RIVAL (End) Revisi

By StarsShine_1603

6.7M 1M 91.2K

⚠️WARNING, CERITA INI MENGANDUNG KEBENGEKAN DAN KEBAPERAN. AWALNYA NYEBELIN LAMA-LAMA NAGIH⚠️ Follow sebelum... More

Prolog
1. Rival
2. Genta
3. Family
4. Empat
5. Lima
6. Enam
7. Tujuh
8. Delapan
9. Sembilan
10. Sepuluh
11. Sebelas
12. Dua Belas
13. Tiga Belas
14. Empat Belas
15. Lima Belas
16. Enam Belas
17. Tujuh Belas
18. Delapan Belas
19. Sembilan Belas
20. Dua Puluh
21. Dua Satu
22. Dua Dua
23. Dua Tiga
25. Dua Lima
26. Dua enam.
27. Dua Tujuh
28. Dua Lapan
29. Dua Sembilan
30. Tiga Puluh
31. Tiga satu
32. Tiga Dua
33. Tiga Tiga
34. Tiga Empat
35. Tiga lima
36. Tiga Enam
37. Tiga Tujuh
38. Tiga Lapan
39. Tiga Sembilan
40. Empat Puluh
41. Empat satu
42. Empat Dua
43. Empat Tiga
44. Empat Empat
45. Empat Lima
46. Empat Enam
47. Empat Tujuh
48. Empat Lapan
49. Empat sembilan
50. Lima Puluh
51. Lima Satu
52. Lima dua
53. Lima Tiga
54. Lima empat
55. Lima lima
56. Lima Enam
Special part Rival
57. Lima Tujuh
58. Lima lapan
59. Lima Sembilan
60. Enam Puluh
61. Enam satu
62. Enam Dua
63. Enam Tiga
64. Enam empat
65. Enam Lima
66. Enam-enam
67. Enam Tujuh
68. Enam Lapan
69. Enam sembilan
70. Tujuh Puluh
71. Tujuh Satu
72. Tujuh dua
73. Tujuh Tiga

24. Dua Empat

79.3K 12.7K 516
By StarsShine_1603

"Waduh!!" keluh Rival saat tahu ada mobil putih yang terparkir di garasi rumah Cahya. Rival jelas tahu mobil itu punya siapa. Keringatnya mengucur deras, hanya dengan melihat mobil itu membuatnya takut.

"Kenapa lo? Kok kaya orang kesurupan?" tanya Cahya penasaran lalu turun dari motor butut milik Rival sambil tangannya menenteng buket uang.

"Ortu lo pulang, ya?"

Cahya menoleh sebentar lalu mengangguk. Ia baru ingat, orang tuanya pulang hari ini.

"Gue langsung pulang, deh." Jika dengan Guntur ia masih berani. Tapi lain jika papanya Cahya yang bernama Bumi itu. Rautnya sangat menyeramkan ditambah dengan kumis tebal. Kata-katanya pun sebelas dua belas seperti Guntur, sangat pedas.

Cahya menahan tawanya. "Lo takut sama Papa gue, ya?"

"H-hah?! Enggak tuh. Ngapain takut." Rival mencoba biasa saja.

"Padahal Papa gue baik banget."

Pembohongan publik. Baik apaan, kalo gue dateng yang ada dihujat mulu.

"Jangan takut, Val. Papa gue cuman galak sama orang yang tingkahnya kek setan."

"Untung tingkah gue kek malaikat." Rival tersenyum bangga.

"Semerdeka lo aja, deh. Males gue ngomong."

Rival tersenyum manis lalu mengacak rambut Cahya gemas. Cahya cemberut, rambutnya jadi rusak.

"Rambut gue udah kusut karena lo ajak naik motor, sekarang malah lo acak-acak, tambah kek gembel gue!" omel Cahya sambil merapikan rambutnya kembali.

"Nggak ah. Menurut gue lo cantikan acak-acakan gini malah."

Demi apapun, Rival ingin setiap harinya Cahya berdandan seperti ini agar tidak ada cowok lain yang melihat Cahya lebih dari lima detik. Setiap melihat Cahya menjadi pusat perhatian cowok-cowok, Rival seperti kepanasan.

"Lo kapan pulang, deh? Gue mau masuk."

