Di sinilah Ardan sekarang, ruang tamu Keluarga Bran. Sang kepala keluarga menyambut Ardan dengan tangan terbuka dan senyuman di bibirnya.
“Tumben kesini, Dan” ucap Arkan.
“Iya Om, sengaja” jawab Ardan. Ia lalu celingak-celinguk mencari keberadaan seseorang.
Arkan yang mengerti lantas membuka suaranya, “Cari Nana?” tanyanya sambil tersenyum.
Ardan tersenyum kecil, “Iya Om, boleh dipanggilin? Kangen nih”
“Dasar anak muda kasmaran” Arkan lalu berjalan menuju kamar Nana untuk memanggil Nana agar turun.
Selang beberapa menit Arkan turun, ia duduk di depan Ardan lagi, “Lagi siap-siap katanya” ucapnya sambil menyeruput tehnya.
Ardan ber-oh kecil.
“Kamu sejak kapan suka sama Nana?” tanya Arkan.
“Sejak beberapa minggu yang lalu, Om”
“Kok bisa suka?”
Ardan tersenyum malu.
“Cinta pandangan pertama ya?”
Ardan kaget, namun ia mengangguk kemudian.
“Kalo kamu cuma mau main-main sama Nana, Om ga bakal merestui kamu. Tapi kalo kamu niat dan bertanggung jawab atas hubungan ini, Om bakal kasih lampu hijau.”
“Beneran, Om?”
Arkan mengangguk. Tak lama Nana pun turun, dia memakai celana putih panjang dan hoodie pink, kesan lucu dan tertutup.
Nana mendekati Ardan dan Arkan. Arkan yang tau situasi pun mulai pergi meninggalkan mereka berdua.
“Jangan aneh-aneh” ucap Arkan sebelum pergi meninggalkan mereka.
Nana duduk di sofa samping Ardan.
Ardan tersenyum, “Nih aku bawain boba, kamu suka ini kan?” ucapnya menyodorkan 2 cup boba.
“Kok tau?” Nana mengambil 1 cup dan menyedotnya.
“Tau dong”
“Om ngapain kesini?”
“Bosen di rumah, mending kesini liat kamu”
Nana tertawa pelan, “Kangen ya sama Nana?”
“Iya keknya, aku kangen”
“Om sibuk banget ya di kantor?”
“Ga sesibuk itu, tapi juga ga sesantai itu” ucap Ardan.
“Kapan mau jalan-jalan lagi? Nana bosen di rumah mulu” Nana memerucutkan bibirnya.
Ardan gemas, lalu mengacak rambut Nana, “Besok”
“Besok?!” mata Nana berbinar.
“Maksudku besok kapan-kapan”
Senyum Nana luntur, berganti wajah datar, “Kirain”
“Seseneng itu mau jalan sama aku?”
“E-eh?”
“Ahahaha, bercanda”
Hening sebentar.
“Soal perjodohan” Ardan membuka suaranya.
Nana menatap Ardan, Ardan balas menatap Nana.
“Jangan dipikirin, kamu masih sekolah juga. Fokus sekolah aja dulu. Aku siap kok nunggu kamu sampe lulus nanti” ucap Ardan.
“Kalo udah lulus?” tanya Nana.
“Mau nikah atau mau tunangan dulu?” Ardan ganti bertanya.
Pipi Nana memerah seketika, ini seperti dirinya sedang dibooking untuk dinikahi.
“Mau kuliah dulu ih, masa langsung nikah” Nana menautkan jarinya.
“Lama dong, aku nunggu 3 tahun lagi” Ardan menekuk wajahnya.
“Hehe tergantung jurusan juga kan, Om” sambung Nana.
Ardan membuang nafasnya kasar. Sungguh, sabar menunggu bukan sifat Ardan.
Suasana hening (lagi) beberapa saat. Hingga Ardan bangkit, “Udah malem nih, aku pulang ya? Kamu juga harus istirahat” ucapnya.
“Ayo Nana antar sampe depan” ucap Nana berjalan mendahului Ardan.
Ardan mengekor dibelakang, “Pamitin sama Om dan Tante ya” Ardan membuka pintu mobilnya.
“Om!” Nana memanggil Ardan.
Ardan menoleh, “Ya?”
“Hati-hati!” seru Nana lalu tersenyum.
o - o
“Dari mana kamu?” tegur Budi mengintimidasi.
Ardan merotasi bola matanya jengah, “Habis dari rumah calon bini” jawabnya melenggang masuk ke lift.
