Cahya dan Ellgar menunggu di ruang tunggu berdua karena Mars langsung pergi untuk bergabung dengan Genta. Sedangkan Rival sedang diobati luka-lukanya di dalam ruang rawat.
Kedua kakak adik itu saling diam dengan kedua tangan yang saling menggenggam erat.
"Maafin Abang," ungkap Ellgar pada akhirnya. Ia paham ini salahnya karena melibatkan Rival dalam tanding balap saat itu.
"Lagian lo kenapa, si, Bang? Kelakuannya nggak ada yang bener mulu, yang tawuran lah, yang balap lah. Sekarang cowok gue jadi luka kan?!" omel Cahya sambil melotot.
"Asal lo tau ya, Bang. Jelek-jelek gitu Rival itu masih cowok gue. Dia luka dikit juga gue nggak terima!"
Ellgar menghela napasnya pasrah. Telinganya pasti akan pegal mendengar segala ocehan Cahya.
"Ta-tapi kadang lo sendiri yang nglukain Rival 'kan? Emangnya gue nggak tau apa kalo lo sering jewer sama mukul dia?!" balas Ellgar membuat Cahya tersenyum kikuk.
"Dasar lo ya!" umpat Ellgar sambil menjitak jidat Cahya. Ia gregetan bukan main sama adiknya ini.
Cahya mengusap bekas jitakan Ellgar. "Jangan sampe lo gue panggil Gledek di sini nanti saat temen-temen lo dateng, Bang!" ancam Cahya gantian. Abangnya paling tidak suka dipanggil Guntur ketika sedang di luar rumah. Katanya alasannya karena nama itu jadul.
Ellgar yang sebal langsung mengambil dompetnya di saku celana lalu mengeluarkan lima lembar uang ratusan untuk diberikan kepada Cahya. "Nih! Udah gue sogok! Diem lo!"
Cahya menyengir. Matanya langsung berbinar melihat uang merah. "Thank you, Abang! Jadi sayang deh!"
"Sayang apa?"
"Sayang sama dompetmu!"
Cahya terkikik geli lalu memasukkan uang itu ke saku bajunya.
"Lo kenapa deh kalo sama Rival ngucapin makasih pake kata Sangkyuuu? Emang apa artinya?" tanya Ellgar penasaran. Ia sering menguping pembicaraan Rival dan Cahya. Ketika Rival memberikan sesuatu, Cahya selalu mengucap kata plesetan itu.
"Itu mah sama aja artinya kaya thank you," jelas Cahya.
"Boong lo!"
"Dua ratus ribu lagi, baru gue jawab, Bang!"
Di dunia ini tidak ada yang gratis. Wajar saja Cahya meminta itu, apalagi hanya kepada Abangnya.
Ellgar yang penasaran langsung memberikan uang ratusan dua lembar lagi. "Udah tuh. Kenapa lo selalu jawab pake kata Sangkyuuu?"
Cahya terkekeh malu sebelum menjawab.
"Jangan bocorin ke Rival, ye, Bang?" mohon Cahya. Ia sebenarnya malu mengatakan ini.
Ellgar mengangguk menyetujui.
"Sangkyuuuu itu kepanjangan dari sayangku thank you."
Ellgar menatap adiknya jijik. Alay sekali anak perempuan Bumi ini. Ellgar ingin mengeluarkan Cahya dari daftar keluarga jika seperti ini. Ia malu bukan main.
"BUCHEN!!"
"Gue bucin sama duitnya Rival aja kok."
"Halah bulshit lo!"
Perdebatan keduanya berhenti ketika dokter keluar dari ruang rawat. Ellgar dan Cahya langsung berdiri menghampirinya dengan mimik muka cemas.
"Gimana keadaan adik saya, Dok?" Suara tegas Ellgar terdengar. Cahya speechless mendengar Ellgar mengakui Rival sebagai adik, bahkan dia yang adik kandungnya saja jarang diakui.
"Baik. Cuman lukanya sedikit parah aja. Kayanya otaknya masih berfungsi, mulutnya juga masih sehat untuk berbicara kok," jawab Dokter bername tag Andri itu. Ia mengatakan itu, karena pasien tadi tidak henti-hentinya berbacot ria saat diobati.
"Terima kasih, Dok."
"Sama-sama." Dokter Andri pergi. Sedangkan Ellgar dan Cahya langsung masuk ke ruangan Rival. Keduanya melongo ketika melihat Rival duduk santai di ranjang sambil memakan apel.
Imfus sudah terpasang di tangannya. Beberapa perban juga di pasang di jidatnya. Tapi raut wajah Rival tidak seperti orang sakit.