"Lo ngusir gue? Bukannya makasih udah dianterin pulang."

"Lah kan udah tugas lo jadi ojek pribadi gue. Kita pacaran kan simbiosis mutualisme."

"Enggak! Kayanya lebih ke simbiosis parasitisme. Perasaan yang rugi teros cuman gue."

"Mau pulang nggak?!" sentak Cahya sambil melotot. Ia malas debat.

Rival menggeleng tegas. Ia masih ingin memandang wajah Cahya lebih lama. "Gue mau di sini! Seenggaknya sampe dapet minum plus seperangkat makanan!" Pikirannya berubah. Entah karena apa ia jadi tak takut pada Bumi. Membuat jengkel Cahya adalah tujuannya.

"Ekhemm!!" Dehaman bernada bariton itu memberhentikan perdebatan keduanya. Mereka kompak menoleh ke sumber suara. Di sana, di depan pintu, ada Papa Cahya bernama Bumi memasang wajah garang.

Rasa takut itu muncul kembali. Rival menelan salivanya sendiri lalu mengusap tengkuknya salah tingkah. Bibirnya ia paksa tersenyum manis.

"Eh, apa kabar, Om?"

"I am fine."

Rival menyenggol Cahya agar mengartikan perkataan Bumi. Memang seperti itu, Bumi sering menggunakan bahasa Inggris agar membuat Rival merasa bingung.

"Kata Papa kabarnya baik. Lagian lo sih, makanya kalo pelajaran bahasa Inggris jangan molor!"

"Gue bisa bahasa Inggris dulu, tapi sekarang mendadak lupa."

"What are you doing here?"

"Ngapain kamu di sini," beritahu Cahya berperan sebagai google translate.

"Anu, Om. Abis nganterin Cahya."

Bumi ber-oh ria. Wajah tegasnya itu mirip dengan Guntur, bedanya hanya Bumi versi tuanya Guntur.

"Papa, kayanya kemarin abis beli pedang, ya?" ceplos Cahya agar membuat Rival segera pergi. Dengan mudahnya Bumi mengangguk.

Mental Rival breakdance. Ia meneguk salivanya sendiri gugup. Salah langkah, maka nyawanya melayang.

"Oh, iya. Buaya peliharaan Papa itu kan juga belum makan siang, ya? Buaya kayanya butuh daging seger."

"Gue pamit deh, Cay. Mau ngerjain PR. Pamit dulu ya, Om."

Sebenernya pengen manggil camer, tapi takut ditebas pake pedang.

Rival buru-buru naik motornya lalu pergi sambil membunyikan klakson sebagai tanda sapaan.

Bumi terkekeh geli. Senang sekali mengerjai cowok itu. "Udah lama nggak ketemu, makin ganteng aja tuh anak."

"Apaan, Pa. Makin nyebelin iya!"

"Bukannya anak papa juga nyebelin ya? Jadi cocok lah."

"Papa nggak tau aja. Tingkah nyebelin dia itu udah nggak bisa didefinisiin sama kata-kata. Tingkahnya juga bikin gedeg."

"Tapi kamu sayang 'kan?" goda Bumi. Ia selalu bertingkah seperti teman dengan anak-anaknya.

"Iya."

Bumi speechless. Baru kali ini Cahya mengatakan terang-terangan bahwa sayang dengan Rival.

"Iya. Sayang sama duitnya."

Bumi tertawa mendengar lanjutan kata-kata itu. Jiwa matre anaknya masih saja melekat.

****

Lego dan Gilang saling berpandangan bingung setelah melihat Rival pagi-pagi sekali membaca buku tebal di dalam kelas. Tidak biasanya cowok tengil itu bertingkah rajin seperti ini.

"Kesambet setan mana lo, Val?!" tanya Lego penasaran.

"Iya nih. Atau nggak jidat lo abis kejedot, ya?" cetus Gilang.

Rival mendengkus. Selalu saja dua manusia itu mengatakan hal-hal yang menyinggungnya.

"Gue lagi gabut. Jadi belajar."

"H-hah?!" Keduanya berteriak bersamaan. Pernyataan itu terlalu membuat kaget.

"Sejak kapan gabut lo belajar? Biasanya juga nglakuin hal negatif kalo gabut, maling mangga misalnya." Lego berkata jujur. Ia hapal betul bagaimana tingkah Rival jika sedang gabut.

