayah mau kerja."

PLAK! meringis, bibirnya kembali manyun.

"Nanti boleh izin, ga?" tanya Nesya sedikit ragu.

"Apa?" Nesya mendekat, berbisik.

Bisikan yang membuat senyum di wajah Raga merekah manis, terpikirkan sampai di tengah jalan.

"Nanti boleh izin peluk lo?"

Ah, adat Betawi sudah fix Raga gunakan di pernikahan mendatang dengan Nesya.

Gadis yang pertama kali meminta izin untuk memeluknya. Hanya dia.

******

Badannya menggigil hebat, pias, bibir pucat pasi, tetesan air dari pakaian membasahi lantai, bergetar memencet pasword pintu apart.

Gesit Auora mendekat membantu Raga membuka jaket, mengeringkan rambut menggunkan handuk. Tanpa sepatah kata gadis tinggi ideal itu membuat teh hangat, Raga sendiri pergi ke kamar mandi, bersih-bersih, ganti baju.

Guntur petir di luar masih menggelegar hebat, mengaum pada langit tengah malam.

Teh dan obat di simpan ke nakas, melengos pergi. "Ra...." panggil Raga memakai kaos.

Auora hanya membalikan badan, menunggu Raga menelan sesal, berkata sendu. "Maaf."

"Iya."

"Ra, gue gak apa-apa."

"Iya."

Raga duduk di sisi ranjang. "Mau netflix-kan dulu?" dia bertanya dalam keadaan seluruh tubuh sedingin es.

Sepasang mata Aurora memejam, nafas panjang keluar perahan. Ia berjalan mendekat, mengambil obat Raga dan membukanya. "Raaa..."

"Salah ya kalo gue nggak mau lo ke rumah sakit terus tiap tengah malem, ga? salah, ya? salah banget?"

"Engga, Ra."

"Gimana sih ga otak pinter lo kerja itu? mikir kalo nyeludup tiap malem ke ruangan Tata dia bisa langsung bangun dari koma?" kata-kata di akhir Auora tinggikan. Raga tersekak. "Harus berapa kali, sih, ga. Harus berapa kali gue ulang tindakan konyol lo ini nggak akan ngerubah ke hal baik?"

"Gue cuma takut...." Raga menundukan kepala.

"Takut Tata kecewa, marah, benci karna lo nggak ada dipihaknya? Nggak Raga! dia justru bisa kecewa kalo lo juga ngalamin apa yang dia rasa sekarang, baring di brankar rumah sakit, kasih harepan ke semua orang kalo besok sadar, besok kaya biasa, besok baik-baik aja. Udahhhh, Tata cuma butuh lo ngejalanin hari-hari kaya sebelum semua sekacau sekarang," tutur Aurora mode serius berkali-kali lipat.

Gemuruh hujan mengisi keheningan bersama untuk beberapa detik.

Pandangan Auora menuntun ke jendela, tampias hujan membasahi kaca. "Kulit lo sensitif, kena hujan sedikit aja pasti sakit. Nggak mau neduh karna tau kalo hujan gue pasti ketakutan nunggu lo di rumah sambil bikin teh anget, ya? buat kali ini plis jangan bohong lagi, ga."

Perlahan tatapan Raga memandingi wajah datar Auora. "Lagi?"

Auora mendunduk sambil tertawa getir. "Bekas jahitan di punggung sama perut, Bu Elsa nggak bilang lo kalah tawuran. Dia cuma bilang lo yang bawa pulang puluhan senjata tajem punya lawan, Bu Elsa atau lo yang bohong?"

"Raaa?"

"Atau luka-luka itu karna ketauan lo nyusup terus dipukulin penjaga ayah lo? sebenernya berapa kali lo hampir mati cuma buat bisa liat Tata?" sentak Auora ketus, matanya tajam tetapi selarik kasih sayang bersemayam disana. "TATA GAK MINTA LO MATI, RAGA!"

Demi Raga si gadis pemalas itu mau mengomel, menguntit dan repot-repot cemas. "Gue juga udah ribuan kali bilang kalo Tata sadar atau sekedar ada perkembangan gue bakal langsung kabarin lo! papa atau bunda bakal bilang ke gue. Itu pasti, ga. Pasti."

