DESTINY IN MY LIFE || [PJM]✓

By rezamelissaa

94.3K 9.7K 1.4K

"Anak kecil harus pulang." Jimin menggenggam tangannya. Berharap yang ia cari sedari tadi bisa ia bawa kembal... More

| FOREWARD |
| Prologue |
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38- END!
Extra Chapter🔥
Destiny 1'Nuit.
Update

Part 13

2K 202 5
By rezamelissaa

Selamat membaca, semoga ga bingung ya sama alur nya.

Boleh minta vote nya dong 🤭





Sebelumnya, ah tidak—maksudnya, sudah dua kali berhubungan selama menikah setelah Alisa ingat-ingat kembali, gadis itu tidak pernah punya perasaan takut sedikitpun sebab yang terjadi memang tidak pernah ia ketahui akan mereka lakukan. Tapi kali ini?

Ya, ini jelas sangat berbeda.

Yang kali ini seperti terencana. Jimin baru saja berucap, berarti secara langsung Alisa sudah di beri tahu.

Dimulai cara Jimin menatapnya yang begitu teduh. Dua sorot manik itu sejak beberapa saat lalu, dimulai Jimin membawa tubuhnya kedalam gendongan hingga kini mereka sudah berada diatas kasur sedang Jimin berada diatas tubuhnya, maniknya sama sekali tidak berkedip bahkan berpaling sedikitpun.

Alisa masih diam menatap wajah tampan yang berada diatas sana. Lingkar mata dan alis rapi tebal itu terlihat sempurna jika diperhatikan dengan jarak sedekat ini. Hidung minimalis dan bibir merah tebal yang sejak tadi menggoda benar-benar membuat Alisa terbuai. Pesona Jimin memang sangat dahsyat. Alisa mengakui itu.

Bahkan pria itu tidak bergeming sejak tadi. Tatapannya yang kian dalam menusuk Alisa setiap detiknya. Ada tuntutan yang sedang Jimin berikan. Alisa jelas tau dari sorot mata yang benar-benar berbeda. Ada rasa ingin yang teramat dalam pun amarah yang sepertinya sedang bercampur.

Hingga tanpa sadar dan entah keberanian dari mana, jemari lentik nan lembut Alisa terulur begitu sopan mengusap wajah tampan yang sejak tadi diam sedang menatap tanpa bergeming. Refleks Jimin menutup kedua mata seolah menyukai sentuhan yang Alisa berikan.

"Apa begini membuat Oppa tenang?" suara lembut dan pelan itu menyapa Jimin begitu baik ditengah kamar yang sudah redup entah sejak kapan. Alisa menyapukan dua jari lentiknya pada kening Jimin yang sedikit basah. Lalu kembali menangkup kedua sisi pipi indah yang Alisa yakini tidak banyak orang yang bisa menyentuhnya.

Jimin mengangguk begitu lambat. Sedang kedua maniknya semakin sayu.

"Hmmm, aku suka disentuh seperti itu." jawabnya. Kalimat yang berhasil menusuk Alisa kembali sambil menelan ludah.

Kalau boleh jujur, saat ini Alisa hanya bermodal yakin saja. Yakin bahwa ada suatu hal besar yang sedang Jimin pikirkan disamping ucapannya sedang berusaha mempertahankan rumah tangga mereka. Tidak banyak yang bisa Alisa simpulkan. Disamping pertanyaan-pertanyaan yang membuat pusing kepala, Alisa lebih tertarik masuk kedalam permainan Jimin yang entah berujung indah atau menyakitkan. Karna nyatanya, perasaan nyaman yang begitu besar dan merasa dilindungi saat berada disamping Jimin sudah berhasil mengalahkan pemikiran aneh dalam benak Alisa.