Genta datang lalu mengernyitkan dahinya melihat Rival memegang buku tebal. "Lah, lo tobat jadi rajin?"

Rival memejamkan matanya sebentar berusaha untuk sabar. Manusia menyebalkan tambah satu.

"Kenapa lo baca kamus bahasa Inggris? Mau pindah ke USA?" tanya Genta penasaran.

"Ngapain si Rival ke USA? Ngemis di sana paling ya."

"Astaga. Lo semua kenapa suka banget ngehujat cowok ganteng-ganteng sedap kaya gue, sih?!"

Rival berniat belajar bahasa Inggris karena Bumi. Ia tak ingin malu jika ngobrol bersama calon mertuanya itu.

"Lo bayangin dah. Bokapnya Cahya kalo ngomong pake bahasa Inggris, gue cuman plonga-plonga diajak ngobrol. Makanya gue belajar," jelas Rival.

Ketiganya ber-oh ria. Tak ingin menghujat lagi. Setidaknya ada sedikit hal positif yang ingin Rival lakukan.

"Oh, iya. Tadi Mega nyariin lo, tuh," beritahu Lego. Tadi ia bertemu Mega di parkiran, dan langsung menanyakan Rival.

"Hm. Nanti gue samperin."

"Inget Cahya," pesan Genta.

"Mendadak forget gue kalo masih punya Cahya."

"Dasar manusia tidak berperikepacaran. Udah sana, Gen. Jadi PHO aja lo, gue dukung dahhh!" hasut Gilang lalu cengengesan.

"Hm ... Gilang. Kayanya bagus kalo kita langsung duel di lapangan sekarang."

*****

Cahya bermain ponsel di kelasnya dengan Sasa yang tertidur di sampingnya. Guru sedang rapat membuat banyak kelas jadi jam kosong. Kebahagiaan yang HQQ bagi para murid-murid.

"Oyy!"

Cahya berhenti bermain ponsel. Ia seperti kenal suara itu. Kepalanya menoleh ke jendela sumber suara. Benar dugaannya, ada Rival di sana sedang menyembul di jendela kelas.

"Apa?!"

Rival membuka jendela lalu memasukkan kepalanya ke dalam kelas agar mudah berkomunikasi dengan Cahya.

"Udah makan?"

Cahya menggeleng. "Belum. Kenapa? Mau beliin, ya?"

"Tanya doang." Rival menoleh kanan kiri, dirasa sepi ia langsung loncat melalui jendela agar bisa masuk kelas untuk menemui Cahya.

"Astaga Rival! Pintu ada, kenapa harus loncat jendela, sih?!"

"Kalo ada yang repot kenapa harus yang simple?" Rival duduk di meja menghadap Cahya. Memandang wajah cantik itu sekarang menjadi kebahagiaannya.

"Terserah lo dah. Mau apa lo ke sini?"

"Kangen."

"Hm. Sama. Tapi gue kangen duit lo doang, sih."

"Matre lo, Cay!" Di otak Cahya hanya ada uang. Rival juga heran kenapa ia bisa mempunyai pacar model seperti ini. "Inget, Cay. Uang nggak bisa beli kebahagiaan," ceramah Rival.

"Tapi bisa buat beli makanan, baju, skincare juga. Dan itu bikin gue bahagia."

"Dahlah. Gue depresot nyeramahin lo."

****

Thank you❤️ jangan lupa tekan bintang❤️❤️❤️
Gatau random banget chapter ini😭❤️

Continue Reading

You'll Also Like

81.9K 13K 30
Tetangga baru yang selalu membuat keributan berhasil membuat dorison ingin pergi dari rumah. Ketenangan nya hilang saat tetangga baru nya suka menan...
268 64 11
Bagaimana jadinya jika gadis dengan seribu trauma yang memiliki trust issue bersahabat dengan para lelaki gila dan redflag? Akankah trauma dan trust...
5.9K 735 32
Nadhifa Aurelia. Anak tunggal dari pengusaha sukses di Indonesia. Dhifa terkenal karena kecantikan dan juga kesombongannya. Dhifa benci kehilangan...
11.3K 483 16
Tips cantik Cara membuat masker dari bahan bahan alami