Diam lagi, Auora mengatur nafas yang menduru.

Raga mengukir senyum simpul, mungkin sudah terlalu lama suara omelan bunda tak lagi berdengung di telinga Raga tetapi ia masih punya Aurora. "Raaa dingin," ucapnya serak sekali.

Auora berdecih, walau begitu ia tetap membantu Raga berbaring, menyelimuti lalu telaten mengompres kepala Raga. "Awas aja kalo bego gini lagi, nggak bakal gue obatin."

Terhitung sudah kesekian kali Auora mengancam begitu, Raga terkekeh, mengangguk saja.

*******

Semerta-merta Alice selalu di kenal lugu oleh semua orang, iya benar. Si lugu yang besar kasih sayang, ia tersenyum hangat ketika Nesya duduk. "Kamu sudah sarapan?"

Alice mengangguk, sedikitpun senyum manisnya tidak mau luntur. "Sudah ya sudah. Tugas rumah itu ada?"

"Tidak ada, ada kabar baik?" tanya Nesya bertanya arti ukiran bibir Alice.

"Eumm, itu."

Nesya membuka tas, memposisikan duduk menghadap Alice. "Bicara saja, ada apa?"

"Kasih terima untuk telah bertahan," katanya memancarkan ketulusan mendalam. "Bertahan sejawuh ini," lanjut Alice menggenggam jari-jari tangan Nesya.

Pagi-pagi begini Nesya dipaksa berpikir. "Kamu hebat!" tambah Alice berseru kemudian memeluk Nesya yang diam dengan wajah bodoh. "Ah...." Alice melepaskan setelah mengusap-ngusap punggung Nesya.

"Ini untuk apa?" dalam pelastik pemberian Alice ada banyak sekali hansaplast.

Kerutan kening Nesya menjelaskan ia berpikir, seperkian detik mereka kontak mata. Mata Nesya terasa memanas, paham apa yang dipikirkan gadis Belanda di depannya ini.

Nesya tidak cengeng. Tidak, tidak, tidak. Ah sial, kenapa hatinya seperti diremat kuat. Beralih mendekat, memeluk Alice. "Terima kasih, Alice. Kamu baik sekali," lirihnya ingin mengatakan hal lebih dari itu.

"Ingat aku ya bila itu kamu cutting akan, boleh kamu dengan tutup pakai hansaplast dari ku," jawab Alice lembut. Dari kejadian lapangan, warbes dan kemarin ribut besar-besaran Raga dengan Regan, Alice tahu keadaan mental temannya tidak sebaik yang ia kira. Bahkan jauh sekali.

Percayalah, ketika beribu orang menyepelekan luka dari dalam dan hanya satu saja yang peduli datang, mementingkan hal itu pernyataan buruk tentang dunia akan sedikit berubah.

Di meja paling belakang Aelius ikut tersenyum, memotret untuk lapor pada Raga. Sejak hadirnya Nesya satu-persatu anak warbes mulai jujur jika mereka juga 'remaja pendusta hampir gila di balik topeng baik-baik saja'.

"Sya!" panggil Aelius mendekat, dasi terikat di kening. "Nanti pulang bareng Raga kata dia."

"Ngapain harus bilang ke lo?" Nesya lebih judes betulan hanya pada Aelius saja.

Aelius sudah kebal, ia santai memperlihatkan pesan dari Raga.

Raga money:
Gw sibuk lagi berfotosintesis.

Buru-buru Nesya keluar, menacari Raga. Ya, benar. Anak itu menyengir diterpa sinar matahari tepat tengah lapangan, bahasanya yang agak  bingung membuat Nesya geli terkekeh, balas melambaikan tangan.

Brandal itu dihukum karna kasus berkelahi dengan Regan kemarin, tindakan salah wajib mendapatkan hukuman.

Dan hukum alam bersaksi membawa Nesya ke momen dimana si rambut putih dapat membawa ia pergi ke istana dongeng impiannya.

******

Nanti di kasih tau kenapa kontak Nesya dikasih nama otot jantung sama Raga, tunggu saya FRENNN.

Continue Reading

You'll Also Like

544K 20.6K 34
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 49.3K 22
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
800K 95.8K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
3.1M 157K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...