Tangan Alisa yang semula bergerak meneliti pahatan sempurna ciptaan untuknya ini, kemudian berhenti. Meski diberi penerangan dari lampu jalanan yang memancar dari celah tirai jendela, tapi Alisa jelas tau bahwa Jimin saat ini sedang tersenyum menatapnya. Pun Alisa ikut tersenyum juga, dengan alasan yang tidak ia ketahui.

"Kenapa?" tanya Alisa begitu pelan dan lembut. Saat ini kedua tangan nya pun sedang bergelayut manja di leher Jimin. "Kenapa Oppa tersenyum?"

Jimin sedikit menundukkan wajahnya, dan menggeleng lirih. "Aku sedang memastikan sesuatu Alisa."

"Apa yang sedang Oppa pastikan, hmm?"

"Kau mencintaiku?"

Deg

Sedetik, jantung Alisa rasanya berhenti berdetak. Kedua tangan yang bergelayut di leher Jimin pun spontan Alisa lepaskan. Gadis itu langsung memalingkan wajahnya menatap keluar jendela.

Alisa tidak menghindar, dan bukan juga memberi jawabam bahwa dia tidak mencintai Jimin.

Tapi rasanya jika perasaan Alisa saat ini disebut cinta, itu akan terdengar seperti bualan anak-anak yang baru dekat dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Perasaannya saat ini tidak seperti itu. Alisa bahkan belum bisa mengatakan kalau ia sudah mencintai Jimin atau tidak.

"Aku tidak ada disana. Tatap aku saat aku sedang bicara denganmu." Jimin menarik dagu Alisa pelan. Dan tatapan mereka kembali bertemu.

"Apa kau mencintaiku?"

Lagi, Jimin bertanya sedang Alisa ingin sekali menghindar dan menghilang. Karna dia bingung, kalimat seperti apa yang patut ia utarakan untuk menjawab di situasi seperti ini.

Alisa tidak langsung menjawab. Gadis itu malah mendaham pelan dan memalingkan wajahnya lagi kearah lain. Seketika Jimin tersenyum lagi.

"Tidak ada pria lain kan selain aku?" Jimin sedang memastikan.

"Tentu saja tidak." jawab Alisa dengan cepat.

Satu kecupan pun mendarat di kening Alisa tanpa aba-aba.

"Apa ini artinya kita sudah berdamai?"

Lama—Alisa menelisik sesuatu dibalik kedua mata yang sipit nan indah dihadapannya. Tatapannya lembut, tapi penuh tanda tanya. Sesekali Jimin tersenyum, pun tangan gagahnya mulai menyentuh anakan rambut Alisa kemudian ia elus.

"Ayo bicara yang banyak malam ini," ajak Alisa dengan suara pelan terdengar serak seperti berbisik. Tangan sebelah kanannya begitu ringan mengelus pipi Jimin kembali dengan lembut. "Aku ingin bertanya dan ingin tahu banyak tentang, Oppa."

Mendengar itu, Jimin langsung menjatuhkan tubuhnya kesamping Alisa. Dipeluknya tubuh gadis itu dengan erat sambil mengambil posisi nyaman di leher Alisa. Mengendusnya dan menciumi leher Alisa samar-samar.

"Tanya apa yang ingin kau tanyakan. Malam ini atau tidak sama sekali." suara serak nan terdengar setengah malas itu menggema jelas didekat telinga Alisa. Tangan kekarnya bergerak semakin mengeratkan pelukan.

"Bagaimana dengan Shin Hyejin?"

Deg

Pertama, Jimin memang tau kenyataan bahwa Alisa sudah mengetahui soal Hyejin. Kedua, Jimin tidak menyangka kalau Hyejin adalah pertanyaan pertama yang Alisa tanyakan. Tadi nya Jimin pikir Alisa akan bertanya soal ucapannya semalam, ucapan soal menikah lagi atau bercerai. Apa selama ini Alisa terganggu dengan Hyejin?

"Oppa!" sentak Alisa menyenggol perut Jimin dengan siku nya pelan.