"Gila! Mahluk apa lo sebenernya, Val? Udah tengil aja padahal abis dikeroyok," ceplos Cahya lalu menghampiri Rival di pinggir ranjang.
"Mahluk tertampan di muka bumi ini."
"Halu!" ceplos Cahya bersamaan dengan Ellgar.
"Lo udah hubungin Papa gue?" tanya Rival kepada Ellgar.
"Udah. Bentar lagi mungkin dateng."
"Yahh ... harusnya nggak usah. Kasian premannya nanti di penjara seumur hidup," ungkap Rival. Papanya tidak main-main jika menghukum orang.
"Sok-sokan lo, Val," hina Cahya sambil menyerobot apel yang sudah digigit oleh Rival. Dengan santainya Cahya memakan itu.
"Adek lo astaga!" Emosi Rival menggebu-gebu.
"Astaga Cahya! Buang apel itu! Gue takut lo terkontaminasi virus tukang bacot Rival!" suruh Ellgar.
Rival menggelengkan kepalanya pelan. Tak habis pikir mempunyai pacar dan calon ipar yang hobinya ngehujat. "Modelan kakak adik nggak ada akhlak kek gini nih."
"Gue hapus dari list calon adek ipar tau rasa lo," ancam Ellgar dengan mata mendelik.
"Hapus aja, Bang. Ganti sama nama Genta." Cahya cengengesan.
"Genta emang ganteng, Cay. Tapi rasa nyaman lo kan sama gue."
"Tapi Genta banyak duit, kenyamanan gue itu dateng karena duit. Jadi ... yaaa nyaman-nyaman aja sama Genta, mana ganteng juga. Bonus itu."
Ellgar tertawa ngakak. Sedangkan Rival mukanya berubah masam. "Sana pulang."
"Kok ngusir?"
"Papa gue bentar lagi dateng. Lo pulang aja, Cay."
Cahya kaget dengan usiran itu. Apa ia terlalu memalukan sampai Rival tak mau papanya bertemu dengannya? Perasaan ia juga tak begitu jelek-jelek amat.
"Lo malu pacaran sama gue, ya?" tebak Cahya dengan muka masam.
"Iya." Rival terkekeh melihat raut kecut Cahya.
"Rival gue masih di sini. Mudah bagi gue bikin lo mampus!" ancam Ellgar. Ia tak terima adiknya diperlakukan seperti itu.
"GUE JUGA MALU PUNYA PACAR KAYA LO. NGGAK GOOD LOOKING, NGGAK GOOD MONEY, GOOD ATTITUDE AJA JUGA ENGGAK!" sentak Cahya menggebu-gebu. Tangannya lalu merangkul tangan Ellgar. "Ayo pulang, Bang. Biar dia sendirian di sini."
"Ta-tapi Papa Reynald punya kriteria semua itu, good looking, good attitude, good money yang pasti. Gue takut lo jatuh cinta sama Papa gue, Cahya. Makanya gue suruh lo pulang!" jelas Rival pada akhirnya.
"Ya nggak mungkin lah. Masa gue suka sama bapak-bapak!"
"Andai lo tau, bapak gue itu menolak tua. Lebih ganteng dia daripada gue."
"Hah masa? Gue jadi mama tiri lo aja gimana, Val?" Raut Cahya berubah berbinar bahagia. Tujuannya hanya membuat kesal Rival.
"Siap-siap aja dikasih rudal sama Mama Killa triple kill."
Rival menarik tangan Cahya pelan untuk mendekat ke arahnya. Rival merapikan rambut Cahya yang berantakan lalu mengusap keringat di pelipis cewek itu menggunakan tangannya.
"Pulang sana. Terus makan. Thanks udah nolong gue, thanks juga udah rela bolos demi gue."
Cahya mengangguk lalu tersenyum simpul. "Sama-sama. Tapi nggak gratis. Traktir gue seminggu!"
Anjengg sekaleeee!
"Canda. Tapi serius nggak pa-pa," ucap Cahya lalu tertawa kecil. Tangannya bergerak mengelus rambut Rival penuh sayang. Hobinya akhir-akhir ini menyentuh rambut hitam itu. "Cepet sembuh ya. Biar ada yang gue plorotin."
"Iya, Sayang."
"Bunuh aja gue udah! Nggak tahan ngeliat radius keuwuan jarak satu meter!" keluh Ellgar yang selalu menjadi angin antara mereka berdua.
"Anggep aja setan, Cay." Dengan entengnya Rival mengatakan itu.
"Rival anjenggg!"
*****
Thank you❤️ jangan lupa tekan bintang ❤️