Budi berdecih pelan, lalu menghampiri istrinya yang sedang menyesap teh di depan tv.
Ratna melirik suaminya, rupa suaminya itu seperti rupa-rupa lelah dengan hidup.
“Ada apa?” tanya Ratna.
“Anakmu itu, nada bicaranya sangat tidak sopan” jawab Budi.
Ratna tertawa pelan, “Kamu dulu lebih tidak sopan dari Ardan”
Budi menatap tidak percaya istrinya, “Mana ada, aku dulu sangat sopan dan berpendidikan” sanggah Budi.
Ratna menggelengkan kepalanya. Memang sifat suaminya ini random sekali. Kadang keras kepala, menyeramkan, mengintimidasi, humoris, dan bisa sangat lucu.
“Oh ya, tentang perjodohan itu..” Budi menggantungkan perkataannya.
Ratna menatap intens ke arah Budi, “Kenapa?”
“Bagaimana jika dibatalkan saja? Aku sedikit tidak menyukai keluarga itu”
“Kenapa? Bukankah mereka rekan kerjamu?”
“Memang, aku menyukai kinerja perusahaan mereka, tapi mereka juga bisa menusuk kita dari belakang bukan?”
“Kau berpikir terlalu jauh, suamiku”
Budi terdiam.
Ratna menggenggam tangan Budi, “Bukankah kau mau membahagiakan Ardan? Sudah lama kau selalu mengecewakannya” sambung Ratna.
Budi menatap lembut ke arah Ratna, diciumnya kening Ratna, lalu tersenyum.
o - o
Ting!
Nona Nana
Om lagi apa?
Sibuk ga?
Aku bosen nih, ga bisa tidur juga
Ada apa?
Mau aku tidurin?
Ih belum muhrim
Aku laper, tapi mager mau bikin makanan
Mau makan apa?
Eh ga usah dibawain, Om
Aku cuma tanya, ga ada niatan bawain kamu tuh
Ih ngeselin-_-
Ahahaha, aku pesenin makanan
mau?
Mauuu
Tapi ga ngerepotin kan?
Cuma mencet-mencet doang,
ga repot juga
Mau pesen apa?
Yang ngenyangin, biar Nana
cepet tidur
Jangan langsung tidur,
ga baik
Iya iya bawel, katanya gpp
gendut, Om masih suka-,-
Ya, terlalu gendut juga ga baik, Na
Aku pesenin Mekdi ya?
Wokeehh
Udah aku pesenin, nanti kamu
bayar ya
Loh, kirain Om sekalian bayarin:(
Ahaha, bercanda sayang, udah
aku bayar sekalian, nanti kalo
dateng diambil ya
Siap
Nana menunggu pesanannya datang sambil berolahraga kecil. Berguling-guling di atas kasur contohnya.
Selang 20 menit bel rumahnya berbunyi.
“Punten gopuddd!”
Nana segera berlari menuju pintu depan untuk mengambil pesanannya. Dibukanya pagar rumah, lalu tersenyum melihat mas-mas memakai seragam ojek online sambil menenteng makanan ditangannya.
“Atas nama Ardan Wijaya?” tanya orang tersebut.
Nana mengangguk.
“Kok yang keluar cewek? Pacarnya ya mbak?” tanyanya lagi.
Nana tersenyum kecil, mengambil alih makanan tersebut, “Makasih ya mas, iya itu pacar saya hehe” jawab Nana langsung melenggang pergi setelah berterimakasih kepada driver tersebut.
Dengan riang hati Nana menaiki satu per satu tangga menuju kamarnya. Suasana rumahnya sudah sepi, mungkin sudah pada tidur.
Membuka makanannya, lalu menatanya. Nana mengambil beberapa gambar dari makanan tersebut.
Dia akan membuat story instagram lalu ia akan mengirimkannya ke Ardan.
Ardan Wijaya
Ommm
Makanannya udah mendarat, hihi
Di seberang sana, Ardan menatap room chat Nana dengan senyuman kecil di bibirnya.
Nona Nana
Iya, selamat menikmati
Ardan menaruh handphonenya di nakas sebelah tempat tidur. Ia lalu merebahkan dirinya, mencoba untuk tidur.
Ting!
“Nana?” gumam Ardan. Ia memeriksa siapa yang mengiriminya pesan.
Selena Jovan
Hei, Ardan
Kangen aku ga?
tap star to next part
©taabinaa