Jimin mendaham, "Kenapa dengan Hyejin? kau ingin tau apa?"

Dengan cepat Alisa menoleh kesamping. Menatap kedua manik Jimin yang berjarak beberapa senti saja. "Bagaimana hubungan kalian? apa yang sudah kalian rencanakan? dan bagaimana perasaan Oppa pada Hyejin Eonnie setelah kita menikah?" Alisa tidak sabaran, beberapa rentetan pertanyaan mengucur begitu saja dari mulutnya. Gadis itu sudah kepalang penasaran.

Sebelum Jimin menjawab terlebih dulu dia mengganti posisi tubuh Alisa yang tadi nya tertelentang jadi menghadap kesamping. Memunggunginya sehingga Jimin dengan leluasa menelusupkan tangan kedepan perut datar Alisa dan memeluknya erat.

Jimin kembali membawa wajahnya bergelayut nyaman di ceruk yang menyeruakkan harum tulip bercampur violet. Rasanya, segar aroma tubuh Alisa seperti terapis baru untuk hidungnya.

"Aku mencintainya, sangat mencintainya." jawab Jimin pertama. "Tapi dia tidak lagi mau menerima cintaku."

Oke, Alisa berusaha memahami.

"Aku pernah berjanji menikahinya, tapi takdirku ternyata bersamamu." Jimin semakin mengeratkan pelukan dan semakin merapatkan tubuhnya dengan sang istri. "Hubungan kami saat ini tidak lebih dari urusan pekerjaan. Meski di kantor aku sering mengganggu dan memancing agar Hyejin mau bicara padaku, ternyata dia memang memilih mundur."

Mengetahui bahwa ternyata Jimin masih berusaha mendekati Hyejin, rasanya sakit. Sangat sakit. Hingga tanpa sadar Alisa meremas ujung bantalnya sangat kuat. "Jadi selama ini Oppa masih berusaha untuk memperbaiki hubungan kalian?" tanya Alisa bergetar. Ia sangat berharap Jimin memberikan jawaban yang ia harapkan.

Tapi ternyata dugaan Alisa salah.

"Hmm, aku berusaha keras agar Hyejin memaafkanku."

Sial! Alisa semakin kesal. Mendadak ia kecewa pada Jimin. Alisa merasa bahwa hanya dia sendiri yang menganggap penting pernikahan ini. Karna itu lah Alisa semakin kuat meremas ujung bantal sedang pikirannya panik dan hatinya memanas.

Jimin yang menyadari kekesalan Alisa, dan peka dengan situasi langsung menggenggam tangan si gadis seraya berusaha melepaskan tangannya yang meremas bantal. Kemudian Jimin usap-usap punggung tangannya dengan lembut.

"Kenapa? kau tidak suka?"

Alisa memejamkan maniknya yang sejak tadi tidak kuasa menahan linangan air mata. Alisa pun hanya diam.

"Kenapa marah, hmm?" tuntut Jimin soal respond Alisa barusan. "Aku sudah mengatakannya sejak awal bukan? aku sudah memberitahu kalau ada seseorang yang sangat aku cintai. Aku punya kekasih yang ingin aku nikahi. Aku sudah menawarkan padamu untuk membatalkan pernikahan ini, tapi kau? kau tetap mau melanjutkannya." setelah mengatakan hal panjang lebar, Jimin kembali mengeratkan pelukan mereka. Mengecup leher Alisa beberapa kali sebelum berucap lagi.

"Tapi tetap saja, takdirku saat ini adalah dirimu."

Dan Alisa hanya bisa menelan semua kalimat Jimin dalam diam.

"Kau tidak ingin bertanya kenapa Jackson Hyung banyak bicara padamu?" Jimin meletakkan bibirnya dibahu Alisa. Menyisakan jarak yang begitu tipis yang membuat Alisa bisa merasakan gerakan bibir tebal Jimin saat bicara. "Dia datang bukan untuk berdamai," beritahu Jimin.

Alisa lantas menoleh sebentar dari sudut mata menatap Jimin dibelakang tubuhnya. "Lalu?"

"Apa lagi tujuannya kembali kalau bukan ingin menghancurkan hidupku." kemudian Jimin melepaskan pelukan. Jimin menelentang dengan sebelah tangan ia lipat lalu dijadikan sebagai bantal.

"Aku lebih suka dipeluk dari pada dibiarkan seperti ini." lanjut Jimin sambil menghela napas payah.

Alisa yang masih memunggungi Jimin dengan cepat membalik badan. Ia lihat pria itu tengah menatap langit-langit kamar dengan wajah datarnya.

"Apa hubungan Oppa dengan Jackson Oppa tidak baik?"

Jimin mengangguk.

Pelan-pelan, Alisa meletakkan tangannya di atas dada Jimin. Lalu merapatkan tubuhnya. Jari telunjuk dan jari tengahnya mengetuk-ngetuk pelan diatas dada Jimin. Sesekali ia usap sebelum akhirnya Alisa lingkarkan begitu erat.

Jimin tersenyum sebentar.

"Ceritakan semuanya biar aku tahu apa yang tidak aku ketahui," Alisa menatap Jimin, dan Jimin pun menatapnya. "Aku ingin memahami semuanya dengan baik. Oppa jangan takut, aku sudah cukup dewasa untuk memahami kehidupan." gadis kecil itu pun tersenyum.

"Anak kecil tidak akan mengerti secepat itu. Setelah aku menceritakannya, ini akan menjadi beban untukmu, aku takut sekolahmu terganggu karna masalah ini."

"Tapi aku sudah besar, bukan anak kecil lagi. Aku sudah bersuami, dan ini.." Alisa menepuk-nepuk beberapa kali dada Jimin memberitahu. "Ini suamiku." katanya.

Mendengar itu Jimin terkekeh geli. "Benarkah?"

"Hmm," angguk Alisa serius. "Kalau menurut Oppa cerita yang akan ku dengar akan mengganggu sekolahku, perlu Oppa ketahui.." Alisa mengangkat jari telunjuknya memperingatkan. "Oppa sudah sering mengganggu sekolahku. Oppa meliburkanku tanpa izin lebih dulu kepada guru dan menculikku dengan alasan yang tidak jelas."

"Tapi aku tidak menculikmu."

"Iya!" jawab Alisa cepat.

"Tidak!" Jimin pun tidak mau kalah. "Kau sendiri yang bersedia."

"Itu karna aku dipaksa."

Jimin menatap Alisa tidak percaya. "Aku tidak pernah memaksamu Alisa,"

Dan Alisa juga tidak mau kalah untuk membela diri. "Jadi, memaksa ku masuk kedalam mobil, lalu ditengah jalan membentakku, dan memutar tujuan sekolah dengan 'hari ini kita ke Villa, Han sudah mengurus semuanya' ..." Alisa pun mengikuti gaya bicara Jimin. Membuat Jimin tidak tahan untuk tidak tersenyum saat memperhatikan bibir kecil itu tidak berhenti bicara. Gemas...

"Apa itu tidak memaksa?"

Dengan tampang tidak bersalah, Jimin menggeleng. "Tidak."

"Woaaahhh...." Alisa langsung melepaskan pelukan, lalu bangkit dari posisinya. Tapi Jimin dengan cepat menahan dan minidurkan Alisa kembali.

"Itu namanya memaksa!" kekeh Alisa masih sama. Sedangkan Jimin saat ini. begitu tenang memperhatikan wajah cantik sang istri dengan posisi menyamping. "Bagaimana bisa aku sukarela kesini jika tidak dipaksa. Oppa selalu mengatakan aku anak kecil menyebalkan, tapi asal Oppa tau..." Alisa ikut menyampingkan tubuhnya berhadapan dengan Jimin. Jari telunjuknya ia layangkan dengan cepat tepat di depan ujung hidung minimalis Jimin. "Oppa lebih menyebalkan menurutku!"

Tawa Jimin pecah menggelegar. Susah payah ditahan, ternyata lepas juga. Hal yang membuat Alisa keheranan. Jimin tidak berhenti tertawa keras sambil mengelus-ngelus puncak kepalanya. Beberapa kali Jimin memeluk Alisa kemudian ia lepaskan. Lalu lanjut tertawa dan mengelus puncak kepala Alisa. Lalu memeluk lagi dan melepaskannya. Kemudian tertawa dan seperti itu hingga beberapa kali, sampai membuat Alisa sangat kesal.

Tanpa aba-aba Alisa menutup mulut Jimin dengan telapak tangannya.

"Diam! kita kembali ke topik." titah Alisa tegas.

Jimin mengangguk pasrah, lalu Alisa melepaskan tangannya dari mulut Jimin.

Tapi baru sedetik, Jimin kembali tertawa sambil memeluk Alisa erat. Tangan besar itu mengacak-acak rambut Alisa sampai puas. Dan Alisa hanya pasrah. Selain heran, Alisa juga ikut tersenyum karna ini kali pertama Alisa mendengar Jimin tertawa lepas. Dan yang membuat Alisa lebih bahagia adalah alasan Jimin tertawa seperti saat ini adalah karna Alisa.

Setelah merasa puas dengan ucapan Alisa yang menurutnya sangat lucu, Jimin mengurai pelukan. Dia tersenyum sambil mengusap-usap pipi mulus sang istri.

"Terimakasih."

Alisa yang tidak mengerti kenapa Jimin malah berterima kasih hanya diam sampai Jimin melanjutkan kalimatnya.

"Cintai aku," lanjutnya.

Alisa semakin tidak mengerti. "Tugasku memang mencintai suamiku, bukan?"

"Tapi aku serius."

"Apa aku pernah bercanda dengan setiap kalimat yang aku ucapkan untuk Oppa?"

Jimin tersenyum lagi.

"Alisa..." panggilnya parau.

Dan Alisa menatap Jimin dengan manik berbinar menunggu.

"Apa kau siap mengandung anakku?"

*****

Jackson sedang tersenyum simpul menatap video yang ditampilkan pada layar tab dipangkuannya. Sekaleng soda berwarna biru kecil sedang ia genggam disebelah tangan lainnya.

Beberapa kali maniknya bergantian menatap tab dan lembaran-lembaran foto yang sudah di sejajarkan diatas meja kaca kecil dihadapannya.

"Siapa namanya?" tanya Jackson sangat tenang. Suara beratnya mengintrupsi ruangan besar yang sunyi itu.

Beberapa pria berkulit hitam besar berdiri tegap dihadapannya. Dengan seorang pria bertubuh kecil sebagai pemimpin. Namanya Nam. Statusnya sama dengan Han. Kepala pengawal dan tangan kanan Jackson.

"Namanya Shin Hyejin, Tuan" beritahu Nam.

"Dan ini adik kandungnya." Nam mengangkat selembar foto yang berbeda. Menampilkan wajah tampan Yeonjun dengan seragam sekolah.

Jackson langsung mengangkat sebelah alisnya keatas.

"Yeonjun." Nam memberitahu lagi. "Dia satu sekolah dengan Nona muda."

"Nona?" Jackson tertawa. "Ah baiklah, dia memang nona jika menikah dengan Jimin. Dan akan menjadi nyonya jika menikah denganku."

Nam hanya mengangguk kecil, memahami apa yang tuan nya ucapkan. Beberapa lembar foto sudah berada ditangan Jackson masing. Ada dua foto Hyejin dan satu foto Yeonjun. Dan satu lagi—Doyoung Jin.

Jackson mengibas-ngibaskan foto seorang pria berbadan gemuk dan sedikit tampak tua. Berstelan serba hitam, memakai kaca mata hitam, perut buncit dan kalung dari rantai itu menggantung di lehernya.

"Jadi, apa dia menerima tawaran itu?"  Jackson menggoyang-goyangkan foto pria yang ada ditangannya, memberitahukan pada Nam bahwa yang ia sedang ia bicarakan adalah Doyoung.

Nam mengangguk pasti. Tangan kanannya meronggoh saku dalam jas dan mengeluarkan ponsel dari sana. Beberapa saat setelahnya Nam memberikan ponsel itu kehadapan Jackson, dengan layar tampilan memperlihatkan foto Doyoung sedang memegangi dua plastik bening berisi bubuk berwarna putih.

"Dia sudah menerima 1 ton barang itu dari kita dan sejumlah uang."

Entah kenapa Jackson tersenyum kembali. Dia merasa kali ini takdir memang berada disisinya. Jimin dan hidupnya sudah berada didalam genggaman. Bak balon yang sudah berisi angin, Jackson hanya perlu menusukkan jarum maka balon itu akan hancur. Seperti itu lah Jimin.

Sebenarnya Jackson tidak terlalu begitu membenci Jimin. Karna nyatanya, target Jackson bukanlah Jimin sejak dulu. Tapi Jackson merasa Jimin begitu angkuh dan buta karna kasih sayang serta perhatian yang lengkap ia dapatkan dari ayah dan ibunya, sampai-sampai ia lupa bahwa Jackson sedang menderita. Dan sejak itu, Jackson merubah targetnya yang dulu adalah Sora, diganti menjadi Jimin.

"Apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Tuan." Nam bertanya, memastikan tugas baru yang akan ia kerjakan dalam tujuan bos nya kali ini.

Setelah di pisahkan puluhan tahun, akhirnya Nam bisa melihat Jackson bebas. Bebas dari kuasa Yohan dan antek-antek Yohan yang menjagai Jackson agar pria itu tidak mengacau lagi ke Korea.

"Aku ingin kalian mengawasi Alisa dan pemuda ini..." Jackson melemparkan foto Yeonjun ketengah meja.

"Buat dia menjadi senjata kita untuk melawan Jimin. Aku tidak ingin tangan kalian kotor, tolong bermain dengan bersih."

"Baik, Tuan."

"Dan satu lagi," Jackson berdiri dari duduknya masih memegangi foto cantik Hyejin seraya ia kibas-kibaskan. "Apapun caranya, aku ingin secepatnya gadis ini dan Jimin harus sudah menikah."

Nam menegapkan badannya menatap lurus ke arah Jackson. "Baik, Tuan." jawab Nam tegas.

Kemudian pria itu pergi meninggalkan Jackson dalam ruangan. Dalam keadaan tenang, Jackson lagi-lagi tersenyum memandangi foto Alisa dan Hyejin yang ia sejajarkan. Jari nya mengelus permukaan foto Alisa seraya ia bandingkan dengan foto Hyejin. Lantas dia bergumam.

"Hai, calon istriku." ucapnya.

[]

Continue Reading

You'll Also Like

204K 14.2K 37
🔞🔞 warning area 🔞🔞 Model cantik Nam Jieun harus merelakan pekerjaannya karna video panasnya bersama Kim Taehyung yang tersebar luas di media. Nam...
31K 3.2K 106
Penulis : 灯火明亮 Chapter : 106 + Ekstra [Ga di edit] Sang Yi'an meninggal dalam kecelakaan mobil, tetapi dia tidak menyangka akan diikat oleh sistem um...
69.4K 8.4K 33
Kim Yerim, gadis cantik itu baru saja ditipu oleh kekasihnya saat sampai di Jepang. Ia tak tau lagi harus berbuat apa, paspor dan uangnya habis tanpa...
103K 9.9K 